Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
NPM. 2113034045
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Saya dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah Teori Belajar Pemrosesan Informasi”
dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai teori belajar pemrosesan dalam proses belajar dan pembelajaran. Pada
kesempatan ini, Saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Herpratiwi, M.Pd. dan Ibu Dian Utami, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
2. Kedua orang tua Saya, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang.
3. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi semester 2 (dua) yang telah membantu dalam
berjalannya perkuliahan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik
dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapan Saya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Saya pribadi dan pembaca.
NPM. 2113034045
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
2912:228............................................................................................................... 6
ii
3.9 Tinjauan Pendekatan Teori Belajar Pemrosesan Informasi………………..... 26
Pembelajaran……………………………………………………………….... 29
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................. 33
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 33
4.2 Saran.................................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Perkembangan anak yang optimal merupakan tujuan para psikolog
perkembangan, maka sangat relevan jika individu-individu yang berkecimpung di
bidang ini melakukan penelitian yang tujuanya bermuara pada meningkatkan
kemampuan pemrosesan informasi. Salah satu teori kognitif yang menjelaskan proses
belajar pada diri seseorang yang berkenaan dengan tahap-tahap proses pengolahan
informasi adalah teori pemrosesan informasi. Menurut teori ini proses belajar tidak
berbeda halnya dengan proses menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali
dengan informasi-informasi yang telah diterima sebelumnya. Gejala-gejala tentang
belajar dapat dijelaskan jika proses belajar itu dianggap sebagai proses transformasi
masukan menjadi keluaran. Jadi, proses belajar tersebut mirip dengan apa yang terjadi
pada sebuah komputer.
Berbagai pemahaman tentang belajar telah benyak dikemukakan oleh para ahli
dari berbagai aliran. Paparan ini mencoba menyajikan pemahaman tentang belajar
dari sudut pandang teori pemrosesan informasi. Proses belajar menurut teori ini
meliputi kegiatan menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali informasi-
informasi yang telah diterima. Belajar tidaklah hanya apa yang dilihat, yang penting
bagaimana proses kognitif itu terjadi dalam diri pembelajar. Maka dari itu penulis
membuat makalah yang berjudul “Makalah Teori Belajar Pemrosesan Informasi”
agar peserta didik dapat menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali
informasi atau pengajaran yang telah diberikan oleh pendidik.
2
1.2.7 Apa tahap-tahap teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.8 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.9 Bagaimana tinjauan pendekatan teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.10 Bagaimana pengaplikasian model pengajaran pemrosesan informasi dalam
kegiatan pembelajaran?
3
1.4.8 Dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi teori belajar pemrosesan
informasi.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
2.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Pemrosesan Informasi Schunk 2912:228
Menurut Robert Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama:
(1) Receiving the stimulus situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan
sebagai jembatan di Amerika atau judul sebuah film. (2) Stage of acquisition, yaitu
fase dimana seseorang membentuk asosiasi antara infomasi baru dan informasi lama.
(3) Storage, yaitu fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam memori
jangka pendek maupun jangka panjang. (4) Retrieval, yaitu fase mengingat kembali
atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
6
BAB III
PEMBAHASAN
Teori ini juga disebut sebagai sibernetika. Istilah sibernetika berasal dari
bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali digunakan tahun 1945 oleh
Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics. Sibernetika adalah teori
sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara
7
sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi
dengan memperhatikan lingkungan. Seiring perkembangan teknologi informasi yang
diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer
sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi,
mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan,
bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu
menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan
yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu.
Pembelajaran digambarkan sebagai: INPUT => PROSES => OUTPUT.
Teori pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang digagas oleh Robert
Gagne. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak
manusia di saat memproses suatu informasi. Menurut Gagne, belajar adalah proses
memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi serta mengingat
kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Dengan kata lain, pemrosesan informasi
adalah kegiatan menerima informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi dan
memanggil kembali informasi. Pemrosesan informasi memiliki tiga komponen yang
dipilah berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses
terjadinya lupa. Pertama, Sensory Receptor (SR) yaitu sel tempat pertama kali
8
informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya,
informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi
mudah terganggu atau berganti.
