Anda di halaman 1dari 11

KONSEP-KONSEP YANG BERKAITAN ERAT

DENGAN KONSEP KEKUASAAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Komunikasi Politik

Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Alfikri, S.Si,M.Kom

Disusun Oleh :

Kelompok 13

Putri Salwa Kurnia Balqis (0105192036)

Dean Marcella (0105192034)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Komunikasi Politik ini dengan
pembahasan “Konsep-Konsep yang Berkaitan Erat dengan Kekuasaan”.

Makalah ini telah kami susun dengan sebaik mungkin. Untuk itu, kami
menyampaikan terima kasih kepada bapak Dr. Muhammad Alfikri, S.Si, M.KOM selaku
dosen mata kuliah Komunikasi Politik yang telah membimbing kami dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa masi ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat penyusunan makalah
selanjutnya bisa lebih baik. Akhir kata, kami berharap makalah tentang “Konsep-Konsep
yang Berkaitan Erat dengan Kekuasaan” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Medan, 27 Juni 2021

Kelompok 13
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kekuasaan Menurut Para Tokoh

2.2 Sumber Kekuasaan

2.3 Pembagian Kekuasaan

2.4 Pengertian yang Erat Kaitannya dengan Kekuasaan

2.5 Gejala Politik Kekuasaan

2.6 Perbedaan Konsep Kekuasaan Budaya Barat dan Budaya Lokal

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana sesorang atau sekelompok orang dapat
menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah pihak pertama, perumusan yang
paling umum dikenal yaitu kekuasaan merupakan kemampuan seseorang pelaku untuk
mempengaruhi pelaku seorang pelaku lain dalam hal ini kekuasaan selalu berlangsung
minimal antara dua pihak jadi di antara pihak itu terkait atau saling berhubungan. Jika bicara
kekuasaan selalu identik dengan politik yang dimana dapat kita lihat politik tanpa kekuasaan
itu seperti agama tanpa moral,namun satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa konsep
kekuasaan bukan satu-satunya konsep dalam ilmu politik, kekuasaan merupakan suatu hal
yang selalu berhubungan antar manusia, dalam pemegang kekuasaan dapat seorang indivu,
kelompok, ataupun pemerintah sasaran kekuasaan dapat berupa indivu ataupun kelompok.

Dalam kehidupan kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik itu dalam
masyarakat yang multikultur ataupun majemuk walaupun kekuasaan selalu ada namun
kekuasaan tidak dapat dibagi rata pada semua anggota masyarakat, justru karena pembagian
yang tidak merata tadi timbul makna pokok dari bentuk kekuasaan yaitu adanya orang atau
individu yang dapat mempengaruhi pihak lain karena adanya suatu hal yang dikuasai.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah di dalam penulisan ini adalah :

1. apa definisi kekuasaan menurut para tokoh?


2. Apa saja sumber kekuasaan?
3. Bagaimana pembagian kekuasaan?
4. Apa pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan?
5. Apa saja gejala politik kekuasaan?
6. Apa perbedaan konsep kekuasaan budaya barat dengan budaya lokal?
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui definisi kekuasaan menurut para tokoh


2. Untuk mengetahui apa saja sumber kekuasaan
3. Untuk menegtahui bagaimana pembagian kekuasaan
4. Untuk mengetahui pengertian yang erat kaitannya dengan kekuasaan
5. Untuk mengetahui apa saja gejala politik kekuasaan
6. Untuk mengetahui perbedaan konsep kekuasaan budaya barat dan budaya lokal
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kekuasaan Menurut para Tokoh

Ada banyak definisi kekuasaan yang telah dekemukakan oleh para tokoh. Barbara
Goodwin (2003) berpendapat bahwa kekuasaan adalah suatu hubungan dimana seseorang
atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah
tujuan dari pihak pertama. Menurut Max Weber, kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam
suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan
apa pun dasar kemampuan ini. Talcott Parsons mengatakan, “Kekuasaan adalah kemampuan
untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat oleh kesatuan-kesatuan
dalam suatu sistem orgnaisasi kolektif.” Dari berbagai definisi yang dikemukakan para tokoh,
pada intinya kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk
mempengaruhi pihak lain dalam mencapai sebuah tujuan tertentu.

2.2 Sumber Kekuasaan

Kekuasaan tentu tidak begitu saja diperolah namun ada proses dan hal yang
menunjang untuk menempatkan diri pada pemegang kekuasaan, sumber kekuasaan itu sendiri
sangat lah bermacam-macam ada dengan kekayaan, sarana paksaan fisik, keahlian,
kedudukan serta agama.

Kekayaan, merupakan sumber kekuasaan, yang dimana kekayaan dapat berupa uang,
emas, tanah dan barang-barang berharga, orang yang memiliki kekayaan dalam jumlah besar
setidak-tidaknya secara potensial akan memiliki akan memiliki kekeuasaan. misalnya seorang
tuan tanah mempunyai lahan perkebunan yang luas dan tuan tanah tersebut secara langsung
mempunyai kekuasaan atas pekerja-pekerja di tanah tersebut. sarana paksaan fisik
merupakaan sumber kekuasaan yang lebih bersifat memaksa sehingga membuat orang lain
dapat mengikuti apa yang dikehendaki. Misal seorang preman dipasar untuk mempengaruhi
pola prilaku orang lain, preman tersebut menggunakan senjata sebagai ancaman, dan dalam
hal ini secara tidak langsung dapat kita lihat bahwa preman tersebut dapat mempengaruhi
pola prilaku orang lain dengan ancaman senjata yang dimiliki.
Keahlian, merupakan sumber kekuasaan yang muncul dari penilaian orang lain
bahwa pemberi pengaruh mempunyai pengetahauan khusus yang tidak dimiliki orangt lain.
Misal seorang dokter sebagai kepala rumah sakit, dalam hal ini penempatan kekuasaannya
bedasarkan keahliannya.

Kedudukan, merupakan sumber kekuasaan yang timbul karena adanya pengakuan


sehingga secara sah dapat mempengaruhi prilaku orang lain misalnya seorang kepala sekolah
terhadap guru-gurunya, dalam kasus ini bawahan dapat ditindak jika melanggar aturan yang
telah ditetapkan.

Agama, merupakan sumber kekuasaan yang yang didapat melalui keyakinan bahwa
indivu itu (ulama/pendeta) harus wajib diperhitungkan dari proses pembuatan suatu
keputusan sehingga dalam hal ini indivu tersebut ulama/pendeta mempunyai kekuasaan
terhadap orang lain atau umatnya.

Dari penjabaran tentang sumber kekuasaan maka dapat disimpulkan sumber


kekuasaan di ibaratkan seperti supplement yang ditambahkan di dalam tubuh manusia yang
digunakan untuk menguatkan kemampuan dalam mempengaruhi orang lain, dalam suatu
hubungan kekuasaan selalu ada satu pihak yang lebih kuat dari pihak lain, jadi selalu ada
hubungan tidak seimbang dan akibatnya ketidakseimbangan itu sering menimbulkan
ketergantungan, dan lebih timpang hubungan ini maka lebih besar pula sifat
ketergantungannya.

2.3 Pembagian Kekuasaaan

Dalam pembagian kekuasaan dimaksudkan agar membatasi kekuasaan, pemegang


kekuasaan tidak dianugrahkan dengan kekuasaan tanpa batas karena jika itu terjadi maka
akan banyak penyimpangan-penyimpangan dalam menyelenggarakan tampuk kekuasaan.
Pembagian atau pemisah kekuasaan sebagai berikut:

Menurut Gabriel Almond

1. Rule Making Function.


2. Rule Application Function.
3. Rule Adjudication Function.
Menurut Montesquieu

1. Kekuasaan Legeslatif yaitu pembuat undang-undang.


2. Kekuasaan Eksekutif yaitu pelaksana undang-undang.
3. Kekusaan Yudikatif yaitu yang menggendalikan badan peradilan.

Menurut Abdul Kadir Audah

1. Sultah Tanfiziyah yaitu Kekuasaan penyelenggaraan undang-undang.


2. Sultah Tashri’iyah yaitu kekuasaan pembuatan undang-undang.
3. Sultah Qadhaiyah yaitu kekuasaan kehakiman.
4. Sultah Malhiyah yaitu kekuasaan keuangan.
5. Sultah Muraqabah yaitu kekuasaan pengawasan masyarakat.

Menurut John Lock

1. Kekuasaan Legislatif.
2. Kekuasaan Eksekutif.
3. Kekuasaan Federatif.

2.4 Pengertian yang Erat Kaitannya dengan Kekuasaan

Wewenang, Menurut Robert Biersted wewenang adalah kekuasaan yang


dilembagakan dengan nada yang sama dikatakan oleh Harold D.Laswel bahwa wewenang
adalah kekuasaan formal, disini dianggap bahwa yang mempunyai wewenang berhak
mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta berhak mengharapkan wewenang
tersebut dapat dipatuhi, dalam wewenang perlu yang namanya keabsahan yang dimana
keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada
seseorang, kelompok atau penguasa adalah wajar dan patut dihormati, kaabsahan dalam dunia
politik sama dengan legitimasi.

Pengaruh, beberapa sarjana kontemporer melihat pengaruh sebagai bentuk khusus


dari kekuasaan, dapat dilihat salah satunya pendapat dari Norman Barry yaitu pengaruh
adalah suatu tipe kekuasaan yang jika seseorang dipengaruhi agar bertindak dengan cara
tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi
terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya. Dalam pandangan masyarakat umum
banyak yang berpendapat bahwa kekuasaan dapat menimbulkan pengaruh tertentu.
2.5 Gejala Politik Kekuasaan

Ada enam dimensi untuk memahami gejala politik kekuasaan, yakni

1. potensial dan aktual,


2. positif dan negatif,
3. konsensus dan paksaan,
4. jabatan dan pribadi,
5. implisit dan eksplisit,
6. langsung dan tidak langsung.

Seseorang memiliki kekuasaan potensial jika memiliki sumber-sumber kekuasaan, dan


jika orang tersebut sudah menggunakan sumber tersebut, maka disebut kekuasaan aktual.
Kekuasaan konsensus bersumber dari kesepakatan untuk mencapai tujuan, sedangkan
paksaan bersumber dari ancaman. Kekuasaan positif dan negatif ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama. Di dalam masyarakat yang sudah maju, kekuasaan dipandang tertanam
didalam jabatan-jabatan yang didukung oleh kualitas pribadi yang memegang jabatan
tersebut. Kekuasaan implisit merupakan pengaruh yang tidak terlihat tapi terasa, sedangkan
eksplisit dapat dirasakan sekaligus dilihat. Kekuasaan langsung artinya tanpa perantara dan
sebaliknya untuk kekuasaan tidak langsung.

2.6 Perbedaan Konsep Kekuasaan Budaya Barat dan Budaya Lokal

Terdapat berbagai perbedaan konsep kekuasaan di dunia. Konsep kekuasaan budaya


Barat memiliki perbedaan yang signifikan dengan konsep kekuasaan budaya Jawa yang
disebut kesakten. Kekuasaan menurut budaya Barat bersifat abstrak, sedangkan menurut
budaya Jawa bersifat konkret. Menurut budaya barat, sumber kekuasaan bersifat majemuk,
sedangkan menurut budaya Jawa bersifat homogen. Budaya Barat beranggapan bahwa
kekuasaan tidak terbatas dan terus bertambah, namun budaya Jawa beranggapan bahwa
kekuasaan di dunia ini bersifat tetap. Berbagai perbedaan-perbedaan antara budaya Barat dan
budaya Jawa dalam memandang konsep kekuasaan diakibatkan oleh cara pandang kedua
belah pihak dalam aspek-aspek kehidupan. Sebagai contoh, budaya Jawa masih mempercayai
hal-hal yang berbau mistis, sedangkan budaya Barat sudah meninggalkan hal-hal tersebut.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kekuasaan adalah suatu hubungan dimana sesorang atau sekelompok orang dapat
menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain kearah pihak pertama, perumusan yang
paling umum dikenal yaitu kekuasaan merupakan kemampuan seseorang pelaku untuk
mempengaruhi pelaku seorang pelaku lain dalam hal ini kekuasaan selalu berlangsung
minimal antara dua pihak jadi di antara pihak itu terkait atau saling berhubungan. Jika bicara
kekuasaan selalu identik dengan politik yang dimana dapat kita lihat politik tanpa kekuasaan
itu seperti agama tanpa moral,namun satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa konsep
kekuasaan bukan satu-satunya konsep dalam ilmu politik, kekuasaan merupakan suatu hal
yang selalu berhubungan antar manusia, dalam pemegang kekuasaan dapat seorang indivu,
kelompok, ataupun pemerintah sasaran kekuasaan dapat berupa indivu ataupun kelompok.
DAFTAR PUSTAKA

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Penerbit PT Grasindo, 2010, hlm.
7.

Ibid, hlm. 8.

Barbara Goodwin, Using Political Ideas, edisi ke-4, West Sussex, England: Barbara
Goodwin, 2003, hlm. 16.

Max Weber, Wirtschaft und Gesellschaft, (Tubingen, Mohr, 1922)

Talcott Parsons, The Distribution of Power in American Society, World Politics


Oktober, 1957, hlm. 139.

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit PT


Gramedia Pustaka Utama, 2008, hlm. 61.

Ibid, hlm. 62.

Robert Bierstedt, An Analysis of Social Power, American Sociological Review,


Volume 15, 1950, hlm. 732.

Ramlan Surbakti, Op. Cit, hlm. 103.

Anda mungkin juga menyukai