Anda di halaman 1dari 20

PERILAKU ORGANISASI

KEKUASAAN DAN POLITIK DALAM ORGANISASI

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH PERILAKU ORGANISASI


DOSEN PENGAMPU :
Dr. SATRIA YUNAS MARZUKI, ST., MM., S.CM.

DISUSUN OLEH :

ALIFIA IRANY DAMAYANTHY ( 1118210175 )


AZIZAH NUR ABQORIYAH ( 1118210159 )
ADELIA VIRANTI ( 1118210209 )
FARHAN PRASETYO ( 1118210244 )
LIDIA RURI ARIANTI ( 1118210067 )
MALAY EKA ZILDJIAN ( 1118210253 )
MAYANG SEPTIANI PUTRI ( 1118210199 )
NABILLA ( 1118210290 )
NUR OKTA IMANIAR ( 1118210281 )
TIYAS FADIA AYUNI ( 1118210168 )
TRI UTAMI CHAIRANI ( 1118210153 )

S 1 MANAJEMEN ( DMP-411 )

UNIVERSITAS PANCASILA
JL. Lenteng Agung Timur No.56-80 Serengseng Sawah, Jagakarsa
2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini, pokok bahasan kami mengenai “Kekuasaan dan politik dalam
Organisasi.”

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Satria Yunas Marzuki,
S.T., M.M., S.CM. selaku dosen mata kuliah Prilaku Organisasi yang membimbing kami
dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada keluarga serta teman-
teman yang sudah ikut kerja sama dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun pengkajian
dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Jakarta, 20 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................2

Daftar Isi .................................................................................................................3

Bab I Pendahuluan...................................................................................................4

A. Latar Belakang .........................................................................................4

B. Rumusan Masalah.....................................................................................4

C. Tujuan Penulisan........................................................................................4

Bab II Pembahasan .................................................................................................5

1.1 Pengertian Kekuasaan...............................................................................5

1.2 Unsur Kekuasaan......................................................................................6

1.3 Sumber dan Jenis Kekuasaan....................................................................7

2.1 Pengertian Politik......................................................................................9

2.2 Pengertian Politik Dalam Organisasi........................................................10

2.3 Elemen Politik Dalam Organisasi.............................................................11

2.4 Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi...........................................12

2.5 Berperilaku dalam Politik.........................................................................13

2.6 Etika Berperilaku dalam Politik................................................................16

3.1 Studi Kasus Kekuasaan dan Politik dalam Organisasi.............................16

Bab III Penutup........................................................................................................19

A. Kesimpulan................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian kekuasaan dalam organisasi serta pengertian politik dalam organisasi


dalam perbincangan seputar organisasi dan manajemen adalah perkembangan paling
mutakhir dalam studi-studi organisasi dan manajemen. Tokoh-tokoh seperti James March
dan Jeffrey Pfeiffer bertanggung jawab dalam mempopulerkan studi kekuasaan dan politik
di dalam organisasi. Tulisan ini akan membahas masalah kekuasaan dan politik di dalam
organisasi, bukan kekuasaan dan politik pada struktur kenegaraan yang biasa kita sebut
“politik” sehari-hari. Mungkin saja akan banyak konsep yang serupa karena pinjam-
meminjam konsep antarbidang ilmu adalah umum.

Study tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi cuma sedikit. Beberapa
studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik
merupakan sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak
sulit untuk mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku
keorganisasian, karena keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada
dalam organisasi.

Politik bukan hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi
pada organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan
pada unitkeluarga. Politik merupakan suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan
kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan. Politik yang dijalankan untuk
menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer,  serta
kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut tercapai,maka kepentingan individu
akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

1.2. Rumusan Masalah

Maka bedasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud sumber kekuasaan ?
2. Bagaimana kekuasaan dalam kelompok ?
3. Apa pengertian perilaku politik ?
4. Bagaimana etika berperilaku politik ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :


1.     Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2.     Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3.     Dapat mengetahui berperilaku politik dengan baik dan benar dalam organisasi.
4. Dapat mengetahui etika berpolitik dalam organisasi

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. KEKUASAAN

1.1 Pengertian kekuasaan

Kekuasaan (Power) biasanya mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk


memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi
tersebut mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan
sebuah hubungan ketergantungan. Kemungkinan aspek terpenting dari kekuasaan adalah
bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Apabila Semakin besar
ketergantungan B pada A, maka semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan
tersebut.

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok


guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan,
kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan
seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain
sesuai dengan keinginan dari pelaku atau Kekuasaan merupakan kemampuan
memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
memengaruhi.

 karakter Kekuasaan

Kekuasaan adalah gagasan politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik.


Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan selaku alat yang digunakan seseorang,
yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan interpersonalnya. Karakter
kekuasaan, menurut Fairholm (dalam Basri, 2011) adalah:

1. Kekuasaan bersifat sengaja, karena meliputi kehendak, bukan sekadar tindakan acak;
2. Kekuasaan adalah alat (instrumen), ia adalah alat guna mencapai tujuan;
3. Kekuasaan bersifat terbatas, ia diukur dan diperbandingkan di aneka situasi atau
dideteksi
kemunculannya;
4. Kekuasaan melibatkan kebergantungan, terdapat kebebasan atau faktor
kebergantungan
ketidakbergantungan yang melekat pada penggunaan kekuasaan.
5. Kekuasaan adalah gagasan bertindak, ia bersifat samar dan tidak selalu dimiliki;

5
6. Kekuasaan ditentukan dalam istilah hasil, hasil menentukan kekuasaan yang kita
miliki;
7. Kekuasaan bersifat situasional, taktik kekuasaan tertentu efektif di suatu hubungan
tertentu, bukan seluruh hubungan; dan
8. Kekuasaan didasarkan pada oposisi atau perbedaan, partai harus berbeda sebelum
mereka
bisa menggunakan kekuasaannya.

1.2 Unsur Kekuasaan


Kekuasaan terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan, cara, dan hasil. Kekuasaan dapat
digunakan untuk tujuan yang baik dan yang tidak baik. Tujuan dari penggunaan kekuasaan
biasanya akan mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok yang
memiliki kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang baik, maka cara yang
dipilih juga akan baik. Dan sebaliknya, jika pemegang kekuasaan menghendaki tujuan
yang tidak baik, maka cara yang digunakan juga tidak baik, misalnya dengan mengancam.
Kemudian, unsur yang terakhir atau hasil dari kekuasaan dapat dilihat dari jumlah individu
yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dan seberapa besar pengaruh kekuasaan
tersebut.Sikap pihak yang dikuasai, turut menentukan kualitas kekuasan yang berlaku atas
dirinya.Jika diterima dan didukung, maka kekuasaan itu merupakan wibawa. Kekuasaan
yang demikian tidak banyak memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.

Unsur-unsur kekuasaan :

1. Wewenang
mengenai peranan atas posisi yang resmi atau adanya hak, ada kejelasan dan ada surat
yang pasti.wewenang dapat bersifat formal maupun informal. Wewenang yang
bersifat informal biasanya untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan
bawahannya.
Contoh : hubungan pembantu rumah tangga dengan majikannya pembantu rumah
tangga melaksanakan perintah-perintah yang diperintahkan majikannya serta
memberikan tenaganya untuk membantu pekerjaan rumah tangga majikannya dan di
pihak majikannya yang mempunyai wewenang untuk memerintah agar pekerjaan
rumah tangganya dapat berjalan dengan baik sehingga dapat mencapai tujuan tertentu.
2. Paksaan
Adanya ancaman yang tidak di inginkan kekuasaan yang bersifat ilegal atau tidak
resmi
Contoh : seorang preman yang sering menganggu dan memalak seseorang dengan cara
Paksa.
3. Manipulatif
Merupakan kekuasaan yang bersifat licik yang dapat menipu atau mempengaruhi
orang lain agar seseorang dapat tertarik padanya. sebuah titik dimana kita berusaha
“melebihkan” atau “mengurangkan” sesuatu, sehingga tidak tampak seperti keadaan

6
nyatanya. Contoh :seperti melukis terkadang mereka menambahkan sedikit warna di
sini dan sana untuk menunjukan bahwa sebenarnya yang terlihat itu “lebih indah”,
atau mungkin, “tidak begitu hebat”, untuk menunjukan bahwa mereka tidak sombong,
rajin menjahit dan gembar menabung.
4. Kerjasama
Kerjasama adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara individu atau kelompok untuk
Mencapai suatu tujuan. Contoh : dalam kelompok adanya kerjasama dalam
memperoleh tujuan.

5. Upah dan prestasi kerja


prestasi kerja dari setiap karyawan perlu dinilai. Oleh karena itu Penilaian prestasi
kerjaadalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai
prestasi kerja
contoh : seorang yang bekerja dan mengerjakan apa yang diperintahkan bosnya karena
berharap mendapatkan upah yang diberikan.atasannya

1.3 Sumber dan Jenis Kekuasaan

A. Sumber Kekuasaan

Tujuh sumber kekuasaan menurut French dan Raven:

1.      Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)


