Materi:
1. Subjek Hukum
Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban
menurut hukum, atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum.
a. Ada pemisahan kekayaan antara badan dan pendiri atau pendiri atau
pemegang saham
b. Memiliki kekayaan atas namanya sendiri
c. Tanggung Jawab terbatas
d. Memiliki kecakapan kontraktual atas nama dirinya sendiri;
e. Dapat menuntut dan dituntut dihadapan pengadilan atas nama dirinya
sendiri
f. Ada organ yang mengelola dan mewakili badan
1. Objek Hukum
Definisi: segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum dan yang dapat menjadi obyek sesuatu
perhubungan hukum. Biasanya obyek hukum ini disebut Benda. Menurut Hukum Perdata, benda
ialah segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang (vide pasal 499 KUHS).
a. Benda Yang Tak Bergerak (benda tetap), yaitu benda yang tak dapat dipindahkan. Seperti: tanah,
dan segala benda yang ditanam atau yang dibangunkan di atasnya, misalnya: pohon-pohon,
gedung, mesin-mesin dalam pabrik, hak erfpacht (hak guna usaha), hipotik dll. Kapal yang
besarnya 20 m3 termasuk dalam golongan benda tetap.
b. Benda yang bergerak (benda tak tetap), yaitu benda-benda yang dapat dipindahkan. Sesepeda,
meja, hewan, wesel dll.
Definisi:
segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak
dan kewajiban (misalnya: membuat surat wasiat, membuat persetjuan-persetujuan) dinamakan
perbuatan hukum.
Perbuatan Hukum terdiri dari:
A. Perbuatan Hukum sepihak
Yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban
pada satu pihak pula misalnya: 1. Pembuatan surat wasiat, 2. Pemberian hadiah sesuatu benda
(hibah).
B. Perbuatan Hukum Dua Pihak
Yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya: membuat persetujuan jual beli, sewa
menyewa dll.
3. Jenis-jenis Hak
Dalam hukum seseorang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda kepadanya diizinkan
untuk menikmati hasil dari benda miliknya itu. Benda tsb dapat dijual, digadaikan atau diperbuat
apa saja asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.
Izin atau kekuasaan yang diberikan Hukum itu disebut Hak atau Wewenang. Jadi pemilik
benda itu berhak untuk mengasingkan benda tersebut.
Istilah hak atau wewenang:
- Latin : Ius
- Belanda : Recht
- Perancis : Droit
Hak ialah hukum yang dihubungkan dengan seorang manusia atau subyek hukum tertentu dan dengan
demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan dan hak timbul apabila hukum mulai bergerak. Misalnya:
menurut hukum si A berhak atas suatu ganti rugi.
1. Hak Mutlak, yaitu hak yang memberikan wewenang kepada seorang untuk melakukan suatu
perbuatan, hak mana dapat dipertahanakan terhadap siapapun juga, dan sebaliknya setiap orang juga
harus menghormati hak tersebut.
a. Hak Asasi Manusia, misalnya: Hak seorang untuk dengan bebas bergerak dan tinggal dalam satu
negara.
b. Hak Publik Mutlak, misalnya: Hak untuk memungut pajak dari rakyatnya
c. Hak Keperdtaan, misalnya:
1) Hak Marital, yaitu hak seorang suami untuk menguasai istrinya dan harta benda istrinya.
2) Hak/kekuasaan orang tua
3) Hak Perwalian
4) Hak Pengampuan
2. Hak Nisbi atau Hak Relatif, yaitu hak yang memberikan wewenang kepada seorang tertentu atau
beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa orang lain tertentu
memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Hak relatif sebagian besar terdapat dalam Hukum Perikatan (bagian dari Hukum Perdata) yang timbul
berdasarkan persetujuan-persetujuan dari pihak yang bersangkutan.
4. Peristiwa Hukum
Definisi : Peristiwa atau kejadian Hukum adalah peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum
diberikan akibat-akibat.
Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat
(mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak. Kehendak dari yang
melakukan perbuatan itu menjadi unsur pokok dari perbuatan tersebut. Jadi suatu perbuatan yang
akibatnya tidak dikehendaki oleh yang melakukannya bukanlah suatu perbuatan hukum.
Menurut pasal 1365 KUHS, setiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum (melanggar hukum), yang
merugikan orang lain, mewajibkan pihak yang merugikan (yang melakukan itu) mengganti kerugian yang
diderita oleh pihak yang dirugikan.
Dalam sejarah hukum perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang disebutkan dalam pasal 1365
KUHS telah diperluas pengertiannya menjadi: membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu (melalaikan
sesuatu) yang:
4) mengenai contoh dari suatu peristiwa lain yang bukan perbuatan hukum ialah: kelahiran, kematian,
lewat waktu atau kadaluwarsa:
i. kelahiran menimbulkan langsung hak dari hak-hak anak itu untuk memperoleh pemeliharaan dari
orang tuanya (pasal 298 ayat 2 KUHS)
ii. tentang kematian diatur dalam pasal 830 dan 833 KUHS
- lewat waktu akuisisif, yang dapat memperoleh sesuatu hak sehabis masa tertentu dan
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentuakan dalam undang-undang.
Lewat waktu akuisisif dapatlah disebutkan suatu lewat waktu yang mengakibatkan
memperoleh sesuatu. Oleh karena itu lewat waktu akuisisif menjadi salah satu cara
memperoleh hak milik, sebagimana disebutkan dalam pasal 584 KUHS.
- Lewat waktu ekstinktif, seseorang dapat dibebaskan dari sesuatu tanggung jawab (disebut
Haftung dalam bahasa jerman) sehabis masa tertentu dan apabila syarat-syarat yang telah
ditentukan undang-undang dipenuhi.
Lewat waktu akuisisif dapatlah disebutkan suatu lewat waktu yang mengakibatkan memperoleh
sesuatu. Oleh karena itu lewat waktu akuisisif menjadi salah satu cara memperoleh hak milik,
sebagimana disebutkan dalam pasal 584 KUHS.
5. Kekuasaan Kehakiman
Asas-asas dalam hukum
Undang-Undang yang lebih tinggi dapat Perjanjian berlaku mengikat untuk ditaati para
mengesampingkan UU yang berada pembuatnya
dibawahnya
7. Pacta tertes ned norcent ned prosunt
3. Lex posteori derogat lex priori
Perjanjian yang dibuat para pihak, tidak
Undang-Undang yang baru dapat berlaku mengikat bagi pihak ketiga
mengesampingkan Undang-Undang yang lama
8. Nebis in idem
4. Ex aequo et bono
seseorang tidak dapat diadili untuk kedua c. Nullum crimen sine poena legali (tiada
kalinya dalam perkara yang sama perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang
terlebih dulu ada).
9. Res judicata pro veritate hebertur
15. Similia similibus
Putusan hakim senantiasa dianggap benar
Perkara yang sama diputus serupa pula
untuk sementara
16. Cogitationis nemo patitur
10. Ex injuria non oritus ius
Apa yang dipikir/dibatin tidak dapat dipidana
Dari hal melawan hukum tidak menimbulkan
hak bagi pelaku
17. Vox populi vox Dei
11. Nullum crimen sine lege
Suara rakyat suara Tuhan
Perjanjian internasional dapat mengikat pihak ke
tiga, apabila isi perjanjian itu diturunkan/diwahyukan 18. Lex dura secta mente scripta
dari hukum kebiasaan internasional dan hukum
maniter internasional UU itu keras, tetapi sudah ditentukan
demikian
12. In dubio proreo (Pasal 182 ayat (6) KUHAP)
19. Lex niminem cogit ad impossibilia
Apabila hakim mengalami keraguan dalam
menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa, maka hakim UU itu tidak memaksakan seorangpun untuk
menjatuhkan sanksi yang paling meringankan melakukan sesuatu yang tidak mungkin / tidak
terdakwa
masuk akal untuk dilakukan
13. Audiatur et altera pars / Audi alteram partern
20. Si vis pacem para bellum
Pihak lain juga harus di dengar
Jika kamu ingin menang bersiaplah untuk
14. Asas legalitas (Pasal 1 ayat (1) KUHP) nullum perang
delictum nula poena sine praevia lege poenali,
mengandung 3 prinsip dasar : 21. Lax agendi lex essendi
a. Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa Hukum berbuat adalah hukum keberadaan
undang-undang)
22. ignorantia legis excusat neminem
b. Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa
perbuatan pidana) Tidak tahu undang-undang tidak merupakan
alasan pemaaf
Tugas, wewenang dan kekuasaan MK, MA, dan KY
Pengertian Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 berbunyi:
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi:
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.
Kekuasaan Kehakiman Dilaksanakan sebuah Mahkamah Agung (MA)
dan Sebuah Mahkamah Konstitusi (MK)
1. Tugas Mahkamah Agung (MA)
(-) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan dibawah UU,dan mempunyai wewenang lainnya
yang di berikan oleh UU.
(-) Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
(-) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan
rehabilitasi.
6. Lingkungan Peradilan
A. Peradilan Umum
Ketentuan mengenari Peradilan Umum diatur dalam Undang-Unang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Pasal 2 UU 8/2004
menyebutkan bahwa Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya.
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan (yang umum) sehari-hari memeriksa dan
memutuskan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara perdata dan pidana sipil untuk
semua golongan penduduk (warga negara dan orang asing). Pengadilan Negeri berkedudukan
di Ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kapupaten/Kota. Pada
Pengadilan Negeri Terdapat seorang Kepala, wakil Kepala dan beberapa orang Hakim serta
seorang Panitera dan beberapa orang Panitera Pengganti. Pembinaan Teknis peradilan,
organisasi, administrasi, dan finansial Pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara.
2. Pengadilan Tinggi (yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara
Tertinggi, Pasal 3 UU 2/1986).
Pengadilan Tinggi ialah pengadilan banding yang mengadili lagi pada tingkat kedua
(tingkat banding) suatu perkara perdata dan/atau perkara pidana, yang telah
diadili/diputuskan oleh Pengadilan Negeri.
Pemeriksaan pada tahap ini hanya atas dasar pemeriksaan berkas perkara saja kecuali
bila Pengadilan Tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan para Pihak yang
berperkara,
B. Peradilan Agama
Peradilan Agama semula diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama dan selanjutnya diubah denag Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
1. Pengadilan Agama;
Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya
meliputi wilayah provinsi. Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Agama
berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
C. Peradilan Militer
Ketentuan mengenai Peradilan Militer diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997
tentang Peradilan Militer.
1. Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak
pidana adalah:
a. Prajurit;
b. Yang berdasarkan undang-undang dengan Prajurit;
c. Anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap
sebagai Prajurit berdasarkan Undang-undang;
d. Seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas
keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer,
2. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
3. Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas
permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana
yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu
putusan.
Peradilan tata Usaha Negara diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU
Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota, dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
berkedudukan di ibukota Provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pembinaan
teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial pengadilan dilakukan oleh Mahkamah
Agung.
7. Macam-macam Hukum
A. Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Pemerintahan)
Dalam perkembangannya, pada tahun 1969, istilah Hukum Administrasi Negara oleh G.
Pringgodigdo, SH (dosen UI) dijelaskan sbb: Oleh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif
dan kekuasaan admistratif berada dalam satu tangan, yaitu presiden, maka pengertia Hukum
Administrasi Negara yang luas terdiri atas tiga unsur, yaitu:
1. Hukum Tata Pemerintahan, yakni Hukum Eksekutif atau Hukum Tata Pelaksanaan
Undang-undang; dengan perkataan lain, Hukum Tata Pemerintahan ialah hukum
mengenai aktivitas-aktivitas kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan
undang-undang);
2. Hukum Administrasi Negara dalam arti sempit, yakni hukum tata pengurusan rumah
tangga negara (rumah tangga negara dimaksudkan, segala tugas-tugas yang ditetapkan
dengan undang-undang sebagai urusan negara), dan
3. Hukum Tata Usaha Negara, yakni hukum mengenai surat-menyurat, rahasia dinas dan
jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelaporan dan statistic, tata cara penyimpanan berita
acara, pencatatan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk, publikasi dan penerbitan-
penerbitan negara.
Hukum Acara Perdata ialah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagimana cara-cara
mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara keperdataan dalam arti luas (meliputi juga
Hukum Dagang) dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan (vonis) hakim juga diambil
berdasarkan peraturan-peraturan tersebut; dapat juga disebut rangkaian peraturan-peraturan
hukum tentang cara-cara memelihara dan mempertahankan Hukum Perdata Material.
