Disusun Oleh
Kelompok :
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Kekuasaan Politik Dan Keadilan”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari Ibu Eka Farida pada mata kuliah
Perilaku Organisasi Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eka Farida, selaku
dosen Perilaku Organisasi yang telah membimbing kami semua sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
1.1 Sumber-Sumber Kekuasaan.............................................................................................5
1.2 Jenis-Jenis Kekuasaan......................................................................................................6
1.3 Politik Perilaku.................................................................................................................7
1.4 Etika dalam Perilaku Berpolitik.......................................................................................7
1.5 Contoh Kasus …………………………………………………………………………...8
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Politik adalah permainan kekuasaan, dalam masyarakat yang tidak berhukum
(hukum rimba), melarat dan berbudaya rendah pun, politik tetap ada. Di dalamnya terdapat
segala cara untuk meningkatkan kekuasaan individu atau kelompok. Hukum adalah
pelembagaan aturan, Ketika masyarakat menyadari bahwa kekuasaan setiap individu perlu
dikontrol oleh hukum maka hak dan kewajiban tidak ditentukan oleh yang berkuasa,
melainkan oleh yang diakui Bersama sebagai suatu kebenaran.
Keadilan adalah situasi fairness yaitu distribusi reward dan beban di dalam suatu
masyarakat sesuai denga napa yang mereka kehendaki. Jika warganegara menuntut A,
maka mereka perlu melakukan B dan pemerintah melakukan C. Semua warganegara
punya hak setara dan (kalau bisa) semaksimal mungkin dipenuhi sesuai system kebebasan
yang berlaku, kebebasan satu individu tidak boleh melanggar kebebasan individu lain.
Hingga kini, masalah keadilan dalam praktek kekuasaan adalah hal yang paling sulit
dicapai pemuasannya. Keadilan ini sifatnya resiprokal, satu pihak dipenuhi, pihak lain
dirugikan.
1. Pengetahuan
Pengetahuan dan kekuasaan saling terkait satu sama lain. Pengetahuan sebagai
sumber kekuasaan dibangun dalam kerangka pemahaman bahwa kekuasaan
menghasilkan ilmu pengetahuan. Begitupun sebaliknya, pengetahuan membentuk
hubungan kekuasaan. Dalam masyarakat modern saat ini, pengetahuan menjadi kontrol
atas alam yang dimungkinkan diperluas hingga ke wilayah terkecil.
2. Ekonomi
3. Jabatan
Contoh paling nyata adalah seorang presiden Amerika Serikat, Barack Obama yang
berkulit hitam dan merupakan etnis minoritas memiliki kekuasaan amat besar karena
jabatannya sebagai presiden.
4. Hukum
Praktik hukum otoriter di Indonesia pernah terjadi di era orde baru, di mana
Presiden Soeharto memegang kekuasaan tinggi mutlak yang mampu melemahkan
otoritas lembaga-lembaga tinggi negara.
Modal sosial dan politik merupakan salah satu sumber kekuasan yang sangat
penting bagi penguasa dan pemimpin politik. Fondasi yang ditawarkan dalam modal
sosial adalah sumber daya, jaringan, pengakuan, dan dukungan kolektif. Keempat modal
sosial ini akan menumbuhkan kepercayaan. Jaringan dan kepercayaan dari rakyat
menjadi modal politik paling krusial bagi orang yang akan mengikuti kontestasi politik
dalam arena pemilihan umum.
Sumber Kekuasaan Menurut French dan Bertram Raven
- Selain kelima sumber kekuasaan di atas, French dan Bertram Raven juga
menyebutkan beberapa sumber kekuasaan, yakni:
- Kekuasaan yang Sah atau Legitimate Power: Kekuasaan yang berasal dari
pengangkatan.
- Kekuasaan Paksaan atau Coersive Power: Kekuasaan yang berasal dari
kekerasan atau pemaksaan.
- Kekuasaan Keahilan atau Expert Power: Kekuasaan yang berasal dari keahlian.
- Kekuasaan Hadiah atau Reward Power: Kekuasaan yang berasal dari
pemberian.
- Kekuasaan Takzim atau Reverent Power: Kekuasan yang berasal dari daya
tarik atau kharisma.
