Anda di halaman 1dari 19

Makalah

Manajemen Pelayanan Publik


(Penguasaan terhadap Pengelolaan SDM dan Budaya Pelayanan Publik)

Dosen Pengampu:
Dr.Ina Heliany,SH.,MH

Disusun Oleh :

Fitriana Novya Wulandari (CA115111006)


Intan Ratna Furry (CA115111177)

PROGRAM STUDI S1 PERPAJAKAN


FAKULTAS ADMINISTRASI FISKAL
Institut STIAMI BEKASI
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

1
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………...1

A. Latar Belakang………………………………………………………………………1
B. Pengertian……………………………………………………………………………2
1. Pelayanan Publik………………………………………………………………...2
2. Manajemen Pelayanan Publik…………………………………………………...2
3. Ruang Lingkup…………………………………………………………………..3

BAB II PERMASALAHAN……………………………………………………………4

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………………5

1. Gap Model…......................................…………………………………………...5
2. Pengembangan Budaya Pelayanan............………………………………………6
3. Perbedaan Budaya Pelayanan…..............................………………………….…10
4. Mewujudkan Integritas Dalam Pelayanan Publik..………………………….…..11
Contoh Kasus……………………………………………………………………13

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………….16

A. Kesimpulan............................................................................................................16
B. Saran......................................................................................................................16

Daftar Pustaka....................................................................................................................17

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan yang maksimal dan memuaskan adalah harapan setiap masyarakat yang
menjadi tugas dan tangggung jawab pemerintah dalam mewujudkannya karena tolok ukur
keberhasilan pemerintah adalah mewujudkan kepuasan masyarakat, untuk mewujudkan hal
tersebut tentu dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kemampuan
sesuai dengan bidangnya, selain itu untuk mewujudkan kepuasan masayarakat dan pelayanan
yang maksimal selain keterampilan dan kemampuan setiap pegawai dibutuhkan pula
pengembangan-pengembangan dari setiap pegawai agar pelayanan dapat dilakukan dengan
maksimal sesuai keinginan masyarakat, dengan kata lain kemampuan para pegawai harus
selalu dikembangkan agar dapat terwujud pelayanan yang maksimal dan memuasakan.

Keterbatasan sumber daya manusia. Rasanya kita sepakat bahwa kualitas sumber daya
manusia birokrasi Indonesia masih bisa dipertanyakan jika melihat kualitas kebijakan atau
layanan yang ada. Kita tentu juga sepakat bahwa produk kebijakan publik haruslah mampu
mengantisipasi potensi masalah sehingga kualitas personel birokrasi menjadi sangat penting.

Selain itu setiap lembaga memiliki budaya masing-masing dalam mewujudkan


kepuasan masyarakat/pelanggan antara lembaga satu dengan lembaga lainnya tentunya
terdapat perbedaan perlakuan pelayanan karena perbedaan buadaya pelayanan tersebut maka
masyarakat akan mendapatkan bebagai perlakuan pelayana yang berbeda sesuai prinsip
lembaga masing-masing.

Dengan adanya budaya tersebut ada masayrakat yang merasa cocok dan tidak dengan
budaya tersebut akan tetapi pada prinsipinya budaya dalam lembaga tersebut intinya adalah
melakukan pelayanan terhadap masyarakat atau pelanggan walaupun pada praktiknya sering
terjadi kesenjangan dan kendala-kendala dan adanya perbedaan persepsi antara pelangan dan
lembaga pelayanan public, kesenjangan-kesenjangan tersebut bisa disebut gap, gap inilah
yang membuat manajemen pelayanan yang baik tidak bisa diwujudkan karena adanya gap
tersebut

3
B. Pengertian

1. Pengertian Pelayanan Publik


Pelayanan public adalah sebagai bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang
public maupn jasa public yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan
oleh instansi pemerintah dipusat, di daerah, dan dilingkungan badan usaha milik Negara
atau badan usaha milik daerah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Manajemen Pelayanan Publik


Manajemen pelayanan public adalah proses penerapan ilmu dan seni untuk menyusun
rencana, mengimplementasikan rencana tersebut, mengkoordinasikan, mengontrol,
menyelesaikan, dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas pelayanan guna mencapai tujuan
pelayanan public.

3. Ruang Lingkup Pasal 5


(1) Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa
publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
(2) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan,
sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
(3) Pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi
pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah;
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan
usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

4
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran
vpendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi
misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
(4) Pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c. penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari
anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah
yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang
ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
(5) Pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi skala
kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan
dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk
dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik.
(6) Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah.
(7) Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
warga negara.
b. tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan
berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan

5
BAB II

PERMASALAHAN

A. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud gap model dan pengembangan budaya pelayanan ?


2. Bagaimanakah perbandingan budaya setiap perusahaan /lembaga public dalam
memberikan pealayanan?
3. Apa yang dimaksud pengelolaan atas integritas pelayanan publik?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui gap model dan pengembangan budaya pelayanan
2. Untuk mengetahui perbandingan budaya setiap perusahaan /lembaga public dalam
memebrikan pealayanan
3. Untuk mengetahui pengelolaan atas integritas pelayanan publik

6
BAB III

PEMBAHASAN

1. Gap Model
Berdasarkan definisi sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa Gap Model adalah
jenis-jenis GAP (kesenjangan) yang dapat terjadi dalam pemberian pelayanan kepada
pelanggan sehingga dapat menyebabkan ketidakpuasan diri pelanggan.

Zeithaml, Prasuraman, dan Berry mengemukakan bahwa manajemen pelayanan yang baik
tidak bisa diwujudkan karena adanya lima gap yaitu:

 Gap 1 (gap persepsi manajemen). Ini terjadi apabila terdapat perbedaan antara
harapan-harapan konsumen dengan persepsi manajemen terhadap harapan-harapan
konsumen, terjadi karena factor-faktor sbb:

◦ kurangnya riset pemasaran dan tidak dimanfaatkannya riset pemasaran.

◦ Kurang efektifnya komunikasi ke atas dio dalam organisasi penyelenggara


pelayanan.

◦ Terlalu banyaknya tingkatan manajemen.

 Gap 2 (gap persepsi kualitas). Ini akan terjadi apabila terdapat perbedaan antara
persepsi manajemen tentang harapan-harapa konsumen dengan spesifikasi kualitas
pelayanan yang dirumuskan, disebabkan oleh factor-faktor sbb:

◦ Lemahnya komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan.

◦ Tidak tepatnya persepsi terhadap feasibilitas.

◦ Tidak tepatnya standarisasi tugas

◦ Kurang tepatnya perumusan tujuan

 Gap 3 (gap penyelenggaraan pelayanan). Ini terjadi jika pelayanan yang diberikan
berbeda dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang telah dirumuskan, timbul karena:

◦ Adanya ketidakjelasan peran.

◦ Adanya konflik peran

◦ Tidak cocoknya karakteristik pekerja dengan pekerjaan

7
◦ Tidak tepatnya system pengawasan

◦ Lemahnya kontrol

◦ Lemahnya kekompakan tim

 Gap 4 (gap komunikasi pasar). Ini terjadi akibat adanya perbedaan antara pelayanan
yang diberikan dengan komunikasi eksternal terhadap konsumen, terjadi karena:

◦ Kurangnya komunikasi horizontal

◦ Adanya kecenderungan untuk mengobral janji

 Gap 5 (gap kualitas pelayanan). Ini terjadi karena pelayanan yang diharapkan oleh
konsumen tidak sama dengan pelayanan yang senyatanya diterima atau dirasakan oleh
konsumen, terjadi sebagai akibat dari akumulasi empat macam gap tersebut di atas.

2. Pengembangan Budaya Pelayanan

A. Empat Tipe Budaya Organisasi


Menurut Sethia dan Glinow (dalam Collins dan Mc Laughlin, 1996: 760-762), budaya
organisasi dibagi dalam 4 tipe menurut perhatiannya terhadap orang dan kinerja, yaitu :

 Apathetic Culture

Dalam tipe ini perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antar manusia maupun
perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas, dua-duanya rendah. Disini penghargaan
diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan pemanipulasian orang-orang lain.

 Caring Culture

Budaya organisasi seperti ini dicirikan oleh rendahnya budayua perhatian yterhadap kinerja
dan tingginya perhatian terhadap hubungan antar manusia. Penghargaan lebih didasarkan atas
kepaduan tim dan harmoni, dan bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan tugas.

 Exacting Culture

Perhatian terhadap orang sangat rendah, tetapi perhatian terhadap kinerja sangat tinggi. Disini
secara ekonomis, penghargaan sangat memuaskan tetapi hukuman atas kegagalan yang

8
dilakukan juga sangat berat. Dengan demikian tingkat keamanan pekerjaan menjadi sangat
rendah.

 Integrative Culture

Perhatian terhadap orang maupun perhatian terhadap kinerja keduanya sama-sama sangat
tinggi.

Secara visual, ke empat model budaya organisasi tersebut dapat diilustrasikan dalam
gambar berikut :
Empat Tipe Budaya Organisasi

Caring Integrative Perhatian Terhadap


Apathetic Exacting Hubungan antar
manusia

` Perhatian terhadap kinerja.

Budaya organisasi di Indonesia jika dianalisis menggunakan pendekatan diatas, maka


sebagian besar budaya organisasinya adalah caring culture, dimana organisasi public di
Indonesia biasanya memiliki perhatian yang sangat rendah terhadap kinerja dan memiliki
perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia, memusatkan pada kondisi
internal dan integrasi

B. Budaya organisasi publik di Indonesia

Sebagian besar organisasi publik di Indonesia memiliki budaya organisasi yang


bertipe caring, memiliki perhatian yang sangat rendah terhadap kinerja pelaksanaan tugas,
tetapi memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antar manusia. Hal ini
tampak pada ciri-ciri birokrat sebagai berikut :
1. Lebih mengutamakan kepentingan pimpinan daripada klien/pengguna jasa.
2. Lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat.
3. Meminimalkan resiko dengan cara menghindari inisiatif.
4. Menghindari tanggung jawab.
5. Menolak tantangan
6. Tidak suka berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

9
Budaya caring tersebut tidak cocok dalam pemberian pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat, sehingga harus diadopsi budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan
kondusif dengan manajemen pelayanan publik, yang disebut kultur kinerja.

C. Budaya Kinerja Dalam Organisasi Pelayanan


Budaya kinerja sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan
dapat melaksanakan semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya.
Budaya kinerja tersebut akan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam
peningkatan kualitas pelayanan jika organisasi memiliki budaya organisasi yang bertipe
integrative dan birokrat-birokrat yang ada dalam organisasi tersebut telah mengadopsi 10
semangat kewirausahaan yang dikembangkan oleh Osborne dan Gaebler, yaitu :
1. Mengarahkan ketimbang mengayuh.
2. Memberi wewenang kepada masyarakat
3. Menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan.
4. Menciptakan organisasi yang digerakkan oleh misi ketimbang oleh peraturan.
5. Lebih berorientasi pada hasil, bukan input.
6. Berorietasi pada pelanggan bukan birokrasi.
7. Berorientasi wirausaha.
8. Bersifat antisipatif.
9. Menciptakan desentralisasi.
10.Berorietasi pada pasar.
Organisasi yang memiliki 3 ciri tersebut (budaya kinerja, budaya organisasi bertipe
integrative dan mengadopsi 10 semangat kewirausahaan) disebut organisasi yang memiliki
budaya pelayanan.

D. Nilai-nilai dasar budaya kerja menurut Kepmenpan No 25 Tahun 2002 terdiri dari:

 Komitmen dan konsistensi.

 Wewenang dan Tanggungjawab.

 Keikhlasan dan kejujuran.

 Integritas dan profesionalisme.

 Kreativitas dan kepekaan.

10
 Kepemimpinan dan keteladanan.

 Kebersamaan dan dinamika kelompok kerja.

 Ketepatan dan kecepatan.

 Rasionalitas dan kecerdasan emosi.

 Keteguhan dan ketegasan.

 Disiplin dan keteraturan kerja

 Keberanian dan kearifan.

 Dedikasi dan loyalitas.

 Semangat dan motivasi.

