Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH TEORI BELAJAR PEMROSESAN INFORMASI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran

Mata Kuliah: Belajar dan Pembelajaran

Dosen Pengampu:

1. Dr. Herpratiwi, M.Pd.


2. Dian Utami, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

Nova Arum Palupi

NPM. 2113034045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Saya dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah Teori Belajar Pemrosesan Informasi”
dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai teori belajar pemrosesan dalam proses belajar dan pembelajaran. Pada
kesempatan ini, Saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Herpratiwi, M.Pd. dan Ibu Dian Utami, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu
mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
2. Kedua orang tua Saya, yang telah memberikan semangat dan kasih sayang.
3. Rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi semester 2 (dua) yang telah membantu dalam
berjalannya perkuliahan.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik
dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Harapan Saya,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Saya pribadi dan pembaca.

Bandar Lampung, 12 Maret 2022

Nova Arum Palupi

NPM. 2113034045

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 3

1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................ 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................................. 5

2.1 Teori Belajar Pemrosesan Informasi.................................................................... 5

2.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Pemrosesan Informasi Schunk

2912:228............................................................................................................... 6

2.3 Tahap-tahap Teori Belajar Pemrosesan Informasi Robert Gagne........................ 6

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................... 7

3.1 Pengertian Teori Belajar Pemrosesan Informasi.................................................. 7

3.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Pemrosesan Informasi.......................................... 10

3.3 Ciri-ciri Teori Belajar Pemrosesan Informasi..................................................... 11

3.4 Model Teori Belajar Pemrosesan Informasi....................................................... 11

3.5 Macam Pola Pada Teori Belajar Pemrosesan Informasi..................................... 14

3.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Pemrosesan Informasi...................... 20

3.7 Tahap-tahap Teori Belajar Pemrosesan Informasi.............................................. 21

3.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teori Belajar Pemrosesan Informasi.......... 25

ii
3.9 Tinjauan Pendekatan Teori Belajar Pemrosesan Informasi………………..... 26

3.10 Pengaplikasian Model Pengajaran Pemrosesan Informasi Dalam Kegiatan

Pembelajaran……………………………………………………………….... 29

BAB IV PENUTUP.............................................................................................................. 33

4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 33

4.2 Saran.................................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori pemrosesan informasi didasari oleh asumsi bahwa pembelajaran


merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan
merupakan hasil komulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses
informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan
kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Tahapan proses pembelajaran
meliputi delapan fase: 1) Motifasi, 2) Pemahaman, 3) Pemerolehan, 4) Penyimpanan,
5) Ingatan kembali, 6) Generalisasi, 7) Perlakuan, 8) Umpan Teori Pemrosesan
Informasi.

Informasi adalah pengetahuan yang didapat dari pembelajaran, pengalaman


atau instruksi. Dalam beberapa hal pengetahuan tentang situasi yang telah
dikumpulkan atau diterima melalui proses komunikasi, pengumpulan intelejan dan
didapatkan dari berita, juga disebut informasi. Informasi yang berupa koleksi data dan
fakta dinamakan informasi statistik. Dalam bidang ilmu komputer, informasi adalah
data yang disimpan, diproses atau ditransmisikan. Penelitian ini memokuskan pada
definisi informasi sebagai pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran,
pengalaman, dan instruksi. Model pemrosesan informasi beranggapan bahwa anak-
anak mempunyai kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda dengan orang dewasa.
Anak-anak tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal
informasi apa yang diserap, tidak banyak mempunyai strategi untuk mengatasi
masalah, tidak mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan
untuk memahami masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya.

1
Perkembangan anak yang optimal merupakan tujuan para psikolog
perkembangan, maka sangat relevan jika individu-individu yang berkecimpung di
bidang ini melakukan penelitian yang tujuanya bermuara pada meningkatkan
kemampuan pemrosesan informasi. Salah satu teori kognitif yang menjelaskan proses
belajar pada diri seseorang yang berkenaan dengan tahap-tahap proses pengolahan
informasi adalah teori pemrosesan informasi. Menurut teori ini proses belajar tidak
berbeda halnya dengan proses menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali
dengan informasi-informasi yang telah diterima sebelumnya. Gejala-gejala tentang
belajar dapat dijelaskan jika proses belajar itu dianggap sebagai proses transformasi
masukan menjadi keluaran. Jadi, proses belajar tersebut mirip dengan apa yang terjadi
pada sebuah komputer.

Berbagai pemahaman tentang belajar telah benyak dikemukakan oleh para ahli
dari berbagai aliran. Paparan ini mencoba menyajikan pemahaman tentang belajar
dari sudut pandang teori pemrosesan informasi. Proses belajar menurut teori ini
meliputi kegiatan menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali informasi-
informasi yang telah diterima. Belajar tidaklah hanya apa yang dilihat, yang penting
bagaimana proses kognitif itu terjadi dalam diri pembelajar. Maka dari itu penulis
membuat makalah yang berjudul “Makalah Teori Belajar Pemrosesan Informasi”
agar peserta didik dapat menerima, menyimpan dan mengungkapkan kembali
informasi atau pengajaran yang telah diberikan oleh pendidik.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian teori belajar pemrosesan informasi?


1.2.2 Apa prinsip-prinsip teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.3 Apa ciri-ciri teori belajar pemrosesan informasi?

1.2.4 Apa model teori belajar pemrosesan informasi?


1.2.5 Apa macam pola pada teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.6 Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar pemrosesan informasi?

2
1.2.7 Apa tahap-tahap teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.8 Apa faktor-faktor yang mempengaruhi teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.9 Bagaimana tinjauan pendekatan teori belajar pemrosesan informasi?
1.2.10 Bagaimana pengaplikasian model pengajaran pemrosesan informasi dalam
kegiatan pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Menjelaskan pengertian teori belajar pemrosesan informasi.


1.3.2 Menjelaskan prinsip-prinsip teori belajar pemrosesan informasi.
1.3.3 Menjelaskan ciri-ciri teori belajar pemrosesan informasi.
1.3.4 Menjelaskan model teori belajar pemrosesan informasi.
1.3.5 Menjelaskan macam pola pada teori belajar pemrosesan informasi.
1.3.6 Menjelaskan kelebihan dan kekurangan teori belajar pemrosesan informasi.
1.3.7 Menjelaskan tahap-tahap teori belajar pemrosesan informasi.
1.3.8 Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi teori belajar pemrosesan
informasi.

1.3.9 Menjelaskan tinjauan pendekatan teori belajar pemrosesan informasi.


1.3.10 Menjelaskan pengaplikasian model pengajaran pemrosesan informasi dalam
kegiatan pembelajaran.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Dapat memahami pengertian teori belajar pemrosesan informasi.


1.4.2 Dapat memahami prinsip-prinsip teori belajar pemrosesan informasi.
1.4.3 Dapat memahami ciri-ciri teori belajar pemrosesan informasi.
1.4.4 Dapat memahami model teori belajar pemrosesan informasi.
1.4.5 Dapat memahami macam pola pada teori belajar pemrosesan informasi.
1.4.6 Dapat memahami kelebihan dan kekurangan teori belajar pemrosesan
informasi.

1.4.7 Dapat memahami tahap-tahap teori belajar pemrosesan informasi.

3
1.4.8 Dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi teori belajar pemrosesan
informasi.

1.4.9 Dapat memahami tinjauan pendekatan teori belajar pemrosesan informasi.


1.4.10 Dapat memahami pengaplikasian model pengajaran pemrosesan informasi
dalam kegiatan pembelajaran.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar Pemrosesan Informasi

2.1.1 Teori Pemrosesan Informasi Menurut Slavin 2000

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang


menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali
pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175).

2.1.2 Teori Pemrosesan Informasi Nobert Wiener

Teori ini juga disebut sebagai sibernetika. Istilah sibernetika berasal


dari bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali
digunakan tahun 1945 oleh Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul
Cybernetics. Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada
komunikasi (penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar
sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan
lingkungan. Seiring perkembangan teknologi informasi yang diluncurkan oleh
para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer sebagai
media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama
relasi, mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau
pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori
sibernetik yaitu menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan
memiliki perbedaan dengan yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah
seiring perkembangan waktu. Pembelajaran digambarkan sebagai: INPUT =>
PROSES => OUTPUT.

