PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedaulatan (sovereigniteit) adalah ciri, pertanda atau atribut hukum dari Negara. Sebagai
atribut Negara, kedaulatan mempunyai sejarah yang tidak sebaya, maksudnya bahwa kedaulatan
lebih tua secara konseptual dari pada konsep Negara itu sendiri.
Kedaulatan sendiri memiliki banyak teori yang hingga saat ini masih diperdebatkan. Dan
dari para ahli banyak menyumbangkan pikirannya dalam memberi anggapan mengenai
kedaulatan. Seperti, Charles Benoist menganggap kedaulatan sebagai suatu konsep yang palsu
sejak semula yang kemudian dipalsukan dalam sejarah, tanpa manfaat dan lebih-lebih lagi,
kedaultan adalah konsep yang berbahaya. Sedangkan Esmein, memandang bahwa kedaulatan
sebagai suatu “chimere anarchiste” dan kedaulatan hanya menimbulkan pemerintahan yang
berdasar kekuasaan belaka. Hal ini dapat dilakukan pembenaran, karena semua peperangan besar
dan konflik antar-negara secara umum bersumber dari persoalan kedaulatan politik Negara yang
berperang itu. Sedangkan menurut Jean Bodin, sesungguhnya tidak terdapat kedaulatan
mutlak,yang ada hanya kedaulatan terbatas, baik kedalam maupun di luar wilayah Negara.
Salah satu unsur atau syarat yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu negara adalah
pemerintahan yang berdaulat atau kedaulatan. Istilah kedaulatan ini pertama kali diperkenalkan
oleh seorang ahli kenegaraan berkebangsaan Perancis yang bernama Jeans Bodin (1539-1596).
Menurut Jeans Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan ini
sifatnya tunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan
tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Asli berarti kekuasaan itu berasal atau
tidak dilahirkan dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi berarti kekuasaan negara itu berlangsung
terus-menerus tanpa terputus-putus. Maksudnya pemerintah dapat berganti-ganti, kepala negara
dapat berganti atau meninggal dunia, tetapi negara dengan kekuasaannya berlangsung terus tanpa
terputus-putus.
1
Kedaulatan atau sovereignity adalah ciri atau atribut hukum dari negara, dan sebagai
atribut negara sudah lama ada, bahkan ada yang berpendapat bahwa kedaulatan itu mungkin
lebih tua dari konsep negara itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kedaulatan
Jadi, kedaulatan dapat diartikan kekuasaan yang tertinggi, yaitu kekuasaan yang tidak
berasal dan tidak dibawah kekuasaan lain. (Samidjo, 1996:137)
Jean Bodin (1530- 1596) merupakan bapak ajaran kedaulatan atau peletak dasar
kedaulatan, menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap para warga
Negara dan rakyatnya,tanpa ada suatu pembatasan apapun dari undang-undang.
Kedaulatan menurut Jean Bodin adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat hukum
didalam suatu Negara yang sifatnya:
1. Tunggal, berarti bahwa di dalam Negara itu tidak ada kekuasaan lainnya lagi yang
berhak menentukan atau membuat undang-undang atau hukum.
2. Asli, berarti bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain.
3. Abadi, berarti bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu
adalah Negara.
4. Tidak dapat dibagi-bagi, berarti bahwa kedaulatan itu tidak dapat diserahkan
kepada orang atau badan lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
3
Kedaulatan adalah kekuasaaan yang tertinggi dalam setiap Negara. Kedaulatan tidak
mengizinkan adanya saingan. Kedaulatan tidak mengenal batas, karena membatasi kedaulatan
berarti adanya kedaulatan yang lebih tinggi. Kedaulatan itu lengkap, sempurna, karena tidak ada
manusia dan organisasi yang diperkecualikan dari kekuasaan yang berdaulat.
C. Teori-Teori Kedaulatan
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang
berdaulat dalam suatu negara:
1. Kedaulatan Tuhan.
2. Kedaulatan Raja
3. Kedaulatan Negara.
4. Kedaulatan Rakyat.
5. Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan negara dan kedaulatan hukum menunjukkan kedaulatan yang tidak
dipegang oleh suatu persoon.
1. Teori Kedaulatan Tuhan
Teori yang mendasarkan berlakunya hukum atas kehendak Tuhan dinamakan Teori
Kedaulatan Tuhan (Teori Teokrasi). Teokrasi berasal dari kata Theos yang artinya Tuhan, dan
Cratein yang artinya memerintah. Teori ini mengajarkan bahwa pemerintah/negara memperoleh
kekuasaan yang tertinggi itu dari Tuhan.
Teori kedaulatan Tuhan menurut sejarahnya berkembang pada zaman abad pertengahan,
yaitu antara abad ke-5 sampai abad ke-15. Didalam perkembangannya teori ini sangat erat
4
hubungannya dengan perkembangan agama baru yang timbul pada saat itu yaitu agama Kristen,
yang kemudian dioraganisasi dalam satu organisasi keagamaan, yaitu gereja yang dikepalai
seorang paus. Tokoh-tokoh penganut teokrasi antara lain; Agustinus, Thomas Aquinas, dan
Marsillius.
Agustinus mengajarkan bahwa yang menjadi wakil Tuhan di dunia adalah Paus.
Marsillius mengatakan bahwa yang menjadi wakil Tuhan di dunia adalah Raja. Sedangkan
Thomas Aquinas mengajarkan bahwa Raja dan Paus mempunyai kekuasaan yang sama, hanya
bidangnya yang berbeda. Tugas Raja dalam bidang keduniawian, sedangkan tugas Paus dalam
bidang keagamaan.
Sedangkan, menurut Ahmad Azhar Basyir, predikat teokrasi tidak dapat diterima sebab
Islam tidak mengenal adanya kekuasaan Negara yang menerima limpahan dari Tuhan,
menurutnya kekuasaan Negara berasal dari umat dan penguasanya bertanggung jawab kepada
umat-umat. Menurut ajaran Islam, kedaulatan hanya milik Allah semata, dan hanya Dia-lah
pemberi hukum. Dalam Negara Islam, organisasi-organisasi politik itu disebut khilafah. Manusia
merupakan khalifah Tuhan di muka bumi dan memiliki tugas untuk melaksanakan dan
menegakkan perintah dari pemegang kedaulatan.
Sejalan dengan perkembangan alam pikiran modern, maka sekarang orang mencari-cari
bukti atas kekuasaan yang didasarkan pada ketuhanan tersebut, maka lahirlah apa yang disebut
sebagai teori teokrasi modern.
Ada orang yang hendak mendasarkan kekuasaan Raja (atau siapa saja) atas dasar
‘kehendak Tuhan” dengan mencari bukti anggapannya dalam sejarah. Misalnya: rakyat dalam
keadaan bahaya yang sulit diatasi, tiba-tiba datanglah seseorang yang berhasil membebaskan
rakyat dari keadaan bahaya tersebut. Dalam peristiwa ini dilihat adanya bukti, bahwa Tuhan
telah mengirim pemimpin unruk menolong rakyatnya. Jadi, secara tidak langsung kekuasaan
pemimpin itu dan keturunannya didasarkan atas ketuhanan. (Samidjo, 1996:144).
2. Teori Kedaulatan Raja
Kedaulatan raja (the kings of souveregnty) berarti dalam Negara itu, yang berdaulat
adalah raja, raja dianggap sebagai orang yang suci, bijaksana sehingga dianggap berbeda dengan
rakyat (warga negaranya) meskipun sama-sama manusia. Posisi raja dalam hal ini adalah sangat
kuat dan tidak ada yang menandingi pada saat itu.
5
Menurut Marsilius, kekuasaan tertinggi dalam Negara berada di tangan raja, karena raja
adalah wakil Tuhan atau semacam diberi amanah dari Tuhan untuk berkuasa atas rakyat dan
berhak melakukan apa saja karena menurutnya semua tindakannya itu sesuai dengan apa yang
dikehendaki Tuhan. bahkan raja merasa berkuasa menetapkan kepercayaan atau agama yang
harus dianut oleh rakyatnya atau warga negaranya.
Kekuasaan mutlak yang ada pada raja, sehingga terjadi penyelewengan kekuasaan
kedalam tyranny. Seperti yang terjadi di Prancis pada masa pemerintahan raja Louis IV yang
menyatakan “Negara adalah saya (I’etat cest moi)”. Pada saat itu banyak keluarga raja yang
berpesta pora diatas kesengsaraan rakyat, yang menyebabkan rakyat tidak lagi percaya pada
kekuasaan tertinggi yang berada ditangan raja. "Ahmad Azhar Basyir yang dipetik dalam:
ni;matul huda, Ilmu Negara (yogyakarta: UII)" Kemudian rakyat mulai memberontak terhadap
kekuasaan raja dan mulai menyadari kekuatannya sendiri sebagai “rakyat” yang beridentitas dan
berhak.
6
Georg Jellineck yang menciptakan hukum bukan tuhan dan bukan pula raja, tetapi Negara.
Adanya hukum karena adanya Negara. Jellineck juga mengatakan bahwa hukum merupakan
penjelmaan dari kemauan Negara. Negara adalah satu-satunya sumber hukum. Oleh sebab itu,
kekuasaan tertinggi harus dimiliki oleh Negara.
Namun ada pula yang beranggapan bahwa kedaulatan Negara merupakan kelanjutan dari
kedaulatan raja, dimana pada pelaksanaanya yang menjadi penguasa atau yang memegang
kekuasaan dalam suatu Negara adalah raja sendiri, seperti yang disebut dengan ajaran
“verkulpringstheorie” yang artinnya Negara menjelma dalam tubuh raja.
Menurut teori ini, negara memperoleh kekuasaan dari rakyatnya, bukan dari tuhan atau
dari raja. Teori ini tidak sependapat dengan teori kedaulatan tuhan, dan mengemukakan
kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh teori kedaulatan tuhan
yaitu:
a. Raja yang seharusnya memerintah rakyat dengan adil, jujur, dan baik hati ternyata
bertindak dengan sewenang-wenang terhadap rakyat
b. Apabila kedaulatan raja itu berasal dari tuhan, mengapa dalam suatu peperangan
antara raja yang satu dengan raja yang lain dapat mengakibatkan salah seorang
raja
Kedaulatan rakyat (popular sovereignty) dimaksudkan kekuasaan rakyat sebagai
tandingan atau imbangan terhadap kekuasaan penguasa tunggal atau yang berkuasa. Ajaran
kedaulatan rakyat mensyaratkan adanya pemilihan umum yang menghasilkan dewan-dewan
rakyat yang mewakili rakyat dan yang dipilih langsung atau tidak langsung oleh warga Negara.
Paham kedaulatan rakyat itu sudah dikemukakan oleh kaum monarchomachen seperti
Marsilio, William Ockham, Buchanan, Hotman dan lain-lain. Mereka inilah yang mula-mula
sekali mengemukakan ajaran bahwa, rakyatlah yang berdaulat penuh dan bukan raja, karena raja
berkuasa atas persetujuan rakyat. Ajaran kaum monarchomachen ini kemudian dilanjutkan oleh
John Locke dan kemudian J.J Rousseau.
Menurut Locke, memang rakyat menyerahkan kekuasaan-kekuasaannya kepada Negara.
Dengan demikian Negara memiliki kekuasaan yang besar. Tetapi kekuasaan ini ada batasnya,
7
batas itu adalah hak alamiah dari manusia, yang melekat padanya ketika manusia itu lahir. Hak
ini sudah ada sebelum Negara terbentuk. karena itu, Negara tidak bisa mengambil atau
mengurangi hak alamiah itu.
5. Teori Kedaulatan Hukum
Kemudian terjadi pertentangan diantara para ahli penganut paham berbeda yakni antara
Krabbe yang menganut teori kedaulatan hukum dengan Jellineck yang menganut paham
kedaulatan Negara. Jellineck mengemukakan teorinya “selbstbindung” yang isinya antara lain
bahwa Negara harus tunduk secara sukarela kepada hukum. "Gde panca astawa: ilmu negara &
teori Negara (Bandung cetakan 2:2012)" Kemudian Krabbe yang menganut aliran historis yang
pelopori oleh Von savigny, yang mengatakan bahwa “hukum timbul bersama kesadaran hukum
masyarakat. Hukum tidak tumbuh dari kehendak atau kemauan Negara, maka berlakunya hukum
terlepas dari kemauan Negara.” Alasan ini dikemukakan sebagai jawaban, bahwa kalau benar
Negara yang berkuasa, apa sebabnya Negara itu patuh kepada hukum dan dapat dihukum.
Bukankah Negara berkuasa membuat undang-undang? bagaimana mungkin Negara yang
berkuasa secara sukarela mengikat dirinya dengan undang-undang itu.
Berdasarkan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 menyatakan Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ini berarti ada lembaga negara yang berfungsi
untuk menjalankan tugas negara sebagai wakil rakyat dan merupakan lembaga negara yang
bertugas sebagai pelaksana kedaulatan rakyat yaitu :
8
didasarkan atas penjumlahan anggota DPR dan anggota DPD. Jumlah anggota DPR sebanyak
560 orang (Pasal 74 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2009).
Alat kelengkapan MPR terdiri atas Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 3 orang wakil ketua yang mencerminkan unsur
DPR dan DPD yang dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa aplikasi terhadap kedudukan, tugas, dan
wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara pemegang
dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara
yang setara dengan lembaga negara lainnya, seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK,
MA, dan MK.
Tugas dan wewenang MPR diatur dalam UU No. 7 Tahun 2009 tentang Susunan dan
Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Presiden
UUD 1945 mengharuskan bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden sebagai berikut.
Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan UU
Nomor 23 Tahun 2003. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama 5 tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan
(pasal 7 UUD 1945).
9
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum,
yang dipilih berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR berjumlah 560 orang. Masa
jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
Fungsi DPR ditegaskan dalam pasal 20A (1) UUD 1945 bahwa DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri,
dengan tugas khusus untuk menerima pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (pasal
29E (1)
10
Mahkamah Agung (MA)
1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji UU terhadap UUD;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD;
3. Memutus pembubaran partai politik;
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu (pasal 24C (2) UUD 1945).
5. Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945.
11
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KPU merupakan komisi yang bertanggung jawab akan pelaksanaan pemilihan umum di
Indonesia. KPU bersifat nasional, tetap, dan mendiri (pasal 22E (5) UUD 1945).
Komisi Yudisial adalah lembaga yang mandiri yang dibentuk oleh presiden dengan
persetujuan DPR (pasal 24B (3) UUD 1945). Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai
pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela (pasal 24B (2) UUD 1945). Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan
Hakim Agung serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku
hakim (pasal 24B (17) UUD 1945).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa MPR, Presiden, DPR, DPD, BPK,
MA, dan MK merupakan lembaga negara yang bertugas sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
13