 Ketekunan dan Kesabaran.

 Keadilan dan Keterbukaan.

 Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Budaya kinerja dalam organisasi pelayanan

 Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997:460) mendefinisikan budaya kinerja


sebagai suatu situasi kerja yang memungkinkan semua karyawan dapat melaksanakan
semua pekerjaan dengan cara terbaik yang dapat dilakukannya.

E. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Budaya Pelayanan


Sesuai dengan Kep.MENPAN No.125/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya
Kerja Aparatur Negara, nilai-nilai dasar budaya kerja terdiri atas :
1. Komitmen dan Konsistensi
2. Wewenang dan tanggung jawab
3. Keikhlasan dan Kejujuran
4. Integritas dan Profesionalisme
5. Kreativitas dan Kepekaan
6. Kepemimpinan dan Keteladanan
7. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok Kerja
8. Ketepatan dan kecepatan

11
9. Rasionalitas dan kecerdasan Emosi
10. Keteguhan dan ketegasan
11. Disiplin, dan keteraturan kerja
12. Keberanian dan kearifan
13. Dedikasi dan Loyalitas
14. Semangat dan motivasi
15. Ketekunan dan kesabaran
16. Keadilan dan keterbukaan
17. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi.

3. Perbedaan Budaya Pelayanan Publik

A. Konsep Organisasi Swasta Swasta


Konsep Organisasi swasta atau privat berarti set apart (yang terpisah).
organisasi privat ditujukan pada hal-hal yang ‘terpisah’ dari masyarakat secara umum.
sektor swasta merupakan suatu organisasi yang bertujuan untuk memaksimumkan
laba dari apa yang sudah organisasi itu lakukan atau keluarkan. Organisasi bisnis
sebenarnya juga memiliki lingkungan otorisasi, misalnya dewan komisaris atau rapat
umum pemegang saham, namun tidak sekompleks organisasi publik (Denhardt).
Organisasi swasta memiliki misi tertentu yakni adalah mengejar laba atau stabilitas
atau pertumbuhan pendapatan, dengan perusahaan swasta, unitunit sektor publik dan
organisasi berjuang untuk pendanaan dan pengaruh.
B. Konsep Organsasi Publik
Fungsi organisasi publik itu sendiri adalah mengatur pelayanan yang
dibutuhkan masyarakat secara umum. Karena Organisasi publik adalah organisasi
yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
1. Pedoman bagikegiatan ; Melalui pengamatan hasil-hasil waktu yang akan
datang Tujuan dan fungsi sebagai pedoman bagi kegiatan pengarahan dan penyaluran
usaha dari para anggotaanggota organisasi
2. Sumber Legitimasi : Tujuan organisasi merupakan sumber legitimasi bagi
suatuorganisasi pemerintahan dalam melakukan pembenaran kegiatan pengakuan atas
kegiatan, ini dapat meningkatkan organisasi pemerintahan untuk mendapatkan
berbagai sumberdaya dan dukungan disekitatnya.

12
3. Standar pelaksanaan : Bila tujuan dinyatakan secara jelas dan difahami hal
ini akan memberikan standar langsung bagi penilaiaan standar pelaksanaan organisasi
pemerintahan.
4. Sumber Motivasi : Tujuan organisasi dapat berfungsi sebagai sumber
motifasi dan indentifikasi bagi para anggotanya untukmeningkatkan dorongan kerja
dan prestasi kerja bagi anggota organisasi.
5. Dasar nasional pengorganisasian : Dinyatakan secara sederhana tujuan
organisasi pemerintahan sebagai dasar perancangan pemerintahan itu sendiri
berinteraksi dengan struktur organisasi dalam kegiatan-kegiatanyang dilakuakan.

Perbedaan sifat dan karakteristik sektor publik dengan sektor swasta dapat dilihat
dengan membandingkan beberapa hal, yaitu: tujuan organisasi, sumber pembiayaan, pola
pertanggungjawaban, struktur organisasi, karakteristik anggaran, stakeholder yang
dipengaruhi, dan sistem akuntansi yang digunakan.