Kedua, Shot Term Memory atau Working Memory (WM) yaitu memori yang
diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu.
Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM antara
lain: 1) Memiliki kapasitas yang terbatas. Informasi di dalamnya hanya mampu
bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2)
Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi
pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan informasi yang
kedua berkaitan dengan peran proses kontrol. Artinya, agar informasi dapat bertahan
dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas WM di
samping melakukan rehearsal (pengulangan). Sedangkan penyandian pada tahap WM,
dalam bentuk verbal, visual, ataupun semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol
dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
Ketiga, Long Term Memory (LTM) yaitu memori yang diasumsikan: 1) berisi
semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak
terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM tidak akan pernah
terhapus atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan.
9
informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities) yang terdiri dari: (1)
informasi verbal; (2) kecakapan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan
kecakapan motorik. Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan
belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan yakni menarik
perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan
pada pra syarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan
belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informative, menilai unjuk
kerja, dan meningkatkan retensi dan alih belajar keunggulan strategi pembelajaran
yang berpijak pada teori pemrosesan informasi.
Prinsip utama teori beban kognnitif adalah kualitas dari pembelajaran akan
meningkat jika perhatian dikonsentrasikan pada peran dan keterbatasan memori kerja.
R.C. Clark et al mengungkapkan bahwa terdapat tiga beban kognitif yang
mempengaruhi kerja memori tersebut yaitu: beban kognitif intrinsic (intrinsic
cognitive load), 2) beban kognitif germany (germany cognitive load) dan 3) beban
kognitif extraneous (extraneous cognitive load). Beban kognitif intrinsic bergantung
pada tingkat kesulitan dari materinya seberapa banyak unsur yang ada dan
bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Beban kognitif germany (germany
cognitive load) adalah beban yang relevan atau menguntungkan yang dikenakan
oleh metode pengajaran yang mengarah pada hasil belajar yang lebih baik. Beban
kognitif extraneous (extraneous cognitive load) bergantung pada cara pesan-pesan
10
ins- truksional tersebut dirancang, yakni pada materi tersebut ditata dan disajikan
(Kuan, 2010: 6-7).
11
kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat memperbaiki
kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara-cara
mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta
menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal. Proses informasi dalam ingatan
dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi
yang telah disimpan dalam ingatan (retrival). Teori belajar pemerosesan informasi
mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup
beberapa tahapan yaitu sebagai berikut.
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-
faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi
konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh
pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih
kompleks. Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut:
12
1. Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan informasi
ketika pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu
2. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya
3. Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
13
Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak
dikembangkan, diantarannya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini Reigeluth, Bunderson, dan Merril
mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran berdasarkan empat
hal, yakni pemilihan, penataan urutan, rangkuman dan sintesis. Teori pemrosesan
informasi memiliki keunggulan dalam strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Template
Teori Template mengusulkan bahwa pola-pola tidak “diuraikan”semua.
Template adalah suatu kesatuan yang holistic atau tidak dapat dianalisis yang kita
bandingkan dengan pola lainnya dengan mengukur seberapa banyak kedua pola
dapat dicocokkan atau saling melengkapi. Kelemahan dari teori template membuat
teori tersebut kurang menjanjikan untuk dijadikan teori umum pengenalan pola
biasanya akan cepat hilang.
