Anda di halaman 1dari 19

Nama Kelompok :

Amanda Raissa (1311700065)

Masrino Ganapradipta (1311700098)

Adi prasetyo (1311700058)

Agung Dwi Laksana (1311700077)

Faza Ramadhana (1311700062)

Syaifullah Yusuf (1311700083)

Vitus Marselino Rettobjaan (1311700080)

Pungky Dwiki Enriko (1311700066)

KEABSAHAN TINDAKAN PEMERINTAH

A. KONSEP KEABSAHAN TINDAKAN PEMERINTAH

Bicara tentang konsep keabsahan tindakan pemrintahan, pertama-tama kita harus


paham tentang konsep. Kata “Konsep” menurut KBBI gambaran mental dari objek,proses, atau
apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain
maksudnya konsep dalam bab ini merupakan gambaran untuk memahami sub bab lainnya, kata
konsep berasal Bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Kemudian juga harus
dipahami yang dimaksud dengan “Keabsahan” menurut KBBI keabsahan adalah sifat yang sah,
juga harus mengerti tentang “tindakan pemerintah”

“Istilah tindakan atau perbuatan pemerintahan itu sendiri terambil dari kata “tindak”
atau “berbuat” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata tindakan atau perbuatan
(headelingen action) dimaksudkan sebagai suatu bentuk perilaku kegiatan yang oleh seseorang
atau badan (organ) yang membawa pada akibat tertentu. Pemerintah atau administrasi negara
adalah sebagai subjek hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban. Sebagai subyek hukum
pemerintah melakukan berbagai tindakan baik tindakan nyata maupun tindakan hukum.
Tindakan nyata tidak ada kaitannya dengan hukum dan tidak menimbulkan akibat hukum.”1

Dapat diartikan dari pernyataan atas yang dikutip dari buku tersebut bahwa tindakan
pemerintah ada dua macam yaitu tindakan nyata yang tidak ada kaitannya dengan hukum atau
tidak berkibat hukum dan tindakan pemerintah yang berikbat hukum atau tindakan hukum yang
memiliki akibat hukum. Tindakan pemerintah yang berkibat hukum atau tindakan hukum juga
dijelasakan oleh Hj. Roemeijn pada buku Algemene Beginselen Van Behoorlijk Bestuur hal 54

“Hj. Roemeijn menyatakan bahwa, tindakan hukum administrasi adalah suatu


pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus dengan tujuan

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm.109
untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi Negara. Akibat hukum
yang lahir dari tindakan hukum adalah dampak yang memiliki relevansi dengan hukum, seperti
penciptaan hukum baru, perubahan, atau pengakhiran hukum yang ada. Jika dikatakan bahwa
tindakan hukum pemerintahan itu merupakan pernyataan kehendak sepihak dari organ
pemerintahan dan membahwa dampak pada hubungan hukum atau keadaan hukum yang ada,
kehendak organ itu tidak boleh mengandung cacat seperti kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog),
paksaan (dwang), dan sebagainya yang menyebabkan akibat hukum yang tidak sah.”2

Maksud pernyataan tersebut tindakan yang berakibat hukum dikeluarkan oleh organ
adminitrasi dengan tujuan untuk menimbulkan akibat dalam bidang hukum, kehendak itu tidak
boleh mengandung cacat seperti seperti kekhilafan (dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang),
dan sebagainya yang menyebabkan akibat hukum yang tidak sah .Oleh karena itu, tindakan atau
perbuatan hukum pemerintah tidak boleh bertentangan atau menyimpang dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, tindakan atau perbuatan pemerintah harusnya didasarkan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun, Berdasarkan pengertian tersebut terdapat beberapa unsur dari tindakan hukum
pemerintahan :

1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai alat
kelengkapan pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalakan fungsi pemerintahan.
3. Perbuatan tersebut dapat menimbulkan akibat hukum di bidang administrasi.
4. Perbutan tersebut bersangkutan dengan kepentingan negara dan warga negara.
5. Perbuatan tersebut harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Perbuatan tersebut berorientasi pada tujuan tertentu berdasarkan hukum.3

Tindakan pemerintah yang tidak berakibat hukum atau tindakan nyata dijelaskan oleh
Ridwan HR dalam bukunya Hukum Administrasi Negara hal 109 “tindakan materil adalah
tindakan nyata yang tidak melahirkan akibat hukum (Rech Gvolg) dari perbuatan pemerintah.”4
Maksud dari pernytaan tersebut tindakan nyata atau tindakan yang berakibat hukum juga bias
disebut dengan tindakan materil. Untuk melakukan tindakan, pemerintah (organ yang
berwenang) harus memenuhi syarat-syarat agar tindakan yang dilakukan dianggap absah dan
tidak cacat dan cacat yuridis yang berakibat batal demi hukum . Tindakan pemerintah harus
absah karena kebasahan tindak tersebut bertujuan, salah satunya terpenuhinya AAUPL dan
AAUPB dan juga sebagai dasar masyarakat mengeluarkan gugatan

2
Abdul Rahman Nur, Algemene Beginselen Van Behoorlijk Bestuur , G Publisher (E-Book)- Hal 54.
3
Ibid,,-Hal 55
4
Teuku Saiful Bahri Johan, Hukum Tata Negara dan Hukum Adminitrasi Negara dalam Tataran
Reformasi Ketatanegaraan Indonesia,Sleman,CV BUDI UTAMA,2018,hal 212
B. SYARAT KEABSAHAN TINDAKAN PEMERINTAH

Jika bicara tentang keabsahan pelaksanaan tindakan pemerintah, maka syarat-syarat apa
saja yang harus dipenuhi agar tindakan pemerintah dainggap sah?

