Anda di halaman 1dari 9

Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Rakyat

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah negara itu adalah sebuah organisasi kekuasaan. Sebuah organisasi merupakan tata
kerja daripada alat-alat perlengkapan negara. Sebuah teori modern yang dikemukakan oleh
Kranenburg dan Logemann berpendapat bahwa negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan.
Dalam proses berkerja untuk menuju tujuan dari setiap negara pastilah memerlukan sebuah
legimitasi kekuasaan. Pertanyaan sekarang ini adalah apakah sebuah kekuasaan dalam sebuah
negara itu dimiliki oleh Tuhan? Atau pemimpinkah yang memiliki kekuasaan tersebut? Atau
mungkin rakyatkah yang memiliki kekuasaan tersebut?
Setelah mengetahui lebih dalam mengenai legimitasi kekuasaan, penelitian tentang kenyataan
pemerintah yang wujud sekarang berdasarkan ideologi masing-masing haruslah kita dalami
juga, demi mengaplikasikan sebuah konsep tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari sini, dapat dirumuskan bahwa pembahasan kedaulatan Tuhan dan kedaulatan rakyat dapat
dipisahkan menjadi beberapa masalah:
1. Definisi Daulat Secara Luas dan Pemerintahan yang Berdaulat
2. Pengertian dan Sejarah Pemerintahan yang Berdaulatkan Tuhan
3. Pengertian dan Sejarah Pemerintahan yang Berdaulatkan Rakyat
4. Sebuah Kritikan Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Rakyat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Daulat Secara Luas dan Pemerintahan yang Berdaulat
Kata daulat dalam bahasa Indoensia berasal dari bahasa Arab yaitu daulah (). Dalam
bahasa Inggris adalah sovereignty yang diambil dari kata superanus dari bahasa Latin,
sedangkan dalam bahasa Prancis adalah souvereineiteit[1]. Dalam bahasa Indonesia, daulat
berarti kekuasaan. Kedaulatan pula mempunyai arti: kekuasaan tertinggi atas pemerintahan
negara atau daerah. Seperti contoh "Kedaulatan negara itu telah lama diakui oleh dunia
internasional".[2] Dalam bahasa Arab, kata daulah berarti kekuasaan seorang imam (presiden)
atau khalifah pada wilayah kekuasaan, kewajiban-kewajiban (kebijakan yang menjadi
kewajibannya), dan hak-haknya.[3] Dalam bahasa Inggris, kata sovereignty adalah kekuatan
yang sempurna untuk memerintah sebuah negara.[4]
Dari pengertian makna, kita dapat memahami bahwa daulat adalah sebuah kata yang sangat
penting bagi sebuah objek, sama ada bagi negara, bangsa maupun kepimpinan. Sebuah negara
tanpa daulat berarti sama dengan negara yang tanpa maruah, karena negara tanpa kekuasaan
sendiri itu tidak ada gunanya. Sebuah bangsa tanpa berdaulat berarti bangsa tersebut tidak
memiliki kuasaan untuk menentukan nasib mereka, malah bisa ditindas dan dipaksa untuk
melakukan sebuah kebijakan atau sebuah keputusan. Kepimpinan tanpa berdaulat berarti
seorang pemimpin yang tidak memiliki kekuasaan atas sesuatu yang dipimpin. Ini dapat
diibaratkan seperti kepimpinan yang hanya sebuah patung puppet.[5]
Seorang filosofis Perancis pada abad ke 16: Jean Bodin[6] memberi makna dari "souvereineiteit"
dengan "the distinctive mark of the state is supreme power. This power is unique; absolute, in
that no limits of time or competence can be placed upon it; and self-subsisting, in that it does not
depend for its validity on the consent of the subject"[7]yang mana terjemahannya adalah
"Kekuasaan tertinggi untuk menentukan sesuatu dalam suatu negara, yang sifatnya: Tunggal,
tidak terbatas; dari segi waktu mahupun kekuasaan yang lain, asli; yang bermaksud tidak
memerlukan kekuasaan lain dalam membentuk sebuah daulat tersebut". Dari makna yang diberi
oleh Jean Bodin ini terdapat empat poin yang harus difahami lebih dalam:
a. Tunggal (Unique): kekuasaan tersebut merupakan satu-satunya kekuasaan yang tertinggi
dalam negara dan tidak ada kekuasaan lain yang setara dengannya.
b. Tidak ada batas dari kekuasaan lain (Absolute 1): Kekuasaan tersebut itu tidak dibatasi dari
segi kekuasaan yang lain.
c. Abadi (Absolute 2): Kekuasaan tersebut tetap (tidak dibatasi waktu) selama negara itu masih

wujud, walaupun pemimpinnya silih berganti.


d. Asli (self-subsisting): Kekuasaan tersebut bukan dari kekuasaan yang lain.
Sedangkan jenis kedaulatan itu ada 2: a. Kedaulatan dalaman (interne-souvereiniteit). b.
Kedaulatan luaran (externe-souvereiniteit).[8] Kedaulatan dalaman adalah kekuasaan tertinggi
yang dimiliki sebuah pemerintahan dalam menentukan roda pemerintahannya meliputi hukum,
kebijakan dan lain-lain yang berkaitan dengannya. Kalau kedaulatan luaran adalah pemerintah
yang berkuasa bebas, tidak terikat dan tidak tunduk kepada kekuatan lain dalam menentukan
kebijakannya yang berkaitan dengan urusan negaranya.
Teori kedaulatan selanjutnya dibagi menjadi beberapa jenis. Teori yang paling dominan adalah
kedaulatan Tuhan dan kedaulatan rakyat.