Luthans (1989:431) mengemukakan “Source of Coercive Power Depends on
Fear”. Kekuasaan berasal dari ketakutan pihak lain akan hukuman yang diberikan
pimpinan kepada mereka yang tidak patuh terhadap apa yang dikehendakinya. Disini
pemimpin memberikan sanksi atas tindakan yang tidak sesuai kehendaknya. Kekuatan
dari kekuasaan ini terletak pada beratnya hukuman dan kemungkinan untuk
menghindari hukuman tersebut.
2.      Kekuasaan Legitimasi  (Legitimate Power)
Kekuasaan yang lahir dari kedudukan formal seseorang dalam organisasi. Jabatan
formal yang dimiliki pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya untuk patuh.
Kekuatan kekuasaan ini adalah sumber otoritas. Contoh: kekuasaan sah seorang
Gubernur, Rektor, Kepala Sekolah.
3.      Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Muncul karena seseorang memiliki keahlian atau kemampuan khusus. Disini
bawahan akan patuh dengan apa yang dikatakan pimpinan karena apa yang
dimilikinya membantu  dan bermakna bagi mereka. Bukti dari kekuasaan ini adalah
keahlian seseorang dapat terlihat dari ijasah, lisensi dan piagam penghargaan.

4.      Kekuasaan Penghargaan (Reward Power)


Kekuasaan yang berasal dari kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan
penghargaan, yang merupakan sesuatu yang berarti dan dibutuhkan kepada mereka
yang membutuhkan. Kekuasaan ini berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin

7
untuk mempengaruhi bawahan dengan memberikan ganjaran atas perilaku mereka
yang positif atau sesuai kehendak pemimpin. Bentuk kekuasaan penghargaan terhadap
bawahan adalah wewenang memberikan kenaikan gaji, perkembangan karier, bonus
atau insentif ekonomi yang pantas bagi bawahan. Contoh: Kekuasaan seorang tenaga
pendidik yang sudah tersertifikasi.

5.      Kekuasaan Referensi (Reverent Power)


Diperoleh dari keinginan orang lain untuk menyenangkan seorang agen yang
kepadanya mereka memiliki perasaan kasih, penghormatan, dan kesetiaan yang kuat.
Kekuasaan ini lahir karena seseorang memiliki daya tarik atau kharisma tertentu ,
dengan kata lain pimpinan mempengaruhi perilaku bawahan berdasarkan kegemaran
dan identifikasi diri bawahan dengan pimpinannya. Sumber kekuasaan ini adalah
kepribadian dan kecerdasan interpersonal yang luar biasa dimiliki seorang individu.
Contoh: Kekuasaan Presiden Soekarno yang memiliki kharisma ketika berpidato
tidak ada rakyat Indonesia yang berani berbicara dan semuanya tunduk mendengarkan
pidato beliau. Bahkan kharisma beliau tidak hanya dalam negeri saja karena banyak
jalan raya yang diabadikan menggunakan namanya seperti di Mesir.

6.      Kekuasaan Informasi (Information Power)


Memiliki akses atas informasi yang relevan dan penting. Kekuasaan seseorang
tidak hanya disediakan oleh posisi orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh
penguasaan orang yang bersangkutan atas informasi yang relevan.

7.      Kekuasaan Hubungan (Connection Power)


Kekuasaan yang diperoleh seseorang berdasarkan hubungan kekerabatan atau
relasi.

B. Jenis – Jenis Kekuasaan

1. Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power)

Seperti namanya, Kekuasaan jenis ini adalah kekuasaan yang menggunakan


Balas Jasa atau Reward untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia melakukan
sesuatu sesuai keinginannya. Balas jasa atau Reward dapat berupa Gaji, Upah,
Bonus, Promosi, Pujian, Pengakuan ataupun penempatan tugas yang lebih menarik.
Namun melalui Kekuasaan Balas jasa ini, seorang pemimpin/manajer juga dapat
menunda pemberian Reward (balas jasa) tersebut sebagai hukumannya jika
bawahannya tidak melakukan apa yang telah diperintahkan. Kekuasaan Balas Jasa
(reward) ini timbul karena Posisi atau Jabatan seseorang yang memungkinkan
dirinya memberikan penghargaan atau imbalan terhadap pekerjaan ataupun tugas
yang dilakukan oleh orang lain. Contohnya seorang Manajer yang memiliki
kekuasaan untuk melakukan penilaian kinerja sehingga dapat menentukan besaran
kenaikan gaji terhadap bawahannya.

2. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)

Kekuasaan Paksaan atau Coercive Power ini lebih cenderung ke


penggunaan ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia
melakukan sesuatu sesuai dengna keinginannya. Kekuasaan Paksaan ini adalah

8
kebalikan atau sisi negatif dari Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power). Contoh
ancaman atau hukuman yang diberlakukan jika tidak mengikuti perintah yang
diinstruksikan antara lain seperti pemberian surat peringatan, penurunan gaji,
penurunan jabatan dan bahkan pemberhentian kerja atau PHK.

3. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)

Kekuasaan Rujukan atau Referent Power ini merupakan kekuasaan yang


diperoleh atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian dari
seorang pemimpin. Contohnya Gandhi yang memimpin jutaan orang karena
kepribadian dan Karismatiknya

4. Kekuasaan Sah (Legitimate Power)

Kekuasaan Sah atau Legitimate Power ini berasal dari posisi resmi yang
dijabat oleh seseorang, baik itu dalam suatu organisasi, birokrasi ataupun
pemerintahan. Kekuasaan Sah adalah Kekuasaan yang diperoleh dari konsekuensi
hirarki dalam organisasi. Seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam
organisasi memiliki hak dan wewenang untuk memberikan perintah dan instruksi
dan mereka sebagai bawahan ataupun anggota tim berkewajiban untuk mengikuti
instruksi atau perintah tersebut.

5. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)

Kekuasaan Keahlian atau Expert Power ini muncul karena adanya keahlian
ataupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Seringkali seseorang yang
memiliki pengalaman dan keahlian tertentu memiliki kekuasaan ahli dalam suatu
organisasi meskipun orang tersebut bukanlah Manajer ataupun Pemimpin.
Individu-individu yang memiliki keterampilan/keahlian tersebut biasanya
dipercayai oleh Manajernya untuk membimbing karyawan lainnya dengan benar.

2.1 Pengertian Politik

Politik berasal dari Bahasa Yunani “politeia” yang berarti kiat memimpin kota
(polis). Secara prinsip, politik merupakan upaya untuk ikut berperan serta dalam
mengurus dan mengendalikan urusan masyarakat. Menurut Arsitoteles, politik adalah
usaha warga negara dalam mencapai kebaikan bersama atau kepentingan umum. Politik
juga dapat diartikan sebagai proses pembentukan kekuasaan dalam masyarakat yang
antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dari definisi
yang bermacam-macam tersebut, konsep politik dapat dibatasi menjadi :

a. Politik sebagai kepentingan umum


Politik merupakan suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan dan jalan, cara, serta alat
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu, atau suatu keadaan yang kita

9
kehendaki disertai dengan jalan, cara, dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai
keadaan yang kita inginkan itu. Politik dalam pengertian ini adalah tempat keseluruhan
individu atau kelompok bergerak dan masing-masing mempunyai kepentingan atau
idenya sendiri.

b. Politik dalam arti kebijaksanaan


Politik dalam arti kebijaksanaan (policy) adalah penggunaan pertimbangan -
pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-
cita, keinginan atau keadaan yang kita kehendaki. Kebijaksanaan adalah suatu kumpulan
keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih
tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

2.2 Pengertian Politik dalam Organisasi

Menurut Kacmar dan Baron (1999) yang dikutip dalam Andrews dan Kacmar
(2001) memberikan pengertian bahwa politik yang ada dalam suatu organisasi
merupakan tindakan individu yang dipengaruhi oleh tujuan pencapaian kepentingan
pribadi tanpa memperhatikan atau menghargai well-being orang lain atau organisasi.
Greenberg dan Baron (2000) mendefinisikan politik organisasional sebagai penggunaan
kekuasaan secara tidak resmi untuk meningkatkan atau melindungi kepentingan pribadi.
Politik keorganisasian adalah serangkaian tindakan yang secara formal tidak diterima
dalam suatu organisasi dengan cara mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
individu (Greenberg dan Baron, 2000). Kelaziman dan intensitas kemunculan politik
organisasi berbeda-beda mengikuti karakteristik struktur organisasi dan siklus khusus
(Drory, 1993). Pfeffer (1992) dikutip dalam Greenberg dan Baron (2000)
mengemukakan beberapa aspek situasi yang memunculkan aktivitas politik dalam
organisasi, sebagai berikut :

a. Perilaku politik biasanya muncul pada saat ada ketidakpastian, sumber daya yang
langka, unit-unit (individual dan kelompok) memiliki kepentingan yang terkonflik dan
saat anggotaanggota organisasi memiliki kekuasaan (power) yang hampir sama.

b. Perilaku politik yang muncul dalam bidang sumber daya manusia, seperti pada saat
penilaian kinerja, seleksi personel, dan keputusan kompensasi (Ferris dan Kacmar,
1992). Hal ini kemungkinan karena adanya ambiguity.Lingkungan organisasional
bersifat ambiguous karena tidak adanya kriteria evaluasi yang jelas, sehingga
organisasi cenderung kurang bergantung pada hasil yang dapat diukur dan lebih pada
usaha pekerja, potensi yang dipersepsikan dan karakteristik, nilai, dan sikap
personal.Semua hal tersebut dapat diubah melalui manipulasi pertimbangan (Ferris &
King, 1991).