14
2. Teori Ciri
Teori Ciri (Feature Theory) memungkinkan untuk menggambarkan sebuah
pola dengan membuat bagian-bagiannya. Teori Ciri tepat sekali untuk
menggambarkan perceptual learning (pembelajaran perceptual) dan salah satu
diskusi terbaik mengenai teori ciri terdapat Principle Of Preceptual Learning and
Development dari Gibson (1969). Teori Gibson menyebutkan bahwa
pembelajaran perceptual terjadi melalui penemuan ciri-ciri yang membedakan satu
pola dengan pola lainnya. Meskipun kebanyakan teoritikus pengenalan pola
menggunakan konsep ciri, namun sering kali untuk menemukan seperangkat ciri
yang baik merupakan tugas yang menantang. Gibson (1969) mengajukan kriteria
berikut sebagai dasar dalam menyeleksi seperangkat ciri dari huruf besar, yaitu:
a. Ciri haruslah merupakan ciri yang paling penting sehingga terlihat berbeda.
b. Identitas dari ciri tersebut harus tidak berubah-ubah ketika terjadi perubahan
kecepatan keterangan, ukuran, dan perspektif.
c. Ciri tersebut harus menghasilkan pola yang unik untuk setiap huruf.
d. Jumlah ciri yang diajukan haruslah sedikit.
b. Model Rumelhart
Tahun 1970, Rumelhart mengajukan model matematis yang detail
mengenai performa pada tugas pemrosesan informasi yang memiliki
jangkauan yang luas, meliputi prosedur penyebutan keseluruhan dan prosedur
penyebutan-sebagian yang diteliti oleh Sperling. Model Rumelhart dibangun
dengan asumsi kunci model Sperling, seperti pentingnya penyimpanan
informasi visual dan penggunaan scan parallel untuk mengenali pola.
16
6. Teori Kapasitas
Berasumsi bahwa seseorang memiliki control atas alokasi penggunaan
kapasitas yang terbatas untuk melakukan tugas yang berbeda, Misalnya Seseorang
biasanya mengendarai sebuah mobil sambil bercakap pada saat yang sama jika
kedua aktivitas tersebut tidak melebihi kapasitas kita untuk melakukan dua tugas
yang berbeda. Teori Pemrosesan Otomatis (Automatic Processing) Beberapa teori
berpendapat bahwa kebanyakan hal yang kita lakukan tidak ditentukan oleh
pilihan-pilihan disengaja, tetapi lebih ditentukan oleh ciri-ciri lingkungan yang
mengawali proses mental yang berlangsung di luar kesadaran (Barg&Chatrand,
1999). Salah satu karakteristik pemrosesan otomatis adalah terjadi tanpa disadari.
Akuisisi pemrosesan otomatis sering kali menguntungkan karena melakukan
aktivitas rutin tanpa perlu banyak konsentrasi dan usaha mental. Walaupun
demikian, pemrosesan otomatis juga tidak menguntungkan, yaitu seseorang jadi
kurang berfikir tentang apa yang dilakukan, sehingga mungkin akan melakukan
kesalahan konyol atau gagal mengingat apa yang telah dilakukan. Posner dan
Snyder (1975) telah menyatakan bahwa ada tiga kriteria untuk menentukan
apakah suatu keterampilan bersifat otomatis. Suatu keterampilan disebut otomatis
apabila: terjadi tanpa disengaja; tidak membangkitkan kesadaran; tidak terganggu
aktivitas mental yang lain. Tahun 1979, Hasher dan Zacks mengajukan teori
mengenai pengodean otomatis yang memaparkan perbedaan antara dua jenis
aktivitas memori, yaitu yang membutuhkan banyak usaha atau kapasitas, yang
hanya membutuhkan usaha atau kapasitas sedikit sekali atau bahkan tidak sama
sekali. Aktivitas yang pertama atau proses yang membutuhkan usaha meliputi
bermacam strategi untuk meningkatkan memori, seperti imagery visual, elaborasi,
pengorganisasian, dan mengulang secara verbal; pemrosesan otomatis yang
mendukung pembelajaran incidental (incidental Learning), yaitu ketika secara
tidak sadar berusaha mempelajari sesuatu. Hasher dan Zacks menyatakan bahwa
kita dapat secara otomatis merekam informasi frekuensi, spasial, dan temporal
tanpa sengaja menyimpan jejak informasi ini. Infornasi Frekuensi adalah data
yang mengkhususkan pada seberapa sering suatu stimulus berbeda terjadi. Klaim
bahwa ketiga jenis informasi tersebut dapat direkam secara otomatis dalam
memori tidak dapat diuji kecuali kita menetapkan implikasi pemrosesan otomatis.