5
2.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Pemrosesan Informasi Schunk 2912:228

Pada dasarnya, model pembelajaran pemrosesan informasi ini memiliki empat


prinsip dasar, yakni bahwa (1) manusia merupakan pemroses informasi; (2) pikiran
merupakan sebuah sistem pengolahan informasi; (3) kognisi adalah serangkaian
proses mental; dan (4) pembelajaran adalah penguasaan representasi-representasi
mental (Schunk, 2912:228).

2.3 Tahap-tahap Teori Belajar Pemrosesan Informasi Robert Gagne

Menurut Robert Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama:
(1) Receiving the stimulus situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan
sebagai jembatan di Amerika atau judul sebuah film. (2) Stage of acquisition, yaitu
fase dimana seseorang membentuk asosiasi antara infomasi baru dan informasi lama.
(3) Storage, yaitu fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam memori
jangka pendek maupun jangka panjang. (4) Retrieval, yaitu fase mengingat kembali
atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang


menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari
otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh
sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Pada teori ini
dijelaskan bagaimana individu memproses informasi, bagaimana informasi masuk
kedalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, kemudian informasi
diambil kembali sebagai acuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks
seperti memecahkan masalah dan berpikir. Proses yang dijelaskan ini merupakan cara
khalayak dalam memproses informasi yang diterima dari media dan lingkungannya
sehingga memunculkan kebutuhan mereka terhadap informasi. Teori pemrosesan
informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis
perkembangan keterampilan kognitif seperti perhatian, memori, metakognisi dan
strategi kognitif. Sehingga teori ini didasarkan atas tiga asumsi umum yaitu pikiran
dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan pengembalian informasi, individu-
individu memproses informasi dari lingkungan, dan terdapat keterbatasan pada
kapasitas untuk memproses informasi dari seorang individu. Kemudian, pemrosesan
informasi terjadi ketika adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-
kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam
individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.

Teori ini juga disebut sebagai sibernetika. Istilah sibernetika berasal dari
bahasa Yunani (Cybernetics berarti pilot). Istilah Cybernetics yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi sibernetika, pertama kali digunakan tahun 1945 oleh
Nobert Wiener dalam bukunya yang berjudul Cybernetics. Sibernetika adalah teori
sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi (penyampaian informasi) antara

7
sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol (feedback) dari sistem berfungsi
dengan memperhatikan lingkungan. Seiring perkembangan teknologi informasi yang
diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966, penggunaan komputer
sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat. Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi,
mencari handout (buku materi ajar), menerangkan materi pelajaran atau pelatihan,
bahkan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu
menghargai adanya 'perbedaan', bahwa suatu hal akan memiliki perbedaan dengan
yang lainnya, atau bahwa sesuatu akan berubah seiring perkembangan waktu.
Pembelajaran digambarkan sebagai: INPUT => PROSES => OUTPUT.

Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara mengumpulkan/menerima


stimuli dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan
konsep-konsep, dan pemecahan masalah, serta menggunakan simbol-simbol verbal
dan non verbal. Teori ini berkenaan dengan kemampuan memecahkan masalah dan
kemampuan berpikir produktif, serta berkenaan dengan kemampuan intelektual umum
(general intellectual ability). Adapun landasan penting teori pemrosesan informasi
yaitu:

1. Prior Knowledge (pengetahuan awal).


2. Rancangan tujuan yang berorientasi kognitif.
3. Umpan balik (feedback).

Teori pemrosesan informasi merupakan teori belajar yang digagas oleh Robert
Gagne. Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam otak
manusia di saat memproses suatu informasi. Menurut Gagne, belajar adalah proses
memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi serta mengingat
kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Dengan kata lain, pemrosesan informasi
adalah kegiatan menerima informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi dan
memanggil kembali informasi. Pemrosesan informasi memiliki tiga komponen yang
dipilah berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses
terjadinya lupa. Pertama, Sensory Receptor (SR) yaitu sel tempat pertama kali

8
informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya,
informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi
mudah terganggu atau berganti.

Kedua, Shot Term Memory atau Working Memory (WM) yaitu memori yang
diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh individu.
Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM antara
lain: 1) Memiliki kapasitas yang terbatas. Informasi di dalamnya hanya mampu
bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2)
Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Asumsi
pertama berkaitan dengan penataan jumlah informasi, sedangkan informasi yang
kedua berkaitan dengan peran proses kontrol. Artinya, agar informasi dapat bertahan
dalam WM, maka upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas WM di
samping melakukan rehearsal (pengulangan). Sedangkan penyandian pada tahap WM,
dalam bentuk verbal, visual, ataupun semantik, dipengaruhi oleh peran proses kontrol
dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.

Ketiga, Long Term Memory (LTM) yaitu memori yang diasumsikan: 1) berisi
semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak
terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM tidak akan pernah
terhapus atau hilang. Persoalan lupa pada tahapan ini disebabkan oleh kesulitan atau
kegagalan memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Ini berarti, jika
informasi ditata dengan baik maka akan memudahkan proses penelusuran dan
pemunculan kembali informasi jika diperlukan.

Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Dalam


pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga
menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi
interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif) dan kondisi-
kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan) dan interaksi antar keduanya akan
menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan

9
informasi yang berupa kecakapan manusia (human capitalities) yang terdiri dari: (1)
informasi verbal; (2) kecakapan intelektual; (3) strategi kognitif; (4) sikap; dan
kecakapan motorik. Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan
belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan yakni menarik
perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan
pada pra syarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan
belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informative, menilai unjuk
kerja, dan meningkatkan retensi dan alih belajar keunggulan strategi pembelajaran
yang berpijak pada teori pemrosesan informasi.

3.2 Prinsip-prinsip Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Pada dasarnya, model pembelajaran pemrosesan informasi ini memiliki empat


prinsip dasar, yakni bahwa (1) manusia merupakan pemroses informasi; (2) pikiran
merupakan sebuah sistem pengolahan informasi; (3) kognisi adalah serangkaian
proses mental; dan (4) pembelajaran adalah penguasaan representasi-representasi
mental (Schunk, 2912:228). Di samping hal itu, (Schunk, 2912:229) menyebutkan
empat komponen utama model pemrosesan informasi adalah perhatian, persepsi,
memori jangka pendek, dan memori jangka panjang.

Prinsip utama teori beban kognnitif adalah kualitas dari pembelajaran akan
meningkat jika perhatian dikonsentrasikan pada peran dan keterbatasan memori kerja.
R.C. Clark et al mengungkapkan bahwa terdapat tiga beban kognitif yang
mempengaruhi kerja memori tersebut yaitu: beban kognitif intrinsic (intrinsic
cognitive load), 2) beban kognitif germany (germany cognitive load) dan 3) beban
kognitif extraneous (extraneous cognitive load). Beban kognitif intrinsic bergantung
pada tingkat kesulitan dari materinya seberapa banyak unsur yang ada dan
bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Beban kognitif germany (germany
cognitive load) adalah beban yang relevan atau menguntungkan yang dikenakan
oleh metode pengajaran yang mengarah pada hasil belajar yang lebih baik. Beban
kognitif extraneous (extraneous cognitive load) bergantung pada cara pesan-pesan

10
ins- truksional tersebut dirancang, yakni pada materi tersebut ditata dan disajikan
(Kuan, 2010: 6-7).

3.3 Ciri-ciri Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Ciri-ciri pemrosesan informasi ditandai dengan tata cara mengumpulkan


informasi atau mendapatkan stimulus-stimulus dari lingkungan sekitarnya atau
lainnya. Pemrosesan informasi bias terdapat pada ingatan manusia yang diawali dari
proses memasukkan suatu informasi kedalam ingatan (encoding), dilanjutkan dengan
penyimpanan informasi dalam jangka pendek dan diteruskan pada ingatan jangka
panjang (stroge) dan diakhiri dengan pengungkapan kembali suatu informasi yang
didapatkannya dan disimpan dalam ingatan (retrival).

Menurut Posner/ Rothbar (2007), kemampuan anak sangat berkembang pesat


pada masa prasekolah. Atensi adalah suatu kegiatan yang memfokuskan mental
manusia terhadap suatu informasi tertentu. Ketika anak menjadi individu yang baik
dalam memahami lingkungan sekitarnya, dapat membantu anak dalam meningkatkan
atensi apresisinya terhadap lingkungannya.

Terdapat dua bentuk aspek antensi untuk memfokuskan anak dalam


meampung sebuah informasi, antaranya: pertama, atensi eksekutif (melibatkan anak
dalam sebuah perencanaan, mengalokasikan atensi pada sasaran yang tepat,
mendeteksi dan kompensasi kesalahan, memantau perkembangan tugas anak, serta
menghadapi suatu keadaan yang sulit dan rumit) dan kedua, atensi yang tertahan
(keikutsertaan anak dalam mendalami sebuah objek, kejadian-kejadian yang dialami,
tuigas yang diberikan atau faktor lainnya).

