Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEKUASAAN POLITIK DAN KEADILAN


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu : Eka Farida

Disusun Oleh
Kelompok :

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Kekuasaan Politik Dan Keadilan”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari Ibu Eka Farida pada mata kuliah
Perilaku Organisasi Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eka Farida, selaku
dosen Perilaku Organisasi yang telah membimbing kami semua sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 25 November 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
1.1 Sumber-Sumber Kekuasaan.............................................................................................5
1.2 Jenis-Jenis Kekuasaan......................................................................................................6
1.3 Politik Perilaku.................................................................................................................7
1.4 Etika dalam Perilaku Berpolitik.......................................................................................7
1.5 Contoh Kasus …………………………………………………………………………...8
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Politik adalah permainan kekuasaan, dalam masyarakat yang tidak berhukum
(hukum rimba), melarat dan berbudaya rendah pun, politik tetap ada. Di dalamnya terdapat
segala cara untuk meningkatkan kekuasaan individu atau kelompok. Hukum adalah
pelembagaan aturan, Ketika masyarakat menyadari bahwa kekuasaan setiap individu perlu
dikontrol oleh hukum maka hak dan kewajiban tidak ditentukan oleh yang berkuasa,
melainkan oleh yang diakui Bersama sebagai suatu kebenaran.

Keadilan adalah situasi fairness yaitu distribusi reward dan beban di dalam suatu
masyarakat sesuai denga napa yang mereka kehendaki. Jika warganegara menuntut A,
maka mereka perlu melakukan B dan pemerintah melakukan C. Semua warganegara
punya hak setara dan (kalau bisa) semaksimal mungkin dipenuhi sesuai system kebebasan
yang berlaku, kebebasan satu individu tidak boleh melanggar kebebasan individu lain.
Hingga kini, masalah keadilan dalam praktek kekuasaan adalah hal yang paling sulit
dicapai pemuasannya. Keadilan ini sifatnya resiprokal, satu pihak dipenuhi, pihak lain
dirugikan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang sumber-sumber kekuasaan?
2. Apakah yang dimaksud politik perilaku?
3. Apa itu etika dalam perilaku berpolitik?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber-sumber kekuasaan
2. Untuk mengetahui politik perilaku
3. Untuk mengetahui perilaku berpolitik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber-Sumber Kekuasaan


Kekuasaan atau power adalah kemampuan yang dimiliki seseorang atau
kelompok untuk memengrauhi individu lain atau kelompok lain. Kekuasaan inilah yang
menentukan siapa yang berhak dan pantas mengambil keputusan. Kekuasaan yang
berasal dari kewibawaan dan wewenang biasanya dimiliki oleh pemimpin negara, yang
kemudian disebut kekuasaan politik. Sedangkan, kharisma dan kekuatan fisik biasanya
dimiliki pemimpin organisasi, yang kemudian disebut kekuasaan sosial.

Kekuasaan bisa didapatkan dari berbagai macam sumber. Berikut sumber-


sumber kekuasaan:

1. Pengetahuan

Pengetahuan dan kekuasaan saling terkait satu sama lain. Pengetahuan sebagai
sumber kekuasaan dibangun dalam kerangka pemahaman bahwa kekuasaan
menghasilkan ilmu pengetahuan. Begitupun sebaliknya, pengetahuan membentuk
hubungan kekuasaan. Dalam masyarakat modern saat ini, pengetahuan menjadi kontrol
atas alam yang dimungkinkan diperluas hingga ke wilayah terkecil.

Contohnya pengetahuan mengenai teknologi digital di era digital kini mampu


melekatkannya pada siapa paling mahir menggunakannya untuk mempermudah aktivitas
sehari-hari. Dialah yang kemudian berkuasa atas pemanfaatannya.

2. Ekonomi

Kekayaan merupakan sumber kuasa dan memiliki pengaruh dalam masyarakat.


Semakin banyak kekuasaan politik seseorang, semakin besar bagian seseorang dalam
kekayaan ekonomi. Begitupun sebaliknya, semakin besar bagian seseorang dalam
kekayaan ekonomi, semakin besar bagiannya dalam kekuasaan politik.
Salah satunya adalah praktik money politik dalam pemilihan umum yang kian sulit
dipisahkan. Semakin banyak kekayaan ekonomi yang dimilikinya, semakin besar pula
peluangnya meraih kekuasaan.

3. Jabatan

Fakta politik menunjukkan bagaimana seorang penguasa atau pemimpin politik


memiliki kekuasaan yang besar berkat jabatan yang ada padanya. Jabatan sebagai
kekuasaan berfungsi sebagai tempat meneguhkan diri. Pemimpin politik menginginkan
agar kekuasaan yang dimiliki mendapat pengakuan dan legitimasi dari masyarakat untuk
menguatkan otoritasnya.

Contoh paling nyata adalah seorang presiden Amerika Serikat, Barack Obama yang
berkulit hitam dan merupakan etnis minoritas memiliki kekuasaan amat besar karena
jabatannya sebagai presiden.

4. Hukum

Ketika hukum menjadi sumber kekuasaan, maka akan mewujudkan moralitas


terpuji baik bagi penguasan maupun yang dikuasai, mencegah pemerintahan yang
sewenang-wenang, penguasa akan memerintah untuk kepentingan kesejahteraan umum.
Akan tetapi, dalam praktiknya, masih banyak hukum yang tidak berpihak kepada rakyat.
Biasanya hadir dalam sistem pemerintahan otoriter. Hukum digunakan untuk
membungkam dan menjerat lawannya.

Praktik hukum otoriter di Indonesia pernah terjadi di era orde baru, di mana
Presiden Soeharto memegang kekuasaan tinggi mutlak yang mampu melemahkan
otoritas lembaga-lembaga tinggi negara.

5. Modal Sosial dan Politik

Modal sosial dan politik merupakan salah satu sumber kekuasan yang sangat
penting bagi penguasa dan pemimpin politik. Fondasi yang ditawarkan dalam modal
sosial adalah sumber daya, jaringan, pengakuan, dan dukungan kolektif. Keempat modal
sosial ini akan menumbuhkan kepercayaan. Jaringan dan kepercayaan dari rakyat
menjadi modal politik paling krusial bagi orang yang akan mengikuti kontestasi politik
dalam arena pemilihan umum.
Sumber Kekuasaan Menurut French dan Bertram Raven

- Selain kelima sumber kekuasaan di atas, French dan Bertram Raven juga
menyebutkan beberapa sumber kekuasaan, yakni:
- Kekuasaan yang Sah atau Legitimate Power: Kekuasaan yang berasal dari
pengangkatan.
- Kekuasaan Paksaan atau Coersive Power: Kekuasaan yang berasal dari
kekerasan atau pemaksaan.
- Kekuasaan Keahilan atau Expert Power: Kekuasaan yang berasal dari keahlian.
- Kekuasaan Hadiah atau Reward Power: Kekuasaan yang berasal dari
pemberian.
- Kekuasaan Takzim atau Reverent Power: Kekuasan yang berasal dari daya
tarik atau kharisma.

2.2 Jenis-Jenis Kekuasaan


Seorang Manajer sering memerintahkan anggota timnya untuk menjalankan
atau tidak menjalankan sesuatu. Dengan diberikannya perintah dari atasan itu berarti
pemimpin atau manajer tersebut telah menggunakan kekuasaanya dalam sebuah
organisasi. Pada dasarnya yang dimaksud dengan kekuaaan adalah kemampuan
memengaruhi orang lain untuk bersedia melakukan sesuatu yang diinginkannya.

Penggunaan kekuasaan oleh seorang pemimpin dalam menimbulkan dua dampak


yaitu dampak positif dan dampak negatif. Penggunaan kekuasaan yang efektif akan
meningkatkan motivasi bawahannya sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
baik, jika penggunaan kekuasaan yang tidak efektif oleh seorang pemimpin akan
mengakibatkan dampak negatif sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik.

1. Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power)

Kekuasaan jenis ini merupakan kekuasaan yang menggunakan balas jasa atau
reward untuk mempengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan sesuatu sesuai
keinginannya, Kekuasaan ini dapat berupa gaji, upah, bonus, promosi, pujian, pengakuan
atau penempatan tugas yang lebih menarik. Namun melalui kekuasaan ini seorang
pemimpin juga dapat menunda pemberian reward tersebut sebagai hukumancjika
bawahannya tidak melakukan apa yang telah diperintahkan.
2. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)

Kekuasaan ini lebih cenderung ke penggunaan ancaman atau hukuman untuk


mempengaruhi seseorang agar bersedia melakukan sesuatu sesuai keinginannya.

Kekuasaan paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari kekuasaan balas jasa.
Contoh yang diberlakukan jika tidak mengikuti perintah yang diintruksikan, antara lain
pemberian surat peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan
pemberhentian kerja atau PHK.

3. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)

Kekuasaan rujukan ini merupakan kekuasaan yang diperoleh atas dasar


kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian dari seorang pemimpin. Contohnya
si A yang memimpin banyak orang karena kepribadiannya dan karismanya.

4. Kekuasaan Sah (Legitimate Power)

Kekuasaan ini berasal dari posisi resmi yang dijabat oleh seseorang, baik itu dalam
suatu organisasi, birokrasi ataupun pemerintahan. Kekuasaan sah adalah kekuasaan yang
diperoleh dari konsekuensi hirarki dalam organisasi. Seseorang yang menduduki posisi
itu memiliki hak dan wewenang untuk memberikan perintah dan intruksi kepada
bawahannya dan bawahannya berkewajiban untuk menjalankan intruksi yang telah
diberikan.

5. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)

Kekuasaan Keahlian ini muncul karena adanya keahlian ataupun keterampilan


yang dimiliki oleh seseorang. Acap kali seseorang yang memiliki pengalaman dan
keahlian tertentu memiliki kekuasaan ahli dalam suatu organisasi meskipun orang
tersebut bukanlah manajer atau pemimpin. Individu-individu yang memiliki
keterampilan/keahlian tersebut biasanya dipercayai oleh Manajernya untuk membimbing
karyawan lainnya dengan benar.

Kemampuan untuk memengaruhi orang lain merupakan inti penting dari


Kepemimpinan. Pada dasarnya, Kekuasaan seseorang dalam suatu perusahaan berasal
dari posisi yang ditempatinya atau otoritas yang dimilikinya dalam organisasi. setiap
orang yang sudah bpada pucuk kepemimpinan pada suatu organisasi atau ke pemimpinan
lainnya, memiliki kekuasaan yang besar untuk mengatur orang di bawahnya.
Sebagian pemimpin harus menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga
mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan
lebih baik lagi, dan menjunjung mutu dan kualitas dan selaksanakan peraturan-peraturan
yang sudah di tentukan.

1.3 Politik Perilaku

Teori perilaku politik adalah sebagai salah-satu aspek dari ilmu politik yang
berusaha untuk mendefinisikan, mengukur dan menjelaskan pengaruh terhadap
pandangan politik seseorang, ideologi dan tingkat partisipasi politik. Secara teoretis,
perilaku politik dapat diurai dalam tiga pendekatan utama yakni melalui pendekatan
sosiologi, psikologi dan rasionalitas.

2.3 Etika dalam Perilaku Berpolitik

Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan
berlandaskan kepada Akhlak ilmu tentang adat dan budaya kebiasaan untuk mengatur
tingkah laku manusia dengan Allah Tuhan YME dan Alam semesta. Etika dan moral
mengandung kesamaan menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan. Etika sendiri
sering disamakan dengan moral. Sebenarnya etika merupakan cabang dari filsafat yang
di dalamnya mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Etika dan
moral memiliki perbedaan dari segi perspektif dan esensi pengertiannya. Moral
merupakan ajaran tentang perilaku baik dan buruk yang berperan sebagai panduan
bertindak manusia. Sementara etika adalah cabang filsafat yang menyoroti, menganalisis
dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa perlu mengajukan sendiri tentang ajaran
yang baik dan buruk.

Kajian etika politik melingkupi filsafat dan etika.Tindakan politik di dalam etika
politik dinilai menggunakan filsafat politik dengan berdasarkan pada kebaikan dan
keburukan yang ditimbulkannya.Etika politik merupakan salah satu jenis dari etika
sosial.Fungsi dari etika politik adalah sebagai salah satu pengatur keseimbangan di dalam
pemisahaan kekuasaan antara lembaga legislatif dan eksekutif.Etika politik dikatakan
mengambil peran dalam budaya politik jika memiliki kemampuan untuk mengendalikan
lembaga-lembaga dan mekanisme politik.Manfaat dari etika politik adalah terjaganya
pergaulan politik yang bersifat harmonis.
Etika politik bertujuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang
digunakan untuk mengatur politik di dalam masyarakat. Tujuan etika politik berkaitan
dengan cara pertanggungjawaban politikus terhadap tindakan politiknya dan legitimasi
moral. Etika politik juga bertujuan memberikan aturan-aturan dalam pemberian
pengakuan wewenang agar tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat.

Etika adalah nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi manusia dalam
menentukan mana yang baik dan buruk. Dalam konteks perpolitikan masa kini, etika
merupakan pedoman bagi para politikus dan penyelenggara negara untuk melakukan hal-
hal yang baik dan menjauhi yang buruk. Etika politik juga dapat dijadikan sarana untuk
merefleksikan kualitas moral para politikus dan penyelenggara negara. Dengan
demikian, pemerintah dan politikus dapat menciptakan program kebijakan yang berpihak
pada rakyat demi mencapai kesejahteraan bersama. Selain itu, etika politik perlu dimiliki
oleh pemerintah dan politikus agar terhindar dari sikap mementingkan diri sendiri dan
kelompoknya.

Etika politik adalah hal yang paling penting dan dibutuhkan dalam setiap kondisi,
baik itu dalam kondisi normal, tertib, tenang maupun kacau. Dalam kondisi kacau, etika
politik akan menumbuhkan mekanisme berbicara dengan otoritas, atau dengan kata lain,
betapa pun kasar dan tidak santunnya suatu politik, setiap tindakannya tetap
membutuhkan legitimasi.

2.4 Contoh Kasus

1. Politik Sara

Aroma dan hiruk-pikuk politik ini bahkan sudah bisa dirasakan sekarang, tidak saja
secara nyata, tetapi juga di berbagai media sosial. Media sosial menjadi sarana
pendukung utama dalam kampanye politik karena tingginya jumlah pengguna di tanah
air. potensi konflik dalam pileg dan pilpres juga dinilai masih tinggi. Alasannya adalah
kompetisi yang sangat ketat antar peserta, uang yang terlibat dan beredar cukup banyak,
dan jumlah pemilih yang diperebutkan juga banyak (detik online).

Abdul Ghofur, Direktur Eksekutif Rubik, menyampaikan lima jenis konflik yang
berpotensi terjadi dalam pilkada, yakni: konflik internal penyelenggara, konflik antar-
penyelenggara, konflik antar peserta pemilu, konflik penyelenggara dengan masyarakat,
dan konflik antar masyarakat pendukung. Di antara konflik-konflik di atas, konflik yang
berbahaya dan mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa adalah utamanya konflik
antar masyarakat pendukung, walaupun konflik ini sesungguhnya adalah turunan dari
konflik antar peserta pemilu.

Konflik ini mempunyai eskalasi yang luas – apalagi ditumpangi oleh provokator –
dan biasanya mempunyai dampak psikologis yang panjang, bahkan ketika pemilu telah
usai. Potensi terbesar pemicu Konflik horizontal adalah dibawanya isu sara (agama)
dalam ranah politik praktis. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religious dan
agama adalah alat sangat ampuh dan sensitif untuk menggalang dan memobilisasi massa.
Apalagi, dengan menguatnya tren islamisme yang tidak menarik garis batas antara agama
dan politik.

contoh nyatanya adalah Kasus pilgub DKI belum lama ini misalnya, bagaimana isu
dan agama dimainkan untuk mempengaruhi dan mengarahkan opini publik. Di antara
contoh konkritnya adalah pemasangan spanduk di banyak tempat yang berisi ancaman
tidak akan mengurus jenazah muslim yang memilih pasangan gubernur yang kebetulan
non-muslim. Kasus politisasi agama rentan terjadi di mana saja dan kapan saja. Persoalan
ini seolah menjadi benang kusut yang sulit untuk diurai.

Sebab, Persoalan ini melibatkan banyak pihak: peserta pemilu yang berambisi
untuk menang dengan segala cara, tokoh-tokoh agama dan masyarakat yang “suka”
terseret dalam arus politik untuk memenangkan kontestan politik tertentu, penyelenggara
negara yang belum bisa tegas menjalan sistem pemilu yang jurdil, dan masyarakat yang
belum tercerahkan dalam persoalan politik (relasi agama dan politik).

2. Keterlibatan ASN Dalam Pemilu

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan studi


terkait netralitas ASN dalam Pemilihan Kepala Daerah 2018. Studi ini dilakukan di lima
daerah yakni Provinsi Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi
Tenggara, dan Maluku Utara. Hasilnya, ditemukan adanya birokrasi berpolitik. Birokrasi
berpolitik merupakan tindakan ASN secara langsung maupun tidak langsung berpihak
pada kandidat tertentu. Dalam studi ditemukan ASN membuka diri ke arena politik.
Perilaku ASN juga kerap memiliki motif politik dengan kandidat kepala daerah.
Latar belakang dari Keterlibatan ASN ini dilakukan dengan sadar, namun juga
disebabkan ketidaktahuannya atas regulasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai jabatan
tertentu atau sekadar untuk mempertahankan jabatan strategis. dari data pengaduan yang
masuk ke KSAN sudah sebanyak 80 oknum ASN yang terlibat aktif dalam politik
praktis. 24 ASN diketahui melakukan kampanye politik di media sosial, 20 lainnya
mengikuti deklarasi kandidat, 11 orang mengikuti kampanye. Sisanya ada yang
mengikuti sosialisasi, menjadi tim sukses hingga hadir dalam pendaftaran calon.

Adapun pelanggaran terbanyak terjadi pada ASN yang Terlibat kampanye di media
sosial dan ikut deklarasi paslon. Selain itu juga, juga menemukan bentuk keterlibatan
ASN dalam menyusun visi misi calon kepala daerah, pemberian dukungan finansial,
fasilitas pribadi, hingga penyalahgunaan kebijakan untuk mendukung salah satu
kandidat. Bahkan adanya ASN yang merangkap jabatan sehingga sangat strategis untuk
memobilisasi massa. Misalnya camat atau lurah merangkap jadi guru sehingga mobilisasi
massa semakin luas .

3. Politik Dalam Kampus

Kampus adalah tempat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, kampus


bukanlah ajang berpolitik terutama menjelang tahun politik di Indonesia dalam rangka
Pemilihan Umum 2019. kampus adalah tempat untuk meningkatkan mutu pendidikan
dan kualitas mahasiswa, bukan untuk berpolitik. kegiatan berpolitik dapat mengganggu
proses pendidikan di lingkungan kampus di tengah berbagai perbedaan pilihan. Oleh
karena itu, tidak boleh ada pihak yang menggunakan kampus untuk berpolitik di dalam
lingkungan kampus.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://amp.kompas.com/
nasional/read/2022/02/16/00000091/sumber-sumber-
kekuasaan&ved=2ahUKEwiFt93U58H7AhVESWwGHaKzAykQFnoECAwQAQ&usg=
AOvVaw1NIvwf0q0AWDeEMHyS7nrp
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
www.kompasiana.com/amp/ianpribadi6149/5de868c9097f367ce3653732/pengertian-
kekuasaan-dan-5-jenis-kekuasaan-dalam-
organisasi&ved=2ahUKEwirz7_96MH7AhU84DgGHSYBDbcQFnoECA4QAQ&usg=
AOvVaw3WeZiPzu-IrdZ0mbrAHkuD
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://id.m.wikipedia.org/
wiki/
Teori_perilaku_politik&ved=2ahUKEwj7k9WQ6cH7AhWwzzgGHQkrDO0QFnoECAk
QBQ&usg=AOvVaw11997U8Ie8v4i8gQfgwtsg
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik

Anda mungkin juga menyukai