Hasher dan Zacks mengajukan lima kriteria yang membedakan antara pemrosesan
otomatis dan pemrosesan yang membutuhkan usaha. Prediksi tersebut, yaitu:
17
a. Pembelajaran disengaja versus pembelajaran incidental: Pembelajaran
disengaja terjadi ketika seseorang secara bebas mencoba belajar sesuatu;
Pembelajaran incidental terjadi ketika seseorang tidak mencoba untuk
mempelajari sesuatu. Pembelajaran incidental dapat seefektif pembelajatan
yang disengaja untuk memprosesan otomatis, namun kurang efektif untuk
pemrosesan yang membutuhkan usaha.
b. Efek dari instruksi dan latihan: Instruksi mengenai cara dalam melaksanakan
suatu tugas dan latihan dalam melakukan suatu tugas pastinya tidak
berdampak pada pemrosesan otomatis karena dapat dilakukan secara efisien.
c. Gangguan tugas: Pemrosesan otomatis seharusnya tidak saling mengganggu
karena hanya membutuhkan sedikit kapasitas atau tidak sama sekali.
d. Semangat yang rendah atau tinggi: Kondisi emosi seperti semangat yang
rendah atau tinggi dapat menurunkan keefektifan pemrosesan yang butuh
usaha. Pemrosesan otomatis seharusnya tidak terpengaruh oleh kondisi emosi.
e. Tren perkembangan: Pemrosesan otomatis menunjukkan sedikit perubahan
pada usia.
Jika Hasher dan Zacks (1979) benar, maka ingatan akan informasi frekuensi,
temporal dan spasial tidak akan terpengaruh oleh pembelajaran disengaja versus
tidak sengaja atau incidental, latihan, gangguan tugas, rendah tingginya semangat,
dan tren perkembangan. Salah satu keterampilan kognitif yang paling banyak
dihadapi anak kecil adalah belajar membaca. Belajar membaca memerlukan
banyak komponen keterampilan. Anak-anak harus menganalisis ciri-ciri huruf,
mengombinasikan ciri-ciri tersebut untuk mengidentifikasi huruf, mengubah huruf
ke dalam suara untuk mengucapkan kata, memahami makna kata secara tersendiri,
dan mengombinasikan makna kata untuk memahami bacaan. Menurut sebuah
teori yang diajukan oleh La Berge dan Samuels (1974), kemampuan memproleh
keterampilan yang kompleks dan multikomponen seperti kemampuan membaca
tergantung pada kapabilitas pemrosesan otomatis.
18
7. Teori Memori
Sebuah teori memori yang diusulkan oleh Atkinson dan Shiffrin (1968, 1971)
yang menekankan pada interaksi antara penyimpanan sensoris, memori jangka
pendek, dan jangka panjang (LTM). Memori Jangka pendek sebagai komponen
dasar kedua dalam sistem Atkinson dan Shiffrin adalah bersifat terbatas baik
dalam kapasitas maupun durasi. Informasi akan hilang dalam waktu 20-30 detik
jika tidak diulang. Memori jangka panjang memiliki kapasitas yang tidak terbatas
dan dapat menahan informasi dalam jangka waktu yang lebih lama, namun sering
kali memerlukan usaha yang keras agar dapat memasukkan informasi ke memori
ini. Fakta bahwa STM di butuhkan ketika kita menyelesaikan sebagian besar
tugas-tugas kognitif mencerminkan peran penting STM sebagai sebuah memori
kerja (working memory) yang menjaga dan memanipulasi informasi. Teori yang
diajukan oleh Atkinson dan Shiffrin (1968, 1971) menekankan pada interaksi
antara STM dan LTM. Memori jangka penjang memiliki dua manfaat penting:
Pertama, sebagaimana diketahui, kecepatan lupa jauh lebih rendah untuk LTM.
