Anda di halaman 1dari 26

KONSEP PEMROSESAN INFORMASI DALAM BELAJAR

MAKALAH

Disusun guna Melengkapi Tugas Pada Mata Kuliah


Psikologi Pendidikan Sesi 0167

Dosen Pengampu:
Dr. Yarmis Syukur, M.Pd., Kons

Disusun oleh :
Kelompok 6

1. Hendriansyah (22004070)
2. Murni Hasibuan (22086084)
3. Nur Adila (22086253)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penyaji untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penyaji dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Pemrosesan Informasidalam Belajar” tepat waktu.
Makalah “Konsep Pemrosesan Informasidalam Belajar” disusun guna
memenuhi tugas yang dibina oleh dosen Dr. Yarmis Syukur, M.Pd., Kons pada
matakuliah Psikologi Pendidikan Sesi 0167 di Universitas Negeri Padang. Selain
itu, penyaji juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang konsep pemrosesan informasidalam belajar.
Penyaji mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibuk selaku
dosen matakuliah Psikologi Pendidikan sesi 0167. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penyaji.
penyaji juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.
Penyaji menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Padang, 19 Maret 2024

Penyaji

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHALUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penulisan Makalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan Makalah ..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4
A. Pengertian Pemprosesan Dalam Belajar ................................................... 4
B. Konsep Sensasi, Atensi, Persepsi, Dan Memori. ...................................... 6
C. Faktor yang Mempengaruhi Pemorosesan Informasi .............................. 10
D. Pemanfaatan Pemrosesan Informasi dalam Belajar ................................ 14
E. Lupa dalam Belajar ................................................................................ 15
BAB III SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 22
A. Simpulan ............................................................................................... 22
B. Saran ..................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHALUAN

A. Latar Belakang Penulisan Makalah


Dalam dunia pendidikan dan psikologi kognitif, teori pemrosesan
informasi telah menjadi salah satu konsep yang sangat signifikan dalam
memahami bagaimana manusia belajar, mengingat, dan menggunakan
informasi. Konsep ini tidak hanya memberikan wawasan tentang mekanisme
kognitif individu, tetapi juga memberikan landasan untuk pengembangan
strategi pembelajaran yang efektif di berbagai konteks pendidikan.
Pentingnya pembelajaran dalam perkembangan individu menjadi fokus
utama dalam teori pemrosesan informasi. Teori ini menegaskan bahwa
proses pembelajaran bukan sekadar penyerapan informasi, tetapi juga
transformasi informasi tersebut menjadi pengetahuan yang dapat dipahami
dan diaplikasikan oleh individu. Pembelajaran dianggap sebagai faktor
krusial dalam membentuk evolusi dan pertumbuhan individu, memainkan
peran penting dalam pembentukan identitas, kemampuan kognitif, dan
adaptasi sosial.
Pemrosesan informasi dalam konteks pembelajaran melibatkan interaksi
kompleks antara faktor-faktor internal dan eksternal individu. Faktor internal
mencakup aspek seperti pengetahuan sebelumnya, kemampuan kognitif, dan
motivasi, sementara faktor eksternal termasuk pengajaran, lingkungan belajar,
dan dukungan sosial. Keduanya memainkan peran penting dalam membentuk
pengalaman belajar individu. Berbagai teori telah dikemukakan oleh para
ahli untuk menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi. Salah satunya
adalah teori pemrosesan informasi, yang menyoroti serangkaian langkah dari
penerimaan informasi hingga penyimpanan dalam memori, dan kemudian
kemampuan untuk mengungkapkan kembali informasi tersebut.

1
2

Teori ini menekankan bahwa belajar melibatkan proses kognitif yang


aktif, di mana individu secara aktif terlibat dalam menerjemahkan,
menginterpretasikan, dan mengaplikasikan informasi. Implikasi teori
pemrosesan informasi dalam pendidikan sangat besar. Memahami bagaimana
individu memproses informasi memungkinkan guru dan pendidik untuk
merancang pengalaman pembelajaran yang lebih menarik, bermakna, dan
sesuai dengan kebutuhan siswa. Hal ini juga memungkinkan penggunaan
teknologi pendidikan yang lebih efektif, serta pengembangan kurikulum
yang lebih adaptif.
Dengan demikian, memahami konsep teori pemrosesan informasi
memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana manusia memahami
dunia di sekitar mereka dan berinteraksi dengan lingkungan mereka. Dalam
makalah ini, kita akan menjelajahi lebih lanjut tentang konsep dan implikasi
teori pemrosesan informasi dalam konteks pendidikan modern, serta
bagaimana konsep ini dapat diterapkan dalam praktik pendidikan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
Pokok bahasan dalam makalah yang berjudul “Konsep Pemrosesan
Informasidalam Belajar”, penyaji membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep sensasi, atensi, persepsi, dan
memori dalam pemrosesan informasi dalam belajar?
2. Apakah saja faktor-faktor yang memengaruhi pemrosesan informasi?
3. Apakah saja pemanfaatan pemrosesan informasi dalam belajar?
4. Bagaimanakah proses terjadinya lupa dalam belajar?
5. Apakah saja faktor-faktor penyebab lupa dalam belajar?
6. Bagaimanakah kiat mengurangi lupa dalam belajar?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah:
3

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep sensasi, atensi,


persepsi, dan memori dalam pemrosesan informasi dalam belajar.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi
pemrosesan informasi.
3. Untuk mengetahui pemanfaatan apa saja dari pemrosesan informasi
dalam belajar.
4. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya lupa dalam belajar.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab lupa dalam belajar.
6. Untuk mengetahui kiat-kiat mengurangi lupa dalam belajar.

