Oleh :
2022/2023
KATA PENGANTAR
Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita,Nabi
Besar Muhammad Saw.Yang telah membawa cahayanya bagi umat dan alam semesta.
Serta kepada keluarganya,sahabat-sahabatnya,yang In syaa Allah Syafaat beliau sampai
kepada kita semua yang selalu menjalankan ajaran-ajarannya dengan istiqomah.Dalam
penulisan karya ilmiah ini,kami mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada
Makalah ini.Oleh karena itu kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan karya kami,dan semoga Makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sifat kekuasaan Position Power adalah kekuasaan yang sudah dimiliki oleh seseorang
pada suatu organisasi. Sifat kekuasaan ini biasanya ada pada seseorang yang memiliki
jabatan di suatu organisasi. Dalam hal ini, jabatan yang dimaksud, seperti ketua atau
dewan pembina. Apabila seseorang sudah memiliki jabatan ketua, maka ia sudah
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengarahkan anak buahnya. Bagi seseorang
yang sudah memiliki kuasa di suatu organisasi, tetapi tidak bisa mengemban tanggung
jawab dengan benar, maka kemungkinan besar organisasi yang dipimpinnya akan sulit
untuk berkembang. Oleh sebab itu, sudah seharusnya seseorang yang memiliki jabatan
di organisasi harus mempunyai wawasan yang luas supaya organisasi yang dipimpin
tidak mengalami kemunduran. Salah satu cara untuk memperluas wawasan adalah
membaca buku.
BAB II
PEMBAHASAN
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau
kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau
Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta
apatis dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang
diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik
maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki
kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam
mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu
tindakan, bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala
perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah
kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan
karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas
kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain
kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif
tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan
sepenuhnya oleh rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju
kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik.
Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai
politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam
lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang
terjadi di Indonesia dalam pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung
oleh rakyat.
Sifat kekuasaan Personal Power adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang
bukan di organisasi melainkan dalam hubungan sosialnya. Dengan kata lain, seseorang
itu sudah memiliki jabatan di lingkungan masyarakat, seperti jabatan RT, RW, Kepala
Desa, dan sebagainya. Biasanya seseorang yang memiliki sifat Personal Power ini
namanya sudah di lingkungan masyarakatnya. Hampir sama dengan seseorang yang
memiliki kuasa di suatu organisasi, individu yang memiliki Personal Power juga harus
bisa mengarahkan anggota masyarakatnya agar menciptakan hubungan yang harmonis.
Apabila pemegang kuasa tidak bisa menciptakan hubungan yang harmonis antar
anggota masyarakat, maka bisa memunculkan kesalahpahaman antar anggota
masyarakat. Oleh sebab itu, dalam sifat Personal Power pemilik kuasa harus pandai
menjaga komunikasi dengan baik kepada seluruh anggotanya.
Namun, apabila ada anggota masyarakat yang merasa kalau dirinya atau
kelompoknya tidak terlindungi, maka legitimasi kekuasaan pemerintahan bisa saja
hancur atau tidak bisa dipertahankan. Tidak hanya itu, hal dapat terjadi karena para
pemimpin dan pejabat negara tidak dapat menunjukkan kinerja dengan baik, sehingga
anggota masyarakat banyak kecewa.Dengan demikian, bagi pemerintah yang ingin
mempertahankan legitimasinya sudah seharusnya bisa memenuhi kebutuhan
masyarakatnya agar kesejahteraan bagi anggota masyarakat dapat terjamin. Semakin
banyak masyarakat yang sejahtera, maka legitimasi pemerintahan di mata masyarakat
akan terus meningkat.
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar. Kekuasaan
dapat dikatakan melekat pada jabatan ataupun pada diri orang tersebut, penjelasannya
adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan yang melekat pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi.
2. Kekuasaan yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan sosialnya.
Montesquieu
Menurut Montesquieu, kekuasaan itu dibagi menjadi tiga golongan. Kekuasaan yang
dibagi menjadi tiga golongan ini saat ini dikenal dengan istilah Trias Politica. Adapun
tiga golongan kekuasaan yang dimaksud, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.
Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan adalah sebuah kesempatan yang dimiliki
oleh seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk memenuhi keinginan atau
kehendaknya dalam hubungan sosial walaupun harus menentang atau menghadapi
kehendak orang lain. Berdasarkan pengertian ini, kekuasaan dapat diartikan sebagai
sesuatu yang menyeramkan karena harus memaksa orang lain untuk mewujudkan
keinginannya.
Ramlan Surbakti
Miriam Budiardjo
Menurut Miriam Budiardjo, kekuasaan adalah seseorang atau kelompok yang memiliki
kekuatan atau kemampuan yang di mana kekuatan itu digunakan untuk memengaruho
perilaku individu atau kelompok lainnya yang sesuai dengan keinginannya.
Walter Nord
Menurut Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan, kekuasaan adalah sebuah hubungan
antara individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lainnya dengan tujuan
untuk menentukan suatu tindakan atau aksi agar tidak berbeda arah dan sesuai dengan
yang tindakan yang diinginkan.
John Locke
Menurut John Locke, kekuasaan adalah suatu hal yang tidak bisa dijadikan berada di
dalam satu unsur yang sama atau suatu hal itu harus dipisah satu sama lain. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengertian kekuasaan dari John Locke ini
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan
kekuasaan federatif.
Keberhasilan suatu tujuan diukur juga oleh konsep efektivitas, apa yang di maksud
dengan efektivitas, terdapat perbedaan pendapat di antara yang menggunakannya, baik
di kalangan akademisi maupun praktisi. “efektivitas adalah suatu keadaan yang
mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki.
Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena hasil dapat tercapai
tetapi mungkin dengan penghamburan pikiran, tenaga, waktu, uang atau benda”.
Menurut Pasolong (2007:9) dalam Febriani (2017:24), efektivitas berasal dari kata
“efek” dan digunakan istilah ini dalam sebuah hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat
dipandang sebagai sebab dari varaibel lain. Efektivitas berarti tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya dapat tercapaiatau dengan kata sasaran tercapai karena
adanya proses kegiatan. “efektivitas merupakan gambaran yang memberikan suatu
ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat
tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran seberapa jauh target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembaga dapat
tercapai. Hal tersebut sangat penting perannya di dalam setiap lembaga dan berguna
untuk perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh suatu lembaga”. Apa yang
dimaksud dengan efektivitas secara umum, adalah suatu keadaan yang menunjukan
tingkat keberhasilan atau percapaian suatu tujuan yang di ukur kualitas, kuantitas, dan
waktu, sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Ada juga yang menjelaskan
arti efektivitas adalah suatu tingkat keberhasilan yang dihasilkan oleh seseorang atau
organisasi dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata
lain, semakin banyak rencana yang berhasil dicapai maka suatu kegiatan dianggap
efektif.
Jenis-jenis Efektivitas Efektivitas itu sendiri memiliki tiga tingkatan yang berbeda,
dikelompokkan pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi sebagaimana yang
didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:25-26)
dalam Evi Suryani (2016) antara lain:
1. Efektivitas Individu
Efektivitas individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang
menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.
2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerja sama
dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan jumlah kontribusi dari
semua anggota kelompoknya.
3. Efektivitas organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui
pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih
tinggi tingkatannya dari pada jumlah hasil karya tiap –tiap bagiannya.
1. Kejelasan tujuan yang khendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan
dalam pelaksanaan tugasnya mencapai sasaran yang terarah dan tujuan-tujuan
organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “peta
jalan” yang diikuti dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran organisasi.
3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai dan strategi yang digunakan artinya kebijaksanaan
harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usahausaha kegiatan
oprasional.
4. Perencanaan yang matang pada hakikatnya memutuskan sekarang apa yang akan
dikerjakan organisasi dimasa mendatang.
