Anda di halaman 1dari 21

Makalah

“Hubungan Antar Efektivitas Kepemimpinan Dengan Kekuasaan”

Dosen Pengampun:Prof.Novianty Djafry,M.Pd.I

Oleh :

SINTIA K. APIAB(131421022) -3A

Program Studi S1 Manajemen Pendidikan

Falkutas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Gorontalo

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang telah menganugerahkan


banyak nikmat serta hidayah dan karunia-Nya. Karna atas ijin-Nya lah kami dapat
menyelesaikan,Makalah ini dengan baik yang berjudul “Hubungan Antar Efektivitas
Kepemimpinan Dengan Kekuasaan” Makalah ini kami susun secara cepat karna
adanya bantuan dari berbagai macam pihak, salah satunya adalah Prof.Novianty
Djafry,M.Pd.I Selaku Dosen Psikologi Manajemen Pendidikan. Di Fakultas Ilmu
Pendidikan,Universitas Negeri Gorontalo. Oleh karena itu kami sampaikan terima kasih
atas waktu,tenaga dan pikiran yang telah diberikan.

Shalawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan kita,Nabi
Besar Muhammad Saw.Yang telah membawa cahayanya bagi umat dan alam semesta.
Serta kepada keluarganya,sahabat-sahabatnya,yang In syaa Allah Syafaat beliau sampai
kepada kita semua yang selalu menjalankan ajaran-ajarannya dengan istiqomah.Dalam
penulisan karya ilmiah ini,kami mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada
Makalah ini.Oleh karena itu kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami
harapkan demi kesempurnaan karya kami,dan semoga Makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta pengalaman bagi para pembaca.

Gorontalo, Jum’at 9 Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekuasaan.................................................................................................

2.2 Pengertian Efektivitas.................................................................................................

2.3 Sumber Dan Bentuk Kekuasaan................................................................................

2.4 Taksonomi Kekuasaan French Dan Raven...............................................................

2.5 Hubungan Kepemimpinan Dan Kekuasaan..............................................................

2.6 Penerapan Kekuasaan Dalam Kepemimpinan..........................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................

3.2 Saran..............................................................................................................................

DAFTAR PUSAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekuasaan merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Allah kepada individu


sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan mengubah
pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu -tindakan yang diinginkan
oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena paksaan
baik secara fisik maupun mental. Namun di dalam kekuasaan tidak semua yang
berkuasa memiliki kewenangan, karena kewenangan bersifat khusus

Sifat kekuasaan Position Power adalah kekuasaan yang sudah dimiliki oleh seseorang
pada suatu organisasi. Sifat kekuasaan ini biasanya ada pada seseorang yang memiliki
jabatan di suatu organisasi. Dalam hal ini, jabatan yang dimaksud, seperti ketua atau
dewan pembina. Apabila seseorang sudah memiliki jabatan ketua, maka ia sudah
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengarahkan anak buahnya. Bagi seseorang
yang sudah memiliki kuasa di suatu organisasi, tetapi tidak bisa mengemban tanggung
jawab dengan benar, maka kemungkinan besar organisasi yang dipimpinnya akan sulit
untuk berkembang. Oleh sebab itu, sudah seharusnya seseorang yang memiliki jabatan
di organisasi harus mempunyai wawasan yang luas supaya organisasi yang dipimpin
tidak mengalami kemunduran. Salah satu cara untuk memperluas wawasan adalah
membaca buku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan pengertian kekuasaan
2. Menjelaskan pengertian efektivitas
3. Menjelaskan sumber dan bentuk kekuasaan
4. Menjelaskan taksonomi kekuasaan french dan raven
5. Menjelaskan hubungan kepemimpinan dan kekuasaan
6. Menjelaskan penerapan kekuasaan dalam kepemimpinan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian kekuasaan
2. Mengetahui pengertian efektivitas
3. Mengetahui sumber dan bentuk kekuasaan
4. Mengetahui taksonomi kekuasaan french dan raven
5. Mengetahui hubungan kepemimpinan dan kekuasaan
6. Mengetahui penerapan kekuasaan dalam kepemimpinan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekuasaan

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna
menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau
kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau
Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan
berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan


raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah
kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan
jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat
dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan
ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan.
Contohnya presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk
pada undang-undang (objek dari kekuasaan).

Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang bernuansa arogan, egois, serta
apatis dalam memengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang
diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik
maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang bersifat negatif ini tidak memiliki
kecerdasan intelektual dan emosional yang baik,mereka hanya berfikir pendek dalam
mengambil keputusan tanpa melakukan pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu
tindakan, bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat menjalankan segala
perintah yang mereka perintahkan kepada orang atau kelompok yang berada di bawah
kekuasannya karena keterbatasan daya pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan
karakter negatif tersebut hanya mencari keuntungan pribadi atau golongan di atas
kekuasannya itu. karena mereka tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain
kekuasaan untuk menghasilkan apapun, dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif
tersbut biasanya tidak akan berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan
sepenuhnya oleh rakyatnya.

Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan menuju
kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai politik.
Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu. Partai
politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam
lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang
terjadi di Indonesia dalam pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung
oleh rakyat.

Sifat kekuasaan Personal Power adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang
bukan di organisasi melainkan dalam hubungan sosialnya. Dengan kata lain, seseorang
itu sudah memiliki jabatan di lingkungan masyarakat, seperti jabatan RT, RW, Kepala
Desa, dan sebagainya. Biasanya seseorang yang memiliki sifat Personal Power ini
namanya sudah di lingkungan masyarakatnya. Hampir sama dengan seseorang yang
memiliki kuasa di suatu organisasi, individu yang memiliki Personal Power juga harus
bisa mengarahkan anggota masyarakatnya agar menciptakan hubungan yang harmonis.
Apabila pemegang kuasa tidak bisa menciptakan hubungan yang harmonis antar
anggota masyarakat, maka bisa memunculkan kesalahpahaman antar anggota
masyarakat. Oleh sebab itu, dalam sifat Personal Power pemilik kuasa harus pandai
menjaga komunikasi dengan baik kepada seluruh anggotanya.

Dalam pemerintahan mempunya makna yang berbeda: "kekuasaan" didefinisikan


sebagai "kemampuan untuk memengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang bila
tidak dilakukan", akan tetapi "kewenangan" ini akan mengacu pada klaim legitimasi,
pembenaran dan hak untuk melakukan kekuasaan. Sebagai contoh masyarakat boleh
jadi memiliki kekuatan untuk menghukum para kriminal dengan hukuman mati tanpa
sebuah peradilan sedangkan orang-orang yang beradab percaya pada aturan hukum dan
perundangan-undangan dan menganggap bahwa hanya dalam suatu pengadilan yang
menurut ketentuan hukum yang dapat memiliki kewenangan untuk memerintahkan
sebuah hukuman mati.

Dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, kekuasaan telah dijadikan subjek penelitian


dalam berbagai empiris pengaturaneluarga (kewenangan orang tua), kelompok-
kelompok kecil (kewenangan kepemimpinan informal), dalam organisasi seperti
sekolah, tentara, industri dan birokrat (birokrasi dalam organisasi pemerintah) dan
masyarakat luas atau organisasi inklusif, mulai dari masyarakat yang paling primitif
sampai dengan negara, bangsa-bangsa modern atau organisasi (kewenangan politik).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), legitimasi adalah keterangan yang
mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang
yang dimaksud atau kesahan. Sementara itu, legitimasi berasal dari bahasa Latin, yaitu
lex yang artinya hukum.

Akan tetapi, seiring dengan perkembangannya, legitimasi bukan hanya


membicarakan tentang hukum yang ada di dalam sebuah peraturan saja, tetapi juga
membahas hukum-hukum yang berlaku di masyarakat, seperti norma-norma dalam
lingkungan masyarakat. Pada dasarnya, pengertian legitimasi kekuasaan menurut para
ahli berbeda-beda. Meskipun pengertian legitimasi kekuasaan berbeda-beda, tetapi
secara garis besar legitimasi kekuasaan adalah suatu bentuk yang dibuat masyarakat
dalam menerima dan percaya terhadap pemerintahan, pemimpin, pejabat negara, dan
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa selama
masyarakat merasa terlindungi dan merasa sejahtera, maka mereka bisa menerima dan
percaya terhadap kepemimpinan suatu pemerintahan.

Namun, apabila ada anggota masyarakat yang merasa kalau dirinya atau
kelompoknya tidak terlindungi, maka legitimasi kekuasaan pemerintahan bisa saja
hancur atau tidak bisa dipertahankan. Tidak hanya itu, hal dapat terjadi karena para
pemimpin dan pejabat negara tidak dapat menunjukkan kinerja dengan baik, sehingga
anggota masyarakat banyak kecewa.Dengan demikian, bagi pemerintah yang ingin
mempertahankan legitimasinya sudah seharusnya bisa memenuhi kebutuhan
masyarakatnya agar kesejahteraan bagi anggota masyarakat dapat terjamin. Semakin
banyak masyarakat yang sejahtera, maka legitimasi pemerintahan di mata masyarakat
akan terus meningkat.

Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar. Kekuasaan
dapat dikatakan melekat pada jabatan ataupun pada diri orang tersebut, penjelasannya
adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan yang melekat pada posisi seseorang dalam sebuah organisasi.
2. Kekuasaan yang berada pada pribadi orang tersebut sebagai hubungan sosialnya.

French & Raven mengatakan bahwa ada lima jenis kekuasaan:

1. Kekuasaan memberi penghargaan.


2. Kekuasaan yang memaksa
3. Kekuasaan yang sah.
4. Kekuasaan memberi referensi.
5. Kekuasaan ahli

Sumber kekuasaan bila dikaitkan dg kegunaan, maka sbb:

1. Militer & Polisi utk mengendalikan kekerasan dan kriminal


2. Ekonomi utk mengendalikan tanah, buruh, kekayaan & produksi
3. Politik utk pengambilan keputusan
4. Hukum utk mempertahankan, mengubah, & melancarkan interaksi
5. Tradisi utk mempertahankan sistem kepercayaan / nilai-nilai

Sumber – sumber kekuasaan meliputi:

1. Sarana Paksaan Fisik


2. Keahlian
3. Hukum normatif
4. Status sosial
5. Harta kekayaan
6. Popularitas
7. Jabatan
8. Massa yang terorganisir

Montesquieu

Menurut Montesquieu, kekuasaan itu dibagi menjadi tiga golongan. Kekuasaan yang
dibagi menjadi tiga golongan ini saat ini dikenal dengan istilah Trias Politica. Adapun
tiga golongan kekuasaan yang dimaksud, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.

Setiap golongan kekuasaan memiliki tugas yang berbeda-beda. Kekuasaan legislatif


memiliki tugas untuk membuat peraturan dan Undang-Undang. Kekuasaan eksekutif
mempunyai tugas untuk menjalankan peraturan dan Undang-Undang yang telah
diciptakan. Kekuasaan yudikatif mempunyai tugas untuk mengadili sesuatu seseorang
yang memiliki kesalahan atau pelanggaran sesuai dengan Undang-Undang yang
berlaku.
Max Weber

Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan adalah sebuah kesempatan yang dimiliki
oleh seseorang atau kelompok dengan tujuan untuk memenuhi keinginan atau
kehendaknya dalam hubungan sosial walaupun harus menentang atau menghadapi
kehendak orang lain. Berdasarkan pengertian ini, kekuasaan dapat diartikan sebagai
sesuatu yang menyeramkan karena harus memaksa orang lain untuk mewujudkan
keinginannya.

Ramlan Surbakti

Ramlan Surbakti menyatakan bahwa kekuasaan adalah sebuah kemampuan atau


kekuatan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang digunakan untuk
memengaruhi orang lain melalui cara berpikir dan perilaku yang sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh pemegang kuasa.

Miriam Budiardjo

Menurut Miriam Budiardjo, kekuasaan adalah seseorang atau kelompok yang memiliki
kekuatan atau kemampuan yang di mana kekuatan itu digunakan untuk memengaruho
perilaku individu atau kelompok lainnya yang sesuai dengan keinginannya.

Walter Nord

Walter Nord mengungkapkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan yang digunakan


untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu dan berbeda dari tujuan-tujuan lainnya.

Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan

Menurut Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan, kekuasaan adalah sebuah hubungan
antara individu atau kelompok dengan individu atau kelompok lainnya dengan tujuan
untuk menentukan suatu tindakan atau aksi agar tidak berbeda arah dan sesuai dengan
yang tindakan yang diinginkan.

John Locke

Menurut John Locke, kekuasaan adalah suatu hal yang tidak bisa dijadikan berada di
dalam satu unsur yang sama atau suatu hal itu harus dipisah satu sama lain. Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengertian kekuasaan dari John Locke ini
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan
kekuasaan federatif.