D. Manfaat Penulisan Makalah


Adapun manfaat dari penulisan makalah yang dapat diambil adalah:
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan konsep sensasi, atensi,
persepsi, dan memori dalam pemrosesan informasi dalam belajar.
2. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemrosesan
informasi.
3. Untuk memahami pemanfaatan apa saja dari pemrosesan informasi
dalam belajar.
4. Untuk memahami bagaimana proses terjadinya lupa dalam belajar.
5. Untuk memahami faktor-faktor penyebab lupa dalam belajar.
6. Untuk memahami kiat-kiat mengurangi lupa dalam belajar.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemprosesan Dalam Belajar


Teori pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang digagas oleh
Robert Gagne. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam
otak manusia di saat memproses suatu informasi. Menurut Gagne, belajar adalah
proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi serta
mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Dengan kata lain,
pemrosesan informasi adalah kegiatan menerima informasi, mengolah informasi,
menyimpan informasi dan memanggil kembali informasi.
Teori belajar pemrosesan informasi atau sibernetik menandai sebuah titik
perubahan dalam pemahaman tentang proses belajar. Meskipun relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya, teori ini telah menjadi subjek
penelitian yang semakin menarik bagi para ilmuwan pendidikan. Menurut teori
sibernetik, konsep "belajar" tidak hanya terbatas pada penerimaan pesan atau
materi, tetapi lebih pada proses pemrosesan informasi itu sendiri. Ini menandakan
pergeseran paradigmatik dari fokus pada isi materi yang dipelajari menuju
pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana informasi diproses dan
diintegrasikan dalam konteks pembelajaran. Dalam teori sibernetik, sistem
informasi memegang peran sentral dalam menentukan cara belajar yang efektif.
Proses belajar tidak hanya dipengaruhi oleh pesan yang disampaikan, tetapi juga
oleh kompleksitas sistem informasi yang memproses pesan tersebut. Ini berarti
bahwa tidak ada satu metode belajar yang ideal atau standar untuk semua situasi,
karena efektivitasnya sangat bergantung pada sistem informasi yang terlibat.
Pemrosesan informasi memiliki tiga komponen yang dipilah berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya lupa yaitu:

Pertama, Sensory Receptor (SR) yaitu struktur biologis yang bertindak


sebagai titik awal penerimaan informasi dari lingkungan eksternal oleh organisme.

4
5

SR memiliki fungsi utama dalam menangkap informasi dalam bentuk aslinya,


sesuai dengan jenis rangsangan yang diterimanya, seperti cahaya, suara, atau
sentuhan. Namun, penting untuk dicatat bahwa informasi yang ditangkap oleh SR
hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat dan mudah terganggu atau
berubah. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat fisiologis SR yang sensitif terhadap
perubahan lingkungan. Misalnya, dalam kasus mata, sel-sel kerucut dan batang
yang bertindak sebagai SR untuk menerima informasi visual dapat dengan cepat
menanggapi perubahan cahaya atau warna di sekitarnya. Proses ini
memungkinkan organisme untuk merespons rangsangan dengan cepat dan
fleksibel, tetapi juga menyebabkan informasi yang ditangkap oleh SR hanya
bertahan dalam waktu yang singkat sebelum diproses lebih lanjut oleh sistem
saraf pusat.

Kedua, Shot Term Memory atau Working Memory (WM) yaitu komponen
memori yang berfungsi untuk menangkap dan mempertahankan informasi
sementara dalam jangka waktu yang singkat saat individu sedang memperhatikan
atau aktif terlibat dalam suatu tugas atau aktivitas kognitif. WM memungkinkan
individu untuk menyimpan informasi yang relevan secara sementara dan
mengolahnya secara aktif untuk tujuan tertentu, seperti pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, atau pemahaman yang mendalam. Proses kerja WM
sangat penting dalam berbagai aktivitas kognitif sehari-hari, seperti membaca,
berbicara, dan memecahkan masalah. Working Memory (WM) memiliki
karakteristik-karakteristik penting, yaitu:
a. WM memiliki kapasitas yang terbatas, di mana informasi hanya dapat
bertahan sekitar 15 detik tanpa upaya pengulangan.
b. Informasi dalam WM dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus
aslinya.

Ketiga, Long Term Memory (LTM) merupakan bagian dari memori jangka
panjang yang memainkan peran penting dalam penyimpanan informasi dalam
jangka waktu yang panjang. Jenis memori yang diyakini memiliki beberapa
karakteristik kunci, yaitu:
6

a. LTM dianggap sebagai tempat penyimpanan semua pengetahuan yang telah


dimiliki oleh individu.
b. LTM memiliki kapasitas yang tidak terbatas, yang berarti bahwa LTM dapat
menampung jumlah informasi yang sangat besar tanpa batasan yang jelas.
c. Informasi yang disimpan dalam LTM dianggap permanen, artinya sekali
informasi disimpan di dalam LTM, ia cenderung tidak akan terhapus atau
hilang dari ingatan individu.