5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu di jabarkan
pada pogram pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana kurang
memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
6. Kemampuan kerja secara produktif dengan sarana prasarana yang tersedia dan
disediakan oleh organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efesien, bagaimanapun suatu program bila tidak
dilaksanakan secara efektif dan efesien maka organisasi tersebut tidak akan
mencapai sasarannya, karena pelaksanaan organisasi semakin melekat pada
tujuannya.
8. Sistem pengawasan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat
manusia yang tidak sempurna maka efektivitas menuntut adanya sistem
pengawasan dan pengendalian.
Sumber
Bentuk Kekuasaan
1. Kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan
pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi,
besarnya kekuasaan ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang
menduduki posisi tersebut.
Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh
tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau
kelompok.
French dan Raven membagi 5 bentuk kekuasaan sesuai dengan pendekatan melalui
pengamatan, dan sejauh mana kekuasaan tersebut berdampak,. Akan ketergantungan
pada kondisi struktural. mengacu pada tingkat internalisasi yang terjadi di antara
individu yang tunduk pada kontrol sosial. Lima bentuk kekuasaan ini adalah
Coercive Power
Bentuk kekuasaan ini adalah bersumber dari tindakan pemaksaan. Artinya, pemimpin
memiliki kekuatan untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan keinginannya. Tujuan utama pemaksaan adalah kepatuhan dan kekuasaan
dengan mengandalkan ancaman dalam gaya manajemennya. Seringkali bentuk
kekuasaan ini menimbulkan tanggapan negatif dan cenderung disalahgunakan. Contoh
pemimpin yang menggunakan coercive power adalah Adolf Hitler, pemimpin partai
Nazi yang terkenal otoriter.
Reward Power
Bentuk kekuatan ini didasarkan pada gagasan bahwa sebagai masyarakat, kita lebih
cenderung melakukan sesuatu dengan baik ketika kita mendapatkan balasan yang kita
sukai. Bentuk paling populer dari kekuatan ini adalah menaikkan gaji, memberi
promosi, atau memberi pujian. Namun, kekuasaan tipe ini akan melemah
apabila reward yang diberikan tidak memiliki nilai kepuasan yang cukup bagi orang
lain. Contoh pemimpin yang menerapkan reward power adalah Sundar Pichai yang
memberikan banyak reward bagi karyawan google.
Legitimate Power
Bentuk kekuasaan ini adalah membuat anggota merasa bertanggung jawab dan
menghormati posisi tertentu. Pemimpin yang menggunakan legitimate power akan
dipatuhi oleh anggotanya. Kekuasaan ini biasanya didasarkan pada suatu peran,
sehingga dapat dengan mudah diatasi segera setelah seseorang kehilangan posisi.
Contoh pemimpin yang menerapkan legitimate power adalah Steve Jobs, mantan CEO
Apple yang terkenal dengan gaya memimpin otokratis.
Referent Power
Bentuk kekuasaan ini adalah tentang manajemen yang didasarkan pada kemampuan
untuk memberikan rasa penerimaan kepada seseorang. Pemimpin yang memiliki
kekuasaan ini sering dilihat sebagai panutan yang dikagumi, sering memberikan
apresiasi, dan berpengaruh kuat dalam kelompok karena kepribadiannya. Contoh
pemimpin yang menggunakan referent power adalah Mark Zuckerberg, pendiri
Facebook yang karismatik.
Expert Power
Bentuk kekuasaan ini didasarkan pada pengetahuan yang mendalam. Para pemimpin ini
seringkali sangat cerdas dan percaya pada kekuatan keahlian untuk memenuhi peran dan
tanggung jawab organisasi. Anggota menghargai pemimpin karena kecakapannya dalam
suatu hal tertentu. Contoh pemimpin yang menggunakan expert power adalah Bill
Gates, pendiri Microsoft yang terkenal dengan kecerdasannya.
Lima bentuk kekuasaan ini mungkin saja dimiliki pemimpin dalam situasi formal
dan nonformal sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Namun, kembali lagi bahwa
kekuatan setiap bentuk kekuasaan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi
dalam masing-masing kelompok.
