Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

METODE PENGOLAHAN INFORMASI


DISUSUN:
O
L
E
H
HENDRO
NIM : 131422069

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul [metode pengolahan informasi] ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari [Prof. Dr.
novianty djafari M.Pd] pada mata kuliah [psikologi pendidikan]. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang [metode pengolahan informasi] bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada [Prof. Dr. novianty djafari M.Pd], selaku dosen
pengampuh mata kuliah PSIKLOGI PENDIDIKAN yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Gorontalo, Desember 2022

Hendro
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................
1.1 latar belakang.................................................................................................................
1.2 rumusan masalah ..........................................................................................................
1.3 tujuan penulisan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
2.1 model pengolahan informasi ........................................................................................
2.2 penyebab ingat dan lupa................................................................................................
2.3 strategi memori..............................................................................................................
2.4 faktor membuat informasi bermakna.............................................................................
2.5 metakognisi....................................................................................................................
2.6 strategi pengajaran kognisi............................................................................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
3.1 kesimpulan.....................................................................................................................
3.2 saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Model pemrosesan informasi ditekankan pada pengambilan, penguasaan, dan
pemrosesan informasi. Model ini lebih memfokuskan pada fungsi kognitif peserta didik.
Model ini didasari oleh teori belajar kognitif (piaget) dan berorientasi pada kemampuan
peserta didik memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan
informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan,
mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan menggunakan
simbol verbal dan visual.
Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh robert gagne (1985). Asumsinya
adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam
bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal
(keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari
lingkungan). Interaksi antar keduanya akan menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran
merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia (human
capitalities) yang terdiri dari: (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi
kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.
1.2 Rumusan Masalah
1. model pengolahan informasi
2. penyebab ingat dan lupa
3. strategi memori
4. factor membuat informasi bermakna,
5. metakognisi
6. staregi pengajaran kognisi
1.3 Tujuan Pennulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu lebih mengetahui apa itu metode pengolahan
informasi, penyebab ingat dan lupa, strategi memori, factor membuat informasi bermakna,
metakognisi, strategi pengjaran kognisi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Model Pengawasan Informasi
Teori-teori mengenai sistem pengolahan informasi yang ada memiliki pandangan
yang berbeda-beda dalam hal proses-proses kognitif, namum pada dasarnya teori-
teori tersebut memiliki asumsi-asumsi yang sama. Salah satunya adalah pengolahan
informasi terjadi dalam tahapan-tahapan yang memisahkan natara penerimaan sebuah
stimulus dan pemberian sebuah respon. Dari hal tersebut dapat dilogikakan bahwa
bantuk informasi, atau bagaimana informsis tersebut direpresentasikan secara mental,
berbeda-beda tergantung pada tahapannya.
Asumsi lain mengenai pengolahan informasi menyatakan bahwa pengolahan
informasi dapat dianalogikan dengan pengolahan komputer. Fungsi-fungsi dari
sistem manusia serupa dengan sistem sebuah komputer. Sistem manusia menerima
informasi, menyimpannya dalam memori, dan mengambilnya lagi disaat yang
diperlukan. Para peneliti juga berasumsi bahwa pengolahan informasi terlibat
dalam semua aktivitas kognitif yaitu melihat/merasakan, mengulang, berpikir,
memecahkan masalah, mengingat, lupa, dan mencitrakan (Farnham-Diggory, 1992).
Pengolahan informasi menjangkau lebih dari konsep tradisional tentang pembelajaran
manusia.
Proses Pengolahan Informasi
Pengolahan informasi bermula ketika sebuah input stimulus (visual/auditori) mengenai
satu atau lebih pada pancaindera (pendengaran, penglihatan dan peraba). Register
sensorik yang sesuai menerima input dan menyimpannya sebentar dalam bentuk
rekaman inderawi. Dalam hal ini telah terjadi persepsi (pengenalan pola) yaitu proses
pemberian makna terhadap sebuah inputstimulus. Proses ini biasanya tidak termasuk
penamaan karena penamaan memerlukan waktu dan informasi hanya berdiam di
register sensorik selama sepersekian detik. Dalam persepsi terjadi pencocokan
sebuah input dengan informasi yang telah diketahui.
Register sensorik mentransfer informasi ke memori jangka pendek (STM/Short
Term Memory). STM adalah sebuah memori kerja (WM/Working Memory) dan
berhubungan dengan kesadaran, atau hal yang tertangkap oleh pikiran sadar pada
saat tertentu. Miller (1996) mengemukakan bahwa WM menyimpan tujuh plus atau
minus dua unit informasi. Sebuah unit merupakan item yang bermakna seperti
sebuah huruf, kata, bilangan, atau tuturan umum seperti contoh kata mata pelajaran.
Kapasitas dan durasi WM sangatlah terbatas sehingga untuk dapat dipertahankan
dalam WM maka harus sering diulang-ulang, karena tanpa pengulangan, informasi
tersebut akan hilang setelah beberapa detik.
Ketika informasi berada dalam WM, pengetahuan yang terkait dengannya dalam memory
jangka panjang (LTM/Long Term Memory) atau yang disebut juga dengan memori
permanen, akan diaktifkan dan ditempatkan dalam WM untuk digabungkan dengan
informasi yang baru. Untuk menyebutkan sebuah ibu kota negara bagian yang
diawali dengan huruf A, siswa mengingat nama-nama negara bagian yang
kemungkinannya berdasarkan daerah dari negaranya dan melakukan pemindaian nama-
nama ibu kota.
Proses kontrol mengendalikan aliran informasi diseluruh sistem pengolahan
iformasi. Pengulangan merupakan proses kontrol penting yang terjadi dalam WM.
Untuk materi verbal, pengulangan tampil dalam bentuk mengulang informasi dengan
mengucapkannya dengan suara jelas atau lirih. Proses-proses kontrol lainnya
meliputi kodean (menempatkan informasi dalam sebuah konteks yang bermakna),
pencitraaan (merepresentasikan informasi secara visual), mengimplementasikan
aturan-aturan pengambilan keputusan, mengorganisasikan informasi, memantau
tingkat pemahaman, serta menggunakan strategi-strategi penarikan, pengaturan diri dan
motivasional (Schunk, 2012)