Beberapa psikologi bahkan menyatakan bahwa informasi dalam LTM tidak
pernah hilang meskipun kita kehilangan kemampuan untuk memanggil kembali
informasi tersebut; dan LTM memiliki kapasitas yang tidak terbatas. Meskipun
demikian, tidaklah selalu mudah memasukkan informasi baru ke dalam LTM.
Atkinson dan Shiffrin mengajukan beberapa proses kontrol yang dapat digunakan
sebagai usaha untuk mempelajari informasi baru. Proses kontrol (control proses)
adalah strategi yang digunakan seseorang untuk memfasilitasi perolehan
pengetahuan. Strategi tersebut meliputi strategi akuisisi terhadap:
a. Pengulangan (rehearsal) merupakan repitisi informasi baik dengan keras
maupun lirih secara terus-menerus hingga informasi tersebut berhasil
dipelajari.
b. Pengodean (coding) berusaha menempatkan informasi agar dapat diingat
dalam konteks informasi tambahan yang mudah diingat, seperti frase atau
kalimat mnemonic.
c. Membuat gambaran (imaging) meliputi menciptakan gambaran visual agar
materi lebih mudah diingat. Strategi ini merupakan trik memori lama bahkan
trik ini direkomendasikan oleh Cicero di Romawi Kuno untik mempelajari
daftar yang panjang atau pidato.
19
Pengulangan verbal biasanya dianggap sebagai suatu bentuk pembelajaran
dengan sistem hafal (rote learning) karena melibatkan pengulangan informasi
secara terus- menerus sampai kita pikir sudah berhasil mempelajarinya.
Pengulangan verbal berguna ketika materi yang dipelajari agak abstrak yang sulit
dengan menggunakan strategi pengodean atau membuat gambaran. Tugas yang
didesain oleh Atkinson dan Shiffrin (1968) menuntun pembelajaran materi yang
abstrak dan tidak bermakna, sehingga mendorong subjek untuk menggunakan
pengulangan.
Kekurangan pada teori ini adalah apabila seorang guru tidak mampu
menyampaikan meteri pembelajaran serta tidak dapat menciptakan metode
pembelajaran yang menarik perhatian siswa, maka proses pembelajaran akan terasa
membosankan. Jika tidak dapat menarik perhatian siswa yang mengakibatkan tujuan
pembelajaran tidak tercapai. Selain itu, apabila menghadapi siswa atau peserta didik
yang benar-benar tidak mampu untuk diajak aktif berfikir, maka mengakibatkan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai juga akan ikut terhambat. Kemudian
kelebihan teori pemrosesan informasi yaitu sebagai berikut:
20
3.7 Tahap-tahap Teori Belajar Pemrosesan Informasi
21
kategorinya. Dalam proses ini, penyimpanan dilakukan untuk peristiwa-peristiwa
yang sudah diencodekan. (3) Retrieval, yaitu sebuah proses pengaksesan,
penemubalikan atau pemanggilan kembali informasi yang disimpan di dalam memori
untuk digunakan. Proses penemubalikan informasi yang disimpan dalam memori dari
sensory memory bersifat langsung dan otomatis.
Memasuki memori jangka pendek, sekali lagi informasi itu di kodekan. Kali
ini ke dalam suatu bentuk konseptual. Misalnya gambar mirip X menjadi suatu
representasi semacam X. Menetapnya informasi dalam memori jangka pendek bisa
relatif lama, bisa pula hanya beberapa detik. Hal ini tergantung perhatian awal. Proses
mempertahankan informasi jangka pendek dengan cara mengulangulang, dan
menghafal (rehearsal). Latihan juga sangat penting dalam hal ini, karena lebih lama
sebuah informasi berada dalam memori jangka pendek lebih besar pula kemungkinan
informasi tersebut akan ditransfer ke dalam memori jangka panjang. Tanpa latihan
dan pengulangan kemungkinan informasi tersebut akan cepat hilang beberapa detik,
karena memori jangka pendek mempunyai kapasitas yang terbatas. Informasi juga
dapat hilang oleh informasi lain yang baru dan lebih kuat.