B. Pengertian dan Sejarah Pemerintahan yang Berdaulatkan Tuhan
Seperti yang telah diterangkan di atas, kata kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Apabila kata
daulat itu disandarkan pada kata Tuhan, maka ia mempunyai arti kekuasaan tertinggi adalah
Tuhan.[9] Pemerintahan yang berdaulatkan Tuhan adalah sebuah pemerintahan yang meletakan
pucuk kekuasaannya pada Tuhan.
Teori kedaulatan Tuhan adalah sebuah teori yang dikemukakan tokoh penganut-penganut teori
teokrasi.[10]Sebagian dari mereka adalah Augustinus (354-430 M)[11], Thomas Aquinas (12251274 M)[12] dan Marsilius (1280-1343 M)[13]. Pendapat mereka sebenarnya sama. Tuhan
ditetapkan sebagai pemilik kekuasaan yang tertinggi. Akan tetapi persoalan yang diperdebatkan
adalah siapa di dunia ini yang mewakili Tuhan, Raja ataukah Paus[14]?
Agustinus adalah orang yang paling awal memberi gagasan ini. Beliau berpendapat bahwa Paus
adalah orang yang mewakili Tuhan di dunia, atau bisa dimaksud dengan di suatu negara.
Pemikiran beliau ini tertulis di dalam sebuah karya tulisnya yang berjudul City of God (Kerajaan
Tuhan).[15]
Selanjutnya, datanglah Thomas Aquinas dengan teori baru dalam kadaulatan Tuhan. Beliau
mengemukakan sebuah teori bahwa kekuasaan raja dan Paus itu sama, hanya saja
perbedaannya berada ditugasnya yaitu raja di lapangan keduniawian, sedangkan Paus di
lapangan keagamaan.[16]
Perkembangan selanjutnya adalah teori yang dibawa oleh Marsilius. Marsilius mengajarkan teori
baru yaitu kekuasaan tidak dimiliki seorang Paus, akan tetapi dimiliki negara atau raja. Menurut
ajaran Marsilius, raja adalah wakil daripada Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau
memegang kedaulatan di dunia ini.[17]
Teori kedaulatan Tuhan ini berkembang pada abad ke 5 M sampai abad ke 15 M.
Perkembangan teori ini berjalan bersama dengan perkembangan agama baru pada masa itu,
yaitu agama Kristen, yang diorganisir pihak gereja yang dikepalai oleh Paus. Pada masa itu,
negara-negara Eropa dijalankan oleh dua organisasi kenegaraan, yaitu pihak gereja yang
dikepalai oleh Paus, dan pihak negara yang dikepalai oleh raja-raja sesuai dengan daerah
masing-masing. Ini disebabkan oleh agama Kristen adalah agama resmi negara-negara di Eropa
pada masa itu setelah perjuangan yang kuat dari pihak gereja dalam menyebarkan agama
Kristen melawan kepercayaan patheisme atau paganisme yang dipegang oleh raja-raja yang
menganggap bahwa Kristen mengancam kewibawaan raja.
Pada saat Kristen sukses menjadi agama resmi negara-negara di Eropa, gereja pun mulai
mendapat kekuasaan dalam mengatur negara, bukan saja urusan keagamaan, akan tetapi
urusan keduniawian juga. Maka tidaklah jarang terjadi dua peraturan dalam satu hal. Satu
peraturan dari raja, dan kedua peraturan dari gereja. Selama peraturan tersebut tidak
berbenturan, maka tidak menjadi masalah. Tetapi, apabila kedua peraturan itu saling
bertentangan, maka barulah timbul persoalan, peraturan manakah yang patut dipatuhi. Maka
peraturan yang paling tinggilah yang akan diberlakukan. Persoalan inilah juga yang menjadi
penyebab munculnya perdebatan soal kedaulatan Tuhan.[18]
Selanjutnya, dengan munculnya teori yang dibawa oleh Marsilius, pemerintahan di Eropa
menjadi berubah. Dulunya sebuah pemerintah yang sangat menghormati pihak gereja Catolik
Roma, sekarang berubah menjadi pemerintahan yang diperintah oleh raja yang kekuasaannya
digerakkan dengan cara absolut. Karena seorang raja tidak merasa bertanggung jawab kepada
siapa pun kecuali Tuhan. Mereka merasa berhak untuk melakukan apa saja. Kenyataan ini
terlihat jelas pada zaman renaissance.[19]
C. Pengertian dan Sejarah Pemerintahan yang Berdaulatkan Rakyat
Kedaulatan yang berarti kekuasaan tertinggi apabila disandarkan pada kata rakyat itu

mempunyai arti kekuasaan tertinggi bagi negara adalah rakyat. Salah satu pengemuka konsep
kedaulatan rakyat adalah J.J. Rousseau (1712-1778 M).[20]
Dalam bukunya yang berjudul "Du contrat social", dia mengajarkan bahwa setiap individuindividu melalui perjanjian bersama antara mereka membentuk sebuah masyarakat (social
contract).[21] Kepada masyarakat inilah para individu itu menyerahkan kekuasaannya,
selanjutnya masyarakat inilah yang menyerahkan kekuasaan tersebut kepada raja atau seorang
pemimpin. Jadi, seorang raja atau pemimpin itu mendapatkan kuasanya dari individu-individu
tersebut.[22]
Menurut konsep ini, individu-individu itu mendapat kekuasaan dari hukum alam (natural law).
[23] Oleh karena raja atau pemimpin itu mendapatkan kekuasaan dari rakyat, maka dengan
demikian, rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang tertinggi. Sedangkan raja itu hanya
merupakan pelaksana dari apa yang telah diputuskan atau dikehendaki oleh rakyat.[24]
Kata rakyat yang dimaksud bukanlah setiap individu (perorangan) di sebuah negara, akan tetapi
adalah sebuah kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu tersebut, dan kesatuan itu memiliki
kehendak yang mana diperoleh dari individu-individu tersebut melalui perjanjian masyarakat
(social contract). Kehendak ini disebut dengan kehendak umum (volont gnrale). Alasan
kenapa yang dimaksud itu kehendak umum yang diambil dari kehendaknya kesatuan tadi adalah
karena kalau yang diambil adalah kehendak individu-individu itu, maka kehendak yang ada
bukanlah kehendak umum, melainkan kehendak individu (volont de tous).[25]
Apabila kepemimpinan sebuah negara itu dipegang oleh kesatuan yang dibentuk oleh individuindividu tadi, maka kehendak mereka disebut dengan "volont de corps" (kehendak
kesatuan/kumpulan orang). Hasil kehendak umum akan jatuh bersamaan dengan kehendak
kesatuan tadi. Apabila kepimpinan tersebut dipegang oleh satu orang, yang mana orang ini
memiliki kehendak tersendiri (volont particulire), maka kehendak umum akan jatuh bersamaan
dengan kehendak tersendiri itu. Kesimpulannya, sebuah negara itu harus dipegang oleh rakyat
atau ada perwakilan dari rakyat, agar kehendak umum itu dapat diwujudkan.
Inti dari kedaulatan rakyat adalah membentuk sebuah sistem kepemerintahan yang mampu
mewujudkan kehendak umum. Terserah sistem apapun yang digunakan, jika memang kehendak
umum dapat dijalankan, maka istilah kedaulatan rakyat itu wujud di sebuah negara itu. Maka
bisa juga dikatakan, bahwa kedaulatan rakyat tidak lain adalah volont gnrale.[26]
Sejarah munculnya teori ini adalah sebuah dampak dari teori kedaulatan raja dan kedaulatan
negara, karena pada zaman sedang maraknya kedaulatan raja dan negara, banyak dari
kalangan raja-raja yang melakukan penindasan pada rakyat kecil. Dengan munculnya teori
kedaulatan rakyat, maka raja atau pemimpin tidak dapat lagi sewenang-wenangnya menindas
rakyat kecil.
Kaum monarkomaken[27] yang dipelopori oleh Johannes Althusius (1557-1638 M) adalah yang
paling awal mengerakkan usaha pemberantasan ini. Dia mengajarkan bahwa kekuasaan raja
bukanlah kehendak Tuhan akan tetapi atas kekuasaan rakyat, dan kekuasaan itu diperoleh dari
hukum alam (natural law). Ajaran beliau ini yang nantinya diadopsi oleh J.J. Rousseau yang
memuat teori kedaulatan rakyat seperti keterangan di atas.
Salah satu pendahulu Johannes Althusius adalah Martin Luther (1483-1546 M). Martin Luther
memperjuangkan perlawanan terhadap gereja, karena menurutnya gereja telah mengunakan
nama kitab suci demi mengumpulkan kekayaan. Dialah yang menciptakan sebuah aliran baru
dalam agama Kristen yang disebut dengan protestan. Keberaniannya dalam melawan gereja
Catolik inilah yang nantinya diikuti oleh reformis-reformis seperti Philipp Melanchthon (1497-1560
M), Huldrych Zwingli (1484-1531 M) dan Jean Chalvin (1509-1564 M) yang akhirnya sampai
pada Johannes Althusius.[28]
Sekarang teori kedaulatan rakyat lebih dikenal dengan demokrasi.[29] Akan tetapi, perlu
diketahui bahwa kedaulatan rakyat bukan berarti demokrasi, hanya saja demokrasi seharusnya
memiliki kedaulatan rakyat, karena demokrasi adalah sejenis sistem pemerintahan yang
mengandung kedua kedaulatan, yaitu kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum.
D. Sebuah Kritikan Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Rakyat
Kritik adalah kata yang diambil dari bahasa Inggris "criticism" yang berarti sebuah expresi
seseorang pada sesuatu masalah tentang positif atau negatifnya perkara tersebut.[30] Dapat
disimpulkan bahwa sebuah kritik bukanlah harus mempunyai arti negatif, akan tetapi positif juga
bisa. Contohnya adalah kata seseorang "Artis tersebut mengkritik baju tersebut. Dia mengatakan
bahwa baju tersebut sesuai untuk semua musim". Jadi, anggapan kebanyakan orang yang

mengartikan kata kritik itu negatif adalah sebuah pemikiran yang salah. Tema "Sebuah Kritikan
Kedaulatan Tuhan dan Kedaulatan Rakyat" mempunyai arti sebuah penilaian teori kedaulatan
Tuhan dan kedaulatan rakyat.
Teori kedaulatan Tuhan terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang ada di teori ini
adalah dengan adanya kepercayaan bahwa seorang raja atau Paus adalah wakil Tuhan, maka
secara otomatis, rakyat yang percaya dengannya secara yakin akan mematuhi perintah yang
mewakili Tuhan. Tuhan adalah sebuah zat yang sakral dan dipercayai sangat sulit untuk
ditandingi. Ideologi ini akan membuat seorang pemimpin dengan mudah dapat mengatur rakyat
sesuai dengan maslahat yang diperlukan. Seperti contoh: pada perang dunia ke 2, rakyat
Jepang rela mati berperang demi kaisar mereka, karena menurut mereka kaisar adalah anak
Tuhan.[31]
Kekurangannya adalah apabila orang yang diyakini wakil Tuhan di dunia ini melakukan
kezaliman (tidak adil), maka rakyat yang dizalimi akan sengsara. Kesengsaraan adalah sebuah
perkara yang salah dan harus diberantas. Dalam Islam memang mengajarkan untuk melawan
kezaliman, karena kezaliman itu dilarang di dalam Islam.[32]Kekurangan lain adalah
dikhawatirkan keluhan rakyat tidak bisa sampai pada pemimpin, seperti kemungkinan seorang
rakyat itu terlalu menghormati sehingga tidak berani melaporkan keluhannya karena takut kualat.
[33]
Teori kadaulatan rakyat juga terdapat kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari teori ini adalah
seorang rakyat dapat memberitahukan pada pemerintah keluhan-keluhan yang dirasakan. Dia
juga mampu menentukan siapa pemimpin yang dia inginkan. Dengan ini semua inspirasi rakyat
dapat tertampung sebagai proses menuju kesejahteraan. Kelebihan lain adalah dengan adanya
kedaulatan rakyat, kezaliman dapat diberantas karena yang memiliki kekuasaan tertinggi adalah
rakyat. Jadi, jika pemimpin ingin melakukan kezaliman, maka pemimpin tersebut dapat
dilengserkan menurut teori.
Kekurangan yang terdapat dalam teori ini adalah dengan adanya pucuk kekuasaan diserahkan
pada rakyat, maka dikhawatirkan sulit untuk memerintah. Contohnya apabila terjadi perang
dengan negara jiran, dan seumpama rakyat di negara tersebut menolak untuk berjuang dan
memilih untuk mengungsi, maka kedaulatan negara tersebut akan dirampas oleh kekuasaan
lain. Ini adalah salah satu dari penghinaan terhadap negara yang berdaulat, karena pemerintah
tidak berkuasa untuk mengumpulkan kekuasaan yang dimilikinya demi membrantas kezaliman
dari pihak luar.
Kekurangan lain adalah kalau rakyat yang memiliki kekuasaan tersebut, sedangkan mereka
bukanlah orang yang benar-benar mengerti secara dalam tentang ilmu politik dan filsafat, lalu
mereka menghendaki sebuah kebijakan yang sebenarnya secara realita akan menjejaskan
kemakmuran negara, maka pemerintah yang memerintah pasti kesulitan untuk memberi
kebijakan yang terbaik untuknya. Ini dibuktikan pada negara-negara yang melakukan sistem
demokrasi bebas yang rakyatnya masih banyak tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk
berfikir lebih jauh tentang kemaslahatan negaranya. Contohnya adalah Indonesia dan negara
Asia Tenggara lainnya. Dapat dilihat secara nyata, Indonesia setiap harinya penuh dengan
demonstrasi yang terkadang demonstrasi tersebut tidak diperlukan. Kadang pemerintah atasan
sudah berfikir lebih jauh daripada gerakan-gerakan rakyat atau mahasiswa yang terus
menentang pemerintah. Indonesia belum pernah memiliki seorang pemimpin yang naik secara
positif, dan turun juga secara positif. Presiden Sukarno naik secara positif, akan tetapi dilengser
oleh rakyat (negatif). Begitu juga Presiden Suharto. Presiden B.J. Habibie naik secara terpaksa
sebagai dampak dari lengsernya Presiden Suharto (dianggap negatif karena kenaikannya bukan
pilihan rakyat), baru turunnya secara positif. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), naik
secara positif, akan tetapi dilengser MPR (negatif). Presiden Megawati naik secara terpaksa
sebagai dampak dari lengsernya Abdurrahman Wahid (negatif), turun secara positif. Apakah
Presiden Susilo Bambang Yudohono yang naiknya secara positif turunnya juga positif?
Kenyataan yang dapat dilihat adalah mahasiswa masih saja tetap berdemonstrasi meminta
Presiden Susilo Bambang Yudohono untuk turun.
Kekurangan lain adalah apabila rakyat secara mayoritas ingin melegalkan sesuatu yang
dianggap negatif (seperti pornografi, prostitusi, narkoba dan atheisme), maka pemerintah tidak
dapat menghalangi ini. Dengan ini, negara akan menjurus kepada kesesatan yang membawa
kepada negatif moral etika dan moral kepercayaan. Dampak dari permasalahan ini sangat
berbahaya karena akan membawa negara menjadi tidak stabil dari segi moral, dengan tanpa

moral maka negara akan terjerumus pada kriminalitas.


Negara yang ideal adalah negara yang dapat mensatukan teori kedaulatan Tuhan dan rakyat
sesuai dengan konteks yang diperlukan dan membuang yang tidak diperlukan. Contohnya,
kedaulatan Tuhan dimasukkan demi suatu kenyataan akan wujudnya Tuhan sebagai pencipta
alam dan membangkitkan nilai-nilai keimanan dengan menghilangkan kepercayaan bahwa raja
atau seorang pemimpin adalah wakil Tuhan yang bebas melakukan apa saja sesuai dengan
kemauannya tanpa ada batas. Akan tetapi, seorang pemimpin sama ada berupa perorangan
(monarki) atau kesatuan (parlimenter) dalam menentukan kebijakan dan hukum haruslah yang
sesuai dengan nilai-nilai agama, sebagai kewajibannya seorang hamba Tuhan.[34] Dengan kata
lain, kedaulatan Tuhan yang dikonsepkan oleh ahli filosofis Barat tadi harus dirubah dengan
pemahaman bahwa manusia, begitu juga pemimpin adalah wakil Tuhan di bumi, akan tetapi
manusia begitu juga pemimpin tersebut tetap berkewajiban untuk mematuhi aturan Tuhan.
Konsep Islam juga bertentangan dengan pemikiran kedaulatan rakyat yang murni seperti
keterangan di atas, karena Islam juga mewajibkan adanya kepimpinan bagi sebuah kumpulan
dalam bentuk apa saja, dan berkeyakinan, segala yang memimpin adalah wakil Tuhan di bumi.
[35] Hanya saja, walaupun orang tersebut adalah wakil Tuhan di bumi, bukan berarti orang
tersebut dibenarkan untuk tidak mematuhi perintah Tuhan.
Alasan di balik konsep Islam yang memerintahkan kedaulatan Tuhan seperti keterangan di atas
adalah agar seorang pemimpin waktu memerintah dapat benar-benar efektif dalam memberi
sebuah kebijakan, yang menurutnya itu adalah yang terbaik dengan syarat tidak berseberangan
dengan hukum Tuhan. Disebabkan, jika kebijakan seorang pemimpin banyak terdapat halangan
seperti demonstrasi dan lain-lain, ini dikhawatirkan kebijakan tersebut tidak bisa berjalan.
Contohnya adalah bolehnya seorang pemimpin mengkarantina rakyatnya yang terkena penyakit
kusta walaupun rakyat tersebut menolak, karena itu yang paling maslahat dengan syarat, segala
kebutuhan rakyat yang dikarantina tersebut terpenuhi.[36] Seumpama kebijakan ini ditentang
oleh rakyat banyak, maka pemerintah sulit mencari solusi melawan penyakit wabah. Akan tetapi,
harus ada usaha membuang teori bahwa segala perintah pemimpin harus ditaati, seperti
perintah pemimpin yang zalim yang mana dia merampas harta rakyat secara paksa tanpa sebab
yang sesuai hukum. Contohnya adalah perampasan tanah para petani secara paksa tanpa ada
imbal balik yang sesuai. Seperti yang diterangkan di atas, selagi perintah tersebut tidak
berseberangan dengan hukum Tuhan maka selagi itu wajib kita patuhi.[37] Kesimpulannya,
pemerintahan yang absolut (seperti monarki) tidak menjadi masalah asalkan tidak bertentangan
dengan hukum Tuhan dan itu adalah yang paling maslahat menurut pemimpin tersebut.
Perubahan yang diperlukan bagi kedaulatan rakyat adalah dengan cara menerapkan serta
membuang beberapa perkara. Perkara yang harus diterapkan adalah seperti wujudnya parlimen
yang mana anggotanya sebagian besar adalah wakil dari rakyat yang mampu serta ahli yang
dipilih sesuai dengan keahlian masing-masing.[38] Dengan adanya parlimen ini, nantinya dapat
mengawal pemimpin negara tersebut dari melakukan korupsi dan lain-lain yang telah dibatasi
dengan konsep kedaulatan Tuhan. Sedangkan perakara yang harus dibuang adalah seperti
kebebasan dan kekuasaan mutlak dari rakyat, sehingga makna dari kedaulatan rakyat bukan
lagi kekuasaan tertinggi, akan tetapi hanya diartikan dengan kekuasaan.[39] Seperti contoh
kedaulatan rakyat di dalam menetukan sebuah hukum yang dianggap dapat membawa
kemudaratan bagi bangsa walaupun hukum tersebut diputuskan oleh mayoritas rakyat. Seperti
hukum hak asasi manusia/membebaskan rakyat dalam melakukan apa saja yang mereka
inginkan selagi tidak mengambil hak orang lain walaupun salah menurut hukum Tuhan
(liberalisme/free country).[40] Contohnya adalah atheisme, perlakuan homosexual, lesbianisme,
sex bebas, dan lain-lain yang jelas tiada manfaatnya serta dapat membawa kemudaratan yang
akan menghilangkan moral bangsa. Perkara lain adalah kebebasan yang melebihi batas sampai
terjadinya demonstrasi berterusan setiap hari tanpa berhentinya.[41] Ini dikarenakan kebebasan
yang melebihi batas banyak mendatangkan kemudaratan sehingga menjadi penghalang bagi
seorang pemimpin untuk memerintah dengan baik. Contohnya adalah seperti dengan mudahnya
terjadi konflik daerah, seperti yang terjadi di Poso, Ambon dan lain-lain. Sebelum adanya
reformasi tahun 1998, tidak terdapat konflik seperti ini yang berlaku kecuali sedikit, serta konflik
yang berlaku pun adalah sebuah perjuangan rakyat untuk meraih kebebasan. Akan tetapi
sekarang dengan mudahnya terjadi konflik di daerah, karena orang merasa bebas dan tidak
takut dengan pemerintah. Sebuah perkara lagi adalah kebebasan pers yang kadang membawa
konflik baru yang sebenarnya tidak diperlukan bagi negara yang masih membangun mendidik

rakyatnya.[42] Contohnya adalah kasus Indonesia dan Malaysia dalam memperebutkan pulau
yang mana asal permasalahannya adalah kesalahan dalam menulis peta. Malaysia
menganggap pulau Ambalat adalah kepunyaannya karena terdapat di dalam peta yang telah
disetujui oleh PBB. Sedangkan Indonesia pula, mengaku sebagai pemilik pulau tersebut hanya
karena pulau itu lebih dekat dengan wilayah RI. Permasalahannya adalah kenapa harus
digembar-gemborkan oleh pers, sedangkan perkara ini harusnya menjadi pembahasan antara
dua pejabat negara. Masalah ini bukanlah sesuatu yang harus diselesaikan oleh rakyat. Malah,
dengan memasukan rakyat dalam hal ini akan membuat masalah semakin sulit untuk
diselesaikan dan akan membawa konflik 2 negara yang berkepanjangan. Seperti di Malaysia,
permasalahan ini dikawal oleh pemerintah agar tidak sampai digembar-gemborkan oleh pers,
karena menurut pemerintah Malaysia, masalah seperti ini dapat membawa konflik 2 negara yang
tidak diingini.[43]
Mengikut sejarah yang telah diterangkan secara luas pada pembahasan kedua kedaulatan,
dapat difahami, evolusi sebuah pemikiran itu sesuai dengan lingkungan yang ada. Contohnya
pada zaman kedaulatan Tuhan, pemerintahan banyak diisi dengan keyakinan yang sejenis
teokratik. Filosifis ini tidak membahayakan pemerintahan yang ada karena kurangnya
pertentangan dari segi politik luar dan ekonomi. Raja dan Paus keduanya dengan mudah
mengatur sebuah negara karena dalam pemikiran rakyat itu lebih dipenuhi rasa patuh dan setia
dengan pemerintah yang ada. Ditambah lagi dengan sebuah kepercayaan mistis yang sangat
kuat di dalam agama Kristen yang membuat rakyat pasrah kepada Tuhan sepenuhnya.
Pada zaman mulai terdapat invasi dari luar, dan ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang
melanda Eropa di zaman medeival, membuat ideologi para pemikir mengevolusi. Contohnya
perubahan dari kadaulatan negara menjadi kedaulatan rakyat, adalah karena adanya faktor
kemiskinan yang menyebar keseluruh penjuru. Zaman renaissance terjadi sebagai dampak dari
jatuhnya Constantinople (29 Mei 1453)[44] ke tangan orang muslim dan kekalahannya orang
Kristen pada perang salib. Revolusi agama Kristen Catolik pecah menjadi Protestan oleh Martin
Luther juga adalah dampak dari kelakuan kurang adil dari pihak gereja yang dianggap
berlebihan dalam urusan duniawi.
Intinya, perubahan terjadi karena faktor konteks yang terjadi sesuai dengan krsis-krisis yang
berlaku. Jadi, titik permasalahannya adalah krisis-krisis tersebut. Kalau sebuah negara itu stabil,
dan dapat mensejahterakan rakyatnya, maka tidak perlulah sebuah perubahan, karena
kemungkinan perubahan yang dilakukan malah akan membuat negara tersebut tidak stabil dan
jatuh ke dalam krisis berpanjangan.
Dengan alasan inilah, Islam muncul dengan konsep penerapan kedaulatan Tuhan, yang
sekaligus terdapat kekuasaan bagi rakyat (kedaulatan rakyat). Satu perkara yang perlu
diketahui, dengan sistem kedaulatan ini, Islam tidak mewajibkan sistem pemerintahan yang
tertentu (bisa monarki, demokrasi atau despotisme), yang terpenting adalah pemerintahan yang
ada tetap berpegangan pada hukum Tuhan dan membawa pada kemaslahatan rakyat.[45] Jadi
sistem pemerintahan haruslah sesuai dengan negara tersebut. Kalau sesuainya monarki, maka
yang diterapkan adalah monarki. Kalau yang lebih sesuai adalah demokrasi, maka demokrasilah
yang harus diterapkan. Begitu seterusnya.
Argumen mengapa kedaulatan rakyat harus diganti[46] dengan kekuasaan rakyat, adalah
karena kedaulatan itu sendiri memiliki arti kekuasaan tertinggi. Dalam Islam, seperti yang dapat
difahami, tetap mempunyai prinsip kekuasaan tertinggi adalah menjadi milik Allah, sedangkan
manusia (pemimpin maupun rakyatnya) hanyalah sebagai wakil (khalifah) Allah. Jika tetap
dipaksakan pengabungan kedua kedaulatan ini dengan mengunakan makna kekuasaan
tertinggi, maka jelas akan bertentangan dengan kesepakatan ulama yang berpendapat bahwa
dalam sebuah negara, tidak boleh terdapat dua atau lebih pemimpin (presiden).[47] Dalam Islam
pula tidak dibenarkan untuk berlawanan dengan sebuah kesepakatan ulama (ijma').
BAB III
KESIMPULAN
Kedaulatan Tuhan dan kedaulatan rakyat adalah teori bagi legitimasi kekuasaan sebuah negara.
Dengan kedua teori ini, negara mampun meraih kedaulatan bagi negaranya. Mengapa yang
dibahas adalah kedua teori ini, adalah karena kedua teori inilah yang menjadi dasar filsafat
Republik Indonesia yaitu pancasila. Dengan sila pertamanya yaitu "Ketuhanan yang maha esa",
dan yang keempat yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan atau perwakilan". Juga dalam pasal 1 ayat 2 yang berbunyi "Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majlis Permusyawaratan Rakyat". Maka
dengan adanya ini, Indonesia dapatlah kita sebut sebagai negara yang berdaulat.
Walau bagaimanapun, tetap harus difikirkan cara untuk lebih memajukan sebuah negara agar
rakyatnya makmur, maka dari itu, ideologi hanyalah sebuah teori yang tertulis, dipelajari dan
diajarkan. Tidak lebih dari itu. Akan tetapi kalau diamalkan, maka sebuah teori akan menjadi
sebuah senjata yang mematikan, dan yang tidak dapat dihentikan. Perlu diingat juga, revolusi
kadang diperlukan demi memakmurkan negara. Akan tetapi kadang revolusi justru membikin
konflik yang berkepanjangan yang akan merugikan rakyat kecil. Hormatilah kedaulatan yang
sudah wujud, sempurnakanlah dengan memberi masukan yang benar-benar dibutuhkan.
Sebuah kaedah fiqh berbunyi " " yang bermaksud "simpanlah
perkara lama yang baik, dan ambillah perkara baru yang lebih baik".
[1] Sovereignty, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[2] Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2001, hlm. 240.
[3] Wizrat al-Awqf wa al-Syun al-Islmiyyah bi al-Kuwait, Al-Maus't al-Fiqhiyyah, Kuwait:
Wizrat al-Awqf al-Kuwaitiyyah, tt. juz 21 hlm. 36.
[4] A S Hornby, Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, Oxford: Oxford
University Press, 2001, hlm. 1138.
[5] Puppet: Patung yang digerakkan oleh orang lain yang berkuasa.
[6] Jean Bodin (15301596) adalah seorang filosofis Perancis yang lahir di Angers, Perancis.
Beliau belajar hukum di Toulouse, kemudian mengajar ilmu hukum juga di kota yang sama.
Beliau ditunjuk sebagai advokat raja untuk kota Laon pada tahun 1576. Pada tahun ini juga
beliau mempublikasi bukunya yang berjudul " Les Six Livres de la Republique " (Enam buku
tentang kerajaan). Beliau juga adalah anggota parlimen Perancis di Blois. Beliau meninggal di
Laon. Lihat: Bodin, Jean, Britannica Student Library, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[7] Bodin, Jean, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[8] Bodin, Jean, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[9] Bodin, Jean, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[10] Teokratik: berasal dari bahasa Inggris; theocracy. Maksudnya adalah sebuah pemerintahan
yang dipimpin oleh pemimpin yang relegius.
[11] Augustinus (354-430 M) lahir di Tagaste di sebuah provinsi Kerajaan Roma di Numidia
(sekarang Souk-Ahras di Algeria). Beliau belajar di Universitas Carthage sejak umur 16 tahun
dan mengajar di situ juga sampai umur 29 tahun. Setelah itu beliau berhijrah ke kota Roma.
Beliau adalah seorang ahli theolog Kristen. Karya beliau adalah "Confessions dan The City of
God". Lihat: Augustinus, Britannica Student Library, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[12] Thomas Aquinas (1225-1274 M) lahir di istana Roccasecca dekat Naples. Bapaknya adalah
seorang raden Aquino. Gereja Catolik Roma sangat berterima kasih pada beliau karena menjadi
seorang ahli theolog yang paling pintar dan menjadi benteng theolog Kristen di masanya. Karya
yang paling agung beliau adalah "Summa Contra Gentiles" dan "Summa Theologiae". Beliaulah
orang yang mengabungkan filsafat Ariestotales ke dalam theologi Kristen. Lihat: Thomas
Aquinas, Britannica Student Library, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006 Ultimate
Reference Suite DVD.
[13] Marsilius (1280-1343 M) lahir di Padua , sebuah daerah di Italia. Beliau adalah ahli filsafat
politik yang menjadi benteng perdamaian di Eropa. Setelah menjadi profesor dan rektor di
Universitas Paris, beliau mengabdi di Italia sebagai consultan politik bagi Ghibellines (sebuah
parti pro-Imperial, anti gereja Catolik). Karya agung beliau adalah Defensor pacis. Beliau
meninggal di Kota Munich. Lihat: Marsilius of Padua, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari
Encyclopdia Britannica 2006 Ultimate Reference Suite DVD.
[14] Paus: Seorang pemimpin umat Catolik Roma di dunia. Seorang Paus dianggap sebagai
ketua agama yang mendapat wahyu dari Tuhan untuk mengatur urusan agama mahupan

kadang-kala urusan pemerintahan.


[15] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 153; Augustine, Saint,
Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006 Ultimate Reference
Suite DVD.
[16] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 153.
[17] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 153.
[18] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 153.
[19] Renaissance: Sebuah zaman yang berlangsung sekitar abad ke 15 sampai abad ke 16. Di
zaman ini terdapat sebuah revolusi ideologi yang dulunya semua orang Eropa lebih kepada
sikap patuh dengan gereja, akan tetapi sekarang berubah. Mereka lebih mandiri dan ada
pembebesan sistem pemerintahan dari kalangan raja-raja yang teori tersebut dikenal dengan
kedaulatan negara. Raja-raja tidak lagi berada di bawah bayang-bayang gereja. Mereka lebih
mandiri dalam menentukan kebijakan dengan tanpa ada campur tangan dari gereja. Mereka
sudah tidak memiliki ideologi bahwa kekuasaan berada di tangan Tuhan. Mereka percaya bahwa
puncak kekuasaan dimiliki Negara serta pemimpinnya. Jatuhnya kota Constintanople ke tanggan
orang muslim adalah salah satu punca wujudnya Renaissance. Tokoh yang banyak
mempengaruhi terjadinya revolusi ini adalah Niccolo Machiavelli dan Jean Bodin. Lihat:
Renaissance, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[20] J.J. Rousseau (1712-1778 M) lahir Geneva, Swis. Bapaknya adalah seorang pengrajin jam.
Pada masa kecil beliau dibesarkan dengan cara yang kurang disiplin. Pada umur 16 beliau
menjadi seorang anak jalanan. Di kota Chambry, Prancis, beliau bertemu dan tinggal bersama
Madame de Warens, seorang wanita yang menjadi pengaruh pemikiran Rousseau. Beliau tetap
berjalan untuk sementara waktu mengharungi Swis, Italia, dan Prancis, sebagai sekretaris, guru
dan guru music. Pada waktu dia melawat kota Paris pada tahun 1741, beliau kaget dengan
sebuah fakta bahwa kaum di sana hidup dengan keadaan yang kurang adil. Kaum di sana hidup
dengan hukum yang penuh dengan aristokrasi dan hanya sedikit berdasarkan keperluan orang
awam. Beliau meninggal di Ermenonville, dekat Paris, pada 2 Juli 1778. Lihat: Rousseau, JeanJacques, Britannica Student Library, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006 Ultimate
Reference Suite DVD.
[21] Social Contract, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[22] Social Contract, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD; Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 160.
[23] Natural Law, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[24] Social Contract, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD; Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 160.
[25] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 160.
[26] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 161.
[27] Monarkomaken adalah sebuah ideologi anti raja. Akan tetapi makna tersebut hanya sebatas
bahasa. Kalau dilihat secara kenyataannya, kaum monarkomaken tidak anti pemerintahan
absolutisme. Cuma mereka menentang eksesnya yang banyak menindas rakyat (tyranni). Ini
adalah karena sistem monarki (yang biasanya absolut) ini mempunyai kepercayaan bahwa yang
memberi kekuasaan adalah tuhan. Sehingga rakyat tidak akan berani melawan titah raja.
Dengan wujudnya kaum ini, penindasan rakyat dapat diselamatkan.
[28] Soehino S. H., Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2000, hlm. 81.
[29] Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan yang diperintah rakyat. Demokrasi biasanya
dianggap sebagai lawannya monarki yang mana pemerintahannya diperintah oleh raja absolut.
Kebanyakan ahli filosofis politik sekarang percaya bahwa demokrasi adalah sistem yang paling
baik, karena dapat membela rakyat kecil. Lihat: Democracy, The World Book Encyclopedia 1993,
United States of America: 1993, Jilid 5, hlm. 101.
[30] A S Hornby, Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, Oxford: Oxford
University Press, 2001, hlm. 276.
[31] Ubaidilah, A, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, Ham Dan Masyarakat Madani, Jakarta:
IAIN Jakarta Press, 2000, hlm. 125.
[32] Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitam, al-Zawjir, Beirut: Ihy al-Turts

al-Arab, tt. Juz 1, hlm. 343.


[33] Kualat: Jw a 1 mendapat bencana (karena berbuat kurang baik kepada orang tua dsb); kena
tulah; 1 cak celaka: terkutuk. Lihat: Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm. 603.
[34] Abdullah bin Umar bin Sulaiman al-Damiji, al-Imamah al-'Uzma, tt. hlm. 29.
[35] Muhammad bin Abd-allh al-Andals (Ibn alArab), Ahkm al-Qurn, Beirut: Dr al-Kutub
al-Ilmiyyah, tt. Juz 4, hlm. 49.
[36] Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajar al-Haitam, Tuhfat al-Muhtj f Syarh al-Minhj,
Beirut: Ihy al-Turts al-Arab, tt. Juz 3, hlm. 71; Wizrat al-Awqf wa al-Syun al-Islmiyyah bi
al-Kuwait, Al-Maus't al-Fiqhiyyah, Kuwait: Wizrat al-Awqf al-Kuwaitiyyah, tt. juz 8 hlm. 131.
[37] Wizrat al-Awqf wa al-Syun al-Islmiyyah bi al-Kuwait, Al-Maus't al-Fiqhiyyah, Kuwait:
Wizrat al-Awqf al-Kuwaitiyyah, tt. juz 28 hlm. 323.
[38] Nama ini di dalam Islam modern lebih dikenal dengan al-Sulthat al-Tasyri'iyyat atau ahl alHalli wa al-'Aqdi. Lihat: Ali Abd al-Qadir Mustofa, Dr., al-Wizrat, Mesir: Matba'ah al-Sa'adah,
1981, hlm. 62; Wizrat al-Awqf wa al-Syun al-Islmiyyah bi al-Kuwait, Al-Maus't alFiqhiyyah, Kuwait: Wizrat al-Awqf al-Kuwaitiyyah, tt. juz 7 hlm. 115.
[39] Alasan mengapa makna dari kedaulatan harus dirubah akan diterangkan di bawah.
[40] Liberalism, Encyclopdia Britannica 2006, diambil dari Encyclopdia Britannica 2006
Ultimate Reference Suite DVD.
[41] Bacharuddin Jusuf Habibie, Prof.Dr.Ing.-Dr.Sc.H.C.Mult, Detik-Detik yang Menentukan,
Jakarta: THC Mandiri, 2006, hlm. 59-60.
[42] Bacharuddin Jusuf Habibie, Prof.Dr.Ing.-Dr.Sc.H.C.Mult, Detik-Detik yang Menentukan,
Jakarta: THC Mandiri, 2006, hlm. 47-49.
[43] Sebuah pemikiran dari tokoh politik Malaysia, Lihat: Isu sempadan maritim: Media Indonesia
dikritik, http://www.utusan.com.my/utusan/archive.asp?
y=2005&dt=0309&pub=utusan_malaysia&sec=muka%5Fhadapan&pg=mh_04.htm&arc=hive.
[44] Sebuah kota di Turki yang namanya sekarang adalah Istanbul.
[45] Majlis Musyawarah PP. al-Falah, Hasil Keputusan Bahtsul Masa-il Kubro 06, Kediri: MMPA,
2006, hlm. 12; Abdullah bin Umar bin Sulaiman al-Damiji, al-Imamah al-'Uzma, tt. hlm. 29.
[46] Kata 'diganti' di sini adalah 'dimaknai'.
[47] Ali bin Muhammad bin Habib al-Mward, Adab al-Duny wa al-Dn, Beirut: Dr Maktabah alHayyt, tt. hlm. 137.

Anda mungkin juga menyukai