B. Konsep Sensasi, Atensi, Persepsi, Dan Memori.


1. Sensasi
Tahap awal dalam penerimaan pesan informasi adalah sensasi. Sensasi
berasal dari kata sense yang berarti alat penginderaan yang menghubungkan
organisme dengan lingkungannya. Ketika alat-alat indera mengubah
informasi menjadi impuls-impuls saraf dengan bahasa yang dipahami oleh
otak, maka terjadilah sensasi (Dennis Coon, 1977-1979).
Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, tidak memerlukan
penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali
berhubungan dengan kegiatan alat indra (Benjamin Wollman, 1980). Sensasi
sebagai pengalaman yang bersifat elementer, yang terjadi secara langsung
dan tanpa memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual. Sensasi
ini terutama terkait dengan aktivitas alat indra, yang berarti bahwa ia timbul
sebagai respons langsung terhadap rangsangan yang diterima oleh
indra-indra kita, seperti pengalaman mendengar, melihat, atau merasakan
sesuatu. Dengan demikian, definisi ini menekankan bahwa sensasi
merupakan pengalaman langsung dan mendasar yang terjadi ketika alat indra
kita merespons rangsangan dari lingkungan eksternal.
Fungsi alat indera dalam menerima informasi sangat penting. Melalui
alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya,
memperoleh pengetahuan, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan
dunianya. Dari lima alat indera yang kita kenal, yaitu penglihatan,
pendengaran, perabaan, perasa, dan penciuman.
7

Ketajaman sensasi dipengaruhi oleh faktor personal yang mencakup


pengalaman individu dan pengaruh lingkungan budaya. Perbedaan dalam
sensasi dapat timbul dari variasi dalam pengalaman hidup seseorang atau
pengaruh dari budaya tempat individu tersebut tumbuh dan berkembang.
Selain itu, kapasitas alat indra yang berbeda juga dapat memainkan peran
dalam menentukan seberapa tajam atau sensitifnya seseorang terhadap
rangsangan sensori tertentu. Dengan demikian, perbedaan dalam sensasi
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik seperti kapasitas alat indra, tetapi
juga oleh faktor psikologis dan lingkungan yang memengaruhi persepsi
individu terhadap dunia di sekitarnya. Perbedaan kapasitas alat indra
memengaruhi pilihan pekerjaan, mendengarkan musik, memutar radio, dan
persepsi terhadap sensasi. Sebagai contoh, sensasi dapat diperoleh dengan
cara mengamati perubahan dalam jarak objek terhadap mata, seperti yang
terjadi ketika huruf-huruf kabur ketika buku ditempatkan 20 cm dari mata
dan menjadi jelas saat buku didekatkan.

2. Antensi
Menurut Hilgard, atensi adalah pusat pengamatan yang menyebabkan
peningkatan kesadaran terhadap lingkungan, namun memiliki kapasitas yang
terbatas. Ini berarti bahwa atensi memungkinkan individu untuk fokus pada
aspek tertentu dari lingkungan, yang kemudian meningkatkan kesadaran
mereka terhadap hal tersebut, tetapi hanya sebagian kecil dari lingkungan
yang dapat diamati pada satu waktu. Sementara itu, menurut Morgan, atensi
adalah pemusatan pada aspek tertentu dari pengamatan yang sering terjadi,
sementara mengabaikan atau kurang memperhatikan yang lainnya. Ini
menggambarkan bahwa atensi cenderung memilih untuk fokus pada hal-hal
tertentu dalam lingkungan, sementara mengabaikan atau kurang
memperhatikan hal-hal yang dianggap kurang penting atau kurang menarik
perhatian.
Perhatian adalah proses mental di mana stimuli atau rangkaian stimuli
menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah
8

(Kenneth W. Andersen). Ini menyoroti bahwa perhatian melibatkan


kemampuan untuk memilih stimuli yang akan menjadi fokus utama dalam
kesadaran, sementara mengabaikan atau melemahkan stimuli lainnya.
Dengan demikian, perhatian memainkan peran penting dalam mengatur arus
informasi yang masuk ke dalam pikiran kita, memungkinkan kita untuk
fokus pada hal-hal tertentu sambil mengabaikan distraksi atau stimuli yang
kurang relevan.
Faktor eksternal yang mempengaruhi perhatian dibagi menjadi faktor
situasional personal. Faktor situasional, juga dikenal sebagai determinan
perhatian eksternal atau penarik perhatian, memiliki sifat-sifat menonjol
yang dapat memengaruhi seberapa menonjol suatu stimulus dalam
lingkungan, seperti:
a. Gerakan (Movement) secara visual dapat menarik perhatian kita pada
objek-objek yang bergerak, karena gerakan cenderung menonjol di
antara stimulus lainnya.
b. Intensitas Stimuli (Stimulus Intensity) memengaruhi perhatian kita, di
mana stimuli yang lebih intens atau kuat cenderung menonjol dan lebih
mungkin untuk menarik perhatian dibandingkan dengan stimuli yang
kurang intens.
c. Kebaruan (Novelty) dari suatu stimulus, seperti hal-hal yang baru dan
luar biasa atau yang berbeda dari yang biasa, dapat menarik perhatian
karena keunikan atau ketidakbiasaan mereka.
d. Perulangan (Repetition) dari suatu stimulus juga dapat mempengaruhi
perhatian, di mana hal-hal yang disajikan secara berulang kali dengan
sedikit variasi dapat menarik perhatian karena perulangan tersebut
memperkuat keberadaan stimulus dalam lingkungan.