3.4 Model Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan informasi


didasarkan pada teori belajar kognitif. Model pembelajaran tersebut berorientasi pada

11
kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat memperbaiki
kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara-cara
mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta
menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal. Proses informasi dalam ingatan
dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi
yang telah disimpan dalam ingatan (retrival). Teori belajar pemerosesan informasi
mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup
beberapa tahapan yaitu sebagai berikut.

1. Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori. Sistem syaraf


menggunakan kode internal yang merepresentasikan stimulus eksternal. Dengan
cara ini representasi objek/kejadian eksternal dikodekan menjadi informasi
internal dan siap disimpan.
2. Stroge adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek kemudian
diteruskan untuk diproses dan digabungkan ke dalam memori jangka panjang.
Namun tidak semua informasi dari memori jangka pendek dapat disimpan. Kunci
penting dalam penyimpanan di memori jangka panjang adalah adanya motivasi
yang cukup untuk mendorong adanya latihan berulang hal-hal dari memori jangka
pendek.
3. Retrieval adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada pemanfaatan
informasi yang disimpan. Agar dapat diambil kembali, informasi yang disimpan
tidak hanya tersedia tetapi juga dapat diperoleh karena meskipun secara teoritis
informasi yang disimpan tersedia tetapi tidak selalu mudah untuk menggunakan
dan menempatkannya.

Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-
faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk
menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi
konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh
pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih
kompleks. Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut:

12
1. Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan informasi
ketika pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu
2. Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan
bentuk ataupun isinya
3. Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.

Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, yaitu


komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol).
Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya ”lupa”. Ketiga komponen tersebut
adalah sebagai berikut:

a. Sensory Receptor (SR)


Sensory Receptor adalah sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.
Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya bertahan
dalam waktu yang sangat singkat dan mudah tergangu atau berganti.

b. Working Memory (WM)


Working Memory diasumsikan mampu menangkap informasi yang mendapat
perhatian individu, perhatian dipengaruhi oleh persepsi. Karekateristik Working
Memory adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan 15
detik jika tidak diadakan pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk
yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam
WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan
pengulangan.

c. Long Term Memory (LTM)


Long Term Memory diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah
dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali
informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Sedangkan lupa adalah proses gagalnya memunculkan kembali informasi yang
diperlukan. Tennyson mengemukakan proses penyimpanan informasi merupakan
proses mengasimilisasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah
dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dadar pengetahuan.

13
Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak
dikembangkan, diantarannya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini Reigeluth, Bunderson, dan Merril
mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran berdasarkan empat
hal, yakni pemilihan, penataan urutan, rangkuman dan sintesis. Teori pemrosesan
informasi memiliki keunggulan dalam strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.


2. Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
3. Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
4. Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai.
5. Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
6. Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama masing-masing individu.
7. Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk
kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.

3.5 Macam Pola Pada Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985).


Asumsinya adalah pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Pembelajaran merupakan keluaran pemrosesan informasi yang berupa
kecakapan manusia. Selain itu memori jangka panjang manusia berisi gambaran-
gambaran dari berbagai macam pengenalan pola yang menghasilkan beberapa teori,
yaitu:

1. Teori Template
Teori Template mengusulkan bahwa pola-pola tidak “diuraikan”semua.
Template adalah suatu kesatuan yang holistic atau tidak dapat dianalisis yang kita
bandingkan dengan pola lainnya dengan mengukur seberapa banyak kedua pola
dapat dicocokkan atau saling melengkapi. Kelemahan dari teori template membuat
teori tersebut kurang menjanjikan untuk dijadikan teori umum pengenalan pola
biasanya akan cepat hilang.

14
2. Teori Ciri
Teori Ciri (Feature Theory) memungkinkan untuk menggambarkan sebuah
pola dengan membuat bagian-bagiannya. Teori Ciri tepat sekali untuk
menggambarkan perceptual learning (pembelajaran perceptual) dan salah satu
diskusi terbaik mengenai teori ciri terdapat Principle Of Preceptual Learning and
Development dari Gibson (1969). Teori Gibson menyebutkan bahwa
pembelajaran perceptual terjadi melalui penemuan ciri-ciri yang membedakan satu
pola dengan pola lainnya. Meskipun kebanyakan teoritikus pengenalan pola
menggunakan konsep ciri, namun sering kali untuk menemukan seperangkat ciri
yang baik merupakan tugas yang menantang. Gibson (1969) mengajukan kriteria
berikut sebagai dasar dalam menyeleksi seperangkat ciri dari huruf besar, yaitu:
a. Ciri haruslah merupakan ciri yang paling penting sehingga terlihat berbeda.
b. Identitas dari ciri tersebut harus tidak berubah-ubah ketika terjadi perubahan
kecepatan keterangan, ukuran, dan perspektif.
c. Ciri tersebut harus menghasilkan pola yang unik untuk setiap huruf.
d. Jumlah ciri yang diajukan haruslah sedikit.

3. Teori Struktural (structural theory)


Suatu teori menentukan bagaimana ciri dari sebuah pola bergabung dengan
ciri dari pola tersebut dan menekankan pada hubungan antar ciri menurut Clowes
(1969). Teori Struktural memperluas teori ciri-ciri dengan mengkhususkan
bagaimana ciri-ciri tersebut berhubungan. Sutherland (1968) adalah salah seorang
yang pertama-tama berpendapat bahwa jika kita ingin memiliki kemampuan
dalam pengenalan pola yang sangat mengesankan, maka kita membutuhkan jenis
bahasa deskriptif yang lebih kuat yang terkandung dalam teori structural.
Eksperimen bagian ini menunjukkan bahwa Sutherland benar.

4. Teori Teknik Penyebutan Sebagian


a. Model Sperling
Pada tahun 1963 Sperling mengajukan model pemrosesan informasi
atas performa tugas penyebutan visual dalam penelitiannya. Model Sperling
adalah orang yang pertama-tama mengkonstruksi model awal pemrosesan
informasi pada pengenalan objek visual. Masalah umum dalam
mengkonstruksi model pemrosesan informasi adalah mengidentifikasi
15
penyebab keterbatasan performa dalam pelaksanaan suatu tugas. Model
tersebut terdiri atas:
a) Penyimpanan informasi visual (visual information store atau VIS)
merupakan penyimpanan sensori yang menjaga informasi selama waktu
yang singkat dari pecahan detik hingga satu detik.
b) Pengulangan (rehearsal), yaitu mengatakan huruf-huruf pada diri sendiri.
c) Penyimpanan informasi auditori (auditor information store), yaitu
mengingat nama huruf.

b. Model Rumelhart
Tahun 1970, Rumelhart mengajukan model matematis yang detail
mengenai performa pada tugas pemrosesan informasi yang memiliki
jangkauan yang luas, meliputi prosedur penyebutan keseluruhan dan prosedur
penyebutan-sebagian yang diteliti oleh Sperling. Model Rumelhart dibangun
dengan asumsi kunci model Sperling, seperti pentingnya penyimpanan
informasi visual dan penggunaan scan parallel untuk mengenali pola.

5. Teori Leher Botol


Teori yang mencoba menjelaskan bagaimana orang menyeleksi informasi
ketika beberapa tahap pemrosesan informasi menjadi kelebihan beban dengan
terlalu banyak informasi. Teori Leher Botol dibagi menjadi beberapa model, yaitu:
1) Model Penyaringan dari Broatbent, yaitu: Bahwa Sebuah Fenomena leher
botol terjadi dalam tahap pengenalan pola dan bahwa perhatian menentukan
informasi mana yang akan mencapai tahap pengenalan pola.
2) Model Pelemahan dari Treisman, yaitu: Treisman (1960) menemukan efek
konstektual (contextual effect) bahasa yang dapat menyebabkan subjek
menyebutkan kata-kata pada saluran yang diabaikan, sehingga membuat
bayangan dengan tidak tepat.
3) Model Seleksi Memori dari Deutsh- Norman: Model ini berasumsi bahwa
kata-kata pada dua percakapan dapat dikenali, namun terlupakan dengan
cepat, kecuali kata-kata tersebut penting.

16
6. Teori Kapasitas
Berasumsi bahwa seseorang memiliki control atas alokasi penggunaan
kapasitas yang terbatas untuk melakukan tugas yang berbeda, Misalnya Seseorang
biasanya mengendarai sebuah mobil sambil bercakap pada saat yang sama jika
kedua aktivitas tersebut tidak melebihi kapasitas kita untuk melakukan dua tugas
yang berbeda. Teori Pemrosesan Otomatis (Automatic Processing) Beberapa teori
berpendapat bahwa kebanyakan hal yang kita lakukan tidak ditentukan oleh
pilihan-pilihan disengaja, tetapi lebih ditentukan oleh ciri-ciri lingkungan yang
mengawali proses mental yang berlangsung di luar kesadaran (Barg&Chatrand,
1999). Salah satu karakteristik pemrosesan otomatis adalah terjadi tanpa disadari.
Akuisisi pemrosesan otomatis sering kali menguntungkan karena melakukan
aktivitas rutin tanpa perlu banyak konsentrasi dan usaha mental. Walaupun
demikian, pemrosesan otomatis juga tidak menguntungkan, yaitu seseorang jadi
kurang berfikir tentang apa yang dilakukan, sehingga mungkin akan melakukan
kesalahan konyol atau gagal mengingat apa yang telah dilakukan. Posner dan
Snyder (1975) telah menyatakan bahwa ada tiga kriteria untuk menentukan
apakah suatu keterampilan bersifat otomatis. Suatu keterampilan disebut otomatis
apabila: terjadi tanpa disengaja; tidak membangkitkan kesadaran; tidak terganggu
aktivitas mental yang lain. Tahun 1979, Hasher dan Zacks mengajukan teori
mengenai pengodean otomatis yang memaparkan perbedaan antara dua jenis
aktivitas memori, yaitu yang membutuhkan banyak usaha atau kapasitas, yang
hanya membutuhkan usaha atau kapasitas sedikit sekali atau bahkan tidak sama
sekali. Aktivitas yang pertama atau proses yang membutuhkan usaha meliputi
bermacam strategi untuk meningkatkan memori, seperti imagery visual, elaborasi,
pengorganisasian, dan mengulang secara verbal; pemrosesan otomatis yang
mendukung pembelajaran incidental (incidental Learning), yaitu ketika secara
tidak sadar berusaha mempelajari sesuatu. Hasher dan Zacks menyatakan bahwa
kita dapat secara otomatis merekam informasi frekuensi, spasial, dan temporal
tanpa sengaja menyimpan jejak informasi ini. Infornasi Frekuensi adalah data
yang mengkhususkan pada seberapa sering suatu stimulus berbeda terjadi. Klaim
bahwa ketiga jenis informasi tersebut dapat direkam secara otomatis dalam
memori tidak dapat diuji kecuali kita menetapkan implikasi pemrosesan otomatis.
Hasher dan Zacks mengajukan lima kriteria yang membedakan antara pemrosesan
otomatis dan pemrosesan yang membutuhkan usaha. Prediksi tersebut, yaitu:
17
a. Pembelajaran disengaja versus pembelajaran incidental: Pembelajaran
disengaja terjadi ketika seseorang secara bebas mencoba belajar sesuatu;
Pembelajaran incidental terjadi ketika seseorang tidak mencoba untuk
mempelajari sesuatu. Pembelajaran incidental dapat seefektif pembelajatan
yang disengaja untuk memprosesan otomatis, namun kurang efektif untuk
pemrosesan yang membutuhkan usaha.
b. Efek dari instruksi dan latihan: Instruksi mengenai cara dalam melaksanakan
suatu tugas dan latihan dalam melakukan suatu tugas pastinya tidak
berdampak pada pemrosesan otomatis karena dapat dilakukan secara efisien.
c. Gangguan tugas: Pemrosesan otomatis seharusnya tidak saling mengganggu
karena hanya membutuhkan sedikit kapasitas atau tidak sama sekali.
d. Semangat yang rendah atau tinggi: Kondisi emosi seperti semangat yang
rendah atau tinggi dapat menurunkan keefektifan pemrosesan yang butuh
usaha. Pemrosesan otomatis seharusnya tidak terpengaruh oleh kondisi emosi.
e. Tren perkembangan: Pemrosesan otomatis menunjukkan sedikit perubahan
pada usia.

Jika Hasher dan Zacks (1979) benar, maka ingatan akan informasi frekuensi,
temporal dan spasial tidak akan terpengaruh oleh pembelajaran disengaja versus
tidak sengaja atau incidental, latihan, gangguan tugas, rendah tingginya semangat,
dan tren perkembangan. Salah satu keterampilan kognitif yang paling banyak
dihadapi anak kecil adalah belajar membaca. Belajar membaca memerlukan
banyak komponen keterampilan. Anak-anak harus menganalisis ciri-ciri huruf,
mengombinasikan ciri-ciri tersebut untuk mengidentifikasi huruf, mengubah huruf
ke dalam suara untuk mengucapkan kata, memahami makna kata secara tersendiri,
dan mengombinasikan makna kata untuk memahami bacaan. Menurut sebuah
teori yang diajukan oleh La Berge dan Samuels (1974), kemampuan memproleh
keterampilan yang kompleks dan multikomponen seperti kemampuan membaca
tergantung pada kapabilitas pemrosesan otomatis.

18
7. Teori Memori
Sebuah teori memori yang diusulkan oleh Atkinson dan Shiffrin (1968, 1971)
yang menekankan pada interaksi antara penyimpanan sensoris, memori jangka
pendek, dan jangka panjang (LTM). Memori Jangka pendek sebagai komponen
dasar kedua dalam sistem Atkinson dan Shiffrin adalah bersifat terbatas baik
dalam kapasitas maupun durasi. Informasi akan hilang dalam waktu 20-30 detik
jika tidak diulang. Memori jangka panjang memiliki kapasitas yang tidak terbatas
dan dapat menahan informasi dalam jangka waktu yang lebih lama, namun sering
kali memerlukan usaha yang keras agar dapat memasukkan informasi ke memori
ini. Fakta bahwa STM di butuhkan ketika kita menyelesaikan sebagian besar
tugas-tugas kognitif mencerminkan peran penting STM sebagai sebuah memori
kerja (working memory) yang menjaga dan memanipulasi informasi. Teori yang
diajukan oleh Atkinson dan Shiffrin (1968, 1971) menekankan pada interaksi
antara STM dan LTM. Memori jangka penjang memiliki dua manfaat penting:
Pertama, sebagaimana diketahui, kecepatan lupa jauh lebih rendah untuk LTM.
Beberapa psikologi bahkan menyatakan bahwa informasi dalam LTM tidak
pernah hilang meskipun kita kehilangan kemampuan untuk memanggil kembali
informasi tersebut; dan LTM memiliki kapasitas yang tidak terbatas. Meskipun
demikian, tidaklah selalu mudah memasukkan informasi baru ke dalam LTM.
Atkinson dan Shiffrin mengajukan beberapa proses kontrol yang dapat digunakan
sebagai usaha untuk mempelajari informasi baru. Proses kontrol (control proses)
adalah strategi yang digunakan seseorang untuk memfasilitasi perolehan
pengetahuan. Strategi tersebut meliputi strategi akuisisi terhadap:
a. Pengulangan (rehearsal) merupakan repitisi informasi baik dengan keras
maupun lirih secara terus-menerus hingga informasi tersebut berhasil
dipelajari.
b. Pengodean (coding) berusaha menempatkan informasi agar dapat diingat
dalam konteks informasi tambahan yang mudah diingat, seperti frase atau
kalimat mnemonic.
c. Membuat gambaran (imaging) meliputi menciptakan gambaran visual agar
materi lebih mudah diingat. Strategi ini merupakan trik memori lama bahkan
trik ini direkomendasikan oleh Cicero di Romawi Kuno untik mempelajari
daftar yang panjang atau pidato.

19
Pengulangan verbal biasanya dianggap sebagai suatu bentuk pembelajaran
dengan sistem hafal (rote learning) karena melibatkan pengulangan informasi
secara terus- menerus sampai kita pikir sudah berhasil mempelajarinya.
Pengulangan verbal berguna ketika materi yang dipelajari agak abstrak yang sulit
dengan menggunakan strategi pengodean atau membuat gambaran. Tugas yang
didesain oleh Atkinson dan Shiffrin (1968) menuntun pembelajaran materi yang
abstrak dan tidak bermakna, sehingga mendorong subjek untuk menggunakan
pengulangan.