Meskipun sektor publik memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda dengan sektor
swasta, akan tetapi dalam beberapa hal terdapat persamaan, yaitu:

1). Kedua sektor tersebut, yaitu sektor publik dan sektor swasta merupakan bagian
integral dari sistem ekonomi.

2). Keduanya menghadapi masalah yang sama, yaitu masalah kelangkaan sumber daya
(scarcity of resources.

3). Kedua sektor sama-sama membutuhkan informasi yang handal dan relevan untuk
melaksanakan fungsi manajemen, yaitu: Perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian.

4). kedua sektor menghasilkan produk yang sama.

5). Kedua sektor terikat pada peraturan perundangan dan ketentuan hukum.

4. Mewujudkan Integritas dalam Pelayanan Publik

Istilah integritas berasal dari kata Latin integer yang berarti utuh atau lengkap. Dalam
konteks ini, integritas adalah hal yang terkait dengan rasa batin keutuhan yang dari kualitas
diri manusia untuk kebaikan seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Maka integritas
personal terkait dengan karakter-karakter baik yang melekat pada individu. Dalam
terminologi bahasa Inggris, integritas (integrity) memiliki makna “the quality of being honest

13
and always having high moral principles”. Untuk konteks organisasi, integritas secara
institusional adalah integritas personal ditambah dengan nilai-nilai yang dianut organisasi
sehingga menciptakan karakter personel yang diinginkan dalam rangka mencapai
terpenuhinya tugas pokok dan fungsi organisasi (Girindrawardhana: 2012).

Integritas Dalam Pelayanan Publik

Mengapa pelayanan public perlu integritas?

a. Pertama
Kegiatan administrasi publik yang memunculkan pelayanan publik, terbentuk sebagai
konsekuensi dari adanya pemerintahan dan Negara. Penyelenggaraan pelayanan publik
sebagai bagian dari penyelenggaraan Negara, meniscayakan hubungan antara Negara
dan rakyat, karena dari relasi antara negara dan rakyat, lahirlah kebijakan publik dan
pelayanan publik.
b. Kedua
Dalam konteks relasi Negara dan rakyat tersebut, terdapat hubungan sosial yang
melibatkan institusi pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik dengan warga
masyarakat. Penyelenggara negara dipercaya oleh rakyat melalui kontrak sosial bahwa
mereka yang disebut ‘penyelenggara negara’ bertindak mewakili ‘orang banyak’
(rakyat) untuk mengatur kepentingan orang banyak tersebut. Dengan sendirinya relasi
dan ‘kontrak’ ini mengikat aktor penyelenggara negara agar selaras dengan
kepentingan ‘mereka yang mempercayainya’ atau ‘mereka yang memandatinya’ (baca:
rakyat). Maka wajar jika dalam konteks relasi ini terdapat unsur kekuatan yang
diperlukan, yaitu: kepercayaan (trust), integritas sosial, altruisme, gotong royong,
partisipasi, jaringan sosial, kolaborasi atau kerjasama sosial dalam sebuah komunitas,
anggapan dan nilai-nilai kearifan budaya lokal (local wisdom), yang disebut modal
sosial (social capital). Modal sosial (social capital) pada prinsipnya menunjuk pada
penciptaan jaringan-jaringan, kepercayaan, nilai-nilai bersama, norma-norma dan
kebersamaan yang timbul dari adanya interaksi manusia di dalam sebuah masyarakat.
Dengan kata lain, integritas; yakni integritas penyelenggara negara, mutlak diperlukan.
adanya interaksi manusia di dalam sebuah masyarakat. Dengan kata lain, integritas;
yakni integritas penyelenggara negara, mutlak diperlukan.

14
Contoh Kasus

Perbandingan Pelayanan Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta

Perbandingan pelayanan sekolah negeri dan swasta dapat dilihat dari factor-faktor sebagai
berikut :

1. SPP
 Sekolah negeri
Tidak dipungut SPP untuk SD, SMP/sederajat karena telah disokong oleh
program BOS sedangkan untuk SMU/sederajat biaya SPP relatif terjangkau sehingga
masih dapat dirasakan oleh masyarakat kurang mampu. Memiliki biaya SPP yang
lebih murah tentunya akan menarik perhatian banyak orang tua murid yang berasal
dari golongan menengah ke bawah untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah
negeri. Sedangkan sisi positif yang kita dapatkan dari sekolah negeri adalah adanya
kesempatan bagi semua orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan
biaya yang terjangkau.