3. Persepsi
Menurut Kamus Lengkap Psikologi, persepsi merupakan proses
mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
indera. Sementara, menurut Leavit (Sobur, 2003: 445) persepsi merupakan
9

pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau


mengartikan sesuatu.
Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi adalah pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan
makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Menafsirkan makna informasi
indrawi tidak hanya melibatkan sensasi dan persepsi, tetapi juga melibatkan
atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiderato, 1976).
Sensasi merupakan bagian awal dari proses persepsi, di mana stimuli
indrawi atau sensorik diterima oleh indra-indra kita. Penting untuk dicatat
bahwa persepsi melibatkan tidak hanya pengalaman sensorik, tetapi juga
proses kognitif kompleks seperti penyimpulan informasi, penafsiran pesan,
atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Artinya, persepsi tidak hanya
tentang bagaimana kita merasakan dunia, tetapi juga tentang bagaimana kita
memahami dan memberikan arti pada pengalaman tersebut dengan bantuan
aspek-aspek kognitif dan psikologis lainnya. Misalnya, Saat berada di dalam
ruangan yang diterangi lilin, kita mengalami sensasi visual dari cahaya lilin.
Namun, persepsi kita tentang ruangan tidak hanya melibatkan pengalaman
visual, tetapi juga sensasi lain seperti hangatnya udara, aroma lilin, dan suara
gemeretak api. Persepsi kita terhadap ruangan ini melibatkan interpretasi dari
semua sensasi tersebut, bersama dengan faktor-faktor seperti atensi,
ekspektasi, motivasi, dan memori. Ini menunjukkan kompleksitas dan
interaksi antara sensasi dan persepsi dalam pengalaman kita.

4. Memori
Memori merupakan kemampuan untuk menghidupkan kembali
pengalaman atau peristiwa yang terjadi di masa lampau. Istilah "keberadaan
tentang masa lampau yang hidup kembali" menggambarkan proses di mana
individu dapat mengakses kembali dan mengingat kembali detail-detail dari
masa lampau, seolah-olah pengalaman tersebut sedang dihidupkan kembali
dalam pikiran. Memori tidak hanya mencatat fakta-fakta atau peristiwa,
10

tetapi juga mencakup penjelasan atau konteks yang membantu kita


memahami dan mengartikan kembali pengalaman tersebut.
Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting
dalam mempengaruhi persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang
sangat terstruktur yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta
tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing
perilakunya (Schlessinger dan Groves, 1976).
Terdapat proses utama dalam memori, yaitu:
a. Perekaman (encoding) adalah proses di mana informasi dicatat dan
diubah menjadi bentuk yang dapat disimpan dalam memori. Ini terjadi
melalui reseptor indra yang mengambil informasi dari lingkungan dan
melalui sirkuit saraf internal yang mengolahnya menjadi format yang
dapat dipahami oleh otak.
b. Penyimpanan (storage) adalah proses menentukan bagaimana
informasi disimpan, berapa lama informasi itu tetap bersama kita, serta
di dalam bentuk apa dan di mana informasi tersebut disimpan.
Penyimpanan bisa bersifat aktif atau pasif. Penyimpanan aktif
melibatkan penambahan informasi tambahan atau mengisi informasi
yang tidak lengkap dengan kesimpulan sendiri. Penyimpanan pasif, di
sisi lain, terjadi tanpa adanya penambahan informasi tambahan.
c. Pemanggilan (Retrieval) adalah proses mengingat kembali atau
menggunakan kembali informasi yang telah disimpan dalam memori.
Ini adalah saat ketika informasi yang telah disimpan dipulihkan dari
memori dan digunakan dalam situasi tertentu, seperti ketika kita
mengingat kembali fakta atau peristiwa dari masa lampau.

C. Faktor yang Mempengaruhi Pemorosesan Informasi


1. Faktor Stimuli dalam Belajar
Aktivitas stimulus dalam belajar merujuk pada segala hal di luar
individu yang merangsangnya untuk merespons atau melakukan tindakan
pembelajaran. Beberapa yang mempengaruhi stimuli dalam belajar, yaitu:
11

a. Penyajian bahan pelajaran yang terlalu panjang atau terlalu banyak


dapat menyulitkan individu dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat
memerlukan waktu yang lebih lama bagi individu untuk
mempelajarinya. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, penting bagi
kita untuk memastikan bahwa materi yang disajikan kepada peserta
didik adalah relevan dan cukup terfokus. Interferensi, atau gangguan,
terjadi ketika ingatan dipengaruhi oleh pertukaran antara informasi lama
dan baru.
b. Kesulitan dalam belajar sebagian besar tergantung pada bahan pelajaran.
Masuknya peserta didik dalam proses pembelajaran tidak hanya
bergantung pada kemampuan mereka, tetapi juga pada kemudahan
pemahaman bahan yang diajarkan. Semakin mudah bahan pelajaran
dipahami, semakin cepat individu akan mempelajarinya. Artinya, bahan
pelajaran adalah materi yang dapat dipahami. Materi yang dapat
dipahami memungkinkan individu untuk belajar, karena mereka dapat
memahaminya.
c. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa tugas-tugas yang terlalu mudah
dapat mengurangi tantangan dalam pembelajaran, sementara tugas yang
terlalu berat atau sulit dapat membuat individu merasa terbebani dalam
belajar.
d. Saling keterkaitan dengan lingkungan eksternal juga penting dalam
pembelajaran. Ini mencakup berbagai hal seperti cuaca, waktu, dan
pencahayaan selama proses pembelajaran. Karena individu belajar
melalui interaksi dengan lingkungannya.