Model dua-penyimpanan cenderung memiliki ciri-ciri bahwa ketika siswa memiliki
daftar item untuk dipelajari, mereka cenderung mengingat item-item awal dengan
baik dan item terakhir. Menurut model ini, pada item awal mendapatkan
pengulangan paling banyak dan ditransfer ke LTM, sementara item terakhir masih
berada pada WM saat proses mengingat. Item-item yang berada ditengan paling
sulit untuk diingat karena item-item tersebut tidak berada pada WM lagi saat proses
mengingat terjadi karena telah digeser oleh item berikutnya. Item-item tersebut
mendapat pengulangan paling sedikit dibandingkan dengan item-item awal dan
belum tersimpan dengan benar dan baik dalam LTM. Model dua-penyimpanan
berasumsi bahwa informasi diproses terlebih dahulu oleh register sensorik,
kemudian lanjut pada WM, dan terkhir diproses oleh LTM.
Dalam model dua-penyimpanan, sebuah pemberian stimulus diperhatikan dan
dirasakan maka stimulus tersebut akan ditransfer ke memori kerja jangka pendek
(Baddeley, 1992). WM adalah memori kita dari pikiran sadar yang dapat segera
diakses. WM memiliki dua fungsi penting yaitu memertahankan dan penarikan.
Informasi yang datang dipertahankan dalam kondisi aktif pada jangka waktu yang
pendek dan diproses dengan cara diulang atau dihubungkan dengan informasi yang
ditarik dari LTM. Ketika siswa membaca sebuah teks,WM menyimpan kata-kata
atau kalimat terakhir yang mereka baca selama beberapa detik. Siswa mungkin
mencoba mengingat poin tertentu dengan mengulanginya beberapa kali atau dengan
menanyakan apa hubungan topik tersebut dengan topik yang telah dibahas
sebelumnya dalam buku yang sedang mereka baca (menghubungkan informasi-
informasi dalam LTM).
WM memainkan peranan penting dalam pembelajaran. Dibandingkan dengan siswa
yang memiliki prestasi belajar normal, siswa yang memiliki kelemahan dalam
keterampilan membaca dan matematika menujukkan kerja WM yang lebih buruk
(Anderson & Lyxell, 2007). Implikasi pengajaran yang sangat penting adalah tidak
terlalu memberikan beban WM siswa dengan menyajikan materi terlalu banyak
dan terlalu cepat dalam menjelaskan materinya. Jika memungkinkan pengajar atau
guru memberikan informasi secara visual dan verbal untuk memastikan siswa dapat
mempertahankannya dalam WM mereka lebih lama sehingga informasi yang masuk
dapat diproses lebih lanjut secara kognitif.
Representasi pengetahuan dalam LTM tergantung pada frekuensi kontiguitas
(Baddeley, 1998). Semakin sering suatu fakta, peristiwa atau ide dijumpai maka
semakin kuat representasinya dalam memori. Selain itu, dua pengalaman yang
terjadi dalam waktu yang berdekatan akan cenderung dihubungkan dalam satu
memori sehingga ketika salah satunya diingat yang satunya akan teraktifskan.Untuk
itu informasi dalam LTM direpresentasikan dalam struktur-struktur asosiatif.
Pengetahuan yang disimpan dalam beragam kekayaannya. Setiap orang memiliki
memori-memori yang jelas tentang pengadlaman-pengalaman yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan.
Seorang pengajar/guru dapat memperlancar proses pembelajaran ketika mereka
mengembangkan materi ajar dengan tujuan membantu siswa menghubungkan informasi-
informasi yang baru dengan dengan pengetahuan-pengetahuan yang ada dalam
memori. Inforsmasi yang bermakna, dijelaskan atau dikembangkan dan diorganisasikan
akan lebih mudah digabungkan kedalam jaringan-jaringan LTM. Guru sebaiknya
menyiapkan sebuah materi pelajaran yang siswanya dapat mengaitkannya dengan
pengetahuan yang bersifat umum dan mendasar.
Salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran adalah memutuskan penting
atau tidaknya suatu informasi yang diberikan kepada siswa. Tidak semua informasi yang
dipelajari harus dijelaskan. Pemehaman siswa akan dapat terbantu ketika siswa hanya
mengembangkan aspek-aspek yang paling penting dari suatu materi ajar. Penjelasan
dapat membantu siswa dalam penarikan informasi dengan cara memberikan jalur-jalur
yang silih berganti yang menjadi jalan bagi menyebarnya aktivasi, sehingga jika
jalur yang satu terhambat maka jalur lain masih tersedia (Anderson, 2000).
Penjelasan juga memberikan informasi tambahan yang dapat menjadi sumber
dibangunnya jawaban-jawaban, seperti ketika siswa harus menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang informasinya ada dalam bentuk yang berbeda dengan bentuk dari
meteri yang dipelajari.
3.Aplikasi-aplikasi dalam Pembelajaran
Prinsip-prinsip pengelolahan informasi semakin sering diaplikasikan dalam proses
pembelajaran di kelas. Relevansi teori ini dengan pendidikan akan terus
berkembang seiring penelitian-penelitian dimasa mendatang. Tiga aplikasi pengajaran
yang mencerminkan prinsip pengolahan informasi adalah organisator-organisator
pengantar, kondisi pembelajaran, dan muatan kognitif.
Organisator Pengantar
Organisator pengantar (advanceorganizer) adalah pernyataan umum yang disajikan
diawal pembelajaran yang membantu mengoneksikan materi yang baru dengan
pembelajaran sebelumnya (Mayer, 1984). Pengantar semacam ini mengarahkan
siswa terhadap konsep-konsep penting untuk dipelajari, menggaris bawahi
hubungan-hubungan antar gagasan, dan mengaitkan materi yang baru dengan hal-hal
yang sudah diketahui oleh siswa. Hal ini diasumsikan bahwa struktur-struktur
kognitif siswa terorganisasikan secara hierarkis sehingga konsep-konsep yang
terbuka membawahi konsep-konsep yang tingkatannya berada dibawah.
Landasan konseptual untuk organisator pengantar diperoleh dari teori Ausubel
tentang pembelajaran resepsi yang bermakna. Belajar menjadi bermakna ketika materi
yang baru memiliki hubungan sistematis dengan konsep-konsep yang relevan
dalam LTM, yang berarti bahwa materi baru memperluas, memodifikasi atau
mengembangan informasi dalam memori. Kebermaknaan juga bergantung pada
variabel-variabel personal seperti usia, latar belakang pengalaman, status sosial-ekonomi,
latar belakang pendidikan. Pengalaman-pengalaman yang telah lalu menentukan
apakan siswa merasa pembelajarannya memiliki makna.
Ausubel juga mendukung pengajaran deduktif yakni ide-ide umum diajarkan
terlebih dahulu kamudian diikuti dengan poin-poin spesifik (Ausubel, 1980). Dalam
hal ini guru harus membantu siswanya memcahkan ide-ide yang baru menjadi poin-
poin yang lebih kecil dan spesifik, dan menghubungkan ide-ide yang baru tersebut
dengan muatan yang serupa didalam memori. Dalam pengertian pengolahan
informasi, tujuan dari modelini adalah mengembangkan jaringan-jaringan proposisi
dalam LTM dengan menambahkan pengetahuan dan membangun hubungan-
hubungan antar jaringan. Pengajaran deduktif lebih berhasi diterapkan pada objek
pembelajar dengan usia matang (andragogi).
Organisator-organisator pengantar menyiapkan tahapan untuk pembelajaran resepsi yang
bermakna. Organisator dapat bersifat ekspositoris atau komparatif. Organisator
ekspositoris memberi siswa pengetahuan baru yang diperlukan untuk memahami
pelajaran, yang mencakup definisi-definisi dan generalisasi konsep. Sedangkan
organisator komparatif memperkenalkan materi yang baru dengan menarik analogi
dengan materi yang telah dikenal sebelumnya. Organisator komparatif mengaktifkan
dan menghubungkan jaringan-jaringan dalam LTM.

