Anda di halaman 1dari 48

ANALISIS KEBIJAKAN NEGARA DALAM UPAYA

MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS NEGARA: HUMAN

TRAFFICKING DI INDONESIA

OLEH :

CINDY VERONIKA CAROLINA

2306176310 (6)

HUKUM KENEGARAAN

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

OKTOBER 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat diberikan kelancaran sehingga dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “ ANALISIS KEBIJAKAN NEGARA DALAM

UPAYA MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS NEGARA: HUMAN TRAFFICKING

DI INDONESIA. “

Penulisan makalah ini tidak lepas dari kesulitan yang dihadapi. Namun

penulis berusaha dalam penyelesaian makalah ini sesuai dengan kemampuan

penulis serta bantuan yang diterima penulis dari para Dosen. Dengan segala

kejujuran dan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini baik

dari segi pemaparan maupun cara penyajian masih jauh dari kata sempurna,

disebabkan oleh keterbatasan data dan kemampuan pengetahuan yang penulis

miliki. Kiranya makalah ini dapat memberikan ilmu pengetahuan di bidang ilmu

hukum bagi para pembacanya, terutama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Indonesia.

Jakarta, 25 Oktober 2023

Cindy Veronika Carolina Tambunan

NIM. 2306176310

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. ii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 17
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian..................………………. 17
D. Kerangkat Teori.................................................................... 18
E. Kerangka Konsep ............................................................... 22
F. Metode Penelitian................................................................ 25
G. Sistematika Penulisan ........................................................ 26

BAB II KEBIJAKAN NEGARA DALAM MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS


NEGARA: HUMAN TRAFFICKING .................................................... 28
BAB III PERBANDINGAN KEBIJAKAN HUKUM INDONESIA DALAM
MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS NEGARA DAN NEGARA
LAINNYA……………………………………………………………........... 35
BAB IV SUBSTANSI INDONESIA DALAM MENGATUR KEJAHATAN LINTAR
NEGARA: HUMAN TRAFFICKING..................................................... 44

BAB V PENUTUP .............................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 51

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejahatan bukanlah suatu konsep yang baru dalam sejarah peradaban manusia.

Sejak manusia diciptakan yang di mulai dengan tindakan pembangkangan iblis

terhadap perintah Allah untuk memberi penghormatan terhadap makhluk ciptaan

Allah lainnya yang disebut manusia. Konflik kepentingan antara manusia dan iblis

dipandang sebagai embrio kejahatan yang bermula dari perasaan iri, sombong dan

dengki.

Pada tahapan perkembangannya, modus operasi kejahatan bergerak maju

seiring berkembangnya peradaban manusia. Kejahatan dan eksistensi manusia

menjadi “dua sisi mata uang” yang saling berhubungan. Sehingga Lassagne

mengatakan bahwa masyarakat mempunyai sisi penjahat sesuai dengan jasanya1.

Perkembangan teori – teori kejahatan juga berkembang secara signifikan, akan

tetapi tidak berarti kejahatan akan hilang dari permukaan bumi ini. Hal ini

dikarenakan oleh kejahatan merupakan salah satu sifat yang fitrah manusia yang

ada pada diri manusia dan akan terus mengalami perkembangan yang signifikan.

Hal ini hampir sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Freud yaitu Hasrat manusia

untuk merusak sama kuatnya dengan Hasrat untuk mecintai.

Seiring berjalan nya waktu perkembangan zaman, jenis – jenis kejahatan

semakin berkembang salah satunya adalah kejahatan lintas negara. Dimana

kejahatan lintas negara atau yang sering disebut transnational crimes merupakan

1
Agus Raharjo, Cyber Crime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Bandung: Citra
Aditya, 2002), hlm 29-30.

1
kejahatan yang memiliki dampak yang sangat besar terhadap suatu negara.

Dikarenakan wilayah operasi para pelaku kejahatan lintas negara telah melintasi

batas – batas negara.

Kejahatan lintas negara ini juga ternyata menjadi sebuah ancaman serius bagi

setiap negara. Ancaman terhadap keamanan dan kemakmuran global dikarenakan

sifatnya yang melibatkan berbagai negara. Kejahatan lintas negara ini dimaknai

sebagai kejahatan yang terorganisir, yang wilayah operasinya meliputi beberapa

negara yang berdampak kepada kepentingan politik, pemerintahan, social budaya

dan ekonomi suatu negara dan bersifat global, 2sebagaimana yang tertulis didalam

Perkap No.7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan dan

Ketertiban Masyarakat. Kejahatan lintas negara ini sudah mulai terdeteksi sejak

pada Indonesia memasuki tahun pertama sebagai Masyarakat Ekonomi Asean

(MEA) pada tahun 2016. Berbagai potensi persoalan yang terdeteksi sudah mulai

diantisipasi sejak dini, bukan hanya pemerintahan Indonesia namun seluruh negara

yang berada di Kawasan ASEAN dan sekitarnya. Salah satu payung persoalan inti

dari terbukanya pintu perbatasan melalui MEA adalah Kejahatan Lintas Negara ini.

Ada beberapa hal yang menjadi factor daripada

Kejahatan Lintas Negara ini menjadi suatu faktor untuk penegakan hukum yang

berdimensi Internasional. Karena setiap pelaku kejahatan yang akan diproses, diadili

atau dieksekusi tidak berada di wilayah negara yang akan melakukan proses

tersebut, melainkan berada di wilayah negara lain. Dan hal ini akan diproses oleh

bagian Hukum Internasional, dimana Hukum Internasional ini adalah keseluruhan

kaidah yang sangat diperlukan untuk mengatur sebagian besar hubungan –

hubungan antar negara – negara, tanpa adanya kaidah – kaidah ini sungguh tidak
2
Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan Masyarakat, Pasal Langka
Ayat (6).

2
mungkin bagi melakukan tetap dan terus menerus. Dalam hal ini jika tidak adanya

system Hukum Internasional, maka masyarakat internasional negara – negara tidak

dapat menikmati keuntungan – keuntungan perdagangan dan komersial, saling

pertukaran gagasan dan komunikasi rutin yang sewajarnya.3

Kejahatan Lintas Negara atau Kejahatan Transnasional ini lazim dibedakan

dengan Kejahatan Internasional, Jikalau Kejahatan Transnasional ini melibatkan

lebih daripada satu negara dalam pelaksanaannya maupun dalam dampaknya,

kejahatan internasional ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang bisa

saja melibatkan banyak negara, bisa juga tidak. Contoh kejahatan internasional ialah

terorisme dan genosida atau pembantaian (pemusnahan).

Kejahatan Lintas Negara atau Kejahatan Transnasional dapat dikelompokkan ke

dalam tiga kategori besar yang melibatkan penyediaan barang haram (perdagangan

narkoba, perdagangan property yang dicuri, perdagangan senjata, dan pemalsuan),

layanan terlarang (seks komersial dan perdagangan manusia, serta infiltrasi

pemerintah dan dunia bisnis (penipuan, pemerasan, pencucian uang dan korupsi)

yang memengaruhi banyak negara.4

Kejahatan Lintas Negara sedikitnya dipengaruhi oleh tiga factor yang saling

terkait, yaitu: globalisasi, ekonomi, heterogenitas imigran, dan teknologi komunikasi

yang terus berkembang. Ketiga factor ini tidak menyebabkan kejahatan lintas negara

tetapi memfasilitasi kejahatan atau dalam sejumlah kasus, menjadi peluang criminal

dalam dirinya sendiri. Dalam hal yang pertama yaitu globalisasi, aktivitas globalisasi

ekonomi ini seperti perdagangan bebas akan menguntungkan mereka karena

menjadi pasar yang sangat kompleks sehingga masuknya barang – barang melintasi

3
Starke, J.G., Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm 16-17.
4
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.43.

3
perbatasan tidak selalu terverifikasi legalitasnya. Dengan adanya aktivitas

globalisasi ini, negara – negara berkembang atau terbelakang terpaksa ikut

berkompetensi di bagian kejahatan seperti penyelundupan obat dan tenaga kerja

migran.5

Hal selanjutnya adalah heterogenitas imigran banyak komunitas imigran pada

kenyataannya merupakan mudah menjadi korban daripada kejahatan yang

terorganisasi, terutama pada kejahatan di pasar tenaga kerja. Ada tiga model, yang

menjadi model hubungan antara imigrasi dan kejahatan yang terorganisir. Yaitu yang

pertama, melihat emigrasi criminal sebagai aktivitas mereproduksi komunitas

penjahat di negara lain. Yang kedua, berfokus pada kejahatan yang muncul dari

generasi kedua dari komunitas imigran. Ketiga, kejahatan terorganisasi dan

komunitas imigran hidup berdampingan atas dasar saling ketergantungan. Dari

ketiga model tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi korban adalah para

imigran itu, terutama imigran illegal. Para penyelundup dan pelaku kejahatan

terorganisir itu mereka mengirimkan imigran itu bagaikan mereka mengirimkan

barang yang sudah memperhitungkan biaya yang akan mereka terima. 6 Dan tentu

saja untuk dalam harga dan biaya mereka melebihi harga barang. Kondisi ini lah

yang menjadikan para imigran menjadi budak bagi para penyelundupnya. Fakta

dengan mereka menjadi pendatang illegal sering membuat mereka juga yang

akhirnya keesulitan dan bahkan tidak mendapat pekerjaan. Yang pada akhirnya

mereka dieksploitasi bekerja di Perusahaan dengan gaji yang sangat rendah oleh

majikan yang kejam, menjadi pekerja seks, kurir narkoba, atau dilibatkan dalam

5
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.31.
6
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.33.

4
aktivitas atau kegiatan criminal demi mendapatkan uang untuk melunasi biaya

penyelundupan mereka.

Faktor yang selanjutnya ialah teknologi yang terus berkembang. 7 Sebagai

contoh, dahulu pengiriman barang legal maupun illegal hanya melalui jalan darat

yang membutuhkan waktu yang lama sehingga barang menjadi rusak dan hancur.

Kemudian ditemukanlah teknologi kapal laut yang dapat dikira sebagai cara

pengiriman barang yang lebih cepat dan aman. Lalu ditemukan lagi teknologi

pesawat terbang yang menciptakan revolusi di bidang transportasi yang bukan

hanya menjadi mobilitas bagi manusia tapi juga bagi pengiriman dan perlintasan

barang – barang. Dan seiring nya berjalan waktu, teknologi internet juga menjadi

pendorong untuk peningkatan perdagangan antarbangsa namun sekaligus menjadi

kejahatan lintas negara. Sebagai ilustrasi lagi, bahwa untuk dahulu kita harus

menunggu berminggu – minggu untuk informasi dari beberapa negara yang akan

dicetak didalam majalah ataupun koran. Tetapi jikalau sekarang? Dengan sekali klik

saja kita bisa mengakses apapun, dengan sekali klik atau tekan saja semua

transaksi kita clear. Begitu juga dengan pelaku kejahatan yang melakukan

perdagangan barang terlarang. Penjual dan pembeli tidak harus berjanji untuk

bertemu di satu tempat sebagaimana dulu melainkan cukup bertransaksi melalui

email, lalu barang itu akan terkirim ke Alamat pembeli setelah mereka melalukan

pembayaran dengan kartu kredit.8

Tingkat ancaman yang muncul dari kejahatan lintas negara sejauh ini belum

pernah diukur oleh negara. Namun potensi ancaman yang ada dapat ditimbulkan

7
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.36.
8
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.37.