2. Faktor Metode Belajar


Metode belajar memiliki pengaruh yang luas dalam proses
pembelajaran. Berikut adalah pengembangan lebih lanjut terhadap metode
belajar tersebut:
a. Kegiatan praktik atau latihan saat belajar: Melakukan latihan atau
praktik langsung saat belajar dapat memperkuat pemahaman dan
12

keterampilan yang dipelajari. Dengan terlibat secara aktif dalam latihan,


individu dapat mengaplikasikan konsep yang dipelajari dan
memperkuat koneksi antara teori dan praktik.
b. Kecemasan saat proses pembelajaran: Meskipun terkadang dianggap
negatif, kecemasan juga dapat menjadi dorongan untuk meningkatkan
kinerja belajar. Dengan memahami sumber kecemasan dan
mengelolanya dengan baik, individu dapat mengubahnya menjadi
motivasi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.
c. Pengakuan atas hasil-hasil belajar: Memberikan pengakuan atas
pencapaian yang telah dicapai dapat meningkatkan motivasi dan
kepercayaan diri individu. Ini dapat dilakukan melalui umpan balik
positif, penghargaan, atau pengakuan publik terhadap prestasi yang
telah diraih.
d. Pembelajaran secara holistik: Pendekatan pembelajaran holistik
memperhatikan keseluruhan individu, termasuk aspek kognitif,
emosional, dan sosialnya. Dengan memperkuat hubungan antara materi
pelajaran dengan pengalaman hidup dan nilai-nilai personal,
pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan bagi individu.
e. Pemanfaatan modalitas indra: Manusia memiliki berbagai modalitas
indra seperti pendengaran, penglihatan, dan sentuhan. Memanfaatkan
beragam modalitas ini dalam pembelajaran dapat meningkatkan
pemahaman dan retensi informasi. Misalnya, penggunaan gambar,
audio, dan keterlibatan fisik dalam pembelajaran dapat memperkaya
pengalaman belajar.
f. Penggunaan kumpulan dalam pembelajaran: Kolaborasi dalam
pembelajaran kelompok dapat merangsang diskusi, pertukaran ide, dan
pemecahan masalah bersama. Dengan berinteraksi dengan orang lain,
individu dapat memperluas pemahaman mereka melalui perspektif yang
berbeda-beda dan memperkuat keterampilan sosial mereka.
g. Intensitas kondisi pembelajaran: Lingkungan pembelajaran yang
memperhatikan intensitasnya dapat memengaruhi tingkat fokus dan
13

keterlibatan individu dalam proses pembelajaran. Memastikan bahwa


lingkungan pembelajaran memberikan tantangan yang sesuai namun
tidak berlebihan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.

3. Faktor Individual
Beberapa faktor individual yang mempengaruhi pemrosesan informasi,
yaitu:
a. Kematangan: Kematangan bukan hanya tentang usia fisik, tetapi juga
tentang kematangan kognitif dan emosional. Ketika individu mencapai
tingkat kematangan yang sesuai, sistem kognitif mereka, termasuk otak
dan fungsi-fungsi kognitif lainnya, berkembang secara optimal. Ini
memungkinkan mereka untuk menghadapi tantangan pembelajaran
dengan lebih baik dan menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah.
b. Usia Kognitif: Konsep usia kognitif mengacu pada tingkat
perkembangan kognitif seseorang, yang dapat berbeda dari usia fisik
mereka. Kemampuan untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan adalah beberapa aspek dari usia kognitif.
Memahami tingkat usia kognitif individu dapat membantu pendidik
menyesuaikan metode pengajaran dan materi pembelajaran dengan
kebutuhan dan kapasitas mereka.
c. Perbedaan Jenis Kelamin: Meskipun perbedaan biologis antara
laki-laki dan perempuan ada, bukti menunjukkan bahwa perbedaan
dalam tanggapan terhadap situasi tertentu dan perhatian terhadap
pekerjaan tidak signifikan antara kedua jenis kelamin. Penting untuk
tidak menggeneralisasi dan memperlakukan individu berdasarkan jenis
kelamin mereka, tetapi untuk mempertimbangkan kebutuhan dan
kekuatan individu secara individual.
d. Kondisi Kesehatan Jasmani: Kondisi fisik seseorang juga memainkan
peran penting dalam kemampuan mereka untuk belajar. Kesehatan yang
baik memungkinkan seseorang untuk fokus dan memproses informasi
14

dengan lebih efektif, sementara kondisi fisik yang buruk dapat


menghambat kemampuan belajar mereka.
e. Pengalaman Sebelumnya: Pengalaman masa lalu membentuk persepsi
dan pemahaman seseorang terhadap dunia. Pria yang memiliki
pengalaman sebelumnya, terutama jika mereka telah mengalami
kegagalan sebelumnya, mungkin lebih siap dalam menghadapi situasi
baru dan menangani informasi yang kompleks.
f. Motivasi: Motivasi adalah pendorong utama di balik keinginan
seseorang untuk belajar dan berkembang. Motivasi yang baik dapat
berasal dari dorongan intrinsik, seperti rasa ingin tahu atau keinginan
untuk mencapai tujuan pribadi, serta dari dukungan eksternal, seperti
pujian atau penghargaan dari orang lain.