2.2 Penyebab Ingat Dan Lupa


A. Pengertian lupa.
Lupa (Forgetting) adalah hilangnya kemampuan untuk menyebutkan atau memproduksi
kembali apa-apa yang sebelumnya telah kita pelajari. Menurut Gulo2 dan Reber3
mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang
pernah dipelajari atau dialami. Dengan demikian lupa bukanlah peristiwa hilangnya item
informasi dan pengetahuan dari akal kita. Contoh: Seorang Mahasiswa yang menyontek
saat Ulangan Akhir Semester (UAS) karena kesulitan mengungkapkan materi suatu mata
kuliah yang pernah dijelaskan oleh Dosen. Hal tersebut dapat dikatakan, mahasiswa
tersebut menyontek karena lupa.
B. Faktor-faktor yang menyebabkan lupa.
Lupa yang dialami seseorang dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Lupa dapat terjadi jika terjadi konflik-konflik antara item-item informasi atau materi
pelajaran yang ada di sistem memori seseorang. Contoh, seorang siswa yang mempelajari
rumus tabung, lingkaran dan kerucut dalam waktu yang pendek. Gangguan-gangguan
yang terjadi dalam memori seseorang ada 2:
Pertama, Proactive Interference (gangguan proaktif), Gangguan ini terjadi jika seorang
siswa mempelajari sebuah materi pelajaran yang sangat mirip dengan materi pelajaran
yang telah dikuasainya dalam waktu yang relatif pendek. Dalam keadaan demikian materi
pelajaran yang baru sulit untuk diingat dan dengan sangat mudah untuk dilupakan.
Kedua, Retroactive Interference. Gangguan ini terjadi jika materi pelajaran baru
membawa konflik dan gangguan terhadap pemanggilan kembali materi pelajaran yang
telah lebih dahulu tersimpan dalam subsistem akal permanennya siswa tersebut. Dalam
hal ini materi pelajaran lama akan sangat sulit diingat atau diproduksi kembali.
Ketiga, Lupa dapat terjadi karena perbedaan situasi lingkungan antara waktu belajar
dengan waktu mengingat kembali item tersebut.
Keempat. Lupa dapat terjadi karena adanya perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses dan situasi belajar tertentu.
Kelima. Menurut law of disuse,lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah
dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Keenam. Lupa dapat terjadi
karena perubahan urat syaraf otak.
Seorang siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol dan
gagar otak akan kehilangan ingatan atas item-item informasi yang ada dalam memori
permanennya. Namun demikian, bukan berarti materi yang telah terlupakan itu hilang di
memori manusia namun terlalu lemah untuk dipanggil lagi atau diingat kembali. Ini dapat
dibuktikan jika seseorang telah lama tidak mempelajari materi yang pernah dipelajari
pada masa lalu itu, akan sulit untuk memanggil materi itu, namun setelah orang tersebut
mempelajarinya kembali, akan dapat menguasai dan mengingat kembali materi itu dalam
waktu yang pendek.
Jenis-jenis Lupa
1. Lupa-Hilang
Kerap kali pengertian “lupa” dan “hilang” secara spontan dianggap sama , padahal apa
yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil refleksi atas
pengalaman belajar di sekolah, memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah
dicamkan dan dimasukkan dalam ingatan (long-term memory) tetap menjadi milik pribadi
dan tidak menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain, kenyataan bahwa seseorang tidak
dapat mengingat sesuatu, belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah hal
yang pernah dialami atau dipelajari sama sekali tidak memmpunyai efek apa-apa. Jadi,
lupa bukan berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan
tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan
di alam bawah sadar.
Lupa adalah fenomena psikologis, suatu proses yang terjadi didalam kehidupan mental. Jutaan
informasi telah direkam dan diserap melalui “computer otak”. Perlu diketahui bahwa hilangnya
informasi dari ingatan jangka pendek disebabkan oleh dua hal, yaitu karena gangguan dan
waktu.
Mengingat hal-hal yang baru dapat mengganggu hal-hal yang lama. Pada waktu tertentu,
kemampuan ingatan jangka pendek yang terbatas itu penuh dengan informasi-informasi baru,
sehingga hilanglah ingatan jangka pendek karena usangnya waktu. Semakin lama informasi di
dalam ingatan jangka pendek semakin melemah keadaannya dan akhirnya hilang lenyap tak
berbekas.
Informasi yang hilang dari ingatan jangka pendek itu benar-benar lenyap. Tetapi informasi yang
tersimpan dalam ingatan jangka panjang tidak pernah hilang dan selalu dapat diingat kembali
asalkan kondisinya tepat.
Freud pernah mengatakan bahwa kadang-kadang secara sengaja kita melupakan atau menekan
informasi atau pengetahuan tertentu yang tidak diinginkan untuk diingat-ingat. Gangguan-
gangguan yang menyebabkan terjadinya lupa, baik dalam ingatan jangka panjang maupun dalam
ingatan jangka pendek ditunjang oleh hasil-hasil penellitian, bahwa informasi-informasi yang
baru dapat membingungkan informasi-informasi yang lama, apalagi bila yang lama itu sifatnya
kabur. Bila informasi-informasi yang baru menyulitkan orang untuk mengingat kembali
informasi-informasi yang lama disebut “inhibisi retroaktif” atau gangguan retroaktif. Sebaliknya,
bila informasiinformasi yang lama menyulitkan orang untuk mengingat kembali informasi-
informasi yang baru dinamakan “inhibisi proaktif” atau gangguan proaktif.
2. Lupa – lupa Ingat Lupa-lupa
ingat berlainan dengan lupa-lupaan, dan tidak sama dengan melupakan. Lupa-lupaan
berarti pura-pura lupa. Melupakan berarti melalaikan; tidak mengindahkan . baik lupa-
lupaan maupun melupakan mengandung unsure kesengajaan. Sedangkan lupa-lupa ingat
berarti tidak lupa, tidak ingat benar; (masa samar, tetapi kurang pasti) ; agak lupa.
Terkadang kita mencoba mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang kita dan merasa
seolah-olah kita hampir mengingatnya, tetapi tidak dapat mengingat betul apa yang kita
ingat itu, entah itu nama seorang teman, tempat berlangsungnya kejadian tertentu, tanggal
lahir seorang pahlawan nasional, dan sebagainya. “ hampir ingat “ disebut “gejala ujung
lidah”.
2.3 strategi memory
Strategi memori Khadijah (2011: 144), ”Strategi memori adalah strategi yang digunakan
untuk membantu memudahkan dalam mengingat informasi dengan lebih baik.” Individu-
individu berbeda-beda dalam kemampuannya mengingat, tetapi tiap orang dapat
meningkatkan kemampuan mengingatnya dengan pengaturan kondisi yang lebih baik dan
penggunaan metode yang lebih tepat (Suryabrata, 2010: 54).

