Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK 8 :

1. Harianto (140111100187)
2. Ratna Nuzila (140111100196)
3. Risky Amalia Roifany (140111100201)
4. Danang Anugrah Pratama (140111100209)
5. Yoga Pratama (140111100223)
TANGGUNGJAWAB
JABATAN
PENGERTIAN
 Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggung jawab,
yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
( kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya)
 Dalam kamus hukum ada dua istilah menunjuk pada
pertanggung jawaban, yakni liability ( the state of being
liable ) dan responsibility ( the state or fact being
responsible )
 Jadi, Tanggungjawab Jabatan adalah suatu keadaan dimana
seorang pejabat dalam menjalankan tugasnya di bebankan
suatu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya dan
jika ada kesalahan dapat dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya.
Tanggungjawab Jabatan muncul akibat adanya 2 hal
yaitu :

1. Adanya kewenangan.
2. Adanya hak dan kewajiban.
Kewenangan hak dan kewajiban tersebut merupakan
perbuatan pemerintah yang harus dipertanggungjawabkan.
Lanjutan…

Disebutkan juga bahwa pertanggungjawaban mengandung


makna; meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam
melaksanakan sesuatu tugas yang dibebankan kepadanya,
namun ia tidak dapat membebaskan diri dari hasil atau akibat
kebebasan perbuatannya, dan ia dapat dituntut untuk
melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan kepadanya.
Aspek Teoritis
Pertanggungjawaban Jabatan

Ketika membahas perlindungan hukum dalam bidang perdata,


disinggung tentang konsep “onrechtmatige daad”. Konsep ini
terdapat dalam hukum perdata, yang secara yuridis formal
diatur dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata. Yang
intinya subjek hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak
lain, mengharuskan adanya pertanggungjawaban bagi subjek
hukum yang bersangkutan merupakan prinsip yang telah
diakui dan diterima secara umum.
Konsep onrechtmatig

Onrechtmatig adalah bukan saja perbuatan yang bertentangan


dengan hukum, tetapi juga perbuatan yang di pandang dalam
pergaulan masyarakat tidak patut.
Ini adalah bagian yang paling sulit dalam ilmu hukum pada
saat konsep ini diterapkan terhadap pemerintahan apalagi
ketika hukum tidak tertulis dimasukkan sebagai salah satu
kriteria perbuatan melanggar hukum.
Yurisprudensi

Putusan MA 29-11-1976 No. 729 M/SIP/1975 yang menyebut


bahwa, “Kewajiban untuk mengganti kerugian karena
perbuatan melanggar hukum, juga berlaku terhadap badan-
badan Pemerintah”.
Beberapa kasus perkembangan yurisprudensi

1. Perkara ‘Rheden Koe”, yakni wali kota Rheden yang


memerintahkan menembak mati seekor sapi yang lepas
dari kandangnya dan mengamuk di jalan raya, digugat
oleh pemiliknya seorang petani.
2. Peristiwa di Medan, seorang pengendara motor
terpelosok ke lubang riol di jalan umum yang pada saat itu
di genangi banjir, sehingga motornya rusak dan kakinya
patah. Orang tersebut menggugat wali kota Medan dan ia
dimenangkan oleh Pengadilan.
Gugatan Pertanggung jawaban jabatan banyak
dipengaruhi berbagai faktor seperti di bawah ini:

1. Pergeseran Konsep dari Kedaulatan Negara menjadi


Kedaulatan Hukum.
2. Ajaran tentang Pemisahan (Lembaga) Kekuasaan Negara.
3. Perluasan Makna Hukum dari Sekedar Hukum Tertulis
( undang-undang ), kemudian Menjadi dan Termasuk
Hukum Tidak Tertulis.
4. Perluasan Peranan dan Aktivitas Negara/Pemerintah dari
Konsepsi Nachtwachtersstaatke Welvaarsstaat.
1. Pergeseran Konsep dari Kedaulatan Negara menjadi
Kedaulatan Hukum

Ajaran kedaulatan negara mengasumsikan bahwa negara itu


berada di atas hukum dan semua aktivitas negara/pemerintah
tidak dapat dijangkau hukum. Merujuk pada Austin yang
menyebutkan bahwa hukum adalah perintah dari mereka yang
memegang kekuasaan tertinggi sehingga tidak logis buatan itu
menghakimi pembuatnya.
2. Ajaran tentang Pemisahan (Lembaga)Kekuasaan
Negara

Ajaran ini menghendaki agar masing-masing lembaga negara


itu berdiri sendiri dengan peranan dan kekuasaannya sendiri-
sendiri sesuai dengan apa yang sudah ditentukan dalam
konstitusi. Pada dasarnya satu lembaga negara tidak boleh
saling memengaruhi/mengintervensi lembaga negara lainnya.
Kemudian dalam hal proses peradilan, semua subjek hukum
itu kedudukannya sama rata di hadapan hukum.
3. Perluasan Makna Hukum dari Sekedar Hukum
Tertulis ( undang-undang ), kemudian Menjadi dan
Termasuk Hukum Tidak Tertulis (Yurisprudensi)

Dalam praktik, rumusan dan ketentuan undang-undang itu


tidak lebih dari formulasi kepentingan sekelompok orang,
tidak mencerminkan kesamaan kedudukan apalagi keadilan.
Secara umum diakui bahwa di luar undang-undang ada nilai-
nilai etik. Meskipun demikian, memasukkan hukum tidak
tertulis sebagai kriteria untuk menilai perbuatan melanggar
hukum dianggap berlebihan, apalagi terhadap perbuatan
pemerintah, dalam praktiknya hal ini menjadi kontroversi.
4. Perluasan Peranan dan Aktivitas
Negara/Pemerintah dari Konsepsi
Nachtwachtersstaatke Welvaarsstaat

Dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan, intervensi


negara atau pemerintah menjadi tak terelakkan, bahkan
semakin besar dengan freies Ermessen yang diletakkan
kepadanya. Kaidah hukum publik terutama yang tertuang
dalam undang-undang yang dijadikan rujukan para yuris ketika
memecahkan persoalan hukum pada saat pembentukannya
sarat dengan pertarungan ide, nilai, kepentingan, dan orientasi
politik para pembuatnya.
Pertanggung jawaban Pemerintah dalam Hukum
Administrasi.

Telah disebutkan bahwa salah satu prinsip negara hukum


adalah asas legalitas, yang mengandung makna bahwa setiap
tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam perspektif hukum publik, tindakan hukum
pemerintahan itu selanjutnya dituangkan dalam dan
dipergunakan beberapa instrumen hukum dan kebijakan
seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijakan, dan
ketetapan.
Klasifikasi menurut kranenburg dan vegting

Yang mengatakaan bahwa pertanggungjawaban itu di


bebankan kepada korporasi (instansi, jabatan).
Maksudnya adalah
1. Jika perbuatan itu bersifat objektif, maka pejabat yang
bersangkutan itu tidak bisa dibebani tanggungjawab jika
tidak ada kesalahan subjektif.
2. Pejabat atau pegawai dapat dibebankan tanggungjawab
ketika ia melakukan kesalahan yang bersifat subjektif.
Pasal 1 angka (3) UU No. 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia

Maladministrasi adalah “Perilaku atau perbuatan melawan


hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang
untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang
menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi
masyarakat dan orang perseorangan”.
Pelaksanaan Vonis Tanggungjawab Jabatan Tidak
Mudah

Ada beberapa asas HAN yang menghambatnya:


1. Asas bahwa harta benda publik tidak boleh menjadi
barang sitaan eksekusi.
2. Asas “rechtmatigheid van bestuur”. Pejabat atasan tidak
dibenarkan menerbitkan KTUN yang menjadi wewenang
penuh pejabat tertentu di bawahnya.
3. Asas kebebasan pejabat, dalam hal ini pejabat tidak
mungkin menjadi tahanan rumah karena akan
menghambat jalannya pemerintahan.
4. Asas bahwa pemerintah selalu dianggap bisa membayar
(solvabel).
Pasal 116 ayat (4) dan (5) UU No. 9 Tahun 2004
tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986

Yang berbunyi:
Ayat (4) Dalam tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan
Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap,
terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa
berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi
administratif.
Ayat (5) pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud ayat (4) diumumkan pada media
massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya
ketentuan-ketentuan.
Pendapat Weterouen

Pejabat yang bersangkutan dibebani tanggungjawab intern.


Yang artinya bahwa:
Tanggungjawab kepada instansi dimana pejabat itu berada.
Dalam arti dikenakan sanksi hukum kepegawaian.
“pegawai dapat diwajibkan mengganti seluruhnya atau
sebagian kerugian yang dideritan karena dinasnya”
Pelaksanaan Putusan Hakim PTUN

1. Bahwa Hakim PTUN tidak memiliki kewenangan mengubah


atau mencabut keputusan yang dinyatakan tidak sah atau
batal tersebut. Karena hak sepenuhnya dalam mengubah
atau mencabut terdapat pada yang mengeluarkannya saja.
2. Hakim PTUN juga tidak diberi kewenangan untuk
menerapkan sanksi bagi pejabat yang tidak mematuhi
putusan hakim.
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai