Sutherland (1960) yang termasuk dalam bidang kriminologi adalah proses-proses dari
pembuatan undang-undang, pelanggaran terhadap undang-undang tersebut, dan reaksi-reaksi
terhadap pelanggaran undang-undang tersebut. Dengan begitu maka ruang lingkup kriminologi
sangat berkaitan erat dengan undang-undang, dalam pembuatan, pelanggaran ataupun reaksinya.
Hubungan interaksi dari ketiga hal diatas merupakan objek studi dari kriminologi, dan
merujuk kepada tiga aspek tersebut maka Sutherland (1960) membagi kriminologi dalam tiga
bidang ilmu, yaitu :
Pendapat Sutherland yang membatasi kejahatan hanya dalam perbuatan yang terdapat
dalam hukum pidana mendapat kritikan dari Mannheim dan Thorstein Sellin yang menyatakan
bahwa kriminologi harus diperluas lagi dengan memasukan norma-norma tingkah laku. Maka
objek studi kriminologi menurut Manheim yaitu tidak saja perbuatan yang oleh penguasa
dinyatakan dilarang tetapi juga tingkah laku yang oleh masyarakat dianggap tidak disukai,
meskipun perbuatan tersebut tidak atau belum tercantum dalam hukum pidana.
Pendapat Bemmelen diatas tidak hanya membahas tentang kejahatannya saja tetapi juga
penjatuhan hukuman bagi penjahatnya yang pada gilirannya berkembang menjadi ilmu
pengetahuan tersendiri yang dinamakan dengan penologi. Penjelasan tentang alasan pembenaran
pemberian hukuman didasarkan pada teori tentang penghukuman yang terdiri dari teori besar,
yaitu :
1. Retribution, bahwa pelaku kejahatan harus membayar kerugian atas perbuatannya yang
telah membuat orang lain menderita. Teori ini memiliki saudara kembar yaitu teori
expiation yaitu menekankan pada inisiatif untuk membayar ganti rugi atas perbuatan
yang telah dilakukan si pelanggar hukum seolah-olah datang dari si pelaku, tetapi yang
menentukan hukuman tetap pihak lain diluar dirinya, yaitu hakim. Perbedaannya adalah
teori retribution diartikan bahwa pihak yang dirugikan yang mekasa pelaku untuk
membayar, sedangkan expiation diartikan seolah-olah pelaku sendiri yang berinisiatif
membayar.
2. Utilitarian Prevention : Deterrence, yaitu pencegahan pelanggaran hukum dengan
manfaat melalui penolakan. Mengartikan bahwa seseorang akan mengurungkan niatnya
untuk melakukan kejahatan apabila melihat hukuman yang keras. Aspek manfaat dari
hukuman yang diharafkan dapat digolongkan ke dalam dua jenis, yaitu general deterrence
yaitu upaya menakut-nakuti orang banyak yang belum pernah melakukan pelanggaran
hukum dengan memberikan pengetahuan tentang kerasnya hukuman bagi seorang
penjahat, special deterrence yaitu upaya menakut-nakuti pelanggagr hukum yang sedang
atau telah dihukum untuk tidak melakukan pelanggaran kembali dengan memberinya
hukuman yang keras atau membuat mereka menderita.
3. Special deterrence : Intimidation, mengartikan bahwa hukuman harus bermakna bagi
suatu upaya penolakan khusus terhadap pelaku, yakni berwujud sebagai suatu intimidasi.
Mengartikan bahwa pelaku pelanggaran hukum yang menerima hukuman akan
mengalami penderitaan yang hebat sehingga membuatnya menjadi kapok untuk berbuat
jahat kembali.
4. Behavioral prevention : incapacitation, bahwa hukuman yang diberikan kepada pelanggar
hukum seyogyanya harus memiliki manfaat untuk mencegah kejahatan melalui medium
atau perantaraan perubahan perilaku dari si pelanggar hukum. Tujuan pemberian
hukuman adalah agar si pelanggar hukum tidak lagi memiliki kemampuan untuk
melakukan kejahatan lagi, konsep berpikir dari teori ini adalah bahwa pelanggar hukum
yang dinilai memiliki kemungkinan besar untuk mengulangi perbuatannya akan dibuat
tidak berdaya.