Dianggap sahnya suatu tindakan pemerintah jika memperhatikan beberapa syarat, tetapi
apabila syarat-syarat yang ada tidak terpenuhi menjadi tidak sahnya tindakan permerintah
berakibat keputusan yang dikeluarkan pemerintah batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Agar
keputusan yang dikelurkan oleh pemerintah berlaku yang membuat tindakan pemerintah menjadi
sah harus memenuhi 4 syarat seperti yang dijelasakan pada buku Hukum Tata Negara dan
hukum Adiminitrasi Negara dalam Tataran Reformasi5 yaitu:

1. Keputusan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa


membuatnya

2. Oleh karena keputusan merupakan suatu kehendak (wilsver-


klaring) makab pembentukan kehendak tersebut tidak boleh
memuat kekurangan yuridis

3. Keputusan tersebut di beri bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam


peraturan dasarnya dan pembuatnya harus memperhatukan cara-
cara (prosedure) membuat ketetapan yang dimaksud , apabila cara
yang dimaksud ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar
tersebut

4. Materi muatan atau isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi
dan tujuan peraturan dasar.

Sehingga tindakan pemerintah dianggap cacat Yuridis apabila mengenyampingkan 3 aspek utama
yaitu : aspek kewenangan, prosedur, dan substansi/materi. Yang di maksud dengan cacat yuridis
juga apabila 4 syarat di atas tidaklah terpenuhi. Dalam tindakan pemerintah tidak ada keputusan
atau tindakan yang sudah di keluarkan tersebut batal demi hukum pernyataan tersebut
berdasarkan asas praduga keabsahan,jadi jika tindakan tersebut catatan yuridis maka tindakan
tersebut hanya bisa hanya bisa di batalkan atau verntighbaar.
Kewenangan : kewenangan bisa di artikan sebagai kekuatan kekuatan bisa di artikan
sebagaikemampuan,hak,kemampuan untuk melakukan sesuatu sehingga bisa dikatakan
wewenang atau kewenangan itu merupakan kemampuan/kekuasaan untuk dapat bertindak tetapi
nantinya haruslah membedakan antara kewenangan,kekuasaan dan juga hak. Karenatidak semua
bentuk kekuasaan adalah sebuah kewenangan, sedangkan kewenangan sudah pasti sebuah
kekuasaan. Begitu juga dengan hak antara kewenangan dan juga hak perlulah ada pembedaan
karena nantinya kewenangan adalah kekuasaan dalam hukum publik sedangkan hak nantinya
merupakankekuasaan dalam bidang hukum privat.

5
ibid hal 213
Ada 2 unsur dalam pasal tersebut (Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014)
yang menjelaskan bahwa tindakan pemerintah yaitu dengan melakukan perbuatan konkret
ataupun dengan tidak melakukan tindakan / perbuatan konkret (tindakan fiktif atau tindakan
diam). Bentuk dari perbuatan konkret tindakan pemerintah dalam hal ini adalah menerima
ataupun menolak, lalu tindakan pemerintah dengan tidak melakukan perbuatan konkret
bentuknya berupa 2 hal yaitu fiktif negative (penolakan) diatur dalam Pasal 3 UU 1986 dan fiktif
positif (penerimaan) diatur dalam Pasal 53 ayat 1 UU 30 tahun 2014. Dalam hal ini semua
tindakan fiktif tadi semua bergantung dengan peraturan perundang undangan yang ada.

Di dalam keabsahan tindakan pemerintahan, kita mengenal hal yang berupa kewenangan
yang dimana kewenangan tersebut berisikan :

1. Kewenangan berupa kekuasaan hokum yaitu kekuasan hokum yang di formalkan.


2. Kewenangan merupakan dasar dari bertindak.
3. Kewenangan berada di rana hokum public.
4. Didalam nya terdapat kewajiban.
5. Kewenangan bersifat optional.

Menurut Ridwan HR kewenaang merupakan yaitu melakukan hokum positif dan


menjadi dasar lahirnya hubungan hokum antara negara dan warga negara.

Kewenang mememiliki 3 unsur :

1. Memiliki pengaruh ( instrument mengendalikan perilaku warga )


2. Dasar hokum
3. Konformitas ( memiliki standart umum dan khusus )

Pada dasarnya kewenangan pemerintah yang di dapatkan untuk melakukan sebuah tindakan itu
ada 2 macam kewenangan, yaitu kewenangan asli dan kewenangan pelimpahan yang dijelaskan
sebagai berikut :

1. Atribusi ( kewenangan asli ) : terdapat dalam Pasal 1 angka 22 UU no 30 tahun 2014


yagng menjelaskan bahwa Ätribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan
dan /atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 atau Undang – Undang.
Kewenangan Atribusi diperoleh jika :
a. Diatur dalam UUD atau UU
b. Berupa wewenang baru atau yang sebelumnya tidak ada’
c. Diberikan kepada dan/atau pejabat pemerintahan ( Pasal 12 ayat 1 UU no 30
tahun 2014 )
d. Atribusi tidak boleh di Delegasikan ( tidak boleh melimpahkan kewenangannya
kepada orang lain ) kecuali diatur dalam UUD atau UU.

Contoh Kewenangan Atribusi :


Diketahui dalam Pasal 18 ayat 5 UUD 1945 yang berisikan tentang “Pemerintahan
daerah menjalankan Otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang – undang yang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”. Dalam hal
ini UUD atau Konstitusi telah memberikan kewenangan ini secara langsung kepada
pemeritahan daerah untuk menjlankan otonominya seluas luasnya. Dalam hal ini
pemerintah daerah berhak mengatur daerah atau wilayahnya sendiri akan tetapi
kecuali urusan – urusan pemerintah yag ditentukan sebagai urusan pemerintahan
pusat. Bahwa di dalam ini UUD telah memberikan kewenangannya kepada
pemerintahan dalam hal ini Pemerintahan Daerah sebagai pemegang kewenangan
yang diberikan langsung oleh UUD.

2. Delegasi (Kewenangan Pelimpahan): merupakan salah satu kewenangan pelimpahan


dimana terdapat dalam Pasal 1 ayat 23 UU no 30 tahun 2014 yang menjelaskan
bahwa “Delegasi adalah pelimpahan dari Badan dan/atau pejabat pemerintahan
yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah
yang tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada penerima delegasi”.
Delegasi memiliki konsep yaitu penyerahan kewenangan ini dari satu jabatan ke
jabatan lain sehingga apabila telah terjadi penyerahan kewenangan tersebut tanggung
jawab serta tanggung gugat berpindah kepada jabatan yang telah diserahi
kewenangan.
Kewenangan Delegasi diperoleh jika :
a. Diberikan oleh badan atau pejabat kepada pemeritahan kepada badan atau
pejabat pemerintahan lainnya.
b. Delegasi harus definitif, dalam hal ini delegasi tidak dapat menggunakan sendiri
wewenang yang telah dilimpahkan.
c. Merupakan wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.

Prinsip – prinsip Delegasi :

a. Yang di Delegasikan adalah urusan pemerintahan.


b. Penerima Delegasi tidak boleh memberikan kembali kewenangan yang telah di
Delegasikan. ( Pasal 13 Ayat 3 dan 4 UU 30 tahun 2014 ).
c. Pemberi Delegasi tidak boleh memberikan lagi kewenangannya.
d. Tanngung Jawab dan Tanggung Gugat menjadi milik penerima Delegasi.

Contoh dari Delegasi :

Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 yang menjelaskan tentang “Presiden Repubik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang – undang. Dasar”.

Pasal 18 UUD 1945.

Dari kedua pasal tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan mendelegasikan urusan pemerintahan dalam hal
ini kepada Provinsi / Pemerintahan Daerah untuk menjalankan Otonomi seluas –
luasnya kecuali urusan pemerintah yang dianggapUndang -undang urusan
pemerintahan pusat

3. Mandat terdapat dalam Pasal 1 ayat 24 UU no 30 tahun 2014 yang menjelaskan


bahwa “Mandat adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan/atau pejabat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang
lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat.
Mandat terjadi jika ada penugasan antara pejabat yang lebih tinggi kepada pejabat
yang lebih rendah.
Mandat diperoleh jika :
a. Merupakan pelaksanaan tugas rutin Plh dan Plt.
b. Pemberian mandat dapat menggunakan sendiri kewenangan yang telah
dimandatkan.

Contoh Mandat :

Presiden membuat rancangan undang -undang Bersama dengan DPR lalu presiden
memandatkannya kepada Menteri untuk menjalankan tugas yang telah dimandatkan
oleh pejabat yang lebih tinggi dalam hal ini Presiden.

Untuk lebih mudahnya, maka dapat di gambarkan dalam tabel perbedaan antara
Manda dan delegasi adalah sebagai berikut

MANDAT DELEGASI
1. Pelimpahan Pelimpahannya Pelimpahannya
dilakukan dalam dilakukan antara satu
hubungan yang rutin organ pemerintan
antara atasan dengan kepada organ/badan
bawahan yang lain dan hal itu
dilakukan dengan
peraturan perundang-
undangan
1. Taggung jawab Setelah ada Setelah ada
pelimpahan Tanggung pelimpahan nantinya
jawab atau tanggung tanggung jawab atau
gugat tetap pada yang tanggung gugat
memberi mandat menjadi beralih kepada
delegatris
2. Pemberi Pemberi mandat selalu Setelah ada
wewenangan bisa menggunakan pelimpahan nantinya
menggunakan wewenang yang pemberi wewenang
wewenang itu lagi dilimpahkan itu sendiri
tersebut tidak bisa lagi
menggunakan
wewenang itu lagi
kecuali nantinya sudah
ada pencabutan yang
berpatokan pada asas
“contraries actus”
3. Naskah dinas saat a.n., (atas nama) u.b., Langsung tanpa a.n. dll
pemberian (Untuk Beliau) a.p (

Nantinya dengan adanya kewenangan yang di miliki oleh pemerintah tersebut akan
mewujudkan sebuah tindakan tindakan pemerintah, yang salah satunya adalah dapat berupa
penetapan atau beschiking atau dapat disebut dengan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Keputusan tata Usaha Negara sendiri adalah tindakan pemerintah yang sepihak artinya tidak
perlu persetujuan orang lain dalam tindakannya tersebut. Tetapi tentu saja biarpun tindakan
pemerintah ini adalah tindakan sepihak, tindakan tersebut tetap harus sesuai dengan cara main
yang ada.

Prosedur : dalam asas umum prosedur philipus M Hadjon menerangkan bahwa dalam
prosedur ini ada 3 aspek atau tiga landasan yang mendasari yaitu prinsip Negara Hukum, prinsip
demokrasi dan juga prinsip instrumental. Ketiga prinsip ini sama-sama memiliki fungsi untuk
perlindungan masyarakat dari tindakan pemerintah yang tidak benar.

1. Prinsip Negara Hukum :dalam prinsip ini berkaitan tentang perlindungan Hak asasi
manusia yaitu agar tidak adanya pemaksaan agar masyarakat menyerahkan berkas-
berkas yang sekiranya rahasia
2. Prinsip Demokrasi : dalam prisip ini berkaitan dalam keterbukaan dalam setiap
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga memungkinkan adanya
keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan juga pengawasan
terhadap tindakan pemerintah
3. Prinsip Instrumental : dalam prinsip ini berkaitan dengan efisiensi atau hasil guna
yaitu apakah tindakan yang dilakukan ini memiliki kualitas yang baik dan juga
bermanfaat bagi masyarakat.