Hukum Acara Pidana ialah rangkaian peraturan hukum menentukan bagaimana cara-cara
mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara kepidanaan dan bagaimana cara-cara
menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum
pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi; dapat juga
disebut rangkaian kaedah-kaedah hukum tentang cara memelihara dan mempertahankan
Hukum Pidana Material.
b. Bukti Saksi;
Bukti saksi ialah pernyataan seseorang mengenai suatu peristiwa atau keadaan. Orang
yang menjadi saksi itu harus harus disumpah terlebih dahulu dan tidak ada hubungan
keluarga, telah dewasa, tidak sakit ingatan dsb.
c. Persangkaan (dugaan);
Persangkaan yaitu kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan peristiwa-peristiwa
yang telah diketahui.
d. Pengakuan;
Pengakuan adalah pernyataan suatu pihak mengenai peristiwa tertentu atau suatu hak.
e. Sumpah.
Sumpah adalah pernyataan dengan segala keluhuran untuk memberikan janji atau
keterangan dengan disaksikan Tuhan dan sanggup menerima segala hukumannya.
Sumpah ada dua macam:
1) Sumpah Penentuan (decisoire) yaitu sumpah atas permintaan salah satu pihak
untuk menentukan suatu perkara apabila kekurangan bukti-bukti lain; pihak yang
bersumpah lazimnya adalah pihak yang dimenangkan. (diatur dalam pasal 156
RIB)
2) Sumpah Tambahan (suppletoire) yaitu sumpah yang diperintahkan Hakim
Pengadilan karena jabatannya untuk melengkapi bukti-bukti yang ada namun
kurang lengkap. (diatur dalam pasal 155 RIB)
3)
B. Hukum Pidana
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan
kehahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman
yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
1. Pelanggaran ialah mengenai hal-hal kecil atau ringan yang diancam dengan hukuman
denda, mis: sopir mobil yang tak memiliki SIM, bersepeda malam hari tanpa lampu.
2. Kejahatan adalah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan, penganiayaan,
penghinaan, pencurian dsb. Contoh: pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum
berkenaan dengan:
a. Badan/Peraturan Perundangan Negara, misalnya: pemberontakan, penghinaan, tidak
membayar pajak, melawan pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya;
b. Kepentingan hukum tiap manusia:
1) Terhadap jiwa: pembunuhan
2) Terhadap tubuh: penganiayaan
3) Terhadap kemerdekaan: penculikan
4) Terhadap kehormatan: penghinaan
5) Terhadap milik: pencurian.
2. Pidana Tambahan
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
c. Pengumuman keputusan hakim
C. Hukum Perdata
Hukum Perdata ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan
perseorangan.
Hukum Keluarga
Hukum Keluarga memuat rangkaian pertauran-peraturan hukum yang timbul dari pergaulan
hidup kekeluargaan. Termasuk hukum keluarga antara lain yaitu:
1. Kekuasaan Orang Tua;
Kekuasaan orang tua ini berlaku selama ayah dan ibunya masih hidup dalam perkawinan.
Mereka mempunyai hak menikmati hasil harta benda orang tuanya. Kekuasaan orang tua itu
berhenti apabila:
a. Anak tersebut telah dewasa (sudah 21 tahun);
b. Perkawinan orang tua putus;
c. Kekuasaan orang tua dipecat oleh hakim, misalnya karena pendidikannya buruk
sekali;
d. Pembebasan dari kekuasaan orang tua, misalnya kelakuan si anak luar biasa nakalnya
sehingga orang tuanya tidak berdaya lagi.
2. Perwalian;
Perwalian dapat terjadi karena:
a. Perkawinan orang tua putus baik disebabkan salah seorang meninggal atau karena
bercerai;
b. Kekuasaan orang tua dipecat atau dibebaskan, maka hakim mengangkat seorang Wali
yang disertai Wali Pengawas yang harus mengawasi pekerjaan Wali tersebut.
3. Pengampuan;
Orang yang telah dewasa akan tetapi
(1) sakit ingatan
(2) pemboros
(3) lemah daya atau
(4) tidak sanggup mengurus kepentingannya sendiri dengan semestinya, disebabkan kelakuan
buruk di luar batas atau menganggu keamanan, memerlukan pengampuan.
Oleh karena itu diperlukan adanya pengampu (curator). Biasanya suami jadi pengampu atas
istrinya atau sebaliknya, akan tetapi mungkin juga hakim mengangkat orang lain sebagai
Pengampu Pengawas ialah Balai Harta Peninggalan.