D. Pemanfaatan Pemrosesan Informasi dalam Belajar


Pemanfaatan pemrosesan informasi dalam konteks pembelajaran adalah
kunci untuk memfasilitasi pemahaman yang mendalam dan pengembangan
keterampilan adaptasi yang diperlukan dalam menghadapi lingkungan yang selalu
berubah. Berikut adalah beberapa cara di mana pemanfaatan pemrosesan
informasi dapat diperluas:
1. Meningkatkan Proses Pembelajaran: Dengan memahami bagaimana
individu memproses informasi, pendidik dapat merancang strategi
pembelajaran yang lebih efektif dan relevan. Ini bisa melibatkan penggunaan
berbagai teknik pengajaran seperti demonstrasi, penugasan berbasis proyek,
atau diskusi kelompok, yang semua dirancang untuk memaksimalkan
pemahaman siswa.
2. Mengutamakan Cara Berpikir Berorientasi Proses: Pemanfaatan
pemrosesan informasi membantu dalam menekankan pentingnya proses
berpikir dalam pembelajaran, bukan sekadar menghafal fakta. Ini mendorong
siswa untuk mengembangkan keterampilan analisis, sintesis, dan evaluasi,
yang esensial dalam menanggapi tantangan intelektual yang kompleks.
15

3. Menghadirkan Kapasitas Belajar secara Lengkap: Dengan memahami


karakteristik dan preferensi pemrosesan informasi individu, pendidik dapat
menyajikan materi pembelajaran secara komprehensif, memungkinkan setiap
siswa untuk menyerap informasi dengan cara yang paling efektif bagi
mereka. Ini mencakup penggunaan berbagai modus pembelajaran, seperti
visual, auditori, atau kinestetik, serta penyajian materi dalam berbagai format
yang dapat diakses.
4. Melayani Prinsip Perbedaan Individual: Setiap individu memiliki gaya
belajar yang unik, tingkat pemahaman, dan preferensi dalam memproses
informasi. Dengan memahami dan mengakomodasi perbedaan ini, pendidik
dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran mereka untuk memenuhi
kebutuhan individual setiap siswa. Ini mencakup memberikan dukungan
tambahan kepada siswa yang memerlukan bantuan ekstra, memberikan
tantangan tambahan kepada siswa yang lebih maju, dan menyediakan
lingkungan pembelajaran inklusif yang menghargai keberagaman.

E. Lupa dalam Belajar


1. Proses Terjadinya Lupa dalam Belajar
Lupa (forgetting) ialah hilangnya kemampuan untuk mengungkapkan
kembali informasi yang telah kita terima atau yang sudah kita pelajari.
Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber (1988) mendefinisikan lupa
sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah
dipelajari atau dialami.
Daya ingatan kita tidaklah sempurna. Banyak hal yang pernah diketahui
tidak dapat diingat kembali atau dilupakan. Ada empat cara untuk
menjelaskan proses lupa. Keempatnya tidak saling berbeda, melainkan saling
melengkapi:
a. Decay (Kehilangan): Informasi yang telah disimpan dalam ingatan kita
akan tereduksi atau terhapus dari ingatan seiring waktu jika tidak
diakses atau digunakan secara berkala. Proses metabolisme mental
secara alami mengakibatkan penurunan jejak memori dari ingatan, yang
16

menyebabkan kita kesulitan untuk mengingat kembali informasi


tersebut.
b. Interference (Gangguan): Fenomena ini terjadi ketika informasi yang
baru dipelajari atau disimpan dalam ingatan mengganggu atau
merintangi akses terhadap informasi yang telah ada sebelumnya.
Gangguan ini dapat terjadi antara informasi yang serupa atau terkait,
menghambat kemampuan kita untuk mengingat informasi yang ada.
c. Repression (Penekanan): Dalam konteks psikologi, penekanan
merujuk pada mekanisme pertahanan di mana pikiran atau ingatan yang
menyakitkan atau tidak diinginkan ditekan ke dalam alam bawah sadar.
Penekanan ini dapat mengakibatkan informasi tertentu sulit diakses atau
diingat kembali.
d. Cue-Dependent Forgetting (Lupa Terkait Petunjuk):
Kadang-kadang kita dapat mengingat kembali informasi yang hilang
jika diberikan petunjuk atau koneksi yang sesuai. Namun, tanpa
petunjuk yang tepat, informasi tersebut mungkin sulit diingat kembali.