 Sekolah Swasta
SPP sekolah bervariatif sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemilik /
pengelola sekolah tersebut dan biasanya relatif lebih mahal dibandingkan sekolah
negeri. Dampaknya sekolah swasta memiliki jumlah murid lebih sedikit dikarenakan
biaya yang harus dikeluarkan lebih mahal. Sisi positif yang kita dapatkan dengan
sedikitnya jumlah murid, maka proses belajar mengajar akan terfokus dengan jumlah
murid yang ideal di setiap kelasnya

2. Tingkat perhatian dan perlakuan guru terhadap murid di kelas

 Sekolah Negeri.
Rata-rata murid di setiap kelas untuk sekolah negeri berkisar antara 40-45
orang. Jumlah siswa berpengaruh signifikan terhadap perhatian guru. Di sekolah
negeri, guru-guru cenderung hanya memperhatikan siswa-siswa yang menonjol.
Misalnya siswa yang sangat cerdas dan siswa yang sangat nakal. Hal ini
mengakibatkan guru tidak dapat memperhatikan tiap muridnya secara baik, sehingga
apabila ada murid yang mempunyai masalah yang unik dalam memahami pelajaran,
maka hal ini tidak dapat diakomodir oleh guru yang bersangkutan dengan baik.

15
 Sekolah Swasta
Rata-rata murid di setiap kelas untuk sekolah negeri berkisar antara 20-30
orang. Karena jumlah murid ideal tidak terlalu banyak, maka guru-guru bisa lebih
memahami anak didiknya. Meski siswa yang cerdas dan siswa yang nakal tetap
terlihat lebih menonjol, namun guru-guru sekolah swasta masih bisa memahami
siswa-siswa yang lainnya, sehingga guru paham betul karakteristik setiap anak
didiknya.

3. Sarana dan prasarana dan fasilitas

 Sekolah Negeri
Murid yang bersekolah di sekolah negeri akan bebas dari biaya bangunan yang
biasanya dipungut di awal, Sedangkan untuk sekolah negeri, nilai plus yang dimiliki
adalah bangunan sekolah yang luas dan besar tanpa harus membayar uang bangunan.
Sedangkan sekolah negeri memiliki fasilitas yang standar untuk keberlangsungan
kegiatan belajar mengajar. Sekolah negeri tidak bisa secara penuh memberikan
fasilitas ini kepada seluruh siswanya. Sedangkan untuk meminta bantuan dari
orangtua murid dilarang pemerintah karena dianggap memberatkan masyarakat.
Kecuali bagi sekolah RSBI

 Sekolah Swasta
Murid sekolah swasta dikenakan uang bangunan. Dampak positif yang dimiliki
sekolah swasta dengan pemungutan biaya bangunan ini adalah terpenuhinya seluruh
fasilitas, sarana dan prasarana yang diperlukan murid untuk mengembangkan minat
dan bakat. Sesuatu yang berkualitas memang tidaklah murah. Fasilitas kelas VIP
adalah konsekuensi logis dari biaya pendidikan yang mahal di sekolah swasta.
Fasilitas di sekolah swasta bisa jadi sangat lengkap. Mulai dari ruangan kelas ber-AC,
laboratorium, fasilitas olahraga, hingga halaman parkir yang luas. Branding sekolah
swasta juga dapat melalui hal ini, karena prinsip sektor swasta yang mengutamakan
pelayanan prima dan kepuasan untuk customer-nya.

4. Guru atau pengajar

 Sekolah Negeri
Mempunyai tenaga pendidik yang terspesialisasi dalam bidangnya. Ditambah,
umumnya guru di sekolah negeri dibiayai oleh negara, alias PNS dan jika kekurangan

16
tenaga pengajar sekolah diperbantukan guru honorer. Dari status guru honorer juga
dapat diajukan menjadi pegawai negeri. Di sekolah negeri, hampir semua guru dan
karyawan yang bekerja berstatus sebagai pegawai negeri sipil yang pendapatannya
tinggi.