22
Memasuki memori jangka panjang maka manusia mampu menyimpan
informasi itu untuk sebuah periode yang cukup lama. Memori jangka panjang
diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat besar dan sangat lama untuk menyimpan
informasi. Banyak ahli yang percaya bahwa manusia mungkin tidak akan pernah
melupakan informasi yang telah ada pada memori jangka panjang ini, akan tetapi
manusia hanya tidak mampu menemukan kembali informasi dalam memori mereka.
Para ahli kognitivisme membagi memori jangka panjang ini dengan tiga bagian, yaitu
episodic memory, semantic memory, dan procedural memory. Episodic memory
adalah memori pengalaman hidup manusia yang memuat sebuah gambar secara
mental tentang segala sesuatu yang manusia lihat dan dengar. Seperti ketika seseorang
bertanya tentang makan malamnya bersama seorang teman, untuk menjawab
pertanyaaan ini seseorang menceritakan dan mengingat serta membayangkan saat
makan malam bersama teman. Pada saat mengingatnya, artinya orang tersebut
memangil kembali informasi gambar yang telah disimpan episodic memory di
memory jangka panjangya. Semantic memory adalah memori yang berisi ide-ide atau
konsep-konsep yang berkaitan dengan skema. Skema menurut Piaget adalah kerangka
kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-
pengalaman. Para ahli teori juga menggunakan istilah skema untuk menjelaskan
jaringan kerja konsep-konsep yang telah dimiiki individu dalam memori mereka
untuk memahami dan mengintegrasikan informasi-informasi yang baru. Procedural
memory adalah memori yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat prosedural
sehingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu itu
dikerjakan. Misalnya, pada saat belajar mengunakan komputer, maka memori
menyimpan informasi tersebut sebagai ingatan prosedural. Bila suatu saat akan
mengunakan komputer maka ingatan akan tentang prosedur mengunakan komputer
akan digali atau dipanggil untuk digunakan mengoperasikan komputer.
Informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang akan dicari lagi
pada saat informasi itu dibutuhkan. Jika pada saat informasi dibutuhkan namun gagal
dalam upaya pencarian atau pemangilan informasi, maka proses itulah yang
dinamakan “lupa”. Pencarian itu terkadang bisa terjadi secara sadar atau otomatis.
23
Pada saat inilah cara seseorang belajar atau menerima informasi, kemudian
memengolah dan menyimpanya akan berpengaruh terhadap pemanggilan informasi
tersebut. Sementara itu, Lukman El Hakim membagi pemrosesan informasi menjadi
empat tahap. (1) Menerima informasi, yaitu memperoleh informasi tertentu dari
lingkungan dengan alat indera untuk selanjutnya diolah. (2) Mengolah informasi,
yaitu upaya mengabungkan dan mengaitkan informasi atau pengetahuan yang
dimiliki. (3) Menyimpan informasi, yaitu mempertahankan informasi atau ingatan
dalam memori. (4) Memanggil informasi kembali, yaitu mengingat kembali informasi
atau pengetahuan yang disimpan dalam ingatan atau memori untuk digunakan. Untuk
lebih memperjelas pembahasan, keempat tahap tersebut dapat dianalisis melalui
indikator berikut.
24
3.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teori Belajar Pemrosesan Informasi
25
informasi adalah terbentuknya sistem pada diri seseorang yang semakin efisien untuk
mengontrol aliran informasi (Miller, 1993).