Dapat dikatakan prosedur ini juga mengambil peranan penting dalam tindakan
pemerintah. Terutama bagi perlindungan bagi kepentingan warga negara.

Pasal 8 Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Administrasi pemerintahan juga


mengatur tentang:

1. Setiap keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau dilakukan oleh badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang Berwenang
2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Wewenang wajib
berdasarkan
a. Peraturan perundang-Undangan ; dan
b. AUPB
3. Pejabat Administrasi pemerintahan dilarang menyalahgunakan kewenangan dalam
menetapkan dan/atau melakukankeputusan dan/atau tindakan

Sehingga bisa di katakan bahwa tindakan pemerintah tesebut absah jika dilakukan oleh
badan atau pejabat yang berwenang ataupun juga pejabat yang di beri wewenang.wewemang itu
bisa berupa wewenang asli yaitu Atribusi dan kewenangan pelimpahan yaitu delegasi dan mandat.
Perlu diketahui bahwa kewenangan ini sangat berlainan dengan hak biarpun pada dasarnya
kewenangan dan hak merupakan dasar bertindak namun pada hak biasanya digunakan pada
ranah privat sedangkan kewenangan itu sendiri adalah kemampuan untuk melaksanakan hukum
positif dan menjadi dasar lahirnya hubungan hukum negara dengan warga negara. Sehingga
nantinya setiap tindakan pemerintah haruslah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, tidak
boleh bertentangan maupun melebihi kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah tersebut.
Karena nantinya tindakan pemerintah itu tidak lah sah dan di anggap cacat yuridis.

Jika di lihat dari Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang No.30 Tahun 2004 tersebut selain
menggunakan peraturan perudangan-undangan sebagai dasar norma dari penerapan prinsip
keabsahan dalam tindakan pemerintah,AUPB atau Asas Umum Pemerintahan yang Baik juga
mengambil peranan penting dalam melengkapi aspek substansi yang harus di penuhi dalam suatu
tindakan pemerintah. Hal ini bertujuan agar tindakan pemerintah tidaklah sewenang-wenang dan
tidak adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pemerintah sehingga nantinya akan
mewujudkan suatu pemerintahan yang baik dan sesuai dengan konsep negara hukum.

Substansi : bicara tentang substansi,aspek substansi juga merupakan salah satu spek yang tidak
kalah penting dalam pelaksanaan tindakan pemerintah. Karena dalam aspek ini akan menajawab
pertanyaan “apa” yang nantinya sangat berkaitan dengan “adanya tindakan pemerintah yang
sewenang-wenang dan juga “Untuk apa” yang sangat berkaitan dengan penyalahgunaan
kekuasaan oleh pemerintah. Oleh karena itu dalam Undang-Undang tidak hanya perundang-
undangan saja yang di jadikan sebagai acuan keabsahan tindakan pemerintah. Melainkan juga
AUPB yang menjadi batasan kekuasaan dan acuan bertindak seorang pemerintah dalam
menjalankan pemerintahan.

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa tindakan pemerintah merupakan wujud dari
wewenang yang dimiliki oleh pererintah, tindakan pemerintah tersebut haruslah sesuai dengan
prinsip negara hukum yaitu harus selalu sesuai dengan asas legalitas. asas legalitas disini berarti
setiap tindakan pemerintah terutama dalam tindakan hukum haruslah sesuai dengan hukum yang
ada. Dalam hal ini asas legalitas yang di maksud yaitu bahwa setiap tindakan ataupun keputusan
yang dilakukan oleh pemerintah haruslah melengkapi 3 aspek yaitu 1. Wewenang, 2. Prosedur
dan 3. Substansi. Dengan melengkapi aspek wewenang dan juga aspek prosedur nantinya akan
membuat suatu keputusan atau tindakan pemerintah sah dalam hal formilnya sedangkan jika
memenuhi aspek substansi nantinya akan membuat tindakan tersebut sah dalam hal materillnya .
ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan dalam syarat absahnya
tindakan pemerintah.

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagai norma kepatutan dalam tindakan
pemerintah.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sistem penyelenggaran pemerintahan


merupakan faktor yang menentukan sejauh mana Negara mengatur. Krisis mental
berkepanjangan yang terjadi di Indonesia mengindikasikan kelemahandan atau ketidakmampuan
Negara mengatur di bidang administrasi Pemerintahan, terutama birokrasi yang tidak
mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Terjadinya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) lebih banyak disebabkan oleh rentannya birokrasi sebagai unsur pelayan
masyarakat. Menegaskan kembali keinginan dan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan
penyelenggaran pemerintahan negara yang baik dan pembangunan yang didasarkan pada prinsip-
prinsip good governance.

Hal ini menghendaki penataan administrasi pemerintahan yang baik dapat meliputi
pembangunan sikap satu - kesatuan untuk menyatukan irama demi langkah yang sama agar
terciptanya aparatur negara yang baik,handal dan profesional dalam melakukan pekerjaanya.
Disamping itu perlu dilakukan peningkatan kapasitas dan profesional aparatur negara agar semua
bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Yang merupakan hak masyarakat sekaligus merupakan
kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat dengan
benar dengan perlakuan yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, fungsi administrasi
pemerintahan tidak lain adalah tugas pemerintah dan negara untuk menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat Indonesia.

Pengertian mengenai good governance atau konsep Pemerintahan yang baik tentang
penyelenggaraan Negara yang mengenai Asas – asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang
baik (AUPB) ialah merupakan aturan hukum publik dimana yang mendasari penggunaan
wewenang yang berupa penerapan sanski administrasi dalam pelaksanaanya dan
mempertimbangkan kepatutan mengenakan sanksi yang bertujuan bagi semua kepentingan.
Untuk penerapan juga harus sesuai prosedur dan ketentuan yang sudah diatur dalam asas – asas
pemerintahan yang baik(AUPB). Adapun wewenang penerapan sanksi administrasi didasarkan
Discretionary Power (wewenang bebas) yaitu kebebasan untuk melakukan penilaian melakukan
penilaian maupun dalam melakukan menafsirkan, dan AUPB juga berfungsi Sebagai alat hakim
untuk menguji atau menilai keabsahan tindakan administratif manakala ketentuan undang-
undang atau keputusan yang berlaku tidak cukup jelas mengatur. Sebagai alat kontrol untuk
mencegah tindakan administratif yang menimbulkan kerugian. Dan dalam perkembangannya
dewasa ini penerapan prinsip AUPB menjadi bagian dari HAM yang bersifat fundamental.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan merupakan sumber hukum materil atas penyelenggaraan pemerintahan. Dan
tanggung jawab Negara dan pemerintah untuk menjamin pelayanan Administrasi Pemerintahan
yang baik, sopan, adil cepat, nyaman dan murah Tentu saja terhormat. Tetapi apakah semua itu
sudah didapati oleh masyarakat. Oleh karena itu Jaminan kepastian penyediaan Administrasi
Pemerintahan harus diatur di dalam produk hukum Undang-Undang. Hal ini dapat terdiri dari
satu Undang-Undang pokok yang mengatur ketentuan umum tentang Administrasi
Pemerintahan dan undang - undang lain yang mengatur secara detail hal-hal yang tidak diatur
dalam undang-undang tersebut. Undang-undang ini tidak mengatur hal-hal teknis manajerial
dalam penyediaan Administrasi Pemerintahan, tetapi hanya memuat aturan-aturan umum antara
lain berkenaan dengan prosedur, bantuan hukum, batas waktu, akte administrasi dan kontrak
administrasi dalam Administrasi Pemerintahan

AAUPB yaitu asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yang dengan cara demikian penyelenggaraan
pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran
peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Pelaksanaan
Asas asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam sistem pemerintahan Indonesia akan
berjalan dengan baik dan lancar apabila didukung oleh adanya adiministrasi yang baik dan
bijaksana. Administrasi berkaitan erat dengan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
operatur administrasi secara menyeluruh. Administrasi akan memberi warna bagi organisasi
dalam mencapai sebuah tujuan yang telah ditentukan.

Oleh sebab itu, patut untuk ditelaah dan dikaji lebih lanjut apakah asas asas umum
pemerintahan yang baik atas keberadaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan. Dan sejauh mana pula urgensi undang undang tersebut dalam
menjamin terlaksananya pemerintahan yang baik. Tentu saja ini sudah menjadi PR harian bagi
operatur Negara agar terciptanya satu tujuanya dalam segala aspek administrasi Negara yang
berupa asas – asas umum pemerintahan yang baik(AAUPB)

Sebelum itu kita akan bahas sejarah Asas – asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Di
Belanda, asas – asas umum pemerintahan yang baik dikenal dengan Algemen Beginselen van
behoorllinjk bestuur (ABBB). Di Inggris dikenal dengan The Principal of natural justice. Di
Perancis disebut dengan Les Principaux Generaux du Droit Coutumier Publique. Di Belgia
disebut dengan Aglemene Rechtsbeginselen. Di Jerman dikenal sebagai Verfassung Prinzipien.
Dan di Indonesia dikenal dengan Asas – asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Di
Belanda, asas – asas umum pemerintahan yang baik (ABBB). Di pandang sebagai norma hukum
tidak tertulis, namun tetap harus ditaati oleh pemerintah. Diatur dalam Wet AROB
(Administrative Rechtspraak Overheidsbeschikkingen) yakni ketetapan – ketetapan pemerintah
dalam hukum administrasi oleh kekuasaan kehakiman tidak bertentangan dengan apa dalam
kesadaran hukum umum yang merupakan asas – asas yang berlaku tentang pemerintahan yang
baik.
Hal ini dimaksudkan bahwa asas – asas tersebut sebagai asas yang hidup dalam system
pemerintahan yang perlu digali dan dikembangkan oleh hakim dalam menyelesaikan sengketa
peradilan tata usaha Negara atau menguji suatu produk hukum.

Macam – macam AAUPB (Princple of good public Administration/ Algemen van behoorllinjk
bestuur) sebagaimana disebutkan oleh SF Marbun, SH dan Moh. Mahfud, SH. Dalam bukunya
yang bejudul “pokok – pokok hukum administrasi Negara” Adapun asas – asas umum pemerintahan
yang baik tersebut dikategorikan kedalam tigabelas asas yaitu sebagai berikut :

a. Asas Kepastian Hukum (principle legal of security)

b. Asas Keseimbangan (principle of propoltionality)

c. Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan Pangreh (principle of equality)

d. Asas Bertindak Cermat (principle of carefulness)

e. Asas Motivasi untuk Setiap Keputusan Pangreh (principle of motivation)

f. Asas Jangan Mencampur Adukan Kewenangan (principle of non misuse of competence)

g. Asas Permainan yang Layak (principle of fair play)

h. Asas Keadilan atau Kewajaran (principle of reasonable or prohibition of arbitratriness)

i. Asas Menanggapi pengharapan yang wajar (principle of meeting raised expectation)

j. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing the
consuquences of an annulelled decision)

k. Asas Perlindungan atas Pandangan (cara) Hidup Pribadi (principle of protecting the
personal way of life)

l. Asas Kebijaksanaan (sapientia)

m. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum (principle of public service).6

Selanjutnya akan dijelaskan tentang ketiga belas asas berdasarkan asas diatas yaitu :

1. Asas Kepastian Hukum

Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material, yang
lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak
keadaan asas kepastian hukum menghalangi badan pemerintahan untuk menarik kembali suatu
keputusan. Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh

62SF Marbun,SH. Moh.Mahfud, SH. Pokok Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1987,
hlm 59-60
seorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, sampai dubuktikan
sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun aspek yang bersifat formal dari asas kepastian hukum
membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-
ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian
hukum memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang
dikehendaki daripadanya.

2. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau
kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-
jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan seorang sehingga memudahkan
penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan
dengan kepastian hukum. Artinya terhadap pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan
orang yang berbeda akan dekenakan sanksi yanga sama, sesuai dengan kriteria yang ada dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.7

3. Asas Kesamaan

Asas Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan pemerintahan
mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya
sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan,
memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebas.

4. Asas Bertindak Cermat

Asas Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat dalam melakukan
aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga
negara. Dalam menerbitkan ketetapan, pemerintah harus mempertimbangkan secara cermat dan
teliti semua faktor yang terkait dengan materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan
alasan-alasan yang diajukan oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum
yang timbul dari ketetapan.

5. Asas Motivasi Untuk Setiap Putusan

Asas Motiasi untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus mempunyai
motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan. Alasan harus jelas,
terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin tercantum dalam ketetapan sehingga
yang tidak puas dapat mengajukan banding dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan
digunakan hakim administrasi untuk menilai ketetapan yang disengketakan.

6. Asas Jangan Mencampurkan Adukan Wewenang

7 Ridwan HR, Hukum administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) hal 259
Asas tidak Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha Negara memiliki
wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-undangan (baik dari segi materi,
wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka melayani/mengatur warga
negara. Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha Negara tidak menggunakan wewenangnya
untuk tujuan lain selain yang telah ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan
wewenang yang melampaui batas.

7. Asas Permainan Yang Layak

Asas ini menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari
kebenaran dan keadilan serta diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan
argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan
pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.
Disamping itu, pejabat administrasi harus mematuhi aturan-aturan yang yang telah ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga dituntut bersikap jujur dan terbuka
terhadap segala aspek yang berkaitan dengan hak-hak warga negara.8

8. Asas Keadilan atau Kewajaran

Asas Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara proposional, sesuai,
seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan agar setiap aktivitas
pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di tengah masyarakat, baik itu berkaitan
dengan moral, adat istiadat.9

9. Asas Menanggapi Penghargaan Yang Wajar

Asas Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar setiap
tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi warga negara.
Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali
meskipun tidak menguntungkan bagi pemerintah.

10. Asas Meniadakan Akibat - Akibat Suatu Keputusan Yang Batal

Asas ini menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan kembali sebagai akibat dari
keputusan yang batal atau asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan,
maka yang bersangkutan harus diberi ganti rugi atau rehabilitasi.

11. Asas Perlindungan Atas Pandangan Hidup

Asas Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi, asas ini menghendaki pemerintah
melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan warga negara. Penerapan asas
ini dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan, dan norma-norma yang dijunjung tinggi

8 Ibid. hal. 268


9 Ibid. hal.271
masyarakat. Pandangan hidup seseorang tidak dapat digunakan ketika bertentangan dengan
norma-norma suatu bangsa.

12. Asas Kebijaksanaan

Asas Kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan tanpa harus
terpaku pada perat perundang-undangan formal.

13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum

Penyelenggaraan Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar pemerintah dalam


melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang
mencakup semua aspek kehidupan orang banyak. Mengingat kelemahan asas legalitas,
pemerintah dapat bertindak atas dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan
umum.10

Fungsi dan kegunaan AUPB pada awalnya diartikan sebagai sarana perlindungan hukum
atau bahkan dijadikan sebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum tapi
berdasarkan perkembanganya AUPB juga bisa dijadikan dasar untuk menilai kinerja pemerintah
dalam melakukan tindakan dan dapat dijadikan sebagai alat kepatuhan pemerintah dalam
menjalankan kegiatan administrasi guna mengontrol segala aktifitas atau kegiatan yang selama ini
sudah berjalan agar menjadi bagaimana semestinya. Dalam ruang lingkup administrasi AUPB
juga memiliki arti penting yaitu digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan
untuk menerapkan ketentuan – ketentuan Perundang – undangan yang besrsifat sama atau
absurd dalam pelaksanaanya. Adapun Menurut SF. Marbun, AAUPB memiliki arti penting dan
fungsi berikut:

1. Bagi aparatur negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar atau tidak
jelas.

2. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar
gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No. 5/1986.

3. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan
yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.

4. Selain itu, AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.11

10 Ibid. hal. 277


11
Nomensen Sinamo S.H, M.H. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010). hal. 142
Tindakan pemerintah yang tidak sah

Di balik semua tindakan pemerintah dalam mengatur masyarakat, baik dalam tindakan yang
faktual atau (feitelijkhandelingen) dan juga tindakan hukum (rechtelijkhandelingen). Tm erutama
dalam tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah yang nantinya akan menghasilkan hukum
baru pasti tidak hanya tindakan yang menguntungkan untuk semua pihak. Nantinya pasti ada
beberapa orang yang tidak mendapatkan keuntungan dari tindakan pemerintah tersebut.
Contohnya adalah, misal adanya pembangunan jalan raya yang menguntungkan orang-orang yang
tinggal di sekitar jalan raya tersebut baik dari segi perekonomian,transportasi dan lain-lain,
sedangkan penduduk yang jauh dari jalan raya tersebut tidak dapat merasakan keuntungan dari
pembangunan jalan raya tersebut bisa karena usaha yang mereka dirikan menjadi sepi pembeli
dan juga tanah yang mereka punya menjadi jatuh harganya karena adanya pembangunan jalan
raya tersebut.

Pemerintah jugalah manusia biasa dan dalam melaksanakan tugasnya pemerintah tidak akan lepas
dari kemungkinan untuk melakukan tindakan yang tidak sah atau bahkan melanggar jika dilihat
dari sisi hukum. Bahkan James Madison dalam tulisanya “Federalist Papers” menyatakan bahwa
“ if men were angels, no goverment would be necessary. If angels were to govern men nither external nor internal
controls on goverment would be necessary”12 yang artinya adalah “ Jika manusia adalah malaikat maka
tidak perlu ada pemerintah, Jika malaikat yang memerintah manusia maka pengawasan dari luat
atau dari dalam pada pemerintah tidak lagi di perlukan” dari sini dapat di simpulkan bahwa
pemerintah bukan lah malaikat yang akan selalu benar dalam bertindak, sehingga memungkinkan
melakukan tindakan yang tidak sah karena apa yang di lakukan tersebut di luar kewenangannya
atau mungkin dalam hal-hal lain yang menyebabkan tindakan pemerintah itu tidaklah sah.
Mengapa demikian? Karena pada dasarnya tindakan pemerintah merupakan wujud dari
kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah. Sehingga jika pemerintah tidak memiliki kewenangan
dalam hal ini Philipus M Hadjon menjabarkan penyebab ketidakwenangan aparat pemerintah
adalah

1. Tidak berwenang dari segi materi (ratione material) yang artinya seorang pejabat yang
mengeluarkan keputusan tata usaha negara atau masalah tertentu itu menjadi wewenang
dari badan atau pejabat lain

2. Tidak berwenang dari segi wilayah atau tempat (ratione locus), artinya keputusan tata
negara yang dikeluarkan oleh pejabat tata usaha ngara mengenai sesuatu yang berada
diluar wilayah jabatannya

12
Winahyu Erwiningsih, makalah “Peranan Hukum dalam Pertanggung jawaban Perbuatan
pemerintah (Bestuurshandeling) Suatu kajian dalam Kebijakan Pembangunan Hukum”
3. Tidak berwenang dari segi waktu (ratione temporis) artinya keputusan dikeluarkan
karena melampau tenggang waktu yang dikeluarkan.13

Maka pemerintah tidak bisa melakukan tindakan, dan jika melakukan suatu tindakan yang tidak
sesuai atau melebihi dari kewenangannya, maka tindakan itu tidaklah sah dan menyalahi aturan
dari sisi hukum. Dan nantinya tindakan yang tidak berdasarkan wewenang tersebut akan
menyebabkan adanya

1. Tindakan yang tidaklah layak ataupun tercela

Yang nantinya akan di bagi menjadi lima bagian yaitu:

a. Perbuatan yang tidak tepat (onjuist)


b. Perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatig) dalam perbuatan yang melawan
hukum ini ada nantinya di bagi menjadi tiga yaitu perbuatan tersebut bertentangan
dengan hukum,berlainan dengan hukum, dan juga perbuatan yang pasif yang bisa
diartikan pemerintah tersebut tidak berbuat apapun nantinya juga perbuatan itu
dikatakan melawan hukum sebagai contoh (pada suatu daerah yang rawan
kecelakaan tidak segera di beri lampu penerangan jalan sehingga sering terjadi
kecelakaan)
c. Perbuatan tidak bijak (ondoelmatig) yaitu perbuatan yangdilakukan tersebut
menggunakan kebijakan yang tidak sesuai atau bahkan salah
d. Perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang (onwetmatig) pada dasarnya
hal ini sama dengan onrechmatig tetapi onrechtmatig lebih luas cakupannya
ketimbang onwetmatig.
e. Dan juga perbuatan yang dilakukan dengan penyalahgunaan wewenang (onmisbruik
van macht)
2. Berlawanan dengan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)
Dalam hal ini AUPB adalah dasar kepatutan pemerintah dalam bertindak sehingga saat
tindakan pemerintah tidak sesuai dengan AUPB maka bisa di katakan tindakan
pemerintah itu tidaklah patut secara etika. Sehingga dalam tindakan pemerintah tersebut
tidak mencerminkan kepemimpinan yang baik
3. Tindakan tersebut tidaklah bermoral

Tindakan pemerintah yang tidak sah tidak jarang menimbulkan hal yang biasa di sebut
Maladminnistrasi, istilah maladministrasi bisa di artikan sebagai pemerintahan yang tidak baik
atau buruk. Pemerintahan yang buruk itu tidak hanya perkara tindakan pemerintah yang
menyalahi aturan tetapi juga :

1. pemberian pelayanan pada masyarakat yang terhitung lambat


2. birokrasi yang berbelit-belit sehingga menimbulkan kerugian waktu pada masyarakat

13
Sadjijono, “Memahami beberapa bab pokok hukum Administrasi Negara”, Laksbang pressindo,
Yogyakarta, hlm 63-64
3. tindakan diskriminatif terhadap masyarakat
4. perbuatan yang senaknya sperti kasar dalam berbicara pada saat pelayanan
5. menolak memberikan jawaban atas kejelasan suatu proses
6. melakukan pungutan liar
7. lalai dalam melakukan kewajiban
8. penyimpangan dalam prosedur

oleh karena itu tindakan pemerintah yang jelas bertentangan dengan peraturan-perundang-
undangan dan juga AUPB akan menimbulkan tindakan yang maladministras yang bertentangan
dengan konsep pemerintahan yang baik. Tindakan maladministrasi merupakan tindakan yang
bertentangan dengan hukum serta norma-norma kepatutan yang sudah semestinya di anut oleh
para aparatur negara.