Menurut John Locke setiap kekuasaan memiliki tugasnya masing-masing, seperti


kekuasaan legislatif yang memiliki tugas untuk membuat peraturan dan Undang-
Undang. Kekuasaan eksekutif yang bertugas untuk menjalankan Undang-Undang yang
telah dibuat oleh kekuasaan legislatif dan memiliki kewenangan untuk mengadili.
Kekuasaan federatif memiliki tugas untuk menjaga keamanan negara dan menjaga
hubungan negara dengan negara lainnya.

Itulah beberapa pengertian kekuasaan menurut para ahli. Di Indonesia, pemegang


kekuasaan dibagi menjadi tiga bagian,yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif,
dan kekuasaan yudikatif. Dengan kata lain, Indonesia menggunakan Trias Politica dari
Montesquieu.

2.2 Pengertian efektivitas

Keberhasilan suatu tujuan diukur juga oleh konsep efektivitas, apa yang di maksud
dengan efektivitas, terdapat perbedaan pendapat di antara yang menggunakannya, baik
di kalangan akademisi maupun praktisi. “efektivitas adalah suatu keadaan yang
mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki.
Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena hasil dapat tercapai
tetapi mungkin dengan penghamburan pikiran, tenaga, waktu, uang atau benda”.
Menurut Pasolong (2007:9) dalam Febriani (2017:24), efektivitas berasal dari kata
“efek” dan digunakan istilah ini dalam sebuah hubungan sebab akibat. Efektivitas dapat
dipandang sebagai sebab dari varaibel lain. Efektivitas berarti tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya dapat tercapaiatau dengan kata sasaran tercapai karena
adanya proses kegiatan. “efektivitas merupakan gambaran yang memberikan suatu
ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pendapat
tersebut menyatakan bahwa efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran seberapa jauh target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembaga dapat
tercapai. Hal tersebut sangat penting perannya di dalam setiap lembaga dan berguna
untuk perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh suatu lembaga”. Apa yang
dimaksud dengan efektivitas secara umum, adalah suatu keadaan yang menunjukan
tingkat keberhasilan atau percapaian suatu tujuan yang di ukur kualitas, kuantitas, dan
waktu, sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Ada juga yang menjelaskan
arti efektivitas adalah suatu tingkat keberhasilan yang dihasilkan oleh seseorang atau
organisasi dengan cara tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata
lain, semakin banyak rencana yang berhasil dicapai maka suatu kegiatan dianggap
efektif.

Jenis-jenis Efektivitas Efektivitas itu sendiri memiliki tiga tingkatan yang berbeda,
dikelompokkan pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi sebagaimana yang
didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:25-26)
dalam Evi Suryani (2016) antara lain:

1. Efektivitas Individu
Efektivitas individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang
menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi.
2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerja sama
dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan jumlah kontribusi dari
semua anggota kelompoknya.
3. Efektivitas organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui
pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih
tinggi tingkatannya dari pada jumlah hasil karya tiap –tiap bagiannya.

Kriteria Efektivitas Organisasi Menurut S.P siagian dalam bukunya Manajemen


Moderen (1982:30:33) dalam Suryani (2016) mengemukakan bahwa mengukur
efektivitas organisasi dapat diukur dari berbagai hal diantaranya:

1. Kejelasan tujuan yang khendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya karyawan
dalam pelaksanaan tugasnya mencapai sasaran yang terarah dan tujuan-tujuan
organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah “peta
jalan” yang diikuti dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran organisasi.
3. Proses analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai dan strategi yang digunakan artinya kebijaksanaan
harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usahausaha kegiatan
oprasional.
4. Perencanaan yang matang pada hakikatnya memutuskan sekarang apa yang akan
dikerjakan organisasi dimasa mendatang.
5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu di jabarkan
pada pogram pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak, para pelaksana kurang
memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
6. Kemampuan kerja secara produktif dengan sarana prasarana yang tersedia dan
disediakan oleh organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efesien, bagaimanapun suatu program bila tidak
dilaksanakan secara efektif dan efesien maka organisasi tersebut tidak akan
mencapai sasarannya, karena pelaksanaan organisasi semakin melekat pada
tujuannya.
8. Sistem pengawasan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat sifat
manusia yang tidak sempurna maka efektivitas menuntut adanya sistem
pengawasan dan pengendalian.

Berdasarkan pengukuran efektivitas di atas, maka peneliti menggunakan indikator-


indikator untuk mengukur efektivitas menurut S.P siagian dalam bukunya Manajemen
Moderen (1982:30:33) dalam Suryani (2016) karena teori tersebut cocok untuk
mengetahui ukuran efektivitas kinerja sistem perparkiran dalam upaya meningkatkan
hasil retribusi parkir di Kota Malang.

2.3 Sumber dan bentuk kekuasaan

Sumber

1. kekuasaan balas jasa (reward power). Kekuasaan yang didasarkan pada


kemampuan seseorang pemberi pengaruh untuk memberi penghargaan pada
orang lain yang dipengaruhi untuk melaksanakan perintah. (bonus sampai
senioritas atau persahabatan)
2. Kekuasaan paksaan (coercive power). Kekuasaan berdasarkan pada kemampuan
orang untuk menghukum orang yang dipengaruhi kalau tidak memenuhi
perintah atau persyaratan. (teguran sampai hukuman).
3. Kekuasaan sah (legitimate power). Kekuasaan formal yang diperoleh
berdasarkan hukum atau aturan yang timbul dari pengakuan seseorang yang
dipengaruhi bahwa pemberi pengaruh berhak menggunakan pengaruh sampai
pada batas tertentu.
4. Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan yang didasarkan pada persepsi
atau keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian relevan atau
pengetahuan khusus yang tidak dimiliki oleh orang yang dipengaruhi.
(professional atau tenaga ahli).
5. Kekuasaan panutan (referent power). Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang
atau kelompok yang didasarkan pada indentifikasi pemberi pengaruh yang
menjadi contoh atau panutan bagi yang dipengaruhi. (karisma, keberanian,
simpatik dan lain-lain).
6. Kekuasaan Pengendalian Informasi (Control Of Information power). Berasal
dari pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain, ini dilakukan dengan pemberian
atau penahanan informasi yang dibutuhkan.

Bentuk Kekuasaan

1. Kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan
pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2. Kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi,
besarnya kekuasaan ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang
menduduki posisi tersebut.

Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh
tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau
kelompok.

2.4 Taksonomi Kekuasaan French Dan Raven

French dan Raven membagi 5 bentuk kekuasaan sesuai dengan pendekatan melalui
pengamatan, dan sejauh mana kekuasaan tersebut berdampak,. Akan ketergantungan
pada kondisi struktural. mengacu pada tingkat internalisasi yang terjadi di antara
individu yang tunduk pada kontrol sosial. Lima bentuk kekuasaan ini adalah

Coercive Power

Bentuk kekuasaan ini adalah bersumber dari tindakan pemaksaan. Artinya, pemimpin
memiliki kekuatan untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan keinginannya. Tujuan utama pemaksaan adalah kepatuhan dan kekuasaan
dengan mengandalkan ancaman dalam gaya manajemennya. Seringkali bentuk
kekuasaan ini menimbulkan tanggapan negatif dan cenderung disalahgunakan. Contoh
pemimpin yang menggunakan coercive power adalah Adolf Hitler, pemimpin partai
Nazi yang terkenal otoriter.
Reward Power

Bentuk kekuatan ini didasarkan pada gagasan bahwa sebagai masyarakat, kita lebih
cenderung melakukan sesuatu dengan baik ketika kita mendapatkan balasan yang kita
sukai. Bentuk paling populer dari kekuatan ini adalah menaikkan gaji, memberi
promosi, atau memberi pujian. Namun, kekuasaan tipe ini akan melemah
apabila reward yang diberikan tidak memiliki nilai kepuasan yang cukup bagi orang
lain. Contoh pemimpin yang menerapkan reward power adalah Sundar Pichai yang
memberikan banyak reward bagi karyawan google.

Legitimate Power

Bentuk kekuasaan ini adalah membuat anggota merasa bertanggung jawab dan
menghormati posisi tertentu. Pemimpin yang menggunakan legitimate power akan
dipatuhi oleh anggotanya. Kekuasaan ini biasanya didasarkan pada suatu peran,
sehingga dapat dengan mudah diatasi segera setelah seseorang kehilangan posisi.
Contoh pemimpin yang menerapkan legitimate power adalah Steve Jobs, mantan CEO
Apple yang terkenal dengan gaya memimpin otokratis.

Referent Power

Bentuk kekuasaan ini adalah tentang manajemen yang didasarkan pada kemampuan
untuk memberikan rasa penerimaan kepada seseorang. Pemimpin yang memiliki
kekuasaan ini sering dilihat sebagai panutan yang dikagumi, sering memberikan
apresiasi, dan berpengaruh kuat dalam kelompok karena kepribadiannya. Contoh
pemimpin yang menggunakan referent power adalah Mark Zuckerberg, pendiri
Facebook yang karismatik.

Expert Power

Bentuk kekuasaan ini didasarkan pada pengetahuan yang mendalam. Para pemimpin ini
seringkali sangat cerdas dan percaya pada kekuatan keahlian untuk memenuhi peran dan
tanggung jawab organisasi. Anggota menghargai pemimpin karena kecakapannya dalam
suatu hal tertentu. Contoh pemimpin yang menggunakan expert power adalah Bill
Gates, pendiri Microsoft yang terkenal dengan kecerdasannya.
Lima bentuk kekuasaan ini mungkin saja dimiliki pemimpin dalam situasi formal
dan nonformal sesuai dengan situasi yang sedang terjadi. Namun, kembali lagi bahwa
kekuatan setiap bentuk kekuasaan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi
dalam masing-masing kelompok.

2.5 Hubungan Kepemimpinan Dan Kekuasaan

Hubungan pemimpin dan kekuasaan adalah ibarat gula dengan manisnya, ibarat
garam dengan asinnya. Dua-duanya tak terpisahkan. Kepemimpinan yang efektif
(effective leadership) terealisasi pada saat seorang pemimpin dengan kekuasaannya
mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Ketika
kekuasaan ternyata bisa timbul tidak hanya dari satu sumber, kepemimpinan yang
efektif bisa dianalogikan sebagai movement untuk memanfaatkan genesis (asal usul)
kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat.

Refleksi dari kepemimpinan yang efektif, bertanggungjawab, dan terbalutnya


hubungan sinergis antara pemimpin dengan yang dipimpin, adalah makna filosofis dari
nasehat Rasulullah SAW: Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin
bertanggungjawab terhadap pimpinannya, seorang Amir (kepala negara) adalah
pemimpin dan ia bertanggungjawab terhadap rakyatna (HR Bukhari & Muslim)

Genesis kekuasaan, atau dalam terminologi lain: jenis-jenis kekuasaan (types of


power) (Robbins-1991), atau basis-basis kekuasaan sosial (the bases of social power)
(French-1960), pada hakekatnya teridentifikasi dari lima hal: legitimate power, coercive
power, reward power, expert power, dan referent power.

Legitimate Power (kekuasaan sah), yakni kekuasaan yang dimiliki seorang


pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan
yang memberi otoritas atau wewenang (authority) kepada seorang pemimpin untuk
memberi perintah, yang harus didengar dan dipatuhi oleh anak buahnya. Bisa berupa
kekuasaan seorang jenderal terhadap para prajuritnya, seorang kepala sekolah terhadap
guru-guru yang dipimpinnya, ataupun seorang pemimpin perusahaan terhadap
karyawannya.

Coercive Power (kekuasaan paksa), yakni kekuasaan yang didasari karena


kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian.
Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek
negatif yang bisa timbul. Pemimpin yang bijak adalah yang bisa menggunakan
kekuasaan ini dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif kepada anak buah.
Bukan hanya karena rasa senang-tidak senang, ataupun faktor-faktor subyektif lainnya.

Reward Power (kekuasaan penghargaan), adalah kekuasaan untuk memberi


keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa
terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin mempunyai kemampuan dan
sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-
arahannya. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah yang
berprestasi, promosi jabatan, uang, pekerjaan yang lebih menantang, dsb.

Expert Power (kekuasaan kepakaran), yakni kekuasaan yang berdasarkan karena


kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga
menyebabkan sang bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin mempunyai
pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan
terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan
hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis
apabila ditunjang oleh referent power atau legitimate power.

Referent Power (kekuasaan rujukan) adalah kekuasaan yang timbul karena


karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Logika
sederhana dari jenis kekuasaan ini adalah, apabila saya mengagumi dan memuja anda,
maka anda dapat berkuasa atas saya.
Seorang pemimpin yang memiliki jiwa leadership adalah pemimpin yang dengan
terampil mampu melakukan kombinasi dan improvisasi dalam menggunakan genesis
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Inilah yang disebut penulis dalam kalimat sebelumnya sebagai kepemimpinan yang
efektif (effective leadership), dimana implementasinya adalah dengan memanfaatkan
genesis kekuasaan, dan menerapkannya pada tempat yang tepat.

Dan marilah kita saksikan bagaimana khalifah Abu Bakar Asshidiq, menggunakan
legitimate power yang dimilikinya untuk memerintahkan Usamah bin Zaid meneruskan
rencana memimpin pengiriman tentara ke Syria, di sisi lain menggunakan referent
power untuk meminta ijin Usamah bin Zaid agar meninggalkan Umar Bin Khattab di
Madinah. Dan dalam keadaan yang berbeda, beliau memakai expert power ketika
menolak permintaan Fathimah (putri Rasulullah) dengan landasan hukum fiqih dan
hadits shahih, berkenaan dengan masalah harta warisan setelah Rasulullah SAW wafat.

Adalah Umar bin Abdul Aziz yang telah berhasil menggunakan coercive powernya
ketika menjabat sebagai gubernur wilayah Hejaz, untuk tidak memperbolehkan Hajjaj
bin Yusuf Atssaqafi (penguasa Iraq yang dhalim) melewati kota Madinah. Meskipun
secara kedudukan Hajjaj memiliki tempat istimewa di hati penguasa Daulat Bani
Umaiyah. Dan dengan kekuatan referent power dan reward power yang dimilikinya,
Umar bin Abdul Aziz telah berhasil menyatukan kelompok-kelompok Qeisiyah,
Yamaniah, Khawarij, Syiah, Mutazilah, yang secara terus menerus bertikai pada masa
itu. Juga berhasil mengumpulkan ulama-ulama yang shaleh dan terkemuka yang
sebelumnya telah mengasingkan diri, menjauhkan diri dari kekuasaan karena kerusakan
moral kekhalifahan Bani Umayah sebelumnya. Para ulama justru mendatangi Umar bin
Abdul Aziz, duduk bersama untuk memecahkan masalah umat.

2.6 Penerapan Kekuasaan Dalam Keopemimpinan


Kekuasaan yang dimaksudkan yaitu bagaimana kapasitas satu pihak (agen) untuk
memengaruhi pihak lain (Target). Seperti yang dikatakan oleh, Kenneth Blanchard:
“Saat ini, kunci dari kepemimpinan yang sukses adalah pengaruh, bukan wewenang.”
Ia menyebutkan bahwa pengaruh merupakan kunci sukses sebuah kepemimpinan.
Memang benar. Apabila kamu ingin menjadi pemimpin yang hebat, berusahalah
menjadi pemimpin yang memiliki pengaruh yang besar bagi pengikutmu.

Hasil dari mempengaruhi bisa bermacam – macam, yaitu:

1. Komitmen, maksudnya bawahan menerima dan menyetujui penuh keputusan


dari pemimpin tersebut, dan menjalankannya secara efektif.
2. Kepatuhan, maksudnya jangan sampai bawahan mematuhi pemimpin hanya
karena rasa apatis daripada antusiasme, sehingga tidak sepenuhnya berasal dari
hati mereka sendiri.
3. Perlawanan, mereka justru tidak tertarik dan menolak atau menjauh secara aktif
dan terang – terangan.
4. Proses Mempengaruhi
Kelman (1958) berpendapat bahwa ada 3 proses mempengaruhi:
5. Kepatuhan Instrumen, Karyawan melaksanakan pekerjaan yang diminta
pemimpin untuk mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari hukuman
yang dikendalikan oleh pemimpin.
6. Internalisasi, Karyawan memiliki komitmen mendukung dan menerapkan
proposal yang diajukan oleh pemimpin.
7. Identifikasi Personal, Karyawan meniru perilaku agen atau mengambil sikap
yang sama agar disukai oleh agen dan menjadi agen itu.