3.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Kekurangan pada teori ini adalah apabila seorang guru tidak mampu
menyampaikan meteri pembelajaran serta tidak dapat menciptakan metode
pembelajaran yang menarik perhatian siswa, maka proses pembelajaran akan terasa
membosankan. Jika tidak dapat menarik perhatian siswa yang mengakibatkan tujuan
pembelajaran tidak tercapai. Selain itu, apabila menghadapi siswa atau peserta didik
yang benar-benar tidak mampu untuk diajak aktif berfikir, maka mengakibatkan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai juga akan ikut terhambat. Kemudian
kelebihan teori pemrosesan informasi yaitu sebagai berikut:

1. Dengan menerapkan teori pemprosesan informasi akan membantu meningkatkan


keaktifan peserta didik dalam berfikir. Sehingga peserta didik akan didorong
untuk berfikir di dalam kegiatan pembelajaran.
2. Peserta didik akan berusaha untuk mengaitkan proses pembelajaran yang menarik
dengan materi yang disampaikan.
3. Guru dan pendidik di tuntut untuk kreatif dalam kegiatan pembelajaran. Guru
dituntut dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan metode belajar yang
menyenangkan dan menarik sehingga peserta didik dapat menerima materi dengan
baik, sehingga peserta didik akan mudah memahami dan mengingat materi yang
disampaikan.

20
3.7 Tahap-tahap Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Pemrosesan informasi merupakan proses psikologis yang abstrak, dan


tersembunyi. Namun beberapa ahli mampu menganalisis pemrosesan informasi yang
terjadi dalam otak manusia melalui tahap-tahap yang muncul dari perilaku manusia
tersebut. Menurut Robert Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama:
(1) Receiving the stimulus situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan
sebagai jembatan di Amerika atau judul sebuah film. (2) Stage of acquisition, yaitu
fase dimana seseorang membentuk asosiasi antara infomasi baru dan informasi lama.
(3) Storage, yaitu fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam memori
jangka pendek maupun jangka panjang. (4) Retrieval, yaitu fase mengingat kembali
atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.

Sedangkan menurut Donald Broadbent, pemrosesan informasi terdiri dari tiga


tahap. (1) Encoding yaitu proses pengtransformasian peristiwa-peristiwa ke dalam
bentuk yang bisa disimpan dan digunakan selama masa tertentu (biasa disebut dengan
pembelajaran). Encoding itu sendiri dapat berupa kata-kata, gambar, grafik,
fenomena, dll. Lebih lanjut encoding merupakan proses mengalihkan informasi dari
bentuk fisik, energi dan lain-lain ke dalam bentuk yang dapat disimpan di dalam
memori. Di dalam proses encoding informasi ini dapat terjadi dengan dua cara, yaitu
tidak sengaja dan sengaja. Tidak sengaja terjadi apabila hal-hal yang diterima oleh
indranya dimasukkan dengan tidak sengaja kedalam ingatannya. Contoh konkretnya
dapat kita lihat pada anak-anak yang umumnya menyimpan pengalaman yang tidak di
sengaja, misalnya bahwa ia akan mendapat apa yang diinginkan bila ia menangis
keras-keras sambil berguling-guling. Sedangkan sengaja terjadi apabila individu
dengan sengaja memasukkan pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya.
Contohnya orang yang bersekolah dimana ia memasukkan segala hal yang
dipelajarinya di bangku sekolah dengan sengaja. (2) Storage, atau disebut juga dengan
retensi yaitu proses mengendapkan informasi yang diterima dalam suatu tempat
tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Penyimpanan ini sudah sekaligus mencakup
kategorisasi informasi sehingga tempat informasi tersimpan sesuai dengan

21
kategorinya. Dalam proses ini, penyimpanan dilakukan untuk peristiwa-peristiwa
yang sudah diencodekan. (3) Retrieval, yaitu sebuah proses pengaksesan,
penemubalikan atau pemanggilan kembali informasi yang disimpan di dalam memori
untuk digunakan. Proses penemubalikan informasi yang disimpan dalam memori dari
sensory memory bersifat langsung dan otomatis.

Ketiga tahapan yang disebutkan Donald Broadbent tersebut, lebih dikenal


dengan sebutan Information Processing Model (Model Pemrosesan Informasi). Cara
kerja dari sistem informasi menurut model ini adalah adanya rangsangan dari
lingkungan si pelajar mempengaruhi reseptornya dan memasuki sistem saraf melalui
suatu sensory register (register penginderaan). Struktur inilah yang bertanggung jawab
atas persepsi awal terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa sehingga si pelajar
melihat, mendengar atau mengindera. Informasi itu dikodekan (dijadikan kode) dalam
sensory register (register peindraan), yakni informasi itu diubah bentuknya menjadi
bentuk terpola yang merupakan wakil rangsangan aslinya. Keberadaan register
penginderaan mempunyai 2 implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, seseorang
harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua,
seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam
waktu singkat masuk ke dalam kesadaran.

Memasuki memori jangka pendek, sekali lagi informasi itu di kodekan. Kali
ini ke dalam suatu bentuk konseptual. Misalnya gambar mirip X menjadi suatu
representasi semacam X. Menetapnya informasi dalam memori jangka pendek bisa
relatif lama, bisa pula hanya beberapa detik. Hal ini tergantung perhatian awal. Proses
mempertahankan informasi jangka pendek dengan cara mengulangulang, dan
menghafal (rehearsal). Latihan juga sangat penting dalam hal ini, karena lebih lama
sebuah informasi berada dalam memori jangka pendek lebih besar pula kemungkinan
informasi tersebut akan ditransfer ke dalam memori jangka panjang. Tanpa latihan
dan pengulangan kemungkinan informasi tersebut akan cepat hilang beberapa detik,
karena memori jangka pendek mempunyai kapasitas yang terbatas. Informasi juga
dapat hilang oleh informasi lain yang baru dan lebih kuat.

22
Memasuki memori jangka panjang maka manusia mampu menyimpan
informasi itu untuk sebuah periode yang cukup lama. Memori jangka panjang
diperkirakan memiliki kapasitas yang sangat besar dan sangat lama untuk menyimpan
informasi. Banyak ahli yang percaya bahwa manusia mungkin tidak akan pernah
melupakan informasi yang telah ada pada memori jangka panjang ini, akan tetapi
manusia hanya tidak mampu menemukan kembali informasi dalam memori mereka.
Para ahli kognitivisme membagi memori jangka panjang ini dengan tiga bagian, yaitu
episodic memory, semantic memory, dan procedural memory. Episodic memory
adalah memori pengalaman hidup manusia yang memuat sebuah gambar secara
mental tentang segala sesuatu yang manusia lihat dan dengar. Seperti ketika seseorang
bertanya tentang makan malamnya bersama seorang teman, untuk menjawab
pertanyaaan ini seseorang menceritakan dan mengingat serta membayangkan saat
makan malam bersama teman. Pada saat mengingatnya, artinya orang tersebut
memangil kembali informasi gambar yang telah disimpan episodic memory di
memory jangka panjangya. Semantic memory adalah memori yang berisi ide-ide atau
konsep-konsep yang berkaitan dengan skema. Skema menurut Piaget adalah kerangka
kerja kognitif individu yang berguna untuk mengorganisasi persepsi dan pengalaman-
pengalaman. Para ahli teori juga menggunakan istilah skema untuk menjelaskan
jaringan kerja konsep-konsep yang telah dimiiki individu dalam memori mereka
untuk memahami dan mengintegrasikan informasi-informasi yang baru. Procedural
memory adalah memori yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat prosedural
sehingga mampu untuk menghadirkan kembali bagaimana segala sesuatu itu
dikerjakan. Misalnya, pada saat belajar mengunakan komputer, maka memori
menyimpan informasi tersebut sebagai ingatan prosedural. Bila suatu saat akan
mengunakan komputer maka ingatan akan tentang prosedur mengunakan komputer
akan digali atau dipanggil untuk digunakan mengoperasikan komputer.

Informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka panjang akan dicari lagi
pada saat informasi itu dibutuhkan. Jika pada saat informasi dibutuhkan namun gagal
dalam upaya pencarian atau pemangilan informasi, maka proses itulah yang
dinamakan “lupa”. Pencarian itu terkadang bisa terjadi secara sadar atau otomatis.

23
Pada saat inilah cara seseorang belajar atau menerima informasi, kemudian
memengolah dan menyimpanya akan berpengaruh terhadap pemanggilan informasi
tersebut. Sementara itu, Lukman El Hakim membagi pemrosesan informasi menjadi
empat tahap. (1) Menerima informasi, yaitu memperoleh informasi tertentu dari
lingkungan dengan alat indera untuk selanjutnya diolah. (2) Mengolah informasi,
yaitu upaya mengabungkan dan mengaitkan informasi atau pengetahuan yang
dimiliki. (3) Menyimpan informasi, yaitu mempertahankan informasi atau ingatan
dalam memori. (4) Memanggil informasi kembali, yaitu mengingat kembali informasi
atau pengetahuan yang disimpan dalam ingatan atau memori untuk digunakan. Untuk
lebih memperjelas pembahasan, keempat tahap tersebut dapat dianalisis melalui
indikator berikut.

No. Langkah – Langkah Indikator Pemrosesan Informasi


Pemrosesan Informasi
1. Menerima informasi Siswa mengamati soal yang diberikan,
membaca dengan suara keras, membaca
dengan suara pelan, membaca dalam hati,
serta siswa mengungkapkan informasi
baik secara verbal atau nonverbal
(ditulis).
2. Mengolah informasi Siswa merespon informasi baik secara
verbal atau nonverbal (ditulis). Siswa
menggunakan satu atau lebih informasi
dalam memberikan respon
3. Menyimpan informasi Siswa mengungkapkan kembali atau
mengulang secara verbal atau nonverbal
(ditulis) setelah informasi diterima.
4. Memanggil kembali Siswa mengungkapkan kembali atau
informasi mengulang secara verbal atau nonverbal
(ditulis) informasi yang diterima dalam
selang waktu tertentu.

24
3.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Menurut Craik Lockhart, ada beberapa faktor penghambat dalam pemrosesan


informasi seorang individu. Hambatan-hambatan tersebut antara lain: (1) tidak semua
individu mampu melatih memori secara maksimal, (2) proses internal memori tidak
dapat dapat diamati secara langsung, (3) tingkat kesulitan mengungkap kembali
informasi yang telah disimpan dalam ingatan, dan (4) kemampuan otak tiap individu
tidak sama. Sedangkan menurut Robert Gagne, faktor pendorong dalam suatu
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi internal dan kondisi
eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan
untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif. Gagne juga mengartikan belajar
adalah proses memperoleh informasi, mengolah informasi, menyimpan informasi
serta mengingat kembali informasi yang dikontrol oleh otak. Jadi di dalam kondisi
internal seorang individu untuk mencapai hasil belajar pasti terjadi proses yang
berkenaan dengan pemrosesan informasi. Dengan kata lain dalam proses belajar
terjadi pemrosesan informasi. Adapun hal-hal yang terjadi pada seorang individu yang
mempengaruhi proses belajar maka juga akan mempengaruhi pemrosesan
informasinya, inilah yang disebut kondisi internal. Sedangkan kondisi eksternal
adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran, seperti kondisi lingkungan, media belajar, dan guru. Sehingga dapat
dikatakan bahwa menurut Gagne, faktor yang mempengaruhi pemrosesan informasi
terdiri dari faktor internal dan eksternal.

3.9 Tinjauan Pendekatan Teori Belajar Pemrosesan Informasi

Teori kognisi menjelaskan tentang bagaimana proses mengetahui terjadi pada


manusia. Ada beberapa model yang digunakan untuk menjelaskan proses mengetahui
pada manusia. Model pemrosesan informasi membahas tentang peran operasi-operasi
kognitif dalam pengolahan informasi (Hetherington & Parke, 1986). Dalam model ini
manusia dipandang sebagai sistem yang memodifikasi informasi sendiri secara aktif
dan terorganisir. Perkembangan seseorang dalam pemrosesan informasi berkaitan
dengan perubahan-perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam aspek ini serta
pengaruhpengaruh genetis dan lingkungan. Inti dari perkembangan dalam pemrosesan

25
informasi adalah terbentuknya sistem pada diri seseorang yang semakin efisien untuk
mengontrol aliran informasi (Miller, 1993).

Saat ini ada dua model yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori
pemrosesan informasi, yaitu model penyimpanan (store/structure model) dan model
tingkat pemrosesan (level of processing). Model penyimpanan dikembangkan oleh
Atkinson & Shiffrin (dalam Miller, 1993), sedangkan model tingkat pemrosesan
dikembangkan oleh Craik dan Lockhart (dalam Miller, 1993). Dalam model
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, kognisi manusia
dikonsepkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga bagian, yaitu masukan (input),
proses dan keluaran (output). Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi
sistem. Stimulasi dari dunia sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk
penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak. Otak
mengolah dan mentransformasikan informasi dalam berbagai cara. Proses ini meliputi
pengkodean ke dalam bentuk-bentuk simbolis, membandingkan dengan informasi
yang telah diketahui sebelumnya, menyimpan dalam memori, dan mengambilnya bila
diperlukan. Akhir dari proses ini adalah keluaran, yaitu perilaku manusia, seperti
berbicara, menulis, interaksi sosial, dan sebagainya (Vasta, dkk., 1992).

Secara rinci, Pressley, (1990) memaparkan pemrosesan informasi sebagai


berikut: Pertama-tama, manusia menangkap informasi dari lingkungan melalui organ-
organ sensorisnya (yaitu mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Beberapa informasi
disaring (diabaikan) pada tingkat sensoris, kemudian sisanya dimasukkan ke dalam
ingatan jangka pendek (kesadaran). Ingatan jangka pendek mempunyai kapasitas
pemeliharaan informasi yang terbatas sehingga kandungannya harus diproses
sedemikian rupa (misalnya dengan pengulangan atau pelatihan), jika tidak akan
lenyap dengan cepat. Bila diproses, informasi dari ingatan jangka pendek (short-term
memory) dapat ditransfer ke dalam ingatan jangka panjang (long-term memory).
Ingatan jangka panjang (Long-Term Memory) merupakan hal penting dalam proses
belajar. Menurut Anderson (dalam Pressley, 1990), tempat penyimpanan jangka
panjang mengandung informasi faktual (disebut pengetahuan deklaratif) dan
informasi mengenai bagaimana cara mengerjakan sesuatu (disebut pengetahuan

26
prosedural). Menurut pandangan model pemrosesan informasi yang dikembangkan
oleh Atkinson & Shiffrin, sejak kecil seorang anak mengembangkan fungsi kontrol
dalam mengolah informasi dari lingkungannya. Menurut Hetherington & Parke
(1986), pada usia antara 3 hingga 12 tahun, fungsi kontrol seseorang menunjukkan
perkembangan yang pesat. Fungsi tersebut mencakup pengaturan informasi yang
diperlukan, termasuk memilih strategi yang digunakan dan memonitor keberhasilan
penggunaan strategi tersebut. Dalam pandangan model ini, anak merupakan pengatur
yang aktif dari fungsi-fungsi kognitifnya sendiri. Oleh karena itu, dalam menghadapi
suatu masalah, anak memilih masalah yang akan diselesaikannya, memutuskan besar
usaha yang akan dilakukannya, memilih strategi yang akan digunakannya,
menghindari hal-hal yang mengganggu usahanya, serta mengevaluasi kualitas hasil
usahanya. Model pemrosesan informasi berasumsi bahwa anak-anak mempunyai
kemampuan yang lebih terbatas dan berbeda dibanding orang dewasa. Anak-anak
tidak dapat menyerap banyak informasi, kurang sistematis dalam hal informasi apa
yang diserap, tidak mempunyai banyak strategi untuk mengatasi masalah, tidak
mempunyai banyak pengetahuan mengenai dunia yang diperlukan untuk memahami
masalah, dan kurang mampu memonitor kerja proses kognitifnya (Hetherington &
Parke, 1986). Mengingat perkembangan anak yang optimal adalah tujuan para
psikolog perkembangan, maka sangat relevan jika individu-individu yang
berkecimpung di bidang ini melakukan penelitian yang tujuannya bermuara pada
meningkatkan kemampuan pemrosesan informasi.

Model kedua yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori pemrosesan


informasi adalah model tingkat pemrosesan (level of process-ing). Model tingkat
pemrosesan yang dikembangkan oleh Craik dan Lockhart ini memiliki prinsip dasar
bahwa informasi yang diterima diolah dengan tingkatan yang berbeda. Semakin
dalam pengolahan yang dilakukan, semakin baik informasi tersebut diingat. Pada
tingkat pengolahan pertama akan diperoleh persepsi, yang merupakan kesadaran
seketika akan lingkungan. Pada tingkat pengolahan berikutnya akan diperoleh
gambaran struktural dari informasi. Pada tingkat pengolahan terdalam akan diperoleh
makna (meaning) dari informasi yang diterima (Craik dan Lockhart, dalam Morgan et
al., 1986).

27
Menurut model tingkat pemrosesan, berbagai stimulus informasi diproses
dalam berbagai tingkat kedalaman secara bersamaan bergantung kepada karakternya.
Semakin dalam suatu informasi diolah, maka informasi tersebut akan semakin lama
diingat. Sebagai contoh, informasi yang mempunyai imaji visual yang kuat atau
banyak berasosiasi dengan pengetahuan yang telah ada akan diproses secara lebih
dalam. Demikian juga informasi yang sedang diamati akan lebih dalam diproses
daripada stimuli atau kejadian lain di luar pengamatan. Dengan kata lain, manusia
akan lebih mengingat hal-hal yang mempunyai arti bagi dirinya atau hal-hal yang
menjadi perhatiannya karena hal-hal tersebut diproses secara lebih mendalam
daripada stimuli yang tidak mempunyai arti atau tidak menjadi perhatiannya (Craik &
Lockhart, 2002). Pengulangan (rehearsal) yang memegang peranan penting dalam
pendekatan model penyimpanan juga dianggap penting dalam pendekatan model
tingkat pemrosesan. Namun, menurut pandangan model tingkat pemrosesan, hanya
mengulang-ulang saja tidak cukup untuk mengingat. Untuk memperoleh tingkatan
yang lebih dalam, aktivitas pengulangan haruslah bersifat elaboratif. Dalam hal ini,
pengulangan harus merupakan sebuah proses pemberian makna (meaning) dari
informasi yang masuk. Istilah elaborasi sendiri mengacu kepada sejauh mana
informasi yang masuk diolah sehingga dapat diikat atau diintegrasikan dengan
informasi yang telah ada dalam ingatan (Craik dan Lockhart, dalam Morgan et al.,
1986).

Telah disebutkan bahwa prinsip dasar model tingkat pemrosesan informasi


adalah semakin besar upaya pemrosesan informasi selama belajar, semakin dalam
informasi tersebut akan disimpan dan diingat. Prinsip ini telah banyak diaplikasikan
dalam penyusunan setting pengajaran verbal, seperti mengingat daftar kata, juga
pengajaran membaca dan bahasa (Cermak & Craik, dalam Craik & Lockhart, 2002).
Manfaat teori pemrosesan informasi antara lain:

a. Membantu terjadinya proses pembelajaran sehingga individu mampu beradaptasi


pada lingkungan yang selalu berubah.
b. Menjadikan strategi pembelajaran dengan menggunakan cara berpikir yang
berorientasi pada proses lebih menonjol.

28
c. Kapabilitas belajar dapat disajikan secara lengkap.
d. Prinsip perbedaan individual terlayani.

Hambatan teori pemrosesan informasi antara lain sebagai berikut.

a. Tidak semua individu mampu melatih memori secara maksimal.


b. Proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung.
c. Tingkat kesulitan mengungkap kembali informasi-informasi yang telah disimpan
dalam ingatan.
d. Kemampuan otak tiap individu tidak sama.

3.10 Pengaplikasian Model Pengajaran Pemrosesan Informasi Dalam Kegiatan


Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informasi termasuk dalam lingkup teori kognitif
yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati
secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi
tertentu. Namun memori kerja manusia mempunyai kapasitas yang terbatas, oleh
karena itu untuk mengurangi muatan memori kerja, perlu memperhatikan kapabilitas
belajar, peristiwa pembelajaran, dan pengorganisasian atau urutan pembelajaran.
Belajar bukan sesuatu yang bersifat alamiah,namun terjadi dengan kondisi-kondisi
tertentu, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Sehubungan hal tersebut, maka
pengelolaan pembelajaran dalam teori belajar sibernetik, menuntut pembelajaran
untuk diorganisir dengan baik yang memperhatikan kondisi internal dan kondisi
eksternal.

Menurut Robert M. Gagne mengemukakan ada delapan fase proses


pembelajaran. Kedelapan fase itu sebagai berikut.

1. Motivasi yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk
melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tententu (motivasi intrinsik dan
ekstrinsik). Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan
harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah.

29
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami Informasi yang diperoleh
dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian. Pebelajar yang sudah
termotivasi mestinya menerima rangsangan (stimulus) yang akan membawanya
pada peristiwa penting belajar dan selanjutnya rangsangan itu disimpannyadalam
ingatan.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala informasi
yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori
peserta didik. Begitu situasi eksternal diperhatikan dan ditanggapi berlangsunglah
proses belajar. Fase pemerolehan mencakup apa yang kita sebut “ peristiwa
penting belajar” yakni suatu saat dimana beberapa kesatuan pengetahuan yang
baru terbentuk dimasukkan kedalam ingatan jangka panjang.
4. Penahanan, yaitu menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk
jangka panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang. Informasi
baru yang diperoleh harus dipindahkan dari meori jangka pendek ke memori
jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali, praktik, elaborasi
atau lainnya.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila
ada rangsangan. Seperti halnya pada kebanyakan proses belajar yang lain, proses
pengkungkapan kembali bisa dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Isyarat-
isyarat untuk pengungkapan kembali bisa dikemukakan dalam bentuk komunikasi
verbal kepada pebelajar.
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis
dalam belajar.
7. Penampilan yaitu para siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar
sesuatu melalui penampilanyang tampak.
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya. Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan
mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa
yang diajarkan.

Selain itu ada sembilan langkah yang harus diperhatikan guru di kelas dalam
kaitannya dengan pembelajaran pemrosesan informasi.

30
1. Melakukan tindakan untuk menarik perhatian peserta didik.
2. Memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang dibahas.
3. Merangsang peserta didik untuk memulai aktivitas pembelajaran.
4. Menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah dirancang.
5. Memberikan bimbingan bagi aktivitas peserta didik dalam pembelajaran.
6. Memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.
7. Memberikan feedback terhadap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
8. Melaksanakan penilaian proses dan hasil.
9. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan menjawab
berdasarkan pengalamannya.

Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses
pengolahan informasi antara lain:

1. Kondisi belajar
Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang
dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh
pendidik untuk mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi
belajar yang diharapkan. Gagne (dalam Ratna Willis Dahar, 2006: 118)
mengklasifikasikan ada lima macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan
intelektual, atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar diskriminasi,
konsep konkret, konsep terdefinisi, aturan, dan aturan tingkat tinggi. (b) strategi
kognitif, suatu proses kontrol yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah
cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. (c) informasi
verbal, suatu pengetahuan yang disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi. (d)
keterampilan motorik, kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan
gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot. (e) sikap, suatu kemampuan
internal yang mempengaruhi perilaku seseorang, dan didasari oleh emosi,
kepercayaan, serta faktor intelektual.

2. Tujuan belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, sebab komponen-komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari
tujuan belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang

31
dinyatakan secara spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur
tingkat ketercapaian tujuan belajar, dan dapat meningkatkan motivasi belajar.

3. Pemberian umpan balik


Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting bagi peserta
didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat
kompetensinya. Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi
merupakan interaksi faktor internal dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi
pengelolaan kegiatan pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik untuk
dilakukan bagi pendidik agar dapat memperlancar proses belajar peserta didik
adalah sebagai berikut:
a. Menarik perhatian.
b. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
c. Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.
d. Menyajikan bahan perangsang.
e. Memberikan bimbingan belajar.
f. Mendorong unjuk kerja.
g. Memberikan balikan informatif.
h. Menilai unjuk kerja.
i. Meningkatkan retensi dan alih belajar.

32
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang


menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari
otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh
sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Pada teori ini
dijelaskan bagaimana individu memproses informasi, bagaimana informasi masuk
kedalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, kemudian informasi
diambil kembali sebagai acuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks
seperti memecahkan masalah dan berpikir. Proses yang dijelaskan ini merupakan cara
khalayak dalam memproses informasi yang diterima dari media dan lingkungannya
sehingga memunculkan kebutuhan mereka terhadap informasi. Teori pemrosesan
informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis
perkembangan keterampilan kognitif seperti perhatian, memori, metakognisi dan
strategi kognitif.

Pada dasarnya, model pembelajaran pemrosesan informasi ini memiliki empat


prinsip dasar, yakni bahwa (1) manusia merupakan pemroses informasi; (2) pikiran
merupakan sebuah sistem pengolahan informasi; (3) kognisi adalah serangkaian
proses mental; dan (4) pembelajaran adalah penguasaan representasi-representasi
mental (Schunk, 2912:228).

Ciri-ciri pemrosesan informasi ditandai dengan tata cara mengumpulkan


informasi atau mendapatkan stimulus-stimulus dari lingkungan sekitarnya atau
lainnya. Pemrosesan informasi bias terdapat pada ingatan manusia yang diawali dari
proses memasukkan suatu informasi kedalam ingatan (encoding), dilanjutkan dengan
penyimpanan informasi dalam jangka pendek dan diteruskan pada ingatan jangka

33
panjang (stroge) dan diakhiri dengan pengungkapan kembali suatu informasi yang
didapatkannya dan disimpan dalam ingatan (retrival).

Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan informasi


didasarkan pada teori belajar kognitif. Model pembelajaran tersebut berorientasi pada
kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat memperbaiki
kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara-cara
mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta
menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal. Proses informasi dalam ingatan
dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan
informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informasi-informasi
yang telah disimpan dalam ingatan (retrival).

Selain itu memori jangka panjang manusia berisi gambaran-gambaran dari


berbagai macam pengenalan pola yang menghasilkan beberapa teori, yaitu teori
template, teori ciri, teori struktural, teori teknik penyebutan sebagian, teori leher botol,
teori kapasitas, dan teori memori.

Kekurangan pada teori ini adalah apabila seorang guru tidak mampu
menyampaikan meteri pembelajaran serta tidak dapat menciptakan metode
pembelajaran yang menarik perhatian siswa, maka proses pembelajaran akan terasa
membosankan. Kemudian kelebihan teori pemrosesan informasi yaitu sebagai berikut:

1. Dengan menerapkan teori pemprosesan informasi akan membantu meningkatkan


keaktifan peserta didik dalam berfikir. Sehingga peserta didik akan didorong
untuk berfikir di dalam kegiatan pembelajaran.
2. Peserta didik akan berusaha untuk mengaitkan proses pembelajaran yang menarik
dengan materi yang disampaikan.
3. Guru dan pendidik di tuntut untuk kreatif dalam kegiatan pembelajaran. Guru
dituntut dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan metode belajar yang

34
menyenangkan dan menarik sehingga peserta didik dapat menerima materi dengan
baik, sehingga peserta didik akan mudah memahami dan mengingat materi yang
disampaikan.

Pemrosesan informasi merupakan proses psikologis yang abstrak, dan


tersembunyi. Namun beberapa ahli mampu menganalisis pemrosesan informasi yang
terjadi dalam otak manusia melalui tahap-tahap yang muncul dari perilaku manusia
tersebut. Menurut Robert Gagne, pemrosesan informasi terdiri dari empat fase utama:
(1) Receiving the stimulus situation, yaitu fase ketika seseorang memperhatikan
stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut
untuk ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya Golden Eye bisa ditafsirkan
sebagai jembatan di Amerika atau judul sebuah film. (2) Stage of acquisition, yaitu
fase dimana seseorang membentuk asosiasi antara infomasi baru dan informasi lama.
(3) Storage, yaitu fase retensi atau penyimpanan informasi baik ke dalam memori
jangka pendek maupun jangka panjang. (4) Retrieval, yaitu fase mengingat kembali
atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.

Menurut Craik Lockhart, ada beberapa faktor penghambat dalam pemrosesan


informasi seorang individu. Hambatan-hambatan tersebut antara lain: (1) tidak semua
individu mampu melatih memori secara maksimal, (2) proses internal memori tidak
dapat dapat diamati secara langsung, (3) tingkat kesulitan mengungkap kembali
informasi yang telah disimpan dalam ingatan, dan (4) kemampuan otak tiap individu
tidak sama. Sedangkan menurut Robert Gagne, faktor pendorong dalam suatu
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi internal dan kondisi
eksternal individu.

Saat ini ada dua model yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori
pemrosesan informasi, yaitu model penyimpanan (store/structure model) dan model
tingkat pemrosesan (level of processing). Model penyimpanan dikembangkan oleh
Atkinson & Shiffrin (dalam Miller, 1993), sedangkan model tingkat pemrosesan
dikembangkan oleh Craik dan Lockhart (dalam Miller, 1993). Dalam model

35
pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Atkinson & Shiffrin, kognisi manusia
dikonsepkan sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga bagian, yaitu masukan (input),
proses dan keluaran (output). Informasi dari dunia sekitar merupakan masukan bagi
sistem. Stimulasi dari dunia sekitar ini memasuki reseptor memori dalam bentuk
penglihatan, suara, rasa, dan sebagainya. Selanjutnya, input diproses dalam otak.

Menurut Robert M. Gagne mengemukakan ada delapan fase proses


pembelajaran. Kedelapan fase itu sebagai berikut.

1. Motivasi yaitu fase awal memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk
melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tententu (motivasi intrinsik dan
ekstrinsik).
2. Pemahaman, yaitu individu menerima dan memahami Informasi yang diperoleh
dari pembelajaran. Pemahaman didapat melalui perhatian.
3. Pemerolehan, yaitu individu memberikan makna/mempersepsi segala informasi
yang sampai pada dirinya sehingga terjadi proses penyimpanan dalam memori
peserta didik.
4. Penahanan, yaitu menahan informasi/hasil belajar agar dapat digunakan untuk
jangka panjang. Hal ini merupakan proses mengingat jangka panjang. Informasi
baru yang diperoleh harus dipindahkan dari meori jangka pendek ke memori
jangka panjang.
5. Ingatan kembali, yaitu mengeluarkan kembali informasi yang telah disimpan, bila
ada rangsangan.
6. Generalisasi, yaitu menggunakan hasil pembelajaran untuk keperluan tertentu.
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis
dalam belajar.
7. Penampilan yaitu para siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar
sesuatu melalui penampilanyang tampak.
8. Umpan balik, yaitu individu memperoleh feedback dari perilaku yang telah
dilakukannya. Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan
mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa
yang diajarkan.

36
4.2 Saran

Penyusun berharap agar teori belajar yang digunakan dalam proses


pembelajaran di Indonesia sesuai dengan karakter, watak, dan kemampuan para
peserta didik. Agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan ilmu yang
disampaikan kepada peserta didik dapat tersampaikan. Selain itu, peserta didik dapat
mengembangkan potensi atau kemampuan di dalam diri mereka dengan maksimal dan
akhirnya dapat memajukan pendidikan di negara Indonesia.

Penyusun menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan makalah
selanjutnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

 Singgih Prihadi, S.Pd, M.Pd. 2020. “Mengkaji Teori Pemrosesan Informasi”


https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/33733/mod_resource/content/2/Teori%2
0pemrosesan%20informasi.pdf#:~:text=Teori%20pemrosesan%20informasi%
20adalah%20teori,dalam%20waktu%20yang%20cukup%20lama
Diakses pada tanggal 11 Maret 2022 pada pukul 09.01 WIB
 Ummu Kalsum Yunus. 2019. “Penerapan Teori Pemrosesan Informasi dalam Proses
Belajar Mengajar”
http://fst.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/266
Diakses pada tanggal 11 Maret 2022 pada pukul 09.19 WIB
 Dede Agung Nugroho. 2013. “Teori Pemrosesan Informasi”
https://www.scribd.com/document/150786965/Teori-Pemrosesan-Informasi
Diakses pada tanggal 11 Maret 2022 pada pukul 09.27 WIB
 Chindy Surya Pratiwi. 2020. “Pemrosesan Informasi Anak”
https://www.kompasiana.com/chindysuryapratiwi4151/5e8f322e097f3658bd0
056c2/pemrosesan-informasi-anak
Diakses pada tanggal 11 Maret 2022 pada pukul 09.42 WIB
 Annisa Fitria Wulandari. 2014. “KEKURANGAN DAN KELEBIHAN TEORI
PEMROSESAN INFORMASI DAN TEORI KINERJA OTAK”
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/31/kekurangan-dan-
kelebihan-teori-pemrosesan-informasi-dan-teori-kinerja-otak-3/
Diakses pada tanggal 11 Maret 2022 pada pukul 09.59 WIB
 Aminah Rehalat. 2014. “MODEL PEMBELAJARAN PEMROSESAN INFORMASI”
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/1625-3666-1-PB.pdf
Diakses pada tanggal 11 Maret 2022 pada pukul 10.24 WIB

38

Anda mungkin juga menyukai