Kemampuan memori manusia terbatas dan berbeda-beda antara satu dengan orang
lainnya. Namun demikian, ada cara-cara tertentu yang dapat ditempuh seseorang agar
mudah mengingat suatu informasi, antara lain dengan menjaga kondisi fisik agar selalu
sehat dan bugar, menciptakan suasana dan ruang yang tepat untuk belajar, dan
sebagainya. Brynes (dalam Khadijah, 2011:144) menyebutkan lima strategi yang dapat
ditempuh untuk meningkatkan kemampuan mengingat seseorang, yaitu rehearsal,
organisasi, elaborasi, method of loci, dan metode kata kunci (key word method).

Strategi rehearsal ditempuh dengan memperbanyak latihan atau pengulangan suatu


informasi. Strategi organisasi dilakukan dengan menyusun informasi-informasi yang
diterima dalam kelompok-kelompok tertentu. Strategi elaborasi dilakukan dengan
menciptakan makna tertentu terhadap informasi yang diterima. Strategi of loci dilakukan
dengan cara menggunakan tempat-tempat tertentu yang telah dikenal untuk membantu
mengingat. Strategi kata kunci dilakukan dengan menggunakan kata-kata tertentu yang
sama untuk mengingat informasi.
2.4 fakor membuat informasi bermakna
Menurut Ausubel (Burhanuddin, 1996:116) faktor utama yang mempengaruhi belajar
bermakna adalah struktur kognitif yang telah ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan
dalam sutu bidang studi dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan
validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul pada waktu informasi baru masuk ke dalam
struktur kognitif itu, demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Ausubel menolak
pendapat bahwa semua kegiatan belajar dengan menemukan adalah bermakna, sedangkan
kegiatan dengan ceramah adalah kurang bermakna. Belajar ini perlu bila seseorang
memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak
berhubungan dengan apa yang telah ia ketahui.
Menurut Ausubel dan Novak (Burhanuddin, 1996: 115) ada tiga kebaikan belajar
bermakna, yaitu:
1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat
2) Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat
meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses
belajar mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip
3) Informasi yang pernah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih
meninggalkan bekas sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi
pelajaran yang mirip walaupun telah lupa.
A. Teori Belajar Bermakna Ausubel
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori
belajar bermakna (meaningfull). Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan
belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal
menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi
tidak menerima pelajaran begitu saja.
Menurut Ausubel (Burhanuddin, 1996 : 112) pembelajaran bermakna merupakan suatu
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah
struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan pada waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang
belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka.
B. Tipe Belajar Menurut Ausubel
Ada beberapa tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih
dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru
tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya,
kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah
dimiliki.
C. Kebaikan Belajar Bermakna Menurut Ausubel dan Novak (Burhanuddin, 1996 : 115)
ada tiga kebaikan belajar bermakna, yaitu :
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2. Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep relevan sebelumnya dapat
meningkatkan konsep yang telah dikuasai sebelumnya sehingga memudahkan proses
belajar mengajar berikutnya untuk memberi pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang pernah dilupakan setelah pernah dikuasai sebelumnya masih
meninggalkan bekas sehingga memudahkan proses belajar mengajar untuk materi
pelajaran yang mirip walaupun telah lupa.
Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
1. Belajar menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memiliki strategi
belajar bermakna,
2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa.
3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan
intelektual siswa.
D. Hubungan Teori Belajar Bermakna dan Konstruktivisme
Teori Belajar Bermakna Ausubel sangat dekat dengan Konstruktivisme. Keduanya
menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta
baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya
asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa.
Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa
melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel
beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat
pendidikan dasar, akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan
langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan
langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif
kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
E. Langkah-langkah Belajar Bermakna Menurut Ausubel
Cara Pembelajaran Bermakna dengan Menggunakan Peta Konsep :
1) Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran.
2) Tentukan konsep-konsep yang relevan.
3) Urutkan konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif atau
contoh-contoh.
4) Susun konsep-konsep tersebut di atas kertas mulai dari konsep yang paling inklusif di
puncak konsep ke konsep yang tidak inklusif di bawah.
5) Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata penghubung sehingga menjadi sebuah
peta konsep.
6) Langkah-langkah yang dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel
adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, integrative
reconciliation, dan consolidation.
Advance organizer merupakan pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang
menyengkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas (Suherman, 2001: 8). Model
pembelajaran disusun untuk mengarahkan belajar, dimana guru membantu siswa untuk
memperoleh informasi, ide keterampilan, nilai, cara berpikir dan mengekspresikan dirinya
(Joyce et.al dalam Budiningsih, 2003 : 11).
Langkah-langkah Belajar Bermakna Menurut Ausubel :
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar,
dan sebagainya).
3) Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam
bentuk konsep-konsep inti.
4) Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang
akan dipelajari siswa.
5) Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk
nyata/konkret.
6) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2.5 Metakognisi

Pengertian Metakognisi

Berikut definisi dan pengertian metakognisi dari beberapa sumber buku:

 Menurut Wilson dan Clarke (2004), metakognisi adalah suatu kesadaran peserta didik
(awarenes), pertimbangan (consideration) dan pengontrolan atau pemantauan terhadap
strategi serta proses kognitif diri mereka sendiri. 
 Menurut Zakariya (2015), metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang sistem
kognitifnya, berpikir seseorang tentang berpikirnya, dan keterampilan esensial seseorang
dalam belajar untuk belajar. 
 Menurut Herman dan Suryadi (2008), metakognisi merupakan kesadaran seseorang
tentang proses berpikirnya pada saat melakukan tugas tertentu kemudian menggunakan
kesadarannya untuk mengontrol apa yang dilakukannya. 
 Menurut Desmita (2009), metakognisi adalah pengetahuan eksplisit yang dimiliki
manusia tentang cara berpikir dan pada aturan yang mereka buat sendiri sehingga mereka
dapat menjalankannya ketika menerapkan pengetahuan tersebut. 
 Menurut Ormrod (2009), metakognisi merupakan pengetahuan dan keyakinan
mengenai proses-proses kognitif seseorang, serta usaha-usaha sadarnya untuk terlibat
dalam proses berperilaku dan berpikir sehingga meningkatkan proses belajar dan memori.

Komponen Metakognisi
Menurut Flavell (Desmita, 2010), komponen metakognisi ada dua, yaitu pengetahuan
metakognisi dan pengalaman metakognisi. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge)


Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang diperoleh tentang proses-proses
kognitif yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif.
Pengetahuan metakognisi juga diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki seseorang dan
tersimpan di dalam memori jangka panjang yang dapat diaktifkan atau dipanggil kembali
sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara sadar dan disengaja,
atau diaktifkan tanpa disengaja atau secara otomatis muncul ketika seseorang dihadapkan
pada permasalahan tertentu.
Pengetahun metakognisi terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. Pengetahuan deklaratif yang mengacu kepada pengetahuan tentang fakta dan konsep-
konsep yang dimiliki seseorang atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemikirannya
dan perhatiannya dalam memecahkan masalah.
2. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu,
bagaimana melakukan langkah-langkah atau strategi-strategi dalam suatu proses
pemecahan masalah.
3. Pengetahuan kondisional yang mengacu pada kesadaran seseorang akan kondisi yang
mempengaruhi dirinya dalam memecahkan masalah, yaitu: kapan suatu strategi
seharusnya diterapkan, mengapa menerapkan suatu strategi dan kapan strategi
tersebut digunakan dalam memecahkan masalah.
b. Pengalaman metakognisi (metacognitive experimences)
Pengalaman atau regulasi metakognisi adalah pengaturan kognisi dan pengalaman
belajar seseorang yang mencakup serangkaian aktivitas yang dapat membantu dalam
mengontrol kegiatan belajarnya. Pengalaman-pengalaman metakognisi melibatkan
strategi-strategi metakognisi atau pengaturan metakognisi. Strategi-strategi
metakognisi merupakan proses-proses yang berurutan yang digunakan untuk
mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah
dicapai.
Pengalaman metakognisi terdiri dari tiga proses, yaitu:
1. Proses Perencanaan. Proses perencanaan merupakan keputusan tentang berapa
banyak waktu yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, strategi apa
yang akan dipakai, sumber apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana memulainya,
dan mana yang harus diikuti atau tidak dilaksanakan lebih dulu.
2. Proses Pemantauan. Proses pemantauan merupakan kesadaran langsung tentang
bagaimana kita melakukan suatu aktivitas kognitif. Proses pemantauan
membutuhkan pertanyaan seperti: adakah ini memberikan arti?, dapatkah saya
untuk melakukannya lebih cepat? dan lain-lain.
3. Proses Evaluasi. Proses evaluasi memuat pengambilan keputusan tentang proses
yang dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran dan pembelajaran. Misalnya,
dapatkah saya mengubah strategi yang dipakai?, apakah saya membutuhkan
bantuan? dan lain-lain.

Indikator Metakognisi
Kemampuan metakognisi berkaitan dengan proses berpikir siswa tentang berpikirnya
agar menemukan strategi yang tepat dalam memecahkan masalah. Setiap siswa
memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menghadapi masalah. Kemampuan
metakognisi sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah agar dalam bekerja siswa
lebih sistematis dan terarah serta mendapatkan hasil yang baik.
Menurut Swartz dan Perkins (Mahromah, 2012), kemampuan metakognisi seseorang
terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1. Tacit use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengambilan keputusan
tanpa berpikir tentang keputusan tersebut. Dalam hal ini, siswa menerapkan
strategi atau keterampilan tanpa kesadaran khusus atau melalui coba-coba dan asal
menjawab dalam menyelesaikan masalah.
2. Aware use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan kesadaran siswa
mengenai apa dan mengapa siswa melakukan pemikiran tersebut. Dalam hal ini
siswa menyadari bahwa dirinya harus menggunakan suatu langkah penyelesaian
masalah dengan memberikan penjelasan mengenai alasan pemilihan langkah
tersebut.
3. Strategic use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan pengaturan individu
dalam proses berpikirnya secara sadar dengan menggunakan strategi-strategi
khusus yang dapat meningkatkan ketepatan berpikirnya. Dalam hal ini, siswa
sadar dan mampu menyeleksi strategi atau keterampilan khusus untuk
menyelesaikan masalah.
4. Reflective use, yaitu jenis pemikiran yang berkaitan dengan refleksi individu
dalam proses berpikirnya sebelum dan sesudah atau bahkan selama proses
berlangsung dengan mempertimbangkan kelanjutan dan perbaikan hasil
pemikirannya. Dalam hal ini, siswa menyadari dan memperbaiki kesalahan yang
dilakukan dalam langkah-langkah penyelesaian masalah.
Kemampuan metakognisi seseorang dapat diketahui melalui tiga komponen atau
elemen dasar, yaitu: elemen perencanaan, elemen kontrol, dan elemen penilaian.
Adapun indikator dari komponen metakognisi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Indikator Perencanaan
1. Menentukan informasi awal dan petunjuk awal yang berkaitan dengan
permasalahan.
2. Menentukan/menyusun hal-hal yang harus dilakukan.
3. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan.
4. Memastikan kesesuaian informasi dengan permasalahan.

b. Indikator Pemantauan
1. Mengatur setiap langkah berjalan dengan baik.
2. Menganalisa informasi yang penting untuk diingat.
3. Memutuskan langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya apakah perlu
terjadi perubahan atau pindah pada petunjuk lain.
4. Memutuskan langkah yang harus dilakukan jika menemui kendala

c. Indikator Penilaian
1. Memeriksa kembali setiap langkah-langkah telah berjalan dengan baik.
2. Memeriksa kembali apakah diperlukan pertimbangan khusus lain dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut.
3. Memperkirakan kemungkinan cara lain yang dapat digunakan dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut.
4. Memperkirakan kemungkinan penggunaan strategi yang telah digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan lain.

Langkah-langkah Pembelajaran Metakognisi


Menurut Apriani (2012), langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode
metakognisi adalah sebagai berikut:
a. Tahap diskusi awal (Introductory Discussion) Pertama-tama guru menjelaskan
tujuan tentang topik yang akan dipelajari. Setiap siswa dibagi bahan ajar, dan
penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
tertera dalam bahan ajar tersebut. Siswa dibimbing menanamkan kesadaran dengan
bertanya dan menjawab kepada diri sendiri pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dalam bahan ajar. Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa diharapkan dapat
memahami uraian materi dan sadar apa yang dilakukannya, bagaimana
melakukannya, bagian mana yang belum dipahami pertanyaan apa yang timbul dan
bagaimana upaya untuk mencari solusinya. Contoh pertanyaannya seperti: Apakah
saya memahami semua uraian materi tadi?, Jika tidak memahami, apa yang ingin
saya tanyakan? Mendiskusikan pertanyaan tersebut dengan teman sekelompok. Apa
hasil diskusi tersebut?
2. Tahap Kerja Mandiri/Individu (Independent Work)
Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakan secara
individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan pengaruh timbal balik secara
individual. Pengaruh timbal balik metakognitif akan menuntun siswa untuk
memusatkan perhatian pada kesalahannya dan memberikan petunjuk agar siswa dapat
mengoreksinya sendiri. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak
hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan tetapi juga
menuntun proses berpikirnya agar siswa menemukan jawaban yang benar.
3. Tahap Penyimpulan
Penyimpulan yang dilakukan oleh siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang telah
dilakukan dikelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru membimbing
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang kamu pelajari hari ini?,
Apa yang kamu pelajari tentang diri kamu sendiri dalam menyelesaikan soal
matematika yang diberikan?.

2.6 strategi pengajaran kognisi


 A. Pengertian strategi kognitif 
Menurut Pressley (dalam Nur, 2004:6) stretegi-strategi belajar adalah: Operator-
operator kognitif meliputi dan di atas proses-proses yang secara langsung terlibat
dalam menyelesaikan suatu tugas [belajar]. Strategi-strategi tersebut merupakan
strategi-strategi yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah belajar tertentu.

Sedangkan Mohamad Nur (2004:6) mengemukakan bahwa ”strategi-strategi belajar


(strategi kognitif) mengacu pada perilaku dan proses-proses berfikir yang digunakan
oleh siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses memori dan
metakognitif“.
Lebih lanjut Gagne mengemukakan bahwa strategi kognitif adalah kapabilitas-
kapabilitas yang secara internal terorganisasi yang memungkinkan siswa
menggunakannya untuk mengatur cara dia belajar, mengingat, dan berpikir. Berbeda
dengan keterampilan intelektual yang memungkinkan siswa untuk menggunakan
angka-angka, kata-kata, atau simbol-simbol yang berada di luar (di lingkungan), maka
strategi kognitif memungkinkan siswa mengendalikan perilakunya sendiri dalam
menghadapi lingkungannya. Siswa menggunakan strategi kognitif ketika ia mengikuti
berbagai uraian dari apa yang sedang dibaca atau apa yang sedang dipelajari. Siswa
menggunakan beberapa strategi kognitif dalam memikirkan apa yang telah ia pelajari
dan dalam memecahkan masalah.
Strategi kognitif dalam banyak tulisan mengenai pendidikan sering diasosiasikan
dengan “belajar untuk belajar” atau “belajar bagaimana berpikir”. Strategi kognitif
merupakan tujuan pendidikan yang prioritasnya tinggi karena pengetahuan siswa
tentang strategi kognitif dalam belajar dan berpikir merupakan salah satu komponen
penting pembangun metakognisi. Sejalan dengan itu, Winkel (1996) menjelaskan
bahwa siswa yang pandai menemukan sendiri siasat-siasat belajar, seakan-akan
belajarnya menjadi lebih baik karena memiliki intelegensi yang lebih baik, padahal
hasil yang lebih baik itu bersumber pada cara belajar yang penuh kesadaran,
sistematis, dan penuh refleksi diri. Oleh karena itu, cara atau siasat belajar yang
sebenarnya dapat juga diajarkan kepada siswa yang tidak begitu pandai, sehingga
siswa yang lemah pun dapat maju.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah sangatlah bermanfaat mengajarkan strategi
kognitif kepada siswa. Hal ini didukung dengan apa yang dikemukakan oleh
Muhammad Nur (2004) bahwa mengajarkan strategi-strategi kognitif dapat membawa
ke arah peningkatan hasil belajar siswa secara nyata.
Mengacu pada kesimpulan di atas, maka strategi kognitif yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah cara atau prosedur yang digunakan oleh siswa dalam mengelola
proses berpikirnya untuk memecahkan suatu masalah matematika dan dijadikan
sebagai salah satu tujuan pembelajaran selain tujuan yang berkaitan dengan materi
matematika dalam perangkat yang dikembangkan.
B. Jenis-jenis strategi kognitif
Strategi kognitif terdiri atas strategi kognitif memahami materi dan strategi kognitif
pemecahan masalah.
a. Strategi kognitif memahami materi terdiri atas:
1) Strategi pengulangan sederhana
Strategi ini terdiri dari pengulangan informasi secara verbal (nomor telepon) secara
berulang-ulang sehinggga informasi itu dapat disimpan di dalam memori jangka-
pendek cukup lama untuk memproses informasi tersebut. Strategi pengulangan
kompleks terdiri dari penambahan sesuatu yang bermakna pada pengulangan verbal,
seperti menghubungkan dengan tanggal lahir seseorang. Dengan menambahkan
sesuatu yang bermakna kepada informasi yang sedang dipelajari, dengan pengulangan
kompleks lebih besar kemungkinannya informasi dapat dikodekan ke dalam memori
jangka panjang. Contoh dari strategi terakhir ini adalah menggaris bawahi dan
memberikan catatan pinggir.
2) Strategi-strategi elaborasi
Strategi ini membantu dalam proses pengembangan makna informasi baru dengan
penambahan rincian dan penemuan hubungan-hubungan. Strategi ini menggunakan
skemata yang telah ada diotak untuk membuat informasi baru mudah diingat atau
dipelajari. Pembuatan catatan, penggunaan analogi, dan metode PQ4R {preview
(membaca selintas dengan cepat), question (bertanya), read (membaca), reflect
(refleksi), recite (tanya – jawab sendiri), dan review (mengulang secara menyeluruh)}.
3) Strategi organisasi
Strategi ini meningkatkan kebermaknaan bahan-bahan pembelajaran baru dengan
menerapkan struktur pengorganisasian baru pada ide-ide sederhana dan kompleks.
Strategi-strategi organisasi yang umum digunakan adalah mnemonics, outlining, dan
peta konsep.
4) Strategi metakognitif
Strategi ini berhubungan dengan berfikir siswa dengan berfikirnya sendiri dan
kemampuannya untuk memonitor proses-proses kognitif. Strategi-strategi metakognitf
meliputi dua-duanya, yaitu pengetahuan tentang kognisi dan kemampuan memonitor,
mengendalikan, dan mengevaluasi fungsi kognitif diri sendiri.
Di antara jenis-jenis strategi kognitif di atas yang termasuk jenis strategi kognitif
dalam memahami materi adalah: strategi pengulangan, strategi elaborasi, dan strategi
organisasi.
b. Strategi kognitif dalam memecahkan masalah
Menurut Anderson, Ellis dan Hunt (dalam Suharnan, 2005:307) pada dasarnya
prosedur atau strategi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah ada dua
macam yaitu algoritmik dan heuristik. Algoritmik adalah suatu perangkat aturan atau
tata cara yang dapat menjamin pemecahan suatu masalah. Sedangkan heuristik adalah
suatu perangkat yang menggunakan hukum kedekatan sehingga tidak menjamin
perolehan pemecahan meskipun kemungkinan besar dapat berhasil.

Selanjutnya Suharnan (2005:307) mengemukakan beberapa metode atau strategi yang


dapat digunakan dalam memecahkan masalah. Berikut ini penjelasan dari masing-
masing jenis strategi tersebut.
a) Strategi acak (algoritmik). Strategi ini dijalankan tanpa pengetahuan khusus yang
dapat membimbing seseorang ke arah pemecahan masalah. Cara ini sering disebut
trial and error.
b) Strategi heuristik Dalam strategi ini, seseorang menggunakan pengetahuannya
untuk mengidentifikasi sejumlah jalan atau cara yang akan ditempuh dan diaggap
menjanjikan bagi penemuan pemecahan suatu masalah.
c) Proximity methods. Dalam strategi ini seseorang menempuh jalan atau cara yang
dipersepsi lebih mendekati tujuan yang diinginkan.
d) Analogi. Analogi dapat dilakukan dengan cara membandingkan pola masalah yang
tengah dihadapi dengan pola masalah serupa yang pernah dialami baik oleh orang
yang bersangkutan maupun orang lain.
e) Maching. Cara ini hampir sama dengan metode kedekatan, seseorang memahami
situasi yang tengah dihadapi dengan tujuan yang diinginkan, lalu ia membandingkan
dengan pengetahuan yang ada diingatannya.
f) Generate test method. Pemecahan masalah membutuhkan dua proses. Pertama,
pemecahan masalah yang paling memungkinkan dicari atau dihasilkan. Kedua,
selanjutnya gagasan pemecahan yang dihasilkan itu lalu diuji apakah dapat berjalan
dengan baik. Jika belum berhasil, hal ini dilakukan sampai ditemukan cara yang baik
dan efektif.
g) Means and analysis. Dalam strategi ini, seseorang membagi masalah yang dihadapi
menjadi bagian-bagian tertentu.
h) Backward search (berjalan mundur). Strategi ini dilakukan dengan berjalan
mundur, yakni seseorang mulai pada tujuan yang diinginkan (goal state) dan bergerak
mundur ke belakang menuju pada keadaan yang dihadapi semula (original state).
i) Forward search (berjalan ke depan). Strategi ini dilakukan dengan berjalan maju,
yakni seseorang memulai dari kenyataan yang dihadapi, kemudian secara bertahap
bergerak menuju pada tujuan akhir yang diinginkan.
Menurut Nurdin (2007), strategi kognitif  pemecahan masalah terdiri atas 
a) Prosedur heuristik. Prosedur heuristik yaitu menemukan jawaban atas suatu
masalah dengan cara yang tidak ketat, seperti dengan menggambar, membuat
diagram, atau analogi.
b) Prosedur berpikir mundur. Prosedur ini merupakan prosedur pemecahan masalah
yang bertitik tolak dari tujuan yang telah diketahui dan menemukan jalan untuk
menuju ke tujuan tersebut.
c) Prosedur berpikir maju. Prosedur ini dalam pemecahan masalah adalah berangkat
dari garis star (hal yang diketahui) dan kemudian memikirkan berbagai jalan untuk
sampai pada garis finis/tujuan (hal yang ditanyakan), bahkan dengan jalan
mencobanya.
d) Strategi berpikir induktif. Strategi ini adalah strategi pemecahan masalah yang
berpangkal dari hal-hal yang khusus, selanjutnya secara bertahap menuju kepada
suatu simpulan atau sifat yang umum.
e)  Prosedur berpikir deduktif. Prosedur ini dalam pemecahan masalah adalah
menerapkan hal yang umum untuk hal-hal yang bersifat khusus.
Sedangkan menurut Winkel (1996:128) strategi yang dapat digunakan
dalam memecahkan masalah antara lain dengan cara:
1.  Bekerja mundur, yaitu bertitik tolak dari tujuan yang telah diketahui dan
menemukan sarana atau jalan yang menuju ke sana.
2.   Bekerja maju, yaitu berangkat dari garis start dan kemudian memikirkan berbagai
jalan untuk sampai pada garis finis atau tujuan.
3.  Analogi, yaitu menerapkan suatu jalan pemecahan yang ternyata efektif dalam
meyelesaikan soal A, pada soal B yang mirip.
4.   Brainstorming, yaitu mengemukakan usul pemecahan sebanyak mungkin tanpa
menilai derajat keefektifannya dahulu kemudian ditetapkan kriteria untuk menilai
efektivitas dari usul-usul yang diajukan.
Selanjutnya menurut Anderson dan Krathwohl (dalam Nurdin, 2007) juga
menggolongkan berpikir deduktif dan berpikir induktif sebagai strategi umum dalam
memecahkan masalah. Berpikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua
pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum. Sedangkan berpikir induktif
dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum.
Sejalan dengan hal yang dikemukakan oleh Yasin, bahwa orang dapat
mendekati suatu masalah dengan beberapa cara:
a) Berpikir induktif. Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang
berlangsung dari khusus menuju kepada yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau
sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan-
kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.
b) Berpikir deduktif. Berpikir deduktif yaitu suatu proses dari yang umum menuju
kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun
prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari
situ ia menerapkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil
kesimpulan yang khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.
c) Analogis. Berpikir analogis adalah berpikir dengan jalan menyamakan atau
memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa atau pernah dialami. Di dalam
cara berpikir ini, orang beranggapan bahwa dari fenomena-fenomena yang pernah
dialami berlaku pula bagi fenomena yang dihadapi sekarang. Kesimpulan yang
diambil dari berpikir analogis ini kebenarannya lebih kurang dapat dipercaya.
Kebenarannya ditentukan oleh faktor "kebetulan" dan bukan berdasarkan perhitungan
yang tepat, dengan kata lain: Validitas kebenarannya sangat rendah.
Dari beberapa jenis strategi kognitif yang diuraikan di atas, maka jenis
strategi kognitif yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:
a) Strategi heuristik. Strategi ini merupakan strategi yang dapat membantu
mengarahkan siswa menemukan penyelesaian akhir dari suatu masalah seperti
menggambar atau membuat diagram.
b) Berpikir maju. Berpikir maju adalah suatu cara memecahkan masalah yang dimulai
dari hal yang diketahui selanjutnya memikirkan berbagai jalan atau sarana untuk
sampai ke hal yang ditanyakan.
c) Berpikir mundur. Berpikir mundur adalah suatu cara memecahkan masalah yang
berangkat dari hal yang ditanyakan (tujuan) selanjutnya memikirkan jalan ke tujuan
tersebut dengan menggunakan hal-hal yang diketahui.
d) Berpikir induktif. Berpikir induktif adalah suatu cara memecahkan masalah yang
berangkat dari hal yang bersifat khusus untuk selanjutnya diterapkan pada hal yang
bersifat umum.
e) Berpikir deduktif. Berpikir deduktif adalah suatu cara memecahkan masalah yang
berangkat dari hal yang bersifat umum untuk selanjutnya diterapkan pada hal yang
bersifat khusus.

BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
pengolahan informasi erat kaitannya dengan sumber informasi yang di dapat
melalui panca indra (al haws al khams), akal (al aql), berita yang benar (al khabar
ash shodiq) dan intuisi hati atau ilham. Proses pengorganisasian informasi dalam
ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan
penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali
informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
Teori gangguan membantu menjelaskan mengapa orang lupa. Teori tersebut
berpendapat bahwa siswa dapat melupakan informasi ketika bercampur dengan
atau disingkirkan dengan informasi lain.
Memori merupakan selayaknya yang harus diperhatikan, khususnya dalam ilmu
komunikasi. Komunikasi harus dapat membaca jumlah memori yang digunakan
seseorang dan perkiraan isi memori orang tersebut. Secara khusus, kita jarang
mengetahui kemampuan memori seseorang yang tidak kita kenal.
Ada beberapa factor yang membuat sebuah informasi bermakna. Terutama kita
sebagai guru, harus melakukan tugas terpenting, diantaranya; membuat informasi
bermakna bagi siswa dengan menyajikan secara jelas dan terorganisir; dengan
menghubungkannya ke informasi yang sudah ada dalam pikiran siswa; dan
dengan memastikan siswa sudah benar-benar memahami konsep yang diajarkan
dan dapat menerapkan ke situasi baru.
metakognisi diartikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang
pengetahuan atau berpikir tentang berpikir.
Terdapat beberapa cara untuk menerapkan teori belajar kognitif dalam kelas dan
kehidupan sehari-hari yang bisa digunakan untuk meningkatkan prestasi siswa.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini saya buat saya mohon maaf apabila makalah saya
inimasih banyak kurangnya. Saya sangat mengharapkan adanya kritik yang
membangun untuk pembuatan makalah saya kedepan agar saya lebih bagus lagi
dalam pembuatan makalah.
DAFTAR PUSTAKA

John W. Santrock. 2008. Educational Psychology 3rd ed. Boston : Mc. Graw Hill.
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; and Calhoun Emily. 2009. Models of Teaching.
Boston USA: Pearson Education, Inc. Eight Edition.
https://rizkayuni01.wordpress.com/2015/07/02/teori-belajar-pengolahan-
informasi/
https://hellosehat.com/saraf/penyebab-sering-lupa/.
Desmita. 2013. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kognisi
^ Kendra, Ceri (2020). “Pentingnya Kognisi Dalam Menentukan Siapa Kita” .
Verywell Mind (dalam bahasa Inggris) . Diakses tanggal 2021-12-20 .
^ Metashir, Zahra Abud (2017). Kognisi Guru (PDF) . Universitas Al-Qadissiya.
hlm. 2–3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20-04-2018 . Diakses tanggal 2021-
12-20 .

Anda mungkin juga menyukai