Pemimpin pemerintahan adakalanya tidak memiliki kekuasaan karena kekuasaan


berada pada pihak lain misalnya pedagang yang memenangkannya ketika pemilihan,
kepala negara yang diberi posisi yang dominan oleh konstitusi, atau bahkan kekuasaan
berada pada tangan rakyat banyak disaat sedang anarkisnya keadaan. Pengaruh
(influence) adalah berbagai yang dilakukan seseorang untuk mengubah perilaku
atasannya, teman sejawat, maupun para bawahannya. Untuk mengubah perilaku
berbagai pihak tersebut, seorang pemimpin menggunakan berbagai upaya antara lain:
penggunaan kekuasaan (Power), taktik mempengaruhi (Influence Tactics), mentoring,
modifikasi perilaku (behavior modification) dan komunikasi.

Kekuasaan dan keagungan berada diantara kesenangan setiap orang, dimana semua
kesenangan dapat berada diatas segalanya hanya melalui kekuasaan. Karena kekuasaan
orang menjadi koruptor, dimana kewenangan dapat menjadikan orang leluasa membuat
penyimpangan serta dengan kekuasaan orang akan mudah membuat keboborakan dan
kesalahan yang tidak menyenangkan orang lain pada umumnya. Dengan kekuasaan
membuat orang memiliki wewenang untuk melakukan sesuatu didalam kelompok yang
mengakui kekuasaan tersebut, baik didalam kelompok atau organisasi sosial dan politik
kemasyarakatan serta kelompok usaha bisnis. Kekuasaan itu memberi legitimasi untuk
bertindak, dengan alasan pengamanan kepentingan kelompok, kadang-kadang tidak
dapat dibedakan dengan kepentingan penguasa (individu) yang memiliki kekuasaan.

Filsafat Kekuasaan selalu ada didalam setiap masyarakat baik yang tradisional
maupun yang modern, hanya dibagi-bagi sesuai dengan fungsinya, kalau tidak dibagi
justru timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu secara tirani mampu
mempengaruhi semua pihak sesuai kehendak pemegang kekuasaan itu sendiri.

Menurut Max Weber kakuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok


orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan
sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu.

Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan


seseorang atau sekelompok orang, sehingga dengan begitu dapat merupakan suatu
konsep kuantitatif dan kualitatif karena dapat dihitung hasilnya dan dapat dirasakan
pengaruhnya. Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang
yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak
barang yang dimiliknya, serta seberapa terpengaruh orang lain oleh dirinya. Dari uraian
ini terlihat bahwa kekuasaan dapat meliputi ruang dan waktu, yang didalamnya ada
barang, manusia, dan uang. Tetapi pada ghaibnya kekuasaan itu dinilai pada
pengaruhnya terhadap manusia, terutama kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara.

BAB III

PENUTUP

1.1 Rangkuman

Kekuasaan dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan
sangat penting dalam kehidupan sosial di masyarakat. Kekuasaan adalah kemungkinan
seorang pelaku mewujudkan keinginannya didalam suatu hubungan sosial yang ada
termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan
kemungkinan itu.

Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap


organisasi yang didalamnya terdapat pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak
dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam
pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui orang-
orang agar perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat terjadi, maka kekuasaan
diperlukan. Sumber-sumber kekuasaan ialah kekuasaan legitimasi, kekuasaan imbalan,
kekuasaan paksaan, kekuasaan ahli, kekuasaan referensi, kekuasaan informasi, dan
kekuasaan koneksi.

1.2 Saran

Penulis telah berusaha menyelesaikan Makalah ini dengan sebaik-baiknya. Akan


tetapi, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Maka, penulis
sangat mengharapkan saran terutama dari dosen kami dan juga para pembaca untuk
membantu demi membangun kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mudhoffir, A. M. (2014). Pengertian kekuasaan Jurnal Sosiologi, 75-100.

II, B. A. Pengertian Efektivitas. Fakultas ilmu sosial universitas


muhammadiyah sumatera utara medan,8.

Asrida, W., Amin, R., & Marta, A. (2019). Sumber dan Bentuk Kekuasaan: Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 17(29), 35-45.

Arfandi, A., & Ihwan, M. (2020). Kekuasaan french dan raven. Jurnal Pendidikan Islam
Indonesia, 5(1), 98-114.

Rahman, K. (2017). Kepemimpinan dan Kekuasaan, 15(1), 100-115.

Syamsul, H. (2017). Penerapan kekuasaan dalam kepemimpinan: Jurnal Manajemen


Pendidikan, 1(2).

Anda mungkin juga menyukai