2. Proses Terjadinya Lupa


Daya ingatan kita tidak sempurna. Banyak hal-hal yangpernah diketahui,
tidak dapat diingat kembali atau dilupakan. Dewasa ini ada empat cara untuk
menerangkan proses lupa keempatnya tidak saling bertentangan, melainkan
saling mengisi. (Ahmad Fauzi, 1997: 52-54)
a. Apa yang telah kita ingat, disimpan dalam bagian tertentu diotak kalau
materi yang harus diingat itu tidak pernah digunakan, maka karena
proses metabolisme otak, lambat laun jejak materi itu terhapus dari otak
sehingga kita tidak dapat mengingatnya kembali. Jadi, karena tidak
digunakan, materi itu lenyap sendiri.
b. Mungkin pula materi itu tidak lenyap begitu saja, melainkan mengalami
perubahan-perubahan secara sistematis, mengikuti prinsip-prinsip
sebagai berikut:
17

1) Penghalusan: materi berubah bentuk ke arah bentuk yang lebih


simatris, lebih halus dan kurang tajam, sehingga bentuk yang asli
tidak diingat lagi.
2) Penegasan: bagian-bagian yang paling mencolok dari suatu hal
adalah yang paling mengesankan. Karena itu, dalam ingatan
bagian-bagian ini dipertegas, sehingga yang diingat hanyalah
bagian-bagian yang mencolok, sedangkan bentuk keseluruhan
tidak begitu diingat.
3) Asimilasi: bentuk yang mirip botol misalnya, akan kita ingat
sebagai botol, sekalipun bentuk itu bukan botol. Dengan demikian,
kita hanya ingat sebuah botol, tetapi tidak ingat bentuk yang asli.
Perubahan materi di sini disebabkan bagaimana wajah orang itu
tidak kita ingat lagi.
c. Kalau mempelajari hal yang baru, kemungkinan hal-hal yang sudah kita
ingat, tidak dapat kita ingat lagi. Dengan kata lain, materi kedua
menghambat diingatnya kembali materi pertama. Hambatan seperti ini
disebut hambatan retroaktif. Sebaliknya, mungkin pula materi yang baru
kita pelajari tidak dapat masuk dalam ingatan, karena terhambat oleh
adanya materi lain yang terlebih dahulu dipelajari, hambatan seperti ini
disebut hambatan proaktif.
d. Ada kalanya kita melakukan sesuatu. Hal ini disebut represi.
Peristiwa-peristiwa mengerikan, menakutkan, penuh dosa, menjijikan
dan sebagainya, atau semua hal yang tidak dapat diterima oleh hati
nurani akan kita lupakan dengan sengaja (sekalipun proses lupa yang
sengaja ini terkadang tidak kita sadari, terjadi diluar alam kesadaran
kita). Pada bentuknya yang ekstrim, represi dapat menyebabkan
amnesia, yaitu lupa nama sendiri, orang tua, anak dan istri dan semua
hal yang bersangkut paut dirinya sendiri. Amnesia ini dapat itolong atau
disembuhkan melalui psikoterapi atau melalui suatu peristiwa yang
sangat dramatis sehingga menimbulkan kejutan kejiwaan pada
penderita.
18

3. Faktor-Faktor Penyebab Lupa


a. Lupa dapat terjadi karena adanya konflik atau gangguan antara
informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan dalam sistem
memori siswa. Menurut teori interferensi, konflik ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu proactive interference (gangguan proaktif) dan
retroactive interference (gangguan retroaktif) (Reber, 1988; Best, 1989;
Anderson, 1990).
1) Proactive Interference: Siswa mengalami gangguan proaktif
ketika materi pelajaran yang telah lama tersimpan dalam
ingatannya mengganggu penerimaan informasi baru. Ini terjadi
ketika siswa mempelajari materi baru yang sangat mirip dengan
materi yang sudah dikuasainya dalam waktu yang singkat.
Akibatnya, siswa akan mengalami kesulitan dalam mengingat atau
menghasilkan kembali informasi yang baru dipelajarinya.
2) Retroactive Interference: Siswa mengalami gangguan retroaktif
ketika informasi baru yang dipelajarinya mengganggu atau
menghapus informasi lama yang sudah tersimpan dalam
ingatannya. Dalam situasi ini, siswa mengalami kesulitan dalam
mengingat atau menghasilkan kembali informasi yang sudah
dipelajarinya sebelumnya. Dengan kata lain, siswa lupa terhadap
materi pelajaran yang sudah dia kuasai sebelumnya.
b. Lupa dapat terjadi pada seorang siswa karena adanya tekanan terhadap
item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Penekanan ini terjadi
karena adanya kemungkinan.
1) Karena item informasi (berupa pengetahuan, tanggapan, kesan dan
sebagainya) yang diterima siswa kurang menyenangkan, sehingga
ia dengan sengaja menekannya hingga ke alam ketidaksadaran.
2) Karena item informasi yang baru secara otomatis menekan item
informasi yang telah ada, jadi sama dengan fenomena retroaktif.
19

3) Karena item informasi yang akan direproduksi (diingat kembali)


itu tertekan ke alam bawah sadar dengan sendirinya lantaran tidak
pernah digunakan.
c. Lupa dapat terjadi pada siswa karena perubahan situasi lingkungan
antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali (Anderson,
1990). Jika seorang siswa hanya mengenal atau mempelajari hewan
jerapah atau kudanil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah
misalnya, maka kemungkinan ia akan lupa menybut nama
hewan-hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang.
d. Lupa dapat terjadi karena perubahan sikap dan minat siswa terhadap
proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karna sesuatu
hal sikap dan minat siswa tersebut menjadi sebaliknya (seperti karena
ketidaksenangan kepada guru) maka materi pelajaran itu akan mudah
terlupakan.
e. Lupa dapat terjadi karena materi pelajaran yang telah dikuasai tidak
pernah digunakan atau dihafalkan siswa. Menurut asumsi sebagian ahli,
materi yang diperlakukan demikian denga sendirinya akan masuk ke
alam bawah sadar atau mungkin juga bercampur aduk dengan materi
pelajaran baru (Hilgard & Bower 1975), .
f. Lupa tentu saja dapat terjadi karena perubahan urat syaraf otak. Seorang
siswa yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan
alkohol, dan geger otak akan kehilangan ingatan item-item informasi
yang ada dalam memori permanennya.