Kekuasaan jenis ini merupakan kekuasaan yang menggunakan balas jasa atau
reward untuk mempengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu sesuai
keinginannya, Kekuasaan ini dapat berupa gaji, upah, bonus, promosi, pujian, pengakuan
atau penempatan tugas yang lebih menarik. Namun melalui kekuasaan ini seorang
pemimpin juga dapat menunda pemberian reward tersebut sebagai hukumancjika
bawahannya tidak melakukan apa yang telah diperintahkan.
2. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari kekuasaan balas jasa.
Contoh yang diberlakukan jika tidak mengikuti perintah yang diintruksikan, antara lain
pemberian surat peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan
pemberhentian kerja atau PHK.
Kekuasaan ini berasal dari posisi resmi yang dijabat oleh seseorang, baik itu dalam
suatu organisasi, birokrasi ataupun pemerintahan. Kekuasaan sah adalah kekuasaan yang
diperoleh dari konsekuensi hirarki dalam organisasi. Seseorang yang menduduki posisi
itu memiliki hak dan wewenang untuk memberikan perintah dan intruksi kepada
bawahannya dan bawahannya berkewajiban untuk menjalankan intruksi yang telah
diberikan.
Teori perilaku politik adalah sebagai salah-satu aspek dari ilmu politik yang
berusaha untuk mendefinisikan, mengukur dan menjelaskan pengaruh terhadap
pandangan politik seseorang, ideologi dan tingkat partisipasi politik. Secara teoretis,
perilaku politik dapat diurai dalam tiga pendekatan utama yakni melalui pendekatan
sosiologi, psikologi dan rasionalitas.
Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan
berlandaskan kepada Akhlak ilmu tentang adat dan budaya kebiasaan untuk mengatur
tingkah laku manusia dengan Allah Tuhan YME dan Alam semesta. Etika dan moral
mengandung kesamaan menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan. Etika sendiri
sering disamakan dengan moral. Sebenarnya etika merupakan cabang dari filsafat yang
di dalamnya mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Etika dan
moral memiliki perbedaan dari segi perspektif dan esensi pengertiannya. Moral
merupakan ajaran tentang perilaku baik dan buruk yang berperan sebagai panduan
bertindak manusia. Sementara etika adalah cabang filsafat yang menyoroti, menganalisis
dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa perlu mengajukan sendiri tentang ajaran
yang baik dan buruk.
Kajian etika politik melingkupi filsafat dan etika.Tindakan politik di dalam etika
politik dinilai menggunakan filsafat politik dengan berdasarkan pada kebaikan dan
keburukan yang ditimbulkannya.Etika politik merupakan salah satu jenis dari etika
sosial.Fungsi dari etika politik adalah sebagai salah satu pengatur keseimbangan di dalam
pemisahaan kekuasaan antara lembaga legislatif dan eksekutif.Etika politik dikatakan
mengambil peran dalam budaya politik jika memiliki kemampuan untuk mengendalikan
lembaga-lembaga dan mekanisme politik.Manfaat dari etika politik adalah terjaganya
pergaulan politik yang bersifat harmonis.
Etika politik bertujuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang
digunakan untuk mengatur politik di dalam masyarakat. Tujuan etika politik berkaitan
dengan cara pertanggungjawaban politikus terhadap tindakan politiknya dan legitimasi
moral. Etika politik juga bertujuan memberikan aturan-aturan dalam pemberian
pengakuan wewenang agar tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat.
Etika adalah nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi manusia dalam
menentukan mana yang baik dan buruk. Dalam konteks perpolitikan masa kini, etika
merupakan pedoman bagi para politikus dan penyelenggara negara untuk melakukan hal-
hal yang baik dan menjauhi yang buruk. Etika politik juga dapat dijadikan sarana untuk
merefleksikan kualitas moral para politikus dan penyelenggara negara. Dengan
demikian, pemerintah dan politikus dapat menciptakan program kebijakan yang berpihak
pada rakyat demi mencapai kesejahteraan bersama. Selain itu, etika politik perlu dimiliki
oleh pemerintah dan politikus agar terhindar dari sikap mementingkan diri sendiri dan
kelompoknya.
Etika politik adalah hal yang paling penting dan dibutuhkan dalam setiap kondisi,
baik itu dalam kondisi normal, tertib, tenang maupun kacau. Dalam kondisi kacau, etika
politik akan menumbuhkan mekanisme berbicara dengan otoritas, atau dengan kata lain,
betapa pun kasar dan tidak santunnya suatu politik, setiap tindakannya tetap
membutuhkan legitimasi.