 Sekolah Swasta
Tenaga pengajar adalah pegawai swasta. Guru di sekolah swasta pada
umumnya yang harus bekerja sambilan untuk menutupi kebutuhan dasar hidupnya
Disekolah swasta guru dan karyawan memiliki pendapatan lebih kecil dibandingkan
dengan sekolah negeri. Hal ini juga merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi
jumlah guru di sekolah swasta. Tidak sedikit sekolah – sekolah swasta yang ada di
negeri ini kekurangan guru. Persoalan seperti ini tidak bisa dianggap sepele karena
akan berpengaruh terhadap kualitas siswa.

5. Program dan kurikulum

 Sekolah negeri
Baik SSN, RSBI, maupun SBI mau tidak mau harus menggunakan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang telah distandarisasi oleh Depdiknas,

 Sekolah swasta internasional umumnya menggunakan kurikulum internasional


sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikannya, seperti kurikulum Cambridge,
New York, Australia, New South Wales, dan Singapura. Kompetensi lulusan sekolah
swasta internasional dengan sekolah KTSP pun berbeda. Banyak ditemukan kasus
bahwa siswa-siswi sekolah swasta internasional kesulitan menyelesaikan soal-soal
ujian negara maupun ujian masuk universitas di dalam negeri.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kualitas pelayanan merupakan faktor penting dalam melaksanakan pelayanan publik
karena indikator keberhasilan dari suatu pelayanan adalah kepuasan pelanggan, oleh
karena itu kualitas pelayanan perlu diperhatikan dalam memeberikan pelayanan
kepada masyarakat. Kedisiplinan dalam berbagai hal merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam menjalankan pelayanan publik serta di tunjang dengan sarana dan
prasarana yang memadai untuk mempercepat proses pelayanan yang dilakukan.
Efektifitas dan efesiensi mampu dilakukan kalau karyawan/birokrat mampu
menerapkan kedisiplinan selain itu perlu dilakukannya pengembangan-pengembangan
budaya pelayanan yang ada.
Publik adalah sebagai objek dari sebuah pelayanan, oleh karena itu publik akan
menjadi tolak ukur yaitu untuk menilai konsistensi dari sebuah organisasi/instansi
dalam melakukan suatu pelayanan publik. Hal-hal di atas harus ditonjolkan dalam
melakukan pelayanan publik baik diorganisasi swasta maupun organisasi publik.
Selain itu diperulukan integrtas yang tinggi pada setiap pegawai atau birokrat dalam
melakukan pelayanan publik yaitu hal yang terkait dengan rasa batin keutuhan yang
dari kualitas diri manusia untuk kebaikan seperti kejujuran dan konsistensi karakter.
Maka integritas personal terkait dengan karakter-karakter baik yang melekat pada
individu perlu diciptakan dan dipertahankan untuk menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas serta bermoral yang dapat melakukan pelayanan publik dengan
maksimal agar terciptanya kepuasan masyarakat/pelanggan.

B. Saran
Adapun yang menjadi saran setelah penulis adalah pemerintah atau organisasi publik
harus berbenah dan belajar banyak dari organisasi swasta dalam hal kedisiplinan,
sikap, dan konsisitensi dalam melakukan sebuah pelayanan, dan selalu tertanam
bahwa organisasi publik berorientasi pada pelyanan maka pelayanan yang diberikan
haruslah maksimal dan sayang baik sesuai dengan harapan masyarakat. Karena publik
menuntut sebuah pelayanan yang maksimal yang membuat publik merasa puas
dengan pelayanan yang dilakukan.

18
Daftar Pustaka

https://ejournal.unstrat.ac.id

https://repository.unikom.ac.id/id/eprint/46869

gietastory.blogspot.com/2011/01/manajemen-pelayanan-publik.html?

https://www.kompasiana.com/yorri/mewujudkan-integritas-dalam-pelayanan-publik

diskursusnusantara.blogspot.com/2015/11/integritas-dalam-pelayanan-publik.html?

19

Anda mungkin juga menyukai