Spiritualisme
Dalam aliran spiritualisme ini perhatiannya lebih fokus pada perbedaan antara kebaikan
yang datang dari Tuhan ataupun para Dewa dan keburukan itu datang dari Setan. Perkembangan
selanjutnya aliran ini masuk dalam ruang lingkup pergaulan politik dan sosial feodal, yang
berlandaskan bahwa pemikiran pada sebelumnya kejahatan merupakan permasalahan antara
korban dan keluarganya dengan pelaku dan keluarga pelaku dan masyarakat spiritualisme ini
berfikir bahwa suatu kebenaran itu pasti akan menang dan suatu kesalahan yang dilakukan oleh
orang pasti akan kalah, yang dalam kenyataanya secara rasional itu tidak benar.
Dalam aliran ini menurut “Hippocrates” (460 S.M.) adalah bahwa perkembangan ilmu
alam setelah abad pertengahan menyebabkan manusia mencari model yang lebih rasional dan
mampu membuktikan secara Ilmiah. Dalam perkembangan lahirnya teori-teori tentang kejahatan
maka aliran ini mengunakan tiga metode atau aliran yaitu:
• Aliran Klasik
Dasar pemikiran dari aliran ini adalah bahwa Manusia itu hidup memiliki suatu
kehendak bebas (free Will), yang dalam bertingkah laku memiliki suatu perhitungan
tertentu yang berdasarkan atas keinginanya (bedonisme), dengan kata lain menurut aliran
ini manusia dalam berperilaku berdasarkan atas Penderitaan dan kesenangan yang
menjadi dasarnya, maka menurut aliran Klasik ini ditentukan serta dijatuhkan suatu
hukuman yaitu berdasarkan dari Tindakannya, Bukan brdasarkan atas Perbuatannya.
Dasar dalam pemikiran ini bertolak belakang dengan aliran klasik biarpun tidak
disertai dan tidak dilandaskan pada pemikiran ilmiah namun aspek-aspek kondisi
pelakulah dan lingkungannya mulai diperhatikan, karena menurut aliran Neo Klasik
aliran klasik malah tidak menimbulkan keadilan karena pemberlakuan dari aliran klasik
tersebut terlihat kaku, dalam memberi hukuman atau sanksi terhadap pelaku aliran klasik
tidak ada pembedaan umur.
• Aliran Positifis
a. Determinisme Biologis
Dasar dalam pemikiran ini adalah bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung
pada pengaruh biologis dalam dirinya atau perilaku seorang anak itu tidak akan jauh
dengan perilaku orangtuanya.
b. Determinisme Cultural
Dasar dalam pemikiran aliran ini adalah bahwa perilaku seorang manusia justru
yang mendasarinya yaitu pengaruh sosial, budaya serta lingkungan dari mereka itu
berasal dan hidup.
C. Teori-Teori Kriminologi
Usaha untuk mencari sebab – sebab kejahatan dari ciri – ciri biologis, dengan mendasar
pada pendapat Aristotle’s yang menyatakan bahwa otak merupakan organ dari akal, maka para
ahli frenologi antara lain yaitu:
Teori tentang Gall dan Surzuheim yang mencari hubungan antara bentuk tengkorak
kepala dengan tingkah laku, hasil penelitian tersebut menghasilkan dalil-dalil dasar yaitu:
1. Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan apa yang ada di dalamnya dan bentuk
dari otak,
2. Akal terdiri atas kemampuan dan kecakapan,
3. Kemampuan dan kecakapan berhubungan dengan bentuk otak dan tengkorak kepala.
Seorang dokter ahli kedokteran kehakiman merupakan tokoh penting dalam mencari
sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik (biologis) penjahat dalam bukunya, L’uomo
Delinguente (1876), Lombrosso mengadakan penelitian mengenai penjahat – penjahat yang
terdapat di dalam rumah penjara dan terutama mengenai tengkoraknya. Kesimpulan dari
penelitian nya adalah bahwa penjahat jika dipandang dari sudut antrophologi mempunyai
tanda- tanda tertentu. Tengkoraknya umpamanya isinya kurang jika di bandingkan dengan
orang lain, dan terdapat kelainan- kelainan pada tengkoraknya.
Ernst Kretchmer mengadakan penelitian terhadap 260 orang gila di swabia, sebuah kota
di barat daya jerman. Tujuannya untuk mencari hubungan antara tipe-tipe fisik yang
beraneka ragam dengan karakter dan mental yang abnormal. Ia mendapatkan fakta, orang
gila tersebut memiliki tipe-tipe tubuh teretentu dari kecenderungan fisik.dengan membedakan
tipe dasar manusia dalam empat tipe yaitu :
1. Tipe Lepsotome , yang mempunyai bentuk jasmani tinggi, kurus dengan sifatnya
pendiam dan dingin, bersifat tertutup dan selalu menjaga jarak, biasanya kejahatan
pemalsuan.
2. Tipe Piknis, yang mempunyai bentuk tubuh pendek kegemukan, dengan sifat ramah dan
riang, biasanya kejahatan penipuan dan pencurian.
3. Tipe Athletis, mempunyai bentuk tubuh dengan tulang otot yang kuat, dada lebar,
dagunya kuat dan rahang menonjol. Sifatnya eksplosif dan agresif, biasanya kejahatan
kekerasan dan seks.
4. Tipe Campuran dari tipe 1, 2 dan 3 tidak terklasifikasi.
1. Psikoses
Terdiri dari psikoses organis dan psikoses fungsional.
a. Psikoses organis bentuk-bentuknya terdiri dari:
• Kelumpuhan umum dari otak yang ditandai dengan kemerosotan
yang terus menerus dari seluruh kepribadian. Pada tingkat permulaan
maka perbuatan pencurian secara terang- terangan.
• Traumatic psikoses yang diakibatkan oleh luka pada otak (gegar
otak), penderita mudah gugup dan cenderung melakukan kejahatan
kekerasan.
• Encephalis lethargic,biasanya diderita oleh anak- anak. Sering
melakukan sindakan yang anti sosial.
• Senile dementia, diderita pada umum oleh pria yang sudah lanjut
usia. Biasa melakukan tindakan pelanggaran seksual terhadap anak-
anak.
• Pnerperal insanity, penderitanya adalah wanita yang sedang hamil.
Kejahatan yang dilakukan biasanya aborsi.
• Epilepsy, bentuk psikoses yang sussah dipahami.
• Psikoses yang di akibatkan dari alcohol
b. Psikoses fungsional:
• Paranoid, penderitanya antara lain diliputi oleh khayalan.
• Maniac depressive psikoses, penderitanya menunjukkan tanda- tanda
perubahan dari kegembiraan yang berlebihan ke kesedihan.
• Schizophrenia, pada penderitanya ada pribadi yang terpecah.
2. Neuroses
i. Anxiety neuroes dan phobia
Keadaannya ditandai dengan ketakutan yang tidak wajar dan berlebih-
lebihan terhadap adanya bahaya dari sesuatu atau pada sesuatu yang tidak
ada sama sekali.
ii. Hysteria
Terdapat disosiasi antara dirinya dengan lingkungannya dalam berbagai
bentuk. Pada umumnya sangat egosentris, emosional dan suka bohong.
iii. Obsesional dan compulsive neuroses
Penderitanya memiliki keinginan atau ide- ide yang tidak rasional dan tidak
dapat ditahan.
3. Cacat Mental
Cacat mental lebih ditekan kan pada kekurangan intelegensia dari pada karakter atau
kepribadiannya, yaitu dilihat dari tinggi rendahnya IQ dan tingkat kedewasaannya.
Dalam literature masih membedakan beberapa bentuk seperti;
i. Idiot : orang yang menunjukkan IQ yang dibawah 25.
ii. Imbecile ; orang yang menunjukkan IQ nya antara 25-50.
iii. Minded : IQ antara 50-70.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia ditingkat individu dalam
melakukan kejahatan. Hal tersebut terjadi karena pada diri individu menimbulkan suatu
perasaan tidak puas yang didasari keyakinan bahwa lingkungan dan masyarakat telah
bertindak tidak adil kepada diri individu, sehinngga ia melakukan tindak pidana ayau
pelanggaran hukum yang menurut mereka yang melakukan tindak pidana tersebut bukan
untuk melakukan tindak pidana, tetapi untuk perlampiasan dirinya yang diperlakukan
tidak adil, sehingga menimbulkan rasa ketidakpuasan kepada individu- individu yang
melakukan tindak pidana.
D. Body Types
(3).Pyknic; tinggi sedang, figur yang tegap, leher besar, wajah luas
Hasil penelitian: penghapusan keturunan kriminal, artinya tidak ada orang yg dilahirkan
untuk berbuat kejahatan.