C. PENTINGANYA KEABSAHAN DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


PEMERINTAH

Dalam administrasi pemerintah memiliki kewajiban dan tugas yang berfungsi untuk
pemenuhan atas kebutuhan, dalam rangka memenuhi kewajiban dan tugas dari pemeribtah itu
sendiri. Sehingga tindakan yang diambil bersifat baik, sopan, adil dan terhormat , jadi senantiasa
berdampak baik pula bagi masyarakat. Tentu tindakan administrasi datidak boleh lepas dari sifat
itu dikarenakan itu sudah menjadi bagian agar dalam pelaksanaanya tidak menimbulkan hal – hal
yang merugikan dalam pelaksaanya.

Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa prinsip keabsahan tindakan pemerintah


merupakan suatu hal yang penting, karena keabsahan tindakan pemerintah tidak dapat
melepaskan dari fungsi – fungsi yang ada dalam hal ini membicarakan fungsi :14

1. Fungsi bagi pemerintah dalam hal ini aparat pemerintah dapat membentuk norma –
norma pemerintahan. Jadi norma pemerintahan yang dimaksud norma atau aturan
sebagai dasar pemerintah dalam melakukan atau menjalankan tindakan sebagaimana
fungsinya.

2. Fungsi bagi masyarakat , sebagaimana kita tau masyarakat itu sendiri memerlukan
perlindungan dari tindakan pemerintah itu sendiri maka dalam hal itu keabsahan
berfungsi sangat penting sebagai dasar mengeluarkan gugatan dari tindakan
pemerintah.

3. Fungsi bagi hakim, prinsip ini sebagai dasar pengujian suatu tindakan pemerintah.

Maka dalam hal ini pentingnya keabsahan tindakan pemerintaha juga berpengaruh terhadap
fungsi –fungsi diatas. Keabsahan tidak lepas dari fungsi – fungsi yang dijelaskan oleh Philipus M.

14
Sofyan Hadi dan Tommy Micheal, “Prinsip Keabsahan (Rechtmatigheid) dalam penetapan
keputusan Tata Usaha Negara”. Journal Cita Hukum, Vol. 5 No. 2 Desember 2017, 5
Hadjon Menurutnya ada beberapa fungsi yaitu bagi pemerintah, fungsi bagi masyrakat dan
fungsi bagi hakim.

Selanjutnya petingnya keabsahan tindakan pemerintah guna terpenuhinya AAUPL ( Asas – Asas
Umum Pemerintahan Layak) dalam Pasal 3 UU No 28 Tahun 1999. AAUPL di Indonesia

Dari penjabaran di atas adalah keabsahan dalam tindakan pemerintah sangatlah penting
adanya karena nantinya keabsahan itu akan menjadi salah satu tolak ukur apakah tindakan
pemerintah dalam melaukan tugasnya untuk kepentingan masyarakat bisa di katakan sah dalam
arti menguntungkan dan bermanfaat atau malah tidaklah absah dan juga sangat merugikan bagi
masyarakat. dengan adanya keabsahan tindakan pemerintah akan di kontrol dan juga di awasi,
agar tidak adanya tindakan atau keputusan yang sewenang-wenang yang nantinya malah
merugikan warga negara.

Dalam pelaksanaan tindakan pemerintah dari segi kesopanan,waktu,efisiensi,,manfaat


juga di perhatikan dalam prinsip keabsahan ini dalam praktiknya keabsahan tidak hanya untuk
melindungi kepentingan masyarakat saja. Melainkan juga menjadi norma kepatutan dan juga
batasan bagi kekuasaan pemerintah, karena nantinya tindakan pemerintah tidaklah boleh
menyalagi prinsip-psrinsip atau aspek aspek seperti wewenang,prosedur, san juga substansi tidak
hanya sampai di situ nantinya tindakan pemerintah haruslah sesuai dengan AUPB atau Asas-Asas
Umum pemerintahan yang Baik agar terciptanya prinsip Good government. Keabsahan juga
sangat penting bagi hakim dalam memutus apakah tindakan pemerintah tersebut sah atau tidak,
memenuhi syarat-syarat yang ada atau tidak.
Daftar Pustaka

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2016

Abdul Rahman Nur, Algemene Beginselen Van Behoorlijk Bestuur , G Publisher (E-Book)

Teuku Saiful Bahri Johan, Hukum Tata Negara dan Hukum Adminitrasi Negara dalam Tataran
Reformasi Ketatanegaraan Indonesia,Sleman,CV Budi Utama,2018

2SF Marbun,SH. Moh.Mahfud, SH. Pokok Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta, 1987,

Nomensen Sinamo S.H, M.H. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010).

Winahyu Erwiningsih, makalah “Peranan Hukum dalam Pertanggung jawaban Perbuatan


pemerintah (Bestuurshandeling) Suatu kajian dalam Kebijakan Pembangunan Hukum”

Sadjijono, “Memahami beberapa bab pokok hukum Administrasi Negara”, Laksbang pressindo,
Yogyakarta,

Sofyan Hadi dan Tommy Michael, “Prinsip Keabsahan (Rechtmatigheid) dalam penetapan
keputusan Tata Usaha Negara”. Journal Cita Hukum, Vol. 5 No. 2 Desember 2017, 5

Anda mungkin juga menyukai