1. Politik Sara
Aroma dan hiruk-pikuk politik ini bahkan sudah bisa dirasakan sekarang, tidak saja
secara nyata, tetapi juga di berbagai media sosial. Media sosial menjadi sarana
pendukung utama dalam kampanye politik karena tingginya jumlah pengguna di tanah
air. potensi konflik dalam pileg dan pilpres juga dinilai masih tinggi. Alasannya adalah
kompetisi yang sangat ketat antar peserta, uang yang terlibat dan beredar cukup banyak,
dan jumlah pemilih yang diperebutkan juga banyak (detik online).
Abdul Ghofur, Direktur Eksekutif Rubik, menyampaikan lima jenis konflik yang
berpotensi terjadi dalam pilkada, yakni: konflik internal penyelenggara, konflik antar-
penyelenggara, konflik antar peserta pemilu, konflik penyelenggara dengan masyarakat,
dan konflik antar masyarakat pendukung. Di antara konflik-konflik di atas, konflik yang
berbahaya dan mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa adalah utamanya konflik
antar masyarakat pendukung, walaupun konflik ini sesungguhnya adalah turunan dari
konflik antar peserta pemilu.
Konflik ini mempunyai eskalasi yang luas – apalagi ditumpangi oleh provokator –
dan biasanya mempunyai dampak psikologis yang panjang, bahkan ketika pemilu telah
usai. Potensi terbesar pemicu Konflik horizontal adalah dibawanya isu sara (agama)
dalam ranah politik praktis. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religious dan
agama adalah alat sangat ampuh dan sensitif untuk menggalang dan memobilisasi massa.
Apalagi, dengan menguatnya tren islamisme yang tidak menarik garis batas antara agama
dan politik.
contoh nyatanya adalah Kasus pilgub DKI belum lama ini misalnya, bagaimana isu
dan agama dimainkan untuk mempengaruhi dan mengarahkan opini publik. Di antara
contoh konkritnya adalah pemasangan spanduk di banyak tempat yang berisi ancaman
tidak akan mengurus jenazah muslim yang memilih pasangan gubernur yang kebetulan
non-muslim. Kasus politisasi agama rentan terjadi di mana saja dan kapan saja. Persoalan
ini seolah menjadi benang kusut yang sulit untuk diurai.
Sebab, Persoalan ini melibatkan banyak pihak: peserta pemilu yang berambisi
untuk menang dengan segala cara, tokoh-tokoh agama dan masyarakat yang “suka”
terseret dalam arus politik untuk memenangkan kontestan politik tertentu, penyelenggara
negara yang belum bisa tegas menjalan sistem pemilu yang jurdil, dan masyarakat yang
belum tercerahkan dalam persoalan politik (relasi agama dan politik).
Adapun pelanggaran terbanyak terjadi pada ASN yang Terlibat kampanye di media
sosial dan ikut deklarasi paslon. Selain itu juga, juga menemukan bentuk keterlibatan
ASN dalam menyusun visi misi calon kepala daerah, pemberian dukungan finansial,
fasilitas pribadi, hingga penyalahgunaan kebijakan untuk mendukung salah satu
kandidat. Bahkan adanya ASN yang merangkap jabatan sehingga sangat strategis untuk
memobilisasi massa. Misalnya camat atau lurah merangkap jadi guru sehingga mobilisasi
massa semakin luas .
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://amp.kompas.com/
nasional/read/2022/02/16/00000091/sumber-sumber-
kekuasaan&ved=2ahUKEwiFt93U58H7AhVESWwGHaKzAykQFnoECAwQAQ&usg=
AOvVaw1NIvwf0q0AWDeEMHyS7nrp
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
www.kompasiana.com/amp/ianpribadi6149/5de868c9097f367ce3653732/pengertian-
kekuasaan-dan-5-jenis-kekuasaan-dalam-
organisasi&ved=2ahUKEwirz7_96MH7AhU84DgGHSYBDbcQFnoECA4QAQ&usg=
AOvVaw3WeZiPzu-IrdZ0mbrAHkuD
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.m.wikipedia.org/
wiki/
Teori_perilaku_politik&ved=2ahUKEwj7k9WQ6cH7AhWwzzgGHQkrDO0QFnoECAk
QBQ&usg=AOvVaw11997U8Ie8v4i8gQfgwtsg
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik