Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

POWER AND AUTHORITY

Dosen : Prof. Dr. DJAM’AN SATORI, MA.


MK : DINAMIKA ORGANISASI LEMBAGA PENDIDIKAN

OLEH :
1. ITA EVINA ( 2086031008 )
2. SODIRIN ( 2086031017 )
3. TOMI KURNIAWAN ( 2086031020 )

PROGRAM DOKTOR
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
RADEN INTAN LAMPUNG
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah kelompok yang
berjudul “ Power And Authority”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Dinamika
Lembaga Organisasi pendidikan, yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Djam’an Satori, MA,
Selaku dosen pada Program Doktor Universitas Islam Negeri ( UIN ) Raden Intan Lampung.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi kalangan banyak umumya. Amin.

Lampung , ..........................

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
POWER AND AUTHORITY...............................................................................................................3
A. KEKUASAAN..........................................................................................................................4
1) PENGERTIAN KEKUASAAN.............................................................................................4
2) JENIS-JENIS KEKUASAAN................................................................................................5
B. KEWENANGAN......................................................................................................................8
1. PENGERTIAN KEWENANGAN.........................................................................................8
2. JENIS-JENIS KEWENANGAN..........................................................................................10
C. KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PEMIMPIN ORGANISASI PENDIDIKAN PADA
PRAKTIKNYA...............................................................................................................................11
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................15
A. KESIMPULAN...........................................................................................................................15
B. SARAN.......................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16

3
Teori organisasi power and authority

POWER AND AUTHORITY

Kekuasaan dan kewenangan merupakan dua hal yang memiliki konsep berbeda
namun seringkali tercampurbaurkan. Namun demikian keduanya terkait erat dengan
kepemimpinan. Dalam organisasi pendidikan, khususnya sekolah, kekuasaan dan
kewenangan juga ada serta menjadi isu yang sering menjadi bahan penelitian. Kekuasaan dan
kewenangan di sekolah senantiasa diharapkan dapat diterapkan sebagaimana mestinya, agar
berbagai tujuan pendidikan dapat tercapai.

Kekuasaan dan kewenangan terutama ditentukan oleh struktur dalam organisasi, ia


memandang struktur dalam organisasi sebagai mekanisme pengendalian yang mengatur
organisasi. Dalam tatanan struktur organisasi, kebijakan mengambil keputusan, alokasinya
untuk berbagai posisi, juga struktur membentuk pola komunikasi, dan arus informasi. Jadi
struktur organisasi menciptakan kekuasaan dan kewenangan formal dengan mengkhususukan
orang-orang tertentu untuk melaksanakan tugas pekerjaan khusus, mengambil keputusan
tertentu, dan mendorong kekuasaan informal, melalui dampak atau struktur informasi dan
komunikasi dalam sistem tersebut (Veithzal Rivai Zainal, 2014).

Salah satu contoh konkret dalam tataran organisasi pendidikan dapat terlihat dari
pemilihan seorang Rektor di Perguruan Tinggi Negeri. Seorang Rektor dipilih oleh beberapa
aspek yaitu banyaknya suara dan dukungan yang ia dapat dari intern kampus yaitu yang
diwakilkan oleh Wali Amanat dan faktor luar kampus yaitu suara dukungan dari seorang
Menteri Pendidikan Nasional. Jika seseorang ingin menjadi seorang Rektor di Perguruan
Tinggi Negeri maka ia harus memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar dalam
mencari dukungan dari Wali Amanat. Namun power besar sekalipun yang dimiliki seorang
calon Rektor di dalam sebuah Perguruan Tinggi Negeri tidaklah cukup untuk menjadi
seorang Rektor karena suara lainnya ditentukan oleh suara dari seorang Menteri Pendidikan
Nasional. Dapat disimpulkan bahwa kekuasaan dan kewenangan seseorang sangat
berpengaruh bagi kekuasaan dan kewenangan orang lain di kelompok yang berbeda. Pada hal
ini adalah kekuasaan dan kewenangan seorang Menteri Pendidikan Nasional sangat
berpengaruh terhadap pemilihan seorang Rektor di Perguruan Tinggi Negeri.

4
            Contoh di atas merupakan salah satu dari sekian banyak praktik penggunaan
kekuasaan dan kewenangan di organisasi pendidikan. Selanjutnya akan dibahas masing-
masing kekuasaan dan kewenangan secara lebih terperinci dan sistematis.

A. KEKUASAAN

1) PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kekuatan atau kemampuan untuk mengarahkan orang
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Soerjono Soekanto, kekuasaan diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. (Abdulsyani, 2007:136). Kekuasaan berhubungan dengan
perilaku orang untuk menuruti kehendaknya sehingga kekuasaan menuntut sebuah kepatuhan.

Robert Mac Iver mengatakan bahwa kekuasaan adalah kemampuan untuk


mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi
perintah/dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang
tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang
diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Kekuasaan
seringkali dipengaruhi oleh politik, karena pada realitanya kekuasaan itu akan mendominasi
dari pihak satu ke pihak lainnya yang lebih berkuasa.

Menurut Max Weber, di dalam bukunya Wirtschaft und Gesellschaft (Tubingen,


Mohr, 1922): Kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial,
melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar
kemampuan ini. Dalam hal ini Max Weber mengartikan kekuasaan itu adalah sebuah
kemampuan untuk membuat orang lain mau menerima dan melakukan apa yang menjadi
kemauan kita walau mungkin hal tersebut tidak disetujui, bahkan ditentang. Sedangkan
menurut Bertrand Russe, (terjemahan Hasaan Basari, Kekuasaan: sebuah analisis sosial baru,
1988) mengatakan bahwa: Kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang
diinginkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuasaan itu sebagai suatu konsep
kuantitatif. Setiap bentuk kekuasaan itu akan ada yang lebih mendominasi, walau mungkin
tak dapat dikatakan bahwa salah satu dari yang berkompetisi lebih berkuasa, namun secara
kasar atau penglihatan dasar, akan ada salah satu memiliki kekuasaan yang lebih banyak.

5
2) JENIS-JENIS KEKUASAAN
Thoha (2009:332-333) mengemukan tentang perkembangan sumber kekuasaan dari
pandangan French dan Raven. Dalam penelitian lanjutannya Raven bekerja sama dengan
Kruglanski menambahkan kekuasaan keenam yaitu kekuasaan informasi (information
power). Berikutnya pada tahun 1979, Hersey dan Goldsmith mengusulkan kekuasaan yang
ketujuh yaitu kekuasaan hubungan (connection power).

Di bawah ini dijelaskan masing-masing sumber kekuasaan baik dari French maupun
Raven, dan penambahan dari beberapa ahli seperti Hersey dan Goldsmith yang berjumlah
tujuh sumber kekuasaan sebagai berikut:

a) Kekuasaan Penghargaan (Reward Power)


Kekuasaan penghargaan merupakan kekuasaan yang berasal dari kemampuan seorang
pemimpin untuk memberikan penghargaan, yang merupakan sesuatu yang berarti dan
dibutuhkan, kepada mereka yang membutuhkan. Dengan kata lain, kekuasaan penghargaan
berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin untuk menggerakan bawahan dengan
memberikan ganjaran atas perilaku mereka yang positif atau perilaku yang sesuai dengan
yang dikehendaki pemimpin.

Letak kekuatan dari kekuasaan ini bergantung pada daya pikat dan tingkat kepastian
akan kontrol seorang pemimpin atas ganjaran tersebut. Yulk (2010:178) mengemukakan
salah satu bentuk kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan adalah kewenangan
memberikan kenaikan gaji, bonus, atau insentif ekonomi yang pantas bagi bawahan.

b) Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)


Luthans (1989:431) mengemukakan ‘source of coercive power depends on fear’.
Kekuasaan paksaan merupakan kekuasaan yang berasal dari ketakutan pihak lain akan
hukuman yang diberikan pimpinan kepada mereka yang tidak patuh terhadap apa yang
dikehendakinya. Dengan kata lain, kekuasaan paksaan merupakan kemampuan pemimpin
untuk menggerakan perilaku bawahan dengan memberikan sanksi atas tindakan mereka yang
tidak sesuai dengan kehendak pemimpin. Kekuatan kekuasaan ini terletak pada beratnya
hukuman dan kemungkinan untuk menghindari hukuman itu.

c) Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power)


Kekuasaan legitimasi adalah kekuasaan yang lahir dari kedudukan formal seseorang
dalam organisasi. Dengan jabatan formal tersebutlah seorang pemimpin dapat menggerakan
bawahannya untuk patuh kepadanya. Bawahan mengetahui bahwa pimpinan memiliki hak
6
untuk memberikan perintah dan mereka memiliki kewajiban untuk mentaatinya. Kekuasaan
legitimasi ini merupakan sumber kewenangan (Hoy, 2007: 203).

d) Kekuasaan Referen (Referent Power)


French dan Raven (dalam Yulk, 2010:181) menjelaskan kekuasaan berdasarkan
referensi diperoleh dari keinginan orang lain untuk menyenangkan seorang atasan yang
kepadanya mereka memiliki perasaan kasih, penghormatan, dan kesetiaan yang kuat.
Kekuasaan referen/referensi merupakan kekuasaan yang lahir karena seorang atasan memiliki
daya tarik atau kharisma tertentu.Dengan kata lain, kekuasaan referen merupakan
kemampuan atasan untuk menggerakan perilaku bawahan berdasarkan kegemaran dan
identifikasi diri bawahan terahdap atasannya. Orang yang memiliki kekuasaan referen akan
dikagumi, dihormati, dan dijadikan model untuk diteladani. Sumber kekuasaan referen adalah
kepribadian dan kecerdasan interpersonal yang luar biasa yang dimiliki seorang individu.

e) Kekuasaan Ahli (Expert Power)


Kekuasaan ahli merupakan kekuasaan yang muncul karena seseorang memiliki
keahlian atau kemampuan khusus (Hoy dan Miskel, 2005:210). Setiap pengikut akan patuh
pada apa yang dikatakan atasannya karena merasa bahwa ia memiliki pengetahun dan
keterampilan yang lebih dari yang mereka miliki dan bahwa apa yang dimiliki tersebut akan
bermakna dan membantu mereka. Yulk (2010:183) mengidentifikasi bukti dari keahlian
seseorang dapat terlihat dari ijazah, lisensi, dan piagam penghargaan. Akan tetapi,
sesungguhnya cara yang paling menyakinkan dalam memperlihatkan keahlian yaitu dengan
menyelesaikan masalah penting, membuat keputusan yang tepat, memberikan petunjuk yang
bagus, dan berhasil menyelesaikan tantangan dari proyek yang sangat sulit.

f) Kekuasaan Informasi (Information Power)


Kekuasaan informasi berkaitan dengan kendali informasi. Tipe kekuasaan ini
melibatkan akses terhadap informasi vital dan kendali atas distribusi informasi kepada orang
lain (Pettigrew dalam Yulk, 2010:184). Beberapa akses informasi merupakan hasil dari
kedudukan seseorang dalam jaringan komunikasi dalam organisasi. Pemimpin yang
mengendalikan arus informasi vital mengenai peristiwa di luar organisasi memiliki
kesempatan untuk menginterpretasikan peristiwa ini untuk bawahan dan mempengaruhi
persepsi dan sikap mereka (Kuhn dalam Yulk 2010:184). Sebagai contoh seorang wakil
kepala sekolah bidang sarana dan prasarana mempengaruhi kepala sekolah dalam pemilihan

7
komputer baru dengan memberikan informasi yang mendukung salah satu pilihan dan
menganggap yang lain tidak baik.

g) Kekuasaan Hubungan (Connection Power)


Kekuasaan hubungan merupakan kekuasaan yang muncul karena seseorang memiliki
hubungan yang kuat dengan atasan/pimpinan. Kekuasaan ini dapat muncul karena adanya
kedekatan emosional yang akan memudahkan dalam berkomunikasi antara bawahan dan
atasan.

Selanjutnya Hoy dan Miskel (2005:210) dan Robbins (2005:137) mengelompokkan


yang tergolong lima tipe kekuasaan menurut French dan Raven menjadi dua kategori, yaitu
organisasi dan pribadi. Reward, coercive, dan legitimate power merupakan kategori
organisasi, sedangkan expert dan referent power bergantung pada tingkat kedudukan
personal/pribadi dalam organisasi seperti kepribadian, gaya kepemimpinan, pengetahuan, dan
keterampilan diri individu.

Dari penelitian yang telah dilakukan, expert power dan referent power menunjukkan


hubungan yang positif dengan kepuasan karyawan berkaitan dengan supervisi, komitmen
organisasi, dan kinerja mereka. Sebaliknya reward power dan legitimate power tidak
berhubungan dengan kepuasan karyawan berkaitan dengan supervisi, komitmen organisasi,
dan kinerja mereka. Sementara coercive power, menunjukkan hubungan yang negatif dengan
kepuasan dan komitmen karyawan. (Robbins dan Judge, 2007: 419).

Kekuasaan tak hanya dimiliki oleh pemimpin sebagai seorang individu, kekuasaan
juga dapat dimiliki oleh sekelompok orang yang dinamakan Sumber Kekuasaan Struktural
atau sering disebut juga Inter-departmental Sources of Power (Inter-group Sources of
Power). Sumber dan penggunaan kekuasaan pada tingkat kelompok, khususnya departemen
yang ada di dalam suatu organisasi memiliki nilai yang tinggi dalam studi tentang perilaku
organisasi. Saunders, 1990 (Brooks, 2006) dalam jurnal Kekuasaan dan Taktik
Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi (Marianti, 2011) mengatakan bahwa kekuasaan
pada tingkat departemen atau kelompok dapat berasal dari 5 sumber yang potensial, yang
mungkin saja saling tumpang-tindih (overlap), yaitu:

1. Ketergantungan (Dependency). Jika departemen A bergantung pada departemen B


untuk informasi atau kerjasama lainnya untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan
efektif, maka departemen B memiliki sumber kekuasaan terhadap departemen A.

8
2. Kesentralan (Centrality). Ini adalah ukuran tingkat pentingnya suatu departemen
bekerja untuk tujuan utama organisasi. Secara alternatif dapat dianggap sebagai suatu
ukuran seberapa besar departemen tersebut tidak dibutuhkan oleh organisasi tersebut.
Semakin penting departemen tersebut bagi organisasinya, maka akan semakin besar
kekuasaannya.
3. Sumber Dana (Financial Resources). Departemen yang menghasilkan sumber dana
sendiri, khususnya jika mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih besar
dibandingkan departemen lainnya, akan mendapatkan keuntungan dari sumber
kekuasaan ini.
4. Ketidak-berlanjutan (Non-Sustainability). Berhubungan dengan tingkat pentingnya
departemen tersebut. Keberlanjutan adalah suatu ukuran seberapa mudah fungsi dari
departemen tersebut digantikan oleh yang lain. Departemen yang mudah ditutup
karena dapat digantikan fungsinya, akan memiliki kekuasaan yang rendah.
5. Menghadapi ketidak-pastian (Coping with uncertainty). Departemen yang memiliki
kemampuan menurunkan ketidak-pastian bagi departemen yang lain, akan memiliki
kekuasaan yang lebih besar.

Dalam organisasi departemen yang memiliki kekuasaan lebih tinggi akan memiliki
daya tawar dan pengaruh yang lebih besar dibandingkan departemen yang kekuasaannya
lebih rendah.

B. KEWENANGAN

1. PENGERTIAN KEWENANGAN
Kewenangan adalah hak yang dimiliki pimpinan atau pejabat tertentu untuk
mengambil keputusan, melakukan tindakan atau meninggalkan suatu tindakan (Hikmat,
2009: 265).

Kewenangan dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib
sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai
masalah-masalah penting, dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangann. Dengan
kata lain, seseorang yang mempunyai kewenangan bertindak sebagai orang yang memimpin
atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang kewenangan, maka
yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya
adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, kekuasaan

9
tanpa kewenangan merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan
pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi kewenangan.

Sedangkan menurut Newman dalam Fattah (2006: 75) kewenangan merupakan hak
kelembagaan menggunakan kekuasaan.

Menurut Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of Social Power


mengatakan bahwa kewenangan/kewenangan adalah institutionalized power (kekuasaan yang
dilembagakan). Kekuasaan yang hadir dan telah ada tentunya membutuhkan sebuah faktor
pendukung lain dalam pelaksanaannya, dan tentunya juga butuh sebuah pengaturan yang
terstruktur sehingga tidak amburadul dan tidak jelas mana yang memiliki hak berkuasa dan
mana yang tidak.

Hampir sama dengan yang apa disampaikan oleh Robert Bierstedt, Harold D. Laswell
dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society mengatakan bahwa kewenangan itu
adalah kekuasaan yang formal. Formalnya sebuah kekuasaan membuat kekuasaan memiliki
kewenangan dan hak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta memiliki
kewenangan untuk memberikan sanksi bila aturan atau perintah tersebut dilanggar dan tidak
dilaksanakan. Namun, walau telah ada kekuasaan dan telah dilembagakan atau sah, masih ada
faktor lain untuk dapat dengan efektif dan mengurangi pemaksaan dan kekerasan dalam
pelaksanaannya. Sebuah kekuasaan tentunya harus memiliki pengakuan atau keabsahan.
Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa kewenangan yang ada pada
seseorang, kelompok, atu penguasa adalah wajar dan patut dihormati.

Bolman dan Deal (dalam Hoy dan Miskel 2005:203) berpendapat bahwa kewenangan
merupakan salah satu dari bentuk kekuasaan. Organisasi diciptakan dan dikontrol oleh
kewenangan termasuk di dalamnya penentuan tujuan, desain struktur, pengaturan pegawai,
dan monitor aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin yang memiliki
kewenangan langsung terhadap seorang target mempunyai hak untuk membuat permintaan
yang konsisten dengan kewenangannya, seseorang yang menjadi target itu memiliki
kewajiban untuk mematuhinya. Sehingga kewenangan berbeda dengan kekuasaan, karena
kewenangan terdapat legitimasi dan penerimaan. Kewenangan dapat berjalan ketika ada
kepercayaan (norma) dalam suatu legitimasi sekolah dengan menggunakan kekuasaan yang
benar dan tepat.

2. JENIS-JENIS KEWENANGAN
Menurut Newman dalam Fattah (2006: 75) kewenangan dibedakan menjadi:

10
a. Kewenangan hukum, yaitu kewenangan yang dimiliki seseorang untuk menegakkan
hukum, mewakili dan bertindak atas nama organisasi, 
b. Kewenangan teknis, yaitu seseorang dianggap pakar pada suatu hal,
c. Kewenangan berkuasa, yaitu sumber utama yang berhak melakukan tindakan,
d. Kewenangan operasional, yaitu seseorang diperbolehkan melakukan tindakan
tertentu.

Weber (dalam Hoy dan Miskel, 2005:204) membedakan tiga jenis kewenangan, yaitu
karismatik, tradisional, dan legal (sah).

Max Weber membagi kewenangan atas tiga jenis yakni kewenangan karismatik,
kewenangan tradisional dan kewenangan legal (Hoy, 2007: 204):

a. Kewenangan karismatik, lahir karena adanya kepercayaan anggota masyarakat pada


seorang individu pemimpin yang memiliki kesaktian luar biasa atau keutamaan-
keutamaan pribadi. Kewenangan karismatik ini seringkali tidak rasional, emosional
dan sepenuhnya bergantung pada karakteristik dan kualitas pribadi pemimpin.
b. Kewenangan tradisional merupakan kewenangan yang didasarkan pada keyakinan
akan kesucian kedudukan pemimpin. Karena alasan itu, kedudukan pemimpin
merupakan sesuatu yang patut dihormati. Ketaatan pada kewenangan ini merupakan
sebuah tradisi yang diwariskan turun temurun.
c. Kewenangan legal merupakan kewenangan yang didasarkan pada hukum dan
diperoleh secara formal melalui prosedur yang benar. Dengan kata lain, kedudukan
seorang pemimpin memiliki dasar rasional dan dasar hukum. Ketaatan bawahan
kepada pemimpin tidak terletak pada pribadi atau kedudukan pemimpin melainkan
pada hukum.

C. KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PEMIMPIN ORGANISASI


PENDIDIKAN PADA PRAKTIKNYA
Seperti di organisasi lainnya, menjalankan peran pemimpin di organisasi
kependidikan juga sama menantangnya. Kepala sekolah sebagai pemimpin di sebuah di
sebuah satuan pendidikan, hendaknya menjadi individu yang senantiasa belajar. Kekuasaan
dan kewenangan sebagai kepala sekolah jangan sampai dijadikan sebagai tujuan akhir dari
proses pengembangan dirinya.

Saat menjalankan tugas kepemimpinan di sekolah, kadangkala kepala sekolah


menemui kendala dalam penerimaan bawahannya terhadap kewenangan yang  ia gunakan. Ini

11
biasanya dihadapi oleh kepala sekolah yang baru memimpin. Kendala tersebut dapat berupa
respon negatif dari para guru terhadap kewenangan kepala sekolah tersebut. Sebuah
penelitian dilakukan oleh Peabody di sebuah Sekolah Dasar mengindentifikasikan sembilan
jenis respon negatif terhadap kewenangan kepala sekolah, yaitu

a. Guru mempertanyakan perintah, namun tetap menjalankan tugas.


b. Guru menyampaikan pendapat kepada kepala sekolah tentang tugas yang diberikan
untuk menyamakan persepsi, sementara tugas tetap dilakukan.
c. Guru mendiskusikan kondisi lapangan sebagai usaha untuk merubah tugas yang
diberikan, namun tugas tetap dilakukan.
d. Guru mengumpulkan rekan kerja untuk mencari dukungan terhadap pendapat mereka
atas tugas yang diberikan.
e. Guru mencari dukungan  atasan lain dalam hirarki organisasi utuk mendukung
pendapat mereka.
f. Guru mencoba mendiskusikan tugas yang diberikan, namun ia mengabaikan,
menghindari, atau mencoba memodifikasi tugas yang diberikan agar kelihatan tetap
patuh.
g. Guru mengabaikan, menghindari, atau mencoba memodifikasi tugas yang diberikan
tanpa mendiskusikannya.
h. Guru terang-terangan menolak tugas yang diberikan.
i. Guru mengajukan mutasi atau pengunduruan diri.

Saat menghadapi respon negatif seperti di atas, kepala sekolah pada umumnya marah
dan menjadi defensif. Secara manusiawi, reaksi emosional tersebut wajar dan dapat dipahami.
Namun, kepala sekolah yang baik, hendaknya lekas mengendalikan diri agar terhindar dari
kecenderungan untuk memperburuk situasi. Dan sebuah respon negatif bisa menjadi masukan
bagi sekolah selama alasannya dapat dipertanggungjawabkan.

Di bawah ini beberapa tips yang dituliskan dalam buku School Leadership and
Administration  (Snowden-Gorton, 2003) untuk kepala sekolah dalam menghadapi respon
negatift:

a. Menganalisis alasan di balik respon negatif. Kepala sekolah dapat melakukan diskusi
untuk menghindari kesalahpahaman.
b. Melakukan introspeksi dan evaluasi diri terhadap penggunaan kewenangannya.

12
c. Kepala sekolah berperan dalam pengembangan diri guru-gurunya, untuk itu ia perlu
menjelaskan kepada guru mengenai manfaat dari tugas yang sekolah berikan untuk
pengembangan diri guru tersebut.
d. Menghindari kata “seharusnya” saat berdiskusi. Kata “seharusnya” memberi kesan
kaku dan angkuh.
e. Berusaha menunjukkan sikap ingin membantu alih-alih bersikap selalu menuntut
penyelesaian tugas.
f. Jelaskan setiap tugas dengan spesifik, ketidakjelasan lah yang kadang menjadi sumber
salah paham.
g. Bersiap menerima kritik.

Chester Barnard dalam buku School Leadership and Administration (Snowden-


Gorton, 2003) mengungkapkan analisisnya mengenai masalah kewenangan dalam organisasi,
menurutnya seseorang akan bisa menerima kewenangan pemimpinnya ketika empat kondisi
ini terpenuhi: 1) ketika orang tersebut memahami perintah, 2) ketika orang tersebut yakin
bahwa perintah yang diberikan pimpinannya sejalan dengan tujuan organisasi, 3) ketika orang
tersebut melihat adanya manfaat dari perintah yang diberikan oleh pimpinannya, dan 4)
ketika orang tersebut siap secara mental dan fisik untuk melaksanakan perintah.

Dalam penggunaan kekuasaan dan wewenang, kepala sekolah juga harus memahami
guru-guru yang ia pimpin. Dalam organisasi pendidikan, guru-guru tidak bisa dianggap
sebagai bawahan atau karyawan yang bekerja untuk majikannya, namun mereka harus
dianggap sebagai para professional, memiliki keahlian dan otonomi yang harus dihormati.
Teacher Empowerment atau pemberdayaan guru seperti dikatakan dalam buku School
Leadership and Administration, halaman 60 (Snowden-Gorton, 2003) adalah “Giving
teachers greater power is a major way to make them more professional and to improve their
performance.” Guru harus diberi peran dalam menentukan kebijakan, dan bekerja dalam
hubungan kolegial, “sharing power” dengan kepala sekolah. melalui hubungan seperti ini,
kepala sekolah menjadi fasilitator dari pencapaian tujuan sekolah.

Pemberdayaan guru berarti memberi ruang bagi guru untuk memunculkan gagasan.
Hal ini akan membangkitkan harga dirinya sebagai pendidik profesional. Saat guru semakin
berdaya, ia akan siap menerima berbagai tanggung jawab dan tidak melulu menyalahkan
kepala sekolah atas masalah-masalah yang terjadi di sekolah. Agar siap menerima tanggung
jawab, tentu guru tersebut harus mendapatkan pelatihan yang sesuai agar ia mampu
melakukan pengambilan keputusan (decision making).

13
Sebelumnya telah disebutkan bahwa kekuasaan yang menunjukkan hubungan yang
positif dengan kepuasan karyawan berkaitan dengan supervisi, komitmen organisasi, dan
kinerja mereka adalah expert power dan referent power.  Snowden dan Gorton
mengelompokkan kekuasaan ke dalam istilah pengaruh (influence). Snowden dan Gorton
menilai istilah Influence lebih bermakna positif dibandingkan Power. Mereka juga
menganggap maknanya lebih selaras dengan konsep pendidikan.

            Influence dapat diartikan “kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang


lain tanpa paksaan dan tekanan.” Seseorang dikatakan berpengaruh jika ia didengarkan oleh
orang lain meskipun ia tidak memiliki kewenangan atau kekuasaan formal. Sumber kekuatan
dari pengaruh seseorang di antaranya: referent (citra positif), expertise (keahlian khusus),
dan reward (balas jasa/imbalan).
Lacayo (1996) dalam buku School Leadership and Administration (Snowden-Gorton,
2003) menyebutkan dua kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin

Yang pertama; memiliki visi yang menginspirasi dan diikutii tanpa keraguan.

Yang kedua; memiliki kemampuan membangun relasi dengan orang-orang dan mengubah
pandangan mereka terhadap dunia.

“To have influence is to gain assent, not just obedience; to attract a following, not just an
entourage; to have imitators, not just subordinates. Power gets its way. Influence makes its
way.”

“Pemimpin yang berpengaruh memperoleh persetujuan, bukan hanya ketaatan;


menarik pengikut, bukan hanya rombongan; memiliki kader, bukan hanya
bawahan. Power memaksakan suatu cara. Influence menyepakati suatu cara.”

14
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Seperti sebuah senjata, kekuasaan dan kewenangan bergantung pada siapa yang
mengendalikannya. Ia akan menjadi hal positif, menguntungkan dan bermanfaat manakala
penggunanya adalah orang yang tepat, namun hasil sebaliknya akan diperoleh jika dipegang
oleh orang yang salah.

Kekuasaan tanpa kewenangan merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus
mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi kewenangan.

Dalam kewenangan selalu terdapat power dan responsibility untuk mencapai tujuan,


tetapi power tidak selalu diikuti oleh authority dan responsibility. Jadi authority-lah yang
paling menjamin tercapainya tujuan, sebab authority mencipatakan power dan right (Boki,
2014).

B. SARAN
Sebagai konsekuensi dari posisi mereka dalam suatu organisasi kependidikan, seorang
kepala sekolah diamanahi tanggung jawab yang besar. Untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan tanggung jawab tersebut, ia hendaknya menggunakan kekuasaan, kewenangan,
serta pengaruhnya secara efektif.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. (2007). Sosiolog: Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta: Bumi aksara


Boki, C. (2014, Agustus 28). Kekuasaan dan Kewenangan. Dipetik Oktober 15, 2017, dari
blogspot.co.id: http://cherryboki.blogspot.co.id
Lawo, Arif. 2012. Kekuasaan, Kewenangan dan Legitimasi.
(https://arifcintaselvia.wordpress.com/kuliah/pipol-pengantar-ilmu-politik/kekuasaan-
kewenangan-dan-legitimasi/).
Lestari, Desi. 2013. Kekuasaan dan Kewenangan dalam Pandangan Administrasi Pendidikan.
Marianti, M. M. (2011). Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Bisnis. Kekuasaan dan Taktik
Mempengaruhi Orang, Vol.7, No.1.
Robbins, S. P. (1994). Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. (J. Udaya, Penerj.)
Jakarta, Indonesia: Arcan.
Veithzal Rivai Zainal, M. D. (2014). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta,
Indonesia: Rajawali Pers.
(https://www.academia.edu/10071601/Kekuasaan_dan_Kewenangan_dalam_Pandangan_Ad
ministrasi_Pendidikan).

16

Anda mungkin juga menyukai