10
c. Aktivitas politik biasanya tidak sama pada tahap hidup organisasi yang berbeda.
Menurut Greenberg dan Baron (1997) ada tiga tahapan dalam organisasi yang memiliki
perilaku politik yang berbeda-beda.Tahap pertama, saat organisasi baru berdiri, pendiri
organisasi memperoleh kekuasaan politik dengan menunjukkan ide mereka kepada
para bawahannya. Kedua, tahap pertumbuhan organisasi, anggota organisasi cenderung
terpisah-pisah karena kekomplekan tugas sehingga menciptakan adanya kepentingan
yang berbeda-beda dan dapat menimbulkkan konflik. Ketiga, saat pertumbuhan
organisasi mengalami penurunan, anggotaanggota merasa tidak aman akan
pekerjaannya dan memerlukan tindakan politik untuk mendapatkan kekuasaan dalam
pengendalian organisasi.

2.3 Elemen Politik dalam Organisasi

Albrecht (1983) mengungkapkan ada lima elemen iklim politis dalam organisasi yang
hendaknya dapat dipahami manajer senior dalam mengendalikan organisasi, antara lain
:

1. Inner Circle Relationship


Mengidentifikasi hubungan antara Manager Upper dengan Chief Executive, apakah
hubungan tersebut bersifat kekeluargaan, kerabat atau pertemanan (Friendlines).
Disamping itu apakah terjadi kolaborasi antar manajer dan apa ada grup khusus baik
dari dalam departemen maupun dari luar departemen yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan.

2. Axis of Influence
Mengidentifikasi hubungan pertemanan dari manager menengah / area yang memiliki
hubungan langsung ke Chief Executive tanpa melewati Manajer Divisinya. Apakah ada
hubungan khusus antara berbagai manajer level menengah dengan pimpinan puncak
sehingga dapat mengesampingkan peran manajer divisinya. Bisa jadi hubungan
tersebut timbul karena memang adanya special expertise (keahlian khusus) yang
dimilikinya dalam pengelolaan unit yang dipimpinnya sehingga dapat melaksanakan
tugas-tugas tanpa diperlukan manager divisi.

3. Informal Power Centers Apakah ada karyawan level operasional yang memiliki
hubungan khusus / pertemanan dengan manajer senior, sehingga melewati atasannya.

4. Polarizing Elements
Adakah ketidakcocokan antara Manajer dengan bawahannya dan dalam hal apa
sajakah itu terjadi, dalam semua aktivitas organisasi atau hanya perbedaan yang tidak
prinsip saja. Timbulnya hubungan antar personal yang saling berkompetisi sehingga
mempengaruhi interaksi emosional bila akan mempengaruhi pengambilan keputusan
maka akan menjadi kendala pelaksanaan tugas-tugas saja.

11
5. Informal Coalitions
Apakah ada grup manajer yang berkoalisi untuk menolak keputusan atau mengambil
keputusan yang lain dengan yang sudah ditetapkan manajer atasnya dan sejauh mana
hal ini akan diteruskan.

2.4 Taktik Memainkan Politik dalam Organisasi

Untuk memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik dan strategi
yang digunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam
memenangkan permainan politik, individu atau subunit dapat menggunakan beberapa
taktik poltik untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan
politik dalam organisasi adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan ketidakmampuan mengganti, misalkan jika dalam suatu organisasi


hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang
dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan
sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti.
b. Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan
adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.

c. Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang
memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh
manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan
keinginanya.

d. Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan


proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki
legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan
menghadirkan ahli dari luar.

e. Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada
sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara
menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.

f. Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi


informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain
secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.

g. Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan
adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut.Hal ini meliputi penampilan
yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang,
menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang
sejenisnya.

12
2.5 Berperilaku dalam Politik

pengertian perilaku politik dapat dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), yang mendefinisikan “perilaku” sebagai tanggapan atau reaksi individu
terhadap rangsangan atau lingkungan. Definisi ini juga dapat menunjukkan adanya
nilaibahwa perilaku adalah reaksi terhadap stimulus yang diberikan secara internal
(psikologis) maupun eksternal (sosiologis).

Artinya, dapat dikatakan bahwa definisi perilaku politik ini adalah tanggapan atau
reaksi individu terhadap aktivitas perpolitik dalam suatu negara. Karakteristik perilaku
politik dari suatu masyarakat dapat dilihat dari sejauh mana kadar kekentalan budaya
politik pada suatu masyarkat. Artinya, budaya politik itulah yang paling banyak
berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam merespon politik. Budaya politik ini
pula yang mengikat perilaku politik.

Dalam perilaku politik tentunya ada subjek atau pelaku yang melakukan
implementasinya. Adapun subjek dalam perilaku politik, meliputi masyarakat dan
pemerintah.

Masyarakat sebagai subjek politik berfungsi untuk menjalankan fungsi-fungsi


politik, melalui infrastruktur politik. Sementara pemerintah sebagai subjek politik
berperan dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, melalui suprastruktur politik.

 Faktor yang mempengaruhi perilaku politik

Perilaku politik seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Adapun beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku politik, meliputi :

 Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu secara pribadi.


 Lingkungan sosial politik tak langsung. Dalam hal ini seperti sistem politik, sistem
ekonomi, sistem budaya,dan media massa.
 Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian
aktor, seperti keluarga, agama,sekolah, dan kelompok pergaulan.
 Lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi
aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan.
 Basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, eksternalisasi dan
pertahanan diri.
 Model perilaku politik
Dalam kajian perilaku politik, dapat dilihat adanya dua model perilaku politik
secara umum. Adapun model perilaku politik ini berupa individu sebagai aktor politik
dan agregasi politik.

Individu aktor politik meliputi pemimpin politik, aktivis politik, dan individu
warga Negara biasa. Sementara agregasi politik adalah individu aktor politik yang
bertindak secara kolektif. Agragasi politik ini meliputi kelompok kepentingan,
birokrasi, parpol, lembaga pemerintahan dan bangsa.

13
 Sumber perilaku politik

Sumber perilaku politik yang paling utama adalah budaya politik, yaitu
kesepakatan antara pelaku politik tentang apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan.Kesepakatan ini tidak selalu bersifat terbuka, dalam artian, tidak setiap
kesepakatan dalam budaya politik ditegaskan secara gamblang.

Ada juga budaya politik yang sifatnya tertutup tetapi tetap dipahami oleh kelompok
masyarakat. Misalnya saja, ketika akan dilangsungkan pemilihan umum, ada budaya
politik dalam masyarakat yang sering meminta sumbangan, atau amplop, atau materi
lainnya dari para calon, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi sikap politiknya.

 Partisipasi Politik

Dalam perilaku politik, dikenal adanya partisipasi politik yang merupakan bentuk
keterlibatanmasyarakat terhadap kegiatan politik. Pengertian “partisipasi” sendiri dapat
dilihat dari sisi etimologi, yang berasal dari bahasa Latin “pars” yang artinya “bagian”
dan “capere” yang artinya “mengambil”.

Pengertian partisipasi politik sendiri adalah aktivitas warga yang mempengaruhi


politik. Secara lebih rinci, partisipasi politik dapat dipahami sebagai aktivitas warga
negara yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

Pengertian partisipasi politik juga disampaikan oleh Prof Miriam Budiarjo, yang
secara umum mendefenisikan sebagai kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu melalui kegiatain memilih
pemimpin negara dan kegiatan yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
kebijakan publik.

Dari sini, dapat diartikan bahwa partisipasi politik mengarah pada tindakan
mengambil bagian atau menceburkan diri dalam aktivitas politik. Sejarah partisipasi
politik sendiri bermula dari jaman Yunani dan berkembang beriringan dengan tradisi
pemikiran Barat. Aristoteles adalah salah satu tokoh pelopor kajian konsep partisipasi
politik yang telah membahas konteks partisipasi politik dalam kehidupan masyarakat.

Menurut Aristoteles, ikatan antar manusia merupakan landasan utama dari


pembentukan suatu negara sehingga ia percaya bahwa partisipasi politik adalah
tumpukan perhatian dariprinsip “kekitaan”. Masyarakat dalam hal ini berhak untuk
turut terlibat dalam berbagai aktivitas terkait pemeliharaan negara dan komunitas,
hukum serta penegakan keadilan.

Partisipasi politik ini erat kaitannya dengan kegiatan politik di negara demokrasi.
Keterlibatan rakyat dalam perpolitikan dianggap sebagai barometer utama dalam
mengukur tingkatan implementasi demokrasi dari suatu negara. Dalam sistem politik
demokrasi, masyarakat memiliki hak untuk ikut menentukan siapa wakil mereka untuk
duduk dalam jabatan penting kenegaraan

14
Faktor penyebab gerakan ke arah partisipasi politik

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gerakan masyarakat sehingga bersedia aktif
terlibat dalam melakukan partisipasi politik, serta mempengaruhi karakter partisipasi
politik masyarakat.Yakni :

 Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin


banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
 Perubahan – perubahan struktur kelassosial.
 Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern.
 Konflik antar kelompok pemimpin politik.
 Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.

 Bentuk partisipasi politik


Partisipasi politik dalam masyarakat dapat dibagi dalam beberapa bentuk, meliputi:
 Partisipasi aktif: merupakan kegiatan warga negara yang senantiasa menampilkan
perilaku tanggap (responsif) terhadap berbagai tahapan kebijakan pemerintah.
 Partisipasi Militan-Radikal: kegiatan warga negara yang senantiasa menampilkan
perilaku tanggap (responsif) terhadap kebijakan pemerintah, namun cenderung
mengutamakan cara-cara non-konvensional,termasuk menggunakan cara-cara
kekerasan.
 Partisipasi Pasif: kegiatan warga negara yang menerima atau menaati begitu saja
segala kebijakan pemerintah. Jadi,partisipasi pasif cenderung tidak mempersoalkan
apapun kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah.
 Perilaku Apatis: kegiatan warga negara yang tak mau tahu dengan apapun
kebijakan publik yang dibuat pemerintah. Umumnya warga masyarakat bertindak
demikian karena merasa kecewa dengan pemerintah dansistem politik yang ada.
 Partisipasi Individual: kegiatan warga negara biasa yang mempengaruhi
pemerintah yang dilakukan oleh orang – perorangan.
 Partisipasi Kolektif: kegiatan warga negara biasa untuk mempengaruhi pemerintah
yang dilakukan oleh sejumlah orang ataubanyak orang.
 Partisipasi Langsung: kegiatan warga negara biasa untuk mempengaruhi
pemerintah, yang dilakukan sendiri tanpa perantaraan pihak lain.
 Partisipasi Tak Langsung: kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah,
yang dilakukan dengan perantaraan pihaklain.
 Partisipasi Material: kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah,
dengan cara memberikan sumbangan materi.
 Partisipasi Non-Material: kegiatan warga negara untuk mempengaruhi pemerintah
dengan cara memberikan sumbangan non-materi
Selain itu etika politik dapat berfungsi sebagai sarana kritikideologi (bukan negara dan
hukum) berupa paham paham danstrategi legitimasi yang mendasari penyelenggaraan
negara. Jadi etika politik hanya dapat membantu usaha masyarakat
untukmengejawantahkan ideologi negara yang luhur ke dalam realitaspolitik yang nyata.

15
Misalnya, dengan merefleksikan inti/ hakikatkeadilan sosial, bagaimana kekuasan harus
ditangani agar sesuaidengan martabat manusia.

2.6 Etika Berperilaku dalam Politik

Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol dalam perilaku


politik untuk mempengaruhi pihak lain. Etik adalah standar moral apakah suatu perilaku
baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis adalah perilaku yang
bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik yang tidak etis
adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai organisasi. Setidaknya
terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau tidak etis yaitu
prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan bahwa
keputusan yang kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah orang
terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerja organisasi).
Dengan kata lain, pengambilan keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan produktivitas
organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’ menekankan bahwa
setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berbicara,
sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’ mengisyaratkan
individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturanaturan secara adil dan tidak berat
sebelah sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.

Tampak bahwa ketiga kriteria penilaian etis dan tidak etis tersebut bersifat bersaing
(trade-off), satu kriteria dapat saling melemahkan atau meniadakan kriteria lainnya.
Misalnya, dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas organisasi, perusahaan
memecat 10% karyawan yang kurang produktif. Dalam pandangan utilitarianisme,
keputusan ini bermanfaat untuk jumlah terbanyak, namun boleh jadi mengabaikan hak-hak
individu (hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan) dan rasa keadilan (adanya
perlakukan diskriminatif yaitu adanya pemecatan sebagian kecil karyawan). Dalam
melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf) haruslah
berpedoman pada tiga kriteria etis tadi. Di samping ketiga kriteria tersebut, ada the golden
rule dari perilaku politik, yaitu ”Perlakukan orang lain sebagaimana kamu menginginkan
orang lain memperlakukanmu” (Do unto others as you want them to do unto you) atau
”Jangan lakukan sesuatu pada orang lain yang mana kamu tidak menginginkan orang lain
melakukan hal itu kepadamu” (Don’t do anything to anyone that you wouldn’t want them
to do to you).

3.1 Studi Kasus

1) Lapindo Brantas Inc. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan.


Perusahaan ini memperoleh izin dari negara untuk melakukan penambangan minyak dan
gas di daratan (onshore) di Desa Porong Kabupaten Sidoharjo.

16
Pada saat melakukan pengeboran yang dikoordinasikan oleh pemenang tender yaitu PT
TMMJ (Tiga Musim Masa Jaya) di tempat tersebut terjadi keadaan yang tidak diinginkan
berupa semburan lumpur cair  yang menyembur ke permukaan daratan(loss).
Berdasarkan berita dari Harian Surya edisi 30/06/2006, sehari sebelum semburan gas
terjadi, salah satu pekerja pengeboran telah melaporkan bahwa terdapat kemungkinan
kebocoran lumpur apabila pengeboran tetap dipaksakan kepada Lapindo brantas tapi hal
tersebut diabaikan.

 Kerugian yang diakibatkan oleh lumpur lapindo sebagaimana yang dilansir dari
website Antara News yaitu:

Direktur Regional II Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas),


Suprayoga Hadi, menyebutkan bahwa kajian kerugian total yang ditimbulkan akibat
lumpur Lapindo mencapai Rp27,4 triliun selama sembilan bulan terakhir (29 Mei 2006 - 8
Maret 2007), yang terdiri atas kerugian langsung sebesar Rp11,0 triliun dan kerugian tidak
langsung Rp16,4 triliun.
Laporan awal penilaian kerusakan dan kerugian akibat bencana semburan lumpur
panas di Sidoarjo menyebutkan angka kerugian itu berpotensi meningkat menjadi Rp44,7
triliun, akibat potensi kenaikan kerugian dampak tidak langsung menjadi Rp33,7 triliun,
jika terus berlangsung dalam jangka panjang.
Sedangkan, angka kerusakan langsung selama 9 bulan sebenarnya mencapai Rp7,3
triliun, namun ada tambahan perkiraan biaya relokasi infrastruktur utama yang mencapai
Rp3,7 triliun sehingga total kerusakan dan kerugian langsung menjadi Rp11,0 triliun.
(Antar aNews.com)

 Kekuasaan dan Politik Dalam Kasus Lapindo Brantas

Dalam situasi dan kondisi bagaimana pun, jika seseorang berusaha untuk
mempengaruhi perilaku orang lain, maka aktivitas seperti itu telah melibatkannya ke
dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi
tertentu dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu
memikirkan gaya kepemimpinannya
Kekuasaan yang dimiliki oleh para petinggi Lapindo Brantas juga mempengaruhi
jalannya kasus dan tuntutan yang mengarah pada kasus lumpur lapindo. Hal tersebut
merupakan gambaran kekuasaan dan poliitk dalam kaitannya dengan elemen lingkungan di
luar organisasi. Adapun hubungan dominant coalition dengan anggota dalam organisasi
pasti sangat ditentukan oleh direktur dan pemegang saham di Lapindo Brantas sebagai
pihak yang menguasai sumber daya dari Lapindo Brantas Inc.

17
 Kesimpulan
Penggunaan kekuasaan dan politik untuk mengelola suatu organisasi sangat
menentukan arah dari organisasi yang bersangkutan.
Kaitan antara organisasi, politik, dan kekuasaan dalam kasus Lapindo
menunjukkan adanya pengaruh kuat dari politik, kekuasaan dari dominant coalition di
Lapindo Brantas Inc yang menjadikan kasus dan masalah yang menghalangi Lapindo
Brantas terkait lumpur lapindo dapat diatasi.

18
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada hakekatnya, kekuasaan merupakan kapasitas yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang
diinginkannya. Kekuasaan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dibedakan
menjadi kekuasaan formal dan kekuasaan personal.Kekuasaan biasanya identik dengan
politik.Politik sendiri diartikan sebagai upaya untuk ikut berperan serta dalam mengurus
dan mengendalikan urusan masyarakat.Penyalahgunaan kekuasaan pada dunia politik
yang kerap dilakukan oleh pelaku politik menimbulkan pandangan bahwa tujuan utama
berpartisipasi politik hanyalah untuk mendapatkan kekuasaan.
Padahal, pada hakekatnya penggunaan kekuasaan dalam politik bertujuan untuk
mengatur kepentingan masyarakat seluruhnya, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun
kelompok.Untuk itu, adanya pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar tumbuh
kepercayaan masyarakat terhadap pemegang kekuasaan dan terciptanya keadilan serta
kenyamanan dalam kehidupan.Politik dan kekuasaan dijalankan untuk menyeimbangkan
kepentingan individu karyawan dan kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-kekuasaan-power-dan-5-jenis-kekuasaan-dalam-
organisasi/
http://echlyps.blogspot.com/2015/01/kekuasaan-dan-politik-dalam-organisasi.html
https://www.kompasiana.com/ulhaq/etika-politik_55128b7a8133112c59bc5f9a
https://portal-ilmu.com/pengertian-partisipasi-politik/#
https://ilmupolitikfisipuho.com/wp-content/uploads/2019/05/etika-politik.pdf
https://www.academia.edu/8001275/KEKUASAAN_DAN_POLITIK_DALAM_ORGANIS
ASI

20

Anda mungkin juga menyukai