4. Kiat Mengurangi Lupa dalam Belajar


Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan
daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang dapat dicoba siswa dalam
meningkatkan daya ingatannya, antara Barlow (1985), Reber (1988), dan
Anderson (1990) adalah sebagai berikut:
a. Overlearning
20

Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi


batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning
terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa
melakukan pembelajaran atau respons tersebut dengan cara di luar
kebiasaan. Banyak contoh yang dapat dipakai untuk overlearning,
antara lain pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin dan sabtu
memungkinkan ingatan siswa terhadap P4 lebih kuat.

b. Extra Study Time


Extra Study Time (tambahan waktu belajar) ialah upaya
penambahan alokasi waktu belajar materi tertentu berarti siswa
menambah jam belajar. Penambahan frekuensi belajar berarti siswa
meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Kiat ini dipandang
cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan.

c. Mnemonic Device
Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga disebut
mnemonic itu berarti kiat khusus yang dijadikan “alat pengait” mental
untuk memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa.

d. Pengelompokkan
Maksud kiat pengelompokkan (clustering) ialah menata ulang
item-item materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap
lebih logis dalam arti bahwa item-item tersebut memiliki signifikansi
dan lafal yang sama atau sangat mirip.

e. Latihan Terbagi
Lawan latihan terbagi (distributed practice) adalah massed practice
(latihan terkumpul) yang sudah dianggap tidak efektif karena
mendorong siswa melakukan cramming. Dalam latihan terbagi siswa
melakukan latihan-latihan waktu-waktu istirahat. Upaya demikian
dilakukan untuk menghindari camming, yakni belajar banyak materi
secara tergesa-gesa dalam waktu yang singkat. Dalam melaksanakan
21

istributed practice, siswa dapat menggunakan berbagai metode dan


strategi belajar yang efisien.

f. Pengaruh Letak Bersambung


Untuk memperoleh efek positif dari pengaruh letak bersambung
(the serial position effect), siswa dianjurkan menyusun daftar kata0kata
(nama, istilah dan sebagainya) yang diawali dan diakhiri dengan
kata-kata yang harus diingat. Kata-kata yang harus diingat siswa
tersebut sebaiknya ditulis dengan menggunakan huruf dan warna yang
mencolok agar tampak sangat berbeda dari kata-kata yang lainnya yang
tidak perlu diingat. Dengan demikian, kata yang ditulis pada awal yang
akhir daftar tersebut memberi kesan tersendiri dan diharapkan melekat
erat dalam subsistem akal permanen siswa. (Muhibbin Syah, 1996:
160-164)
BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Konsep
pemrosesan informasi dalam konteks pembelajaran memegang peranan
penting dalam memahami bagaimana siswa mengasimilasi, mengolah, dan
menyimpan informasi baru. Proses ini tidak sekadar tentang menerima
informasi, tetapi juga melibatkan sejumlah tahapan yang kompleks, mulai
dari perhatian awal terhadap materi yang diajarkan hingga pembentukan
ingatan jangka panjang. Dalam konteks ini, faktor-faktor seperti interferensi
antara informasi baru dan lama, pengaruh emosi, motivasi, serta perubahan
lingkungan, semuanya berperan penting dalam bagaimana siswa memproses
informasi tersebut. Melalui pemahaman yang lebih dalam tentang konsep ini,
guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih efektif dan
responsif terhadap kebutuhan individual siswa. Misalnya, mereka dapat
menggunakan teknik-teknik pengajaran yang memanfaatkan kekuatan
memori jangka panjang siswa, atau mempertimbangkan pengaruh suasana
kelas terhadap fokus dan perhatian siswa. Dengan demikian, pengembangan
pemahaman yang lebih baik tentang konsep pemrosesan informasi dalam
pembelajaran dapat membuka pintu bagi inovasi dalam metode pengajaran,
yang pada gilirannya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pembelajaran siswa secara keseluruhan.

B. Saran
Meskipun kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penyaji
perbaiki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi untuk ke depannya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, R. (2014). Model Pembelajaran Pemrosesan Informasi. JPIS, Jurnal


Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014.

Djamarah, S. B. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, O. (2004). Pembelajaran Berbasis Teori Pemrosesan Informasi. Jurnal


Pendidikan dan Kebudayaan, No. 11, Tahun 2004.

Mahmud, M. D. (1991). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan.


Yogyakarta: PBFE.

Purwanto, M. N. (1999). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Suprijono, A. (2012). Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Suyanto, A. (1993). Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Cet. 9

Syah, M. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Winkel, W. S. (2012). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana


Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai