OLEH :
1. ITA EVINA ( 2086031008 )
2. SODIRIN ( 2086031017 )
3. TOMI KURNIAWAN ( 2086031020 )
PROGRAM DOKTOR
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
RADEN INTAN LAMPUNG
2020
1
KATA PENGANTAR
Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Dinamika
Lembaga Organisasi pendidikan, yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Djam’an Satori, MA,
Selaku dosen pada Program Doktor Universitas Islam Negeri ( UIN ) Raden Intan Lampung.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi kalangan banyak umumya. Amin.
Lampung , ..........................
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
POWER AND AUTHORITY...............................................................................................................3
A. KEKUASAAN..........................................................................................................................4
1) PENGERTIAN KEKUASAAN.............................................................................................4
2) JENIS-JENIS KEKUASAAN................................................................................................5
B. KEWENANGAN......................................................................................................................8
1. PENGERTIAN KEWENANGAN.........................................................................................8
2. JENIS-JENIS KEWENANGAN..........................................................................................10
C. KEKUASAAN DAN KEWENANGAN PEMIMPIN ORGANISASI PENDIDIKAN PADA
PRAKTIKNYA...............................................................................................................................11
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................15
A. KESIMPULAN...........................................................................................................................15
B. SARAN.......................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16
3
Teori organisasi power and authority
Kekuasaan dan kewenangan merupakan dua hal yang memiliki konsep berbeda
namun seringkali tercampurbaurkan. Namun demikian keduanya terkait erat dengan
kepemimpinan. Dalam organisasi pendidikan, khususnya sekolah, kekuasaan dan
kewenangan juga ada serta menjadi isu yang sering menjadi bahan penelitian. Kekuasaan dan
kewenangan di sekolah senantiasa diharapkan dapat diterapkan sebagaimana mestinya, agar
berbagai tujuan pendidikan dapat tercapai.
Salah satu contoh konkret dalam tataran organisasi pendidikan dapat terlihat dari
pemilihan seorang Rektor di Perguruan Tinggi Negeri. Seorang Rektor dipilih oleh beberapa
aspek yaitu banyaknya suara dan dukungan yang ia dapat dari intern kampus yaitu yang
diwakilkan oleh Wali Amanat dan faktor luar kampus yaitu suara dukungan dari seorang
Menteri Pendidikan Nasional. Jika seseorang ingin menjadi seorang Rektor di Perguruan
Tinggi Negeri maka ia harus memiliki kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar dalam
mencari dukungan dari Wali Amanat. Namun power besar sekalipun yang dimiliki seorang
calon Rektor di dalam sebuah Perguruan Tinggi Negeri tidaklah cukup untuk menjadi
seorang Rektor karena suara lainnya ditentukan oleh suara dari seorang Menteri Pendidikan
Nasional. Dapat disimpulkan bahwa kekuasaan dan kewenangan seseorang sangat
berpengaruh bagi kekuasaan dan kewenangan orang lain di kelompok yang berbeda. Pada hal
ini adalah kekuasaan dan kewenangan seorang Menteri Pendidikan Nasional sangat
berpengaruh terhadap pemilihan seorang Rektor di Perguruan Tinggi Negeri.
4
Contoh di atas merupakan salah satu dari sekian banyak praktik penggunaan
kekuasaan dan kewenangan di organisasi pendidikan. Selanjutnya akan dibahas masing-
masing kekuasaan dan kewenangan secara lebih terperinci dan sistematis.
A. KEKUASAAN
1) PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah kekuatan atau kemampuan untuk mengarahkan orang
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Soerjono Soekanto, kekuasaan diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. (Abdulsyani, 2007:136). Kekuasaan berhubungan dengan
perilaku orang untuk menuruti kehendaknya sehingga kekuasaan menuntut sebuah kepatuhan.
5
2) JENIS-JENIS KEKUASAAN
Thoha (2009:332-333) mengemukan tentang perkembangan sumber kekuasaan dari
pandangan French dan Raven. Dalam penelitian lanjutannya Raven bekerja sama dengan
Kruglanski menambahkan kekuasaan keenam yaitu kekuasaan informasi (information
power). Berikutnya pada tahun 1979, Hersey dan Goldsmith mengusulkan kekuasaan yang
ketujuh yaitu kekuasaan hubungan (connection power).
Di bawah ini dijelaskan masing-masing sumber kekuasaan baik dari French maupun
Raven, dan penambahan dari beberapa ahli seperti Hersey dan Goldsmith yang berjumlah
tujuh sumber kekuasaan sebagai berikut:
Letak kekuatan dari kekuasaan ini bergantung pada daya pikat dan tingkat kepastian
akan kontrol seorang pemimpin atas ganjaran tersebut. Yulk (2010:178) mengemukakan
salah satu bentuk kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan adalah kewenangan
memberikan kenaikan gaji, bonus, atau insentif ekonomi yang pantas bagi bawahan.
7
komputer baru dengan memberikan informasi yang mendukung salah satu pilihan dan
menganggap yang lain tidak baik.
Kekuasaan tak hanya dimiliki oleh pemimpin sebagai seorang individu, kekuasaan
juga dapat dimiliki oleh sekelompok orang yang dinamakan Sumber Kekuasaan Struktural
atau sering disebut juga Inter-departmental Sources of Power (Inter-group Sources of
Power). Sumber dan penggunaan kekuasaan pada tingkat kelompok, khususnya departemen
yang ada di dalam suatu organisasi memiliki nilai yang tinggi dalam studi tentang perilaku
organisasi. Saunders, 1990 (Brooks, 2006) dalam jurnal Kekuasaan dan Taktik
Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi (Marianti, 2011) mengatakan bahwa kekuasaan
pada tingkat departemen atau kelompok dapat berasal dari 5 sumber yang potensial, yang
mungkin saja saling tumpang-tindih (overlap), yaitu:
8
2. Kesentralan (Centrality). Ini adalah ukuran tingkat pentingnya suatu departemen
bekerja untuk tujuan utama organisasi. Secara alternatif dapat dianggap sebagai suatu
ukuran seberapa besar departemen tersebut tidak dibutuhkan oleh organisasi tersebut.
Semakin penting departemen tersebut bagi organisasinya, maka akan semakin besar
kekuasaannya.
3. Sumber Dana (Financial Resources). Departemen yang menghasilkan sumber dana
sendiri, khususnya jika mereka mampu menghasilkan pendapatan lebih besar
dibandingkan departemen lainnya, akan mendapatkan keuntungan dari sumber
kekuasaan ini.
4. Ketidak-berlanjutan (Non-Sustainability). Berhubungan dengan tingkat pentingnya
departemen tersebut. Keberlanjutan adalah suatu ukuran seberapa mudah fungsi dari
departemen tersebut digantikan oleh yang lain. Departemen yang mudah ditutup
karena dapat digantikan fungsinya, akan memiliki kekuasaan yang rendah.
5. Menghadapi ketidak-pastian (Coping with uncertainty). Departemen yang memiliki
kemampuan menurunkan ketidak-pastian bagi departemen yang lain, akan memiliki
kekuasaan yang lebih besar.
Dalam organisasi departemen yang memiliki kekuasaan lebih tinggi akan memiliki
daya tawar dan pengaruh yang lebih besar dibandingkan departemen yang kekuasaannya
lebih rendah.
B. KEWENANGAN
1. PENGERTIAN KEWENANGAN
Kewenangan adalah hak yang dimiliki pimpinan atau pejabat tertentu untuk
mengambil keputusan, melakukan tindakan atau meninggalkan suatu tindakan (Hikmat,
2009: 265).
Kewenangan dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib
sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan mengenai
masalah-masalah penting, dan untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangann. Dengan
kata lain, seseorang yang mempunyai kewenangan bertindak sebagai orang yang memimpin
atau membimbing orang banyak. Apabila orang membicarakan tentang kewenangan, maka
yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Tekanannya
adalah pada hak, dan bukan pada kekuasaan. Dipandang dari sudut masyarakat, kekuasaan
9
tanpa kewenangan merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus mendapatkan
pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi kewenangan.
Sedangkan menurut Newman dalam Fattah (2006: 75) kewenangan merupakan hak
kelembagaan menggunakan kekuasaan.
Hampir sama dengan yang apa disampaikan oleh Robert Bierstedt, Harold D. Laswell
dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society mengatakan bahwa kewenangan itu
adalah kekuasaan yang formal. Formalnya sebuah kekuasaan membuat kekuasaan memiliki
kewenangan dan hak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta memiliki
kewenangan untuk memberikan sanksi bila aturan atau perintah tersebut dilanggar dan tidak
dilaksanakan. Namun, walau telah ada kekuasaan dan telah dilembagakan atau sah, masih ada
faktor lain untuk dapat dengan efektif dan mengurangi pemaksaan dan kekerasan dalam
pelaksanaannya. Sebuah kekuasaan tentunya harus memiliki pengakuan atau keabsahan.
Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa kewenangan yang ada pada
seseorang, kelompok, atu penguasa adalah wajar dan patut dihormati.
Bolman dan Deal (dalam Hoy dan Miskel 2005:203) berpendapat bahwa kewenangan
merupakan salah satu dari bentuk kekuasaan. Organisasi diciptakan dan dikontrol oleh
kewenangan termasuk di dalamnya penentuan tujuan, desain struktur, pengaturan pegawai,
dan monitor aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin yang memiliki
kewenangan langsung terhadap seorang target mempunyai hak untuk membuat permintaan
yang konsisten dengan kewenangannya, seseorang yang menjadi target itu memiliki
kewajiban untuk mematuhinya. Sehingga kewenangan berbeda dengan kekuasaan, karena
kewenangan terdapat legitimasi dan penerimaan. Kewenangan dapat berjalan ketika ada
kepercayaan (norma) dalam suatu legitimasi sekolah dengan menggunakan kekuasaan yang
benar dan tepat.
2. JENIS-JENIS KEWENANGAN
Menurut Newman dalam Fattah (2006: 75) kewenangan dibedakan menjadi:
10
a. Kewenangan hukum, yaitu kewenangan yang dimiliki seseorang untuk menegakkan
hukum, mewakili dan bertindak atas nama organisasi,
b. Kewenangan teknis, yaitu seseorang dianggap pakar pada suatu hal,
c. Kewenangan berkuasa, yaitu sumber utama yang berhak melakukan tindakan,
d. Kewenangan operasional, yaitu seseorang diperbolehkan melakukan tindakan
tertentu.
Weber (dalam Hoy dan Miskel, 2005:204) membedakan tiga jenis kewenangan, yaitu
karismatik, tradisional, dan legal (sah).
Max Weber membagi kewenangan atas tiga jenis yakni kewenangan karismatik,
kewenangan tradisional dan kewenangan legal (Hoy, 2007: 204):
11
biasanya dihadapi oleh kepala sekolah yang baru memimpin. Kendala tersebut dapat berupa
respon negatif dari para guru terhadap kewenangan kepala sekolah tersebut. Sebuah
penelitian dilakukan oleh Peabody di sebuah Sekolah Dasar mengindentifikasikan sembilan
jenis respon negatif terhadap kewenangan kepala sekolah, yaitu
Saat menghadapi respon negatif seperti di atas, kepala sekolah pada umumnya marah
dan menjadi defensif. Secara manusiawi, reaksi emosional tersebut wajar dan dapat dipahami.
Namun, kepala sekolah yang baik, hendaknya lekas mengendalikan diri agar terhindar dari
kecenderungan untuk memperburuk situasi. Dan sebuah respon negatif bisa menjadi masukan
bagi sekolah selama alasannya dapat dipertanggungjawabkan.
Di bawah ini beberapa tips yang dituliskan dalam buku School Leadership and
Administration (Snowden-Gorton, 2003) untuk kepala sekolah dalam menghadapi respon
negatift:
a. Menganalisis alasan di balik respon negatif. Kepala sekolah dapat melakukan diskusi
untuk menghindari kesalahpahaman.
b. Melakukan introspeksi dan evaluasi diri terhadap penggunaan kewenangannya.
12
c. Kepala sekolah berperan dalam pengembangan diri guru-gurunya, untuk itu ia perlu
menjelaskan kepada guru mengenai manfaat dari tugas yang sekolah berikan untuk
pengembangan diri guru tersebut.
d. Menghindari kata “seharusnya” saat berdiskusi. Kata “seharusnya” memberi kesan
kaku dan angkuh.
e. Berusaha menunjukkan sikap ingin membantu alih-alih bersikap selalu menuntut
penyelesaian tugas.
f. Jelaskan setiap tugas dengan spesifik, ketidakjelasan lah yang kadang menjadi sumber
salah paham.
g. Bersiap menerima kritik.
Dalam penggunaan kekuasaan dan wewenang, kepala sekolah juga harus memahami
guru-guru yang ia pimpin. Dalam organisasi pendidikan, guru-guru tidak bisa dianggap
sebagai bawahan atau karyawan yang bekerja untuk majikannya, namun mereka harus
dianggap sebagai para professional, memiliki keahlian dan otonomi yang harus dihormati.
Teacher Empowerment atau pemberdayaan guru seperti dikatakan dalam buku School
Leadership and Administration, halaman 60 (Snowden-Gorton, 2003) adalah “Giving
teachers greater power is a major way to make them more professional and to improve their
performance.” Guru harus diberi peran dalam menentukan kebijakan, dan bekerja dalam
hubungan kolegial, “sharing power” dengan kepala sekolah. melalui hubungan seperti ini,
kepala sekolah menjadi fasilitator dari pencapaian tujuan sekolah.
Pemberdayaan guru berarti memberi ruang bagi guru untuk memunculkan gagasan.
Hal ini akan membangkitkan harga dirinya sebagai pendidik profesional. Saat guru semakin
berdaya, ia akan siap menerima berbagai tanggung jawab dan tidak melulu menyalahkan
kepala sekolah atas masalah-masalah yang terjadi di sekolah. Agar siap menerima tanggung
jawab, tentu guru tersebut harus mendapatkan pelatihan yang sesuai agar ia mampu
melakukan pengambilan keputusan (decision making).
13
Sebelumnya telah disebutkan bahwa kekuasaan yang menunjukkan hubungan yang
positif dengan kepuasan karyawan berkaitan dengan supervisi, komitmen organisasi, dan
kinerja mereka adalah expert power dan referent power. Snowden dan Gorton
mengelompokkan kekuasaan ke dalam istilah pengaruh (influence). Snowden dan Gorton
menilai istilah Influence lebih bermakna positif dibandingkan Power. Mereka juga
menganggap maknanya lebih selaras dengan konsep pendidikan.
Yang pertama; memiliki visi yang menginspirasi dan diikutii tanpa keraguan.
Yang kedua; memiliki kemampuan membangun relasi dengan orang-orang dan mengubah
pandangan mereka terhadap dunia.
“To have influence is to gain assent, not just obedience; to attract a following, not just an
entourage; to have imitators, not just subordinates. Power gets its way. Influence makes its
way.”
14
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Seperti sebuah senjata, kekuasaan dan kewenangan bergantung pada siapa yang
mengendalikannya. Ia akan menjadi hal positif, menguntungkan dan bermanfaat manakala
penggunanya adalah orang yang tepat, namun hasil sebaliknya akan diperoleh jika dipegang
oleh orang yang salah.
Kekuasaan tanpa kewenangan merupakan kekuatan yang tidak sah. Kekuasaan harus
mendapatkan pengakuan dan pengesahan dari masyarakat agar menjadi kewenangan.
B. SARAN
Sebagai konsekuensi dari posisi mereka dalam suatu organisasi kependidikan, seorang
kepala sekolah diamanahi tanggung jawab yang besar. Untuk menunjang keberhasilan
pelaksanaan tanggung jawab tersebut, ia hendaknya menggunakan kekuasaan, kewenangan,
serta pengaruhnya secara efektif.
15
DAFTAR PUSTAKA
16