Saat ini ada dua model yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori
pemrosesan informasi, yaitu model penyimpanan (store/structure model) dan model
tingkat pemrosesan (level of processing). Model penyimpanan dikembangkan oleh
Atkinson & Shiffrin (dalam Miller, 1993), sedangkan model tingkat pemrosesan
dikembangkan oleh Craik dan Lockhart (dalam Miller, 1993). Dalam model
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, kognisi manusia
dikonsepkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga bagian, yaitu masukan (input),
proses dan keluaran (output). Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi
sistem. Stimulasi dari dunia sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk
penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak. Otak
mengolah dan mentransformasikan informasi dalam berbagai cara. Proses ini meliputi
pengkodean ke dalam bentuk-bentuk simbolis, membandingkan dengan informasi
yang telah diketahui sebelumnya, menyimpan dalam memori, dan mengambilnya bila
diperlukan. Akhir dari proses ini adalah keluaran, yaitu perilaku manusia, seperti
berbicara, menulis, interaksi sosial, dan sebagainya (Vasta, dkk., 1992).
26
prosedural). Menurut pandangan model pemrosesan informasi yang dikembangkan
oleh Atkinson & Shiffrin, sejak kecil seorang anak mengembangkan fungsi kontrol
dalam mengolah informasi dari lingkungannya. Menurut Hetherington & Parke
(1986), pada usia antara 3 hingga 12 tahun, fungsi kontrol seseorang menunjukkan
perkembangan yang pesat. Fungsi tersebut mencakup pengaturan informasi yang
diperlukan, termasuk memilih strategi yang digunakan dan memonitor keberhasilan
penggunaan strategi tersebut. Dalam pandangan model ini, anak merupakan pengatur
yang aktif dari fungsi-fungsi kognitifnya sendiri. Oleh karena itu, dalam menghadapi
suatu masalah, anak memilih masalah yang akan diselesaikannya, memutuskan besar
usaha yang akan dilakukannya, memilih strategi yang akan digunakannya,
menghindari hal-hal yang mengganggu usahanya, serta mengevaluasi kualitas hasil
usahanya. Model pemrosesan informasi berasumsi bahwa anak-anak mempunyai
kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda dibanding orang dewasa. Anak-anak
tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa
yang diserap, tidak mempunyai banyak strategi untuk mengatasi masalah, tidak
mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk memahami
masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya (Hetherington &
Parke, 1986). Mengingat perkembangan anak yang optimal adalah tujuan para
psikolog perkembangan, maka sangat relevan jika individu-individu yang
berkecimpung di bidang ini melakukan penelitian yang tujuannya bermuara pada
meningkatkan kemampuan pemrosesan informasi.
27
Menurut model tingkat pemrosesan, berbagai stimulus informasi diproses
dalam berbagai tingkat kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya.
Semakin dalam suatu informasi diolah, maka informasi tersebut akan semakin lama
diingat. Sebagai contoh, informasi yang mempunyai imaji visual yang kuat atau
banyak berasosiasi dengan pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih
dalam. Demikian juga informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses
daripada stimuli atau kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia
akan lebih mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang
menjadi perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam
daripada stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya (Craik &
Lockhart, 2002). Pengulangan (rehearsal) yang memegang peranan penting dalam
pendekatan model penyimpanan juga dianggap penting dalam pendekatan model
tingkat pemrosesan. Namun, menurut pandangan model tingkat pemrosesan, hanya
mengulang-ulang saja tidak cukup untuk mengingat. Untuk memperoleh tingkatan
yang lebih dalam, aktivitas pengulangan haruslah bersifat elaboratif. Dalam hal ini,
pengulangan harus merupakan sebuah proses pemberian makna (meaning) dari
informasi yang masuk. Istilah elaborasi sendiri mengacu kepada sejauh mana
informasi yang masuk diolah sehingga dapat diikat atau diintegrasikan dengan
informasi yang telah ada dalam ingatan (Craik dan Lockhart, dalam Morgan et al.,
1986).
28
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap.
d. Prinsip perbedaan individual terlayani.
1. Motivasi yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk
melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tententu (motivasi intrinsik dan
ekstrinsik). Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan
harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah.
29
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami Informasi yang diperoleh
dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian. Pebelajar yang sudah
termotivasi mestinya menerima rangsangan (stimulus) yang akan membawanya
pada peristiwa penting belajar dan selanjutnya rangsangan itu disimpannyadalam
ingatan.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala informasi
yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori
peserta didik. Begitu situasi eksternal diperhatikan dan ditanggapi berlangsunglah
proses belajar. Fase pemerolehan mencakup apa yang kita sebut “ peristiwa
penting belajar” yakni suatu saat dimana beberapa kesatuan pengetahuan yang
baru terbentuk dimasukkan kedalam ingatan jangka panjang.
4. Penahanan, yaitu menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk
jangka panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang. Informasi
baru yang diperoleh harus dipindahkan dari meori jangka pendek ke memori
jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi
atau lainnya.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila
ada rangsangan. Seperti halnya pada kebanyakan proses belajar yang lain, proses
pengkungkapan kembali bisa dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Isyarat-
isyarat untuk pengungkapan kembali bisa dikemukakan dalam bentuk komunikasi
verbal kepada pebelajar.
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis
dalam belajar.
7. Penampilan yaitu para siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar
sesuatu melalui penampilanyang tampak.
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya. Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan
mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa
yang diajarkan.
Selain itu ada sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas dalam
kaitannya dengan pembelajaran pemrosesan informasi.
30
1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.
2. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang dibahas.
3. Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran.
4. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah dirancang.
5. Memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.
6. Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
7. Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
9. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses
pengolahan informasi antara lain:
1. Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang
dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh
pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi
belajar yang diharapkan. Gagne (dalam Ratna Willis Dahar, 2006: 118)
mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan
intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi,
konsep konkret, konsep terdefinisi, aturan, dan aturan tingkat tinggi. (b) strategi
kognitif, suatu proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah
cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. (c) informasi
verbal, suatu pengetahuan yang disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. (d)
keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. (e) sikap, suatu kemampuan
internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi,
kepercayaan, serta faktor intelektual.
2. Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari
tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang
31
dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur
tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
33
panjang (stroge) dan diakhiri dengan pengungkapan kembali suatu informasi yang
didapatkannya dan disimpan dalam ingatan (retrival).
Kekurangan pada teori ini adalah apabila seorang guru tidak mampu
menyampaikan meteri pembelajaran serta tidak dapat menciptakan metode
pembelajaran yang menarik perhatian siswa, maka proses pembelajaran akan terasa
membosankan. Kemudian kelebihan teori pemrosesan informasi yaitu sebagai berikut:
34
menyenangkan dan menarik sehingga peserta didik dapat menerima materi dengan
baik, sehingga peserta didik akan mudah memahami dan mengingat materi yang
disampaikan.
Saat ini ada dua model yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori
pemrosesan informasi, yaitu model penyimpanan (store/structure model) dan model
tingkat pemrosesan (level of processing). Model penyimpanan dikembangkan oleh
Atkinson & Shiffrin (dalam Miller, 1993), sedangkan model tingkat pemrosesan
dikembangkan oleh Craik dan Lockhart (dalam Miller, 1993). Dalam model
35
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, kognisi manusia
dikonsepkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga bagian, yaitu masukan (input),
proses dan keluaran (output). Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi
sistem. Stimulasi dari dunia sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk
penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak.
1. Motivasi yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk
melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tententu (motivasi intrinsik dan
ekstrinsik).
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami Informasi yang diperoleh
dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala informasi
yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori
peserta didik.
4. Penahanan, yaitu menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk
jangka panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang. Informasi
baru yang diperoleh harus dipindahkan dari meori jangka pendek ke memori
jangka panjang.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila
ada rangsangan.
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis
dalam belajar.
7. Penampilan yaitu para siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar
sesuatu melalui penampilanyang tampak.
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya. Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan
mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa
yang diajarkan.
36
4.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
38