Hubungan pemimpin dan kekuasaan adalah ibarat gula dengan manisnya, ibarat
garam dengan asinnya. Dua-duanya tak terpisahkan. Kepemimpinan yang efektif
(effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya
mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketika
kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber, kepemimpinan yang
efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk memanfaatkan genesis (asal usul)
kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat.
Dan marilah kita saksikan bagaimana khalifah Abu Bakar Asshidiq, menggunakan
legitimate power yang dimilikinya untuk memerintahkan Usamah bin Zaid meneruskan
rencana memimpin pengiriman tentara ke Syria, di sisi lain menggunakan referent
power untuk meminta ijin Usamah bin Zaid agar meninggalkan Umar Bin Khattab di
Madinah. Dan dalam keadaan yang berbeda, beliau memakai expert power ketika
menolak permintaan Fathimah (putri Rasulullah) dengan landasan hukum fiqih dan
hadits shahih, berkenaan dengan masalah harta warisan setelah Rasulullah SAW wafat.
Adalah Umar bin Abdul Aziz yang telah berhasil menggunakan coercive powernya
ketika menjabat sebagai gubernur wilayah Hejaz, untuk tidak memperbolehkan Hajjaj
bin Yusuf Atssaqafi (penguasa Iraq yang dhalim) melewati kota Madinah. Meskipun
secara kedudukan Hajjaj memiliki tempat istimewa di hati penguasa Daulat Bani
Umaiyah. Dan dengan kekuatan referent power dan reward power yang dimilikinya,
Umar bin Abdul Aziz telah berhasil menyatukan kelompok-kelompok Qeisiyah,
Yamaniah, Khawarij, Syiah, Mutazilah, yang secara terus menerus bertikai pada masa
itu. Juga berhasil mengumpulkan ulama-ulama yang shaleh dan terkemuka yang
sebelumnya telah mengasingkan diri, menjauhkan diri dari kekuasaan karena kerusakan
moral kekhalifahan Bani Umayah sebelumnya. Para ulama justru mendatangi Umar bin
Abdul Aziz, duduk bersama untuk memecahkan masalah umat.
Kekuasaan dan keagungan berada diantara kesenangan setiap orang, dimana semua
kesenangan dapat berada diatas segalanya hanya melalui kekuasaan. Karena kekuasaan
orang menjadi koruptor, dimana kewenangan dapat menjadikan orang leluasa membuat
penyimpangan serta dengan kekuasaan orang akan mudah membuat keboborakan dan
kesalahan yang tidak menyenangkan orang lain pada umumnya. Dengan kekuasaan
membuat orang memiliki wewenang untuk melakukan sesuatu didalam kelompok yang
mengakui kekuasaan tersebut, baik didalam kelompok atau organisasi sosial dan politik
kemasyarakatan serta kelompok usaha bisnis. Kekuasaan itu memberi legitimasi untuk
bertindak, dengan alasan pengamanan kepentingan kelompok, kadang-kadang tidak
dapat dibedakan dengan kepentingan penguasa (individu) yang memiliki kekuasaan.
Filsafat Kekuasaan selalu ada didalam setiap masyarakat baik yang tradisional
maupun yang modern, hanya dibagi-bagi sesuai dengan fungsinya, kalau tidak dibagi
justru timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu secara tirani mampu
mempengaruhi semua pihak sesuai kehendak pemegang kekuasaan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
1.1 Rangkuman
Kekuasaan dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan
sangat penting dalam kehidupan sosial di masyarakat. Kekuasaan adalah kemungkinan
seorang pelaku mewujudkan keinginannya didalam suatu hubungan sosial yang ada
termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan
kemungkinan itu.
1.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Asrida, W., Amin, R., & Marta, A. (2019). Sumber dan Bentuk Kekuasaan: Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 17(29), 35-45.
Arfandi, A., & Ihwan, M. (2020). Kekuasaan french dan raven. Jurnal Pendidikan Islam
Indonesia, 5(1), 98-114.