Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEKUASAAN NEGARA

“ Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara”

Disusun Oleh :

1. Ilham Rafliansyah : 2130104182


2. Miranda : 2130104192

Dosen Pengampuh : Ahmad Ari Fatullah ,M.H

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat – Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari
makalah ini adalah “ Kekuasaan Negara “.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada
bapak Ahmad Ari Fatullah ,M.H,Yang telah memberikan tugas terhadap kami. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari kata sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, ketentuan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi
kita semua.

Palembang , 14 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Ruang Lingkup 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Kekuasaan Negara 3
B. Doktrin Pemisahan Kekuasaan 5
C. Pemisahan Kekuasaan Di Indonesia 7
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam sejarah hukum dan ketatanegaraan menunjukkan bahwa konsep kekuasaan
negara atau sering disebut dengan Trias Politika sebenarnya berasal dari konsep
pemerintahan Negara Yunani klasik. Menurut Aristoteles, diantara bentuk negara aristokrasi,
monarki, dan demokrasi, tidak ada satu pun yang ideal, sehingga yang di perlukan adalah
campur dari ketiga bentuk pemerintahan tersebut

Di sekitar abad ke 17 M, dan 18 M, John Locke menggelindingkan Konsep pemisahan


kekuasaan Negara, dengan membaginya kepada kekuasaan di bidang eksekutif, dan legislatif,
federatif seperti terlihat dalam bukunya Civil Government (tahun 1690 M).

Montesquieu dalam bukunya Spirit of Laws (tahun 1784 M) menyempurnakan konsep


dari John Locke yang kemudian ditambah satu cabang pemerintahan lagi yaitu yudikatif,
sehingga muncullah konsep trias politika, dengan membagi cabang pemerintahan kepada
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Konsep trias politika ini kemudian dikembangkan dan
ditulis dalam berbagai konstitusi di berbagai Negara.

Karena itu meskipun konsep trias politika sudah ada sejak zaman Aristoteles di Yunani,
tetapi pencetus konsep ini dalam arti modern adalah seorang ahli filsafat politik yang
bernama Charles Louis de Secondat Baron de Montesqueiu. Montesquieu, kelahiran Paris
(Prancis) tahun 1689 M, dan meninggal tahun 1755 M, adalah filsafat politik yang
terpengaruh ajaran-ajaran dari Thomas Hobbes, Rene Descartes, John Locke, dan lain-lain.
Kemudian ajaran-ajaran dari Montesquieu ini memengaruhi pula pemikiran dari David
Hume, Edmund Burke, Hegel, Alexis DE Tocqueville, Emile Durkheim, Thomas Paine,
Rousseau, dan lain-lain.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Kekuasaan Negara
2. Doktrin pemisahan kekuasaan
3. Pemisahan kekuasaan di Indonesia

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui apa itu pengertian kekuasaan negara
2. Untuk mengetahui apa saja doktrin pemisahan kekuasaan
3. Untuk mengetahui pemisahan kekuasaan di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekuasaan Negara


Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan. Kekuasaan Negara terdiri atas dua kata
yakni kekuasaan (Power) dan Negara (state). Menurut Miriam Budiarjo, kekuasaan adalah
kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau
kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.

Sedangkan Negara menurut Roger H Soltau adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.

Jadi kekuasaan Negara diartikan sebagai suatu kemampuan atau wewenang yang dimiliki
suatu organisasi yang disebut Negara untuk mengatur dan mempengaruhi tingkah laku
manusia agar sesuai dengan kehendak atau tujuan bersama.

 Kekuasaan negara menurut para ahli

1. Kekuasaan Negara Menurut Ikwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin menegaskan bahwa kekuasaan negara atau kekuasaan politik


adalah hal yang memikirkan tentang persoalan- persoalan internal maupun eksternal umat. 1
Secara internal politik berarti mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-
fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para
penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka
melakukan kekeliruan. Namun demikian, sering kali terjadi bahwa penguasa yang telah

1
Antony Black menegarai bahwa untuk mewujudkan umat (komunitas) Islam yang berlandaskan wahyu Tuhan,
maka umat harus memiliki kekuasaan politik, dan untuk mewujudkan kekuasaan politik mesti menjadi upaya
bersama dengan menghimpun masyarakat yang berdedikasi pada satu tujuan yaitu mewujudkan sistem yang
benar. Lihat, Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini, Penerjemah Abdullah Ali
& Maria Ariestyawati,(Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), 575-576.

3
mabuk kekuasaan sering menganggap kritik sebagai tindakan pengkhianatan, karena dalam
bayangan diri penguasa itu telah menjadi personifikasi dari kebenaran itu sendiri.2

2. Menurut Ibnu Khaldun

dalam bukunya Ni’matul Huda yang berjudul ilmu negara, bahwasanya kekuasaan
Negara adalah dominasi dan pemerintahan atas dasar kekerasan. Kekuasaan tidak dapat
ditegakkan tanpa kekuatan yang menunjangnya. Kekuatan penunjang ini hanya dapat
diberikan oleh solidaritas dan kelompok yang mendukungnya. Tanpa suatu kekuatan yang
selalu dalam keadaan siap siaga, dan bersedia mengorbankan segala-galanya untuk
kepentingan bersama, maka kekuasaan penguasa tidak dapat ditegakkan dengan solidaritas.3

Lebih lanjut Ibnu Khaldun mengemukakan, kendatipun kekuasaan itu memiliki segi-
seginya yang negatif, terutama apabila berada ditangan orang-orang yang telah lupa akan
keluhuran budi pekerti yang menjadi dasar dari kekuasaan itu, aspek-aspeknya yang positif
jauh melebihi segi-seginya yang negatif. Kelanjutan eksistensi manusia di atas dunia
tergantung pada kekuasaan, karena kekuasaan itulah yang merupakan kata listator bagi
manusia untuk bekerja sama dan tolong-menolong dalam memenuhi berbagai kebutuhan
hidup, serta menghalangi orang-orang dari mengikuti kemauan hatinya yang pada umunya
bersifat destruktif. Dan kekuasaan itu memiliki perkembangannya sendiri, mulai dari suatu
lingkungan yang kecil, dan berkembang terus sampai, apabila ia mendapat kesempatan,
mencapai tingkat kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan Negara.4

3. Menurut Niccolo Machiavelli,

Negara adalah kekuasaan merupakan simbol isasi tertinggi kekuasaan politik yang
sifatnya mencakup semua (all embracing) dan mutlak. Machiavelli berpandangan bahwa
Negara kekuasaan (machstaat) ialah dimana kedaulatan tertinggi terletak pada kekuasaan
penguasa dan bukan rakyat dan prinsip-prinsip hukum.5

2
A. Rahman Zainuddin, Pokok-Pokok Pemikiran Islam dan Masalah Kekuasaan Politik, dalam Aneka Pemikiran
tentang Kuasa dan Wibawa, (Jakarta :Sinar Harapan, 1984), 194.
3
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, yang dikutip kembali oleh A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan Dan Negara
Pemikiran Politik Ilbu Khaldun, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama), 13.
4
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, yang dikutip kembali oleh A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan Dan Negara
Pemikiran Politik Ilbu Khaldun, 141.,
5
Ahmad Suhelmni, Pemikiran Politik Barat Kajian Sejarah Perkembangan Pemikir Negara, Masyarakat Dan
Kekuasaan, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama), 133.

4
4. Menurut Jean Jacques Rousseau

Negara sebagai organisasi kedaulatan rakyat. Dalam pemikirannya tentang teori kontrak
sosial yang berkaitan dengan pembentukan kekuasaan Negara. Ia menjelaskan bahwa Negara
merupakan sebuah produk perjanjian sosial. Individu -individu dalam masyarakat sepakat
untuk menyerahkan sebagian hak-haknya, kebebasan dan kekuasaan yang dimilikinya kepada
suatu kekuasaan bersama.6

Kekuasaan bersama ini dinamakan Negara, kedaulatan rakyat, kekuasaan Negara, atau
istilah-istilah lain yang identik dengannya.

B. Doktrin Pemisahan Kekuasaan

Dalam doktrin trias politika, dikenal asas separation of powers tiga cabang kekuasaan,
yaitu: kekuasaan legislatif; kekuasaan eksekutif; dan keuasaan yudisial. Fungsi dari asas
separation of powers untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di bawah satu tangan dan
mencegah adanya campur tangan antar badan kekuasaan, sehingga badan pemerintahan yang
satu tidak dapat melaksanakan kewenangan badan pemerintahan yang lain.7 Setelah UUD
NRI 1945 mengalami empat kali perubahan, dapat dikatakan bahwa sistem konstitusi
Indonesia telah menganut doktrin pemisahan kekuasaan itu secara nyata, bukti mengenai hal
ini adalah hubungan-hubungan antar lembaga (tinggi) negara itu bersifat saling
mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances.8

Teori pemisahan kekuasaan pertama kali dipopulerkan secara ilmiah oleh John Locke
seorang filosof berkebangsaan Inggris (1632-1704) dalam bukunya Two Treatises of
Government, yang terbit tahun 1690. John Locke membagi kekuasaan dalam Negara menjadi
tiga yaitu : pertama, kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif); kedua, kekuasaan
melaksanakan undang-undang (eksekutif); dan ketiga, kekuasaan mengenai perang dan
damai, membuat perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan
badan-badan di luar negeri (federatif).9
6
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama 2001), 251.
7
Khumaidi, “Pemisahan Dan Pembagian Kekuasaan Dalam Konstitusi Perspektif Desentralisasi”, Jurnal
Kebangsaan, Volume 6, Nomor 1, September Tahun 2012, 19.
8
Jimly Asshiddiqqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
MKRI, 2006, 24.
9
Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara. Jakarta: Aksara Baru, 1982, 1-2.

5
Berkaitan dengan fungsi negara, John Locke membedakannya ke dalam empat fungsi.
Keempat fungsi negara tersebut adalah pembentukan undang-undang (legislating), membuat
keputusan (judging), menggunakan kekuatan secara internal dalam melaksanakan undang-
undang (employing forces internally in the execution of the Laws) dan menggunakan
kekuatan-kekuatan tersebut di luar negeri, dalam membela masyarakat. perang dan damai
serta kekuasaan luar negeri. Sedangkan fungsi kedua yaitu membuat keputusan (the function
of judging) dianggapnya bukan sebagai kekuasaan. Oleh karena itu menurutnya tidak perlu
mengindividualisir kekuasaan membuat keputusan (the powers of judging) secara tersendiri
dalam bagian terpisah karena fungsi ini merupakan fungsi negara tradisional. Lebih lanjut
John Locke beranggapan bahwa bila kekuasaan diletakkan pada tangan yang berbeda dapat
dicapai suatu keseimbangan.10

Pemikiran John Locke, ternyata mempengaruhi ahli hukum Perancis bernama Montesquieu
(1689-1755) untuk lebih menyempurnakan konsep pemisahan kekuasaan.

Montesquieu, dalam teori Trias Politika (pemisahan kekuasaan)membagi kekuasaan negara


secara horizontal, sehingga terdiri atas tiga cabang kekuasaan, yaitu: (1) Kekuasaan legislatif
sebagai pembuat undang-undang; (2) Kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan undang-
undang; (3) Kekuasaan yudisial untuk mengadili dan memutus perkara. Pandangan
Montesquieu inilah yang kemudian dijadikan rujukan doktrin separation of power.

dapat dikemukakan bahwa:

Pertama, doktrin pemisahan kekuasaan (separation of powers) itu bersifat membedakan


fungsi-fungsi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. Legislator membuat aturan,
eksekutor melaksanakannya, sedangkan pengadilan menilai konflik atau perselisihan yang
terjadi dalam pelaksanaan aturan itu dan menerapkan norma aturan itu untuk menyelesaikan
konflik atau perselisihan.

Kedua, doktrin pemisahan kekuasaan juga menentukan bahwa masing-masing organ tidak
boleh turut campur atau melakukan intervensi terhadap kegiatan organ yang lain. Dengan
demikian, independensi masing-masing cabang kekuasaan dapat terjamin.

Ketiga, adanya prinsip checks and balances, di mana setiap cabang mengendalikan dan
mengimbangi kekuatan cabang-cabang kekuasaan yang lain. Dengan adanya perimbangan
10
Brewer-Carias dalam Efik Yusdiansyah, Ibid, 24-25.

6
yang saling mengendalikan tersebut, diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan di
masing-masing organ yang bersifat independen itu. Dengan demikian, dari sisi konsep asas
separation of power, badan yudisial memiliki fungsi untuk memutus perkara (ajudikasi)
sehingga praktik policy-maker yang dilakukan pengadilan (MK) adalah tindakan yang
mengintervensi kewenangan dari badan legislatif dalam melakukan tugas membuat legislasi.

C. Pemisahan Kekuasaan di Indonesia

Menurut Dina Susiani dalam buku Hukum Administrasi Negara (2019),konsep


pemisahan kekuasaan  muncul karena kekuasaan yang besar dan hanya dimiliki beberapa
orang atau kelompok saja, dianggap membahayakan warga negara. Oleh sebab itu, kekuasaan
dibagi menjadi beberapa kelompok. Dengan begitu, akan sangat sulit menyalahgunakan
kekuasaan atau kewenangan.

Dikutip dari buku Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum (2005) karya
Marwan Effendy, Sir Ivon Jennings membagi pemisahan kekuasaan berdasarkan definisi
material dan formal.

1. Definisi material dari pemisahan kekuasaan

Dilihat dari definisinya, pemisahan kekuasaan (separation of powers) merupakan pemisahan


kekuasaan yang dipertahankan secara tegas dalam fungsinya. Berdasarkan definisi ini,
kekuasaan dibagi menjadi tiga, yakni legislatif, eksekutif, serta yudikatif.

2. Definisi formal dari pemisahan kekuasaan

Sementara dilihat dari definisi formalnya, pemisahan kekuasaan ini menandakan bahwa
pemisahan tersebut tidak dipertahankan secara tegas.

Pemisahan kekuasaan secara formal sering kali disebut pembagian kekuasaan (division of


powers).

Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni pembagian


kekuasaan secara horizontal dan vertikal.

7
A. Pembagian Kekuasaan secara Horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi


lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan
pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-


lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat
mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang
umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan negara, yaitu :11

a. Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang


Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar.

b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan


penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.

c. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini


dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

11
http://pkn-ips.blogspot.co.id/2014/10/konsep-pembagian-kekuasaan-negara-di.html, diakses tgl 14 Oktober
2020 pukul 14.50

8
d. Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang
oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24
ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.

e. Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan


penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

f. Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan


moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensi nya diatur dalam undang-undang.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah


berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah
(Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada
tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi
(Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota,
pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati
atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

B. Pembagian Kekuasaan secara Vertikal

Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

9
itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara


Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula
pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan
antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi,
pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan ke
wilayah an.

Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya


asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah
Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi
dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di
daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, yaitu
kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,
agama, moneter dan fiskal.12

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah
Pusat. Pemberian otonomi kepada daerah bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan kepada masyarakat
maupun meningkatkan kestabilan politik dan kesatuan bangsa13

12
Ibid
13
HAW. Widjaja, 1998, Percontohan Otonomi Daerah di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 147.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Kekuasaan Negara

Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan. Kekuasaan Negara terdiri atas


dua kata yakni kekuasaan (Power) dan Negara (state). Menurut Miriam
Budiarjo, kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk
mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku.

Sedangkan Negara menurut Roger H Soltau adalah alat atau wewenang yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.

Jadi kekuasaan Negara diartikan sebagai suatu kemampuan atau wewenang


yang dimiliki suatu organisasi yang disebut Negara untuk mengatur dan
mempengaruhi tingkah laku manusia agar sesuai dengan kehendak atau tujuan
bersama

2. Doktrin Pemisahan Kekuasaan

Montesquieu, dalam teori Trias Politika (pemisahan kekuasaan)membagi


kekuasaan negara secara horizontal, sehingga terdiri atas tiga cabang
kekuasaan, yaitu: (1) Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang;
(2) Kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan undang-undang; (3) Kekuasaan
yudisial untuk mengadili dan memutus perkara. Pandangan Montesquieu
inilah yang kemudian dijadikan rujukan doktrin separation of power.

11
3. Pemisahan Kekuasaan di Indonesia

Menurut Dina Susiani dalam buku Hukum Administrasi Negara (2019),konsep


pemisahan kekuasaan  muncul karena kekuasaan yang besar dan hanya
dimiliki beberapa orang atau kelompok saja, dianggap membahayakan warga
negara. Oleh sebab itu, kekuasaan dibagi menjadi beberapa kelompok. Dengan
begitu, akan sangat sulit menyalahgunakan kekuasaan atau kewenangan.

Dikutip dari buku Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif


Hukum (2005) karya Marwan Effendy, Sir Ivon Jennings membagi pemisahan
kekuasaan berdasarkan definisi material dan formal.

DAFTAR PUSTAKA

Ritaudin, M. Sidi (2016) Kekuasaan Negara dan Kekuasaan Pemerintahan Menurut


Pandangan Politik Ikwanul Muslimin. Jurnal TAPIS 12 (1)

Suparto (2016) Pemisahan Kekuasaan, Konstitusi dan Kekuasaan Kehakiman yang


Independen Menurut Islam. Jurnal SELAT 4 (1) 115 – 129

http://repository.uinbanten.ac.id/3549/5/skripsi%20revisi%20BAB%20III.pdf, 14 Oktober
2022

https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11646/2/T2_322013014_BAB%20I.pdf ,
14 Oktober 2022

12
Kekuasaan Negara : Pengertian, Hakikat, Tujuan, Unsur, Teori, Fungsi, Macam, Kedaulatan,
Asas, Pemisah. (2022). Diakses pada 14 Oktober 2022, dari
https://duniapendidikan.co.id/kekuasaan-negara/

Konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan (2022). Diakses pada 14 Oktober 2022 dari
https://amp.kompas.com/skola/read/2022/06/09/100000769/konsep-pemisahan-dan-
pembagian-kekuasaan#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16657536852318&referrer=https
%3A%2F%2Fwww.google.com

13

Anda mungkin juga menyukai