5
oleh kejahatan lintas negara dirumuskan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional

Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia yaitu sebagai berikut:

Merusak masyarakat sipil, system politik, dan kedaulatan suatu

negara, melalui pembudayaan kekerasan dan penyuapan, serta

mengenalkan satu kanker korupsi ke struktur politik;

Membahayakan mekanisme pasar, termasuk aktivitas kebijakan

pemerintah dan merusak keuntungan system ekonomi dan

perdagangan adil, bebas dan aman yang akan diterima oleh produsen

maupun konsumen;

Gangguan terhadap system lingkungan melalui perusakan system

pengamanan dan peraturan lingkungan;

Mendestabilisasi secara strategis kepentingan bangsa dan

menjatuhkan progress dari ekonomi transisi dan ekonomi negara

berkembang;

Memberatkan masyarakat dengan beban social dan ekonomi yang

tinggi dari suatu akibat kejahatan transnasional tersebut;9

Selain tingkat ancaman yang sulit diukur, ada juga yang sulit diukur yaitu adalah

dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kejahatan lintas negara terorganisasi.

Sedikitnya informasi mengenai ini, dikarenakan oleh banyaknya organisasi rahasia

yang sangat tertutup.

Kejahatan Lintas Negara ini selain berdampak langsung pada individu atau pada

masyarakat luas,dan negara. Salah satu permasalahan yang terjadi seiring

9
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.56.

6
berjalannya waktu dampak dari berbagai factor yang terjadi adalah kasus Human

Trafficking (Perdagangan Manusia).

Di era saat ini, perdagangan manusia merupakan bentuk lain dari perbudakan

manusia. Hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan buruk dari pengebirian

harkat dan martabat manusia. Semakin banyaknya praktik perdagangan manusia di

berbagai negara, termasuk Indonesia dan negara berkembang lainnya,

menyebabkan Indonesia sebagai negara dan bangsa yang beradab.10

Dirujuk dari peristilahan, perdagangan manusia yang dalam bahasa Inggris

disebut “human trafficking” berasal dari kata “trafficking” dan memiliki arti “illegal

trade” atau perdagangan illegal, sedangan “human” diartikan sebagai “manusia”

dalam bahasa Indonesia. Perdagangan manusia berkaitan erat dengan suatu

tindakan perbudakan11

Human Trafficking atau Perdagangan Manusia dapat diartikan sebagai

perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang

dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk – bentuk paksaan

lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi

rentan, ataupun menerima bayaran atau manfaat, untuk tujuan eksploitasi seksual,

perbudakan atau praktik – praktik lain, pengambilan organ tubuh, dan masih banyak

lagi. Dari yang kita ketahui ini , dapat kita simpulkan bahwa proses daripada

trafficking ini adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan

(penyekapan), penerimaan.12 Menurut kepada Protokol Palermo, perdagangan

manusia setidak – tidaknya diartikan sebagai “pemelancuran orang lain” atau


10
Muhammad Kamal, Human Trafficking:Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia di Indonesia,
(Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm. 1.
11
Muhammad Kamal, Human Trafficking:Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia di Indonesia,
(Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm.7.
12
Rachmad Syafaat, Dagang Manusia: Kajian Trafficking terhadap Perempuan dan Anak di Jawa Timur,
(Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama, 2002), hlm.4.

7
“bentuk – bentuk eksploitasi seksual lainnya”, “kerja atau layanan paksa”.

“perbudakan atau praktik – praktik menyerupai perbudakan”, “perhambaan”,

“pengambilan organ tubuh”. Sedangkan perdagangan manusia menurut Protokol

Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) telah diratifikasi ke dalam UU No. 21 Tahun

2017 dimana meliputi “perekrutan, pengiriman, atau penerimaan” dengan cara

“ancaman, paksaan, kekerasan, penculikan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan,

atau penjeratan utang” dengan tujuan “segala bentuk eksploitasi”. Didalam UU

No.21 Tahun 2017 juga menjelaskan tentang kategori eksploitasi, antara lain adalah

“pelacuran atau bentuk – bentuk seks komersil lainnya”, “kerja paksa, perbudakan

atau praktik serupa perbudakan”, “penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik,

pemanfaatan kemampuan atau pemanfaatan organ reproduksi”, “memindahkan atau

mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh” seseorang guna tujuan untuk

meraih keuntungan secara materil maupun non-materil.13

Dalam sejarah praktik perdagangan manusia yang menjadi objek dari pada hal

ini adalah Perempuan.14 Hal ini dimulai dari peristiwa penaklukan atas suatu

kelompok yang paling kuat dan memiliki kekuasaan kepada kelompok yang lemah.

Dari hal itu, kelompok yang lemah akan dipekerjakan tanpa imbalan dan sesuai

dengan kemampuannya. Sebagian besar para budak Perempuan ditugaskan

sebagai pemuas nafsu bagi kelompok yang kuat. Penaklukan tersebut juga dibayar

dengan suatu pengabdian yang mutlak.15

Di Yunani, Perempuan dijadikan transaksi jual beli di pasar – pasar, layaknya

seperti dagangan binatang atau barang – barang lainnya. Di masa Yunani Kuno,

13
Muhammad Kamal, Human Trafficking:Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia di Indonesia,
(Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm.8.
14
Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., Tindak Pidana Perdagangan Orang: Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hlm.67.
15
Muhammad Kamal, Human Trafficking:Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia di Indonesia,
(Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm.9.

8
Perempuan sama sekali tidak berharga. Demikian juga dengan di Romawi Kuno dan

Mesir, posisi Perempuan tidak jauh berbeda dengan masa Yunani Kuno. Kaum pria

lebih berkuasa didalam keluarga, sedangkan perempuan sama sekali tidak berdaya.

Kaum pria menganggap perempuan sebagai anak asuh roh – roh jahat, Kaum pria

tidak harus mengakui anaknya yang berjenis kelamin perempuan.16

Dalam masyarakat Romawi Kuno, seorang pria mempunyai hak untuk menjual

ataupun menganiaya istri dan anak – anaknya dengan alasan apapun. Bahkan

mereka berhak membunuh tanpa ada alasan apapun dan tanpa ada yang berhak

untuk menuntutnya. Justinianus adalah seorang Kaisar atau Penguasa di Romawi

kemudian mengeluarkan undang – unang pada tahun 550 Masehi (550M), yang

kemudian melarang untuk melakukan pembunuhan dan penganiayaan terhadap

perempuan. Namun undang – undang tersebut masih memberikan peluang kepada

suami untuk menjual istri dan anaknya di pasar ternak atau pun di pasar budak.17

Sumeria, atau yang biasa dikenal sebagai Bangsa Irak, juga merupakan salah

satu dari awal perbudakan. Adapun masyarakat lainnya yang bernasib sama dengan

mereka adalah masyarakat di Cina, India, Afrika, Timur Tengah dan Amerika. Seiring

berjalannya waktu, perkembangan perdagangan mengakibatkan peningkatan atas

jumlah budak tenaga kerja untuk menghasilkan sebuah komoditas tertentu. Di masa

ini, perbudakan dan pemelacuran orang lain merupakan perilaku yang lumrah dan

wajar bagi kelompok penakluk. Tindakan perbudakan dan pemelacuran juga tidak

dianggap sebagai praktik kejahatan.18

16
Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., Tindak Pidana Perdagangan Orang: Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hlm.68.
17
Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., Tindak Pidana Perdagangan Orang: Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hlm.68.
18
Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., Tindak Pidana Perdagangan Orang: Kebijakan Hukum Pidana dan
Pencegahannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.350.

9
Sekitaran tahun 1000an, perbudakan dan pemelacuran merupakan praktik yang

tumbuh subur di tengah masyarakat Timur Tengah. Salah satu factor tumbuh

suburnya perbudakan ialah tingginya intensitas peperangan yang dilakukan oleh

para kabilah dan bangsa pada masa itu. Di samping itu juga, factor pendukung

lainnya adalah seperti utang, kemiskinan, penculikan, perampasan, perampokan,

dan yang lebih menunjang adalah tersedianya pasar budak.19

Pada tahun 1300an, masyarakat di Afrika mengalami perbudakan dimana

mereka ditangkap dan diperjual belikan selama bertahun – tahun oleh masyarakat di

Timur Tengah, khususnya Bangsa dari Arab. Menjelang tahun 1500an, Spanyol dan

Portugal merupakan Bangsa Imperium dimana dengan kemampuan berlayar,

mereka menguasai sebagian besar samudera. Amerika merupakan salah satu

wilayah yang dikuasai berkat proses pelayaran tersebut. Bangsa Eropa kemudian

membangun koloni dan memperbudak masyarakat Indian yang juga merupakan

pribumi di Amerika. Banyak dari masyarakat Indian meninggal dunia akibat penyakit

yang diderita selama proses perbudakan tersebut. Lebih lanjut lagi akibat dari

berkurangnya budak pribumi, Spanyol dan Portugal kemudian mulai mendatangkan

budak dari masyarakat di Afrika Barat. Tak terkecuali bagi Inggris, Prancis, dan

Belanda juga melakukan hal serupa. Adapun hal ini berdampak kepada system

ekonomi pertanian dianggap sebagai bentuk eksploitasi koloni Inggris di Amerika

Utara mengalami kegagalan dikarenakan berkurangnya budak sebagai tenaga

kerja.20

Dalam sejarah Indonesia, perbudakan dan pemelacuran juga pernah dan sering

terjadi, diantaranya adalah pada masa – masa kerajaan di Jawa. Perempuan


19
Nurhayati, Perbudakan Zaman Modren: Perdagangan Orang Dalam Perspektif Ulama, (Medan: Perdana
Publishing, 2016), hlm.167.
20
Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., Tindak Pidana Perdagangan Orang: Kebijakan Hukum Pidana dan
Pencegahannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.351. .

10
merupakan termasuk perdagangan di kerajaan pada masa itu karena terlalu sering

dijadikan sebagai property dan pelengkap bagi bangsawan di kalangan

pemerintahan. Bangsawan khususnya Raja adalah sosok yang agung dan mulia, hal

ini digambarkan dengan bersumber pada jumlah selir yang Raja miliki. Beberapa

selir raja merupakan putri bangsawan di kerajaan dan hal tersebut dilakukan oleh

Bangsawan sebagai tanda kesetiaan kepada Raja. Selain dari Bangsawan lingkup

kerajaan, selir juga bisa hadir dari kalangan masyarakat bawah dimana keluarganya

menjual atau menyerahkan putrinya begitu saja dengan tujuan untuk mengankat

strata sosialnya. Selir juga bisa hadir dari persembahan kerajaan lain.21

Sistem kerajaan tidak seutuhnya memperlihatkan praktik perdagangan manusia

seperti yang dikenal oleh masyarakat modern hingga saat ini, akan tetapi praktik

perbudakan dan pemelacuran orang lain di masa itu merupakan cikal bakal dari

praktik perdagangan manusia yang terjadi hingga saat ini. Bentuk dan pola

perogranisiran perdagangan manusia berkembang pesat pada masa kolonialisasi

Belanda, dimana system perbudakan tradisional dan perseliran dilakukan guna

memenuhi Hasrat bangsa Eropa. Adapun pada masa kerja rodi, para masyarakat

kaum bawah mereka menjual anak perempuan mereka dan ada juga yang

melaksanakan kawin kontrak yang bisa dikatakan hal itu adalah bentuk dari

perdagangan manusia22

Setelah Perang Dunia ke II, seiring Deklarasi Hak Asasi Manusia tahun 1948

dimana persoalan mengenai HAM (Hak Asasi Manusia) menjadi tema sentral dan

dihubungkan ke segala aspek kemanusiaan, salah satunya tentang “perbudakan

dan pemelacuran orang lain”. Oleh karena itu, hal ini berkembang menjadi isu tindak

pidana perdagangan manusia dan pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1967.
21
Farhana, Aspek Hukum Perdangangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.1.
22
Farhana, Aspek Hukum Perdangangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm.2.

11
Saat itu, Komisi Status Perempuan membuat suatu laporan tentang Deklarasi

Antidiskriminasi dan hasilnya laporan pertamnya diserahkan kepada PBB

(Perserikatan Bangsa – Bangsa). Setelah diselenggarakannya berbagai konvensi

internasional, PBB kemudian meratiikasi laporan tersebut dengan membentuk

Commision on The Elimination of All Types of Discrimination (CEDAW) di tahun

1979. CEDAW menghadirkan terobosan – terobosan baru dalam upaya penegakan

hak – hak perempuan di berbagai bidang. Salah satunya adalah yang paling penting

yaitu hadirnya Pasal 1 dan Pasal 2 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

(DUHAM) dimana memberikan penegasan dan pengakuan internasional bahwa hak

asasi perempuan adalah hak asasi manusia. 23 Terdapat Isi daripada Pasal 1 dan

Pasal 2 DUHAM;

 Pasal 1 “Setiap orang dilahirkan Merdeka dan mempunyai martabat

dan hak – hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan

hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.”24

 Pasal 2 “Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan –

kebebasan yang tercantum didalam Deklarasi ini dengan tidak ada

pengecualian apapun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis

kelamin, bahasa, agama, politika tau pandangan lain, asal – usul

kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun

kedudukan yang lain.”25

Oleh karena itu, dengan maraknya kejahatan lintas negara terkhusus kepada

tindak pidana perdagangan orang. Indonesia mempunyai undang – undang yang

terhitung baru dan sudah disahkan oleh Pemerintah yaitu adalah Undang – Undang
23
Muhammad Kamal, Human Trafficking:Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Manusia di Indonesia,
(Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm.14.
24
Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia, (diterima dan diumumkan 10 Desember 1948), Pasal 1.
25
Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia, (diterima dan diumumkan 10 Desember 1948), Pasal 2.

12
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,

dan diundangkan pada tanggal 19 April 2007 dalam Lembaran Negara Tahun 2007

Nomor 58.

Upaya Pemerintahan Indonesia dalam memberantas Kejahatan Lintas Negara

terkhusus pada Perdagangan Manusia (Human Trafficking) sangatlah besar.

Pemerintah bahkan membentuk suatu lembaga GUGUS TUGAS yang salah satu

tugasnya adalah untuk membantu pemerintah dalam memberantas tindak pidana

manusia ini. Oleh karena itu, melihat berbagai upaya dan kebijakan yang telah

dilakukan oleh pemerintahan membuat saya tertarik membuat makalah ini yang

berjudul “ ANALISIS KEBIJAKAN NEGARA DALAM UPAYA MEMBERANTAS

KEJAHATAN LINTAS NEGARA : HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA “.

13
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Kebijakan Negara dalam Memberantas Kejahatan Lintas Negara:

Human Trafficking di Indonesia?

2. Bagaimana Perbandingan Kebijakan Hukum dalam Memberantas Kejahatan

Lintas Negara: Human Trafficking di Indonesia dan Berbagai Negara lainnya?

3. Bagaimana Substanti lain Indonesia mengatur mengenai Kejahatan Lintas

Negara: Human Trafficking?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan diatas makalah ini bertujuan untuk:

1. Menjabarkan kebijakan negara dalam memberantas kejahatan lintas negara

terkhusus dibagian human trafficking di Indonesia.

2. Menjabarkan perbandingan kebijakan hukum dalam memberantas kejahatan

lintas negara terkhusus di bagian human trafficking di Indonesia dan berbagai

negara lainnya.

3. Menjelaskan bagaimana pilihan lain untuk Indonesia mengatur mengenai

kejahatan lintas negara terkhusus dibagian human trafficking.

D. Kerangka Teori

1. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum merupakan salah satu dari tujuan hukum dan dapat

dikatakan bahwa kepastian hukum merupakan bagian dari upaya untuk dapt

14
mewujudkan keadilan. Kepastian hukum sendiri dinilai memiliki bentuk nyata yaitu

pelaksanaan maupun penegakan hukum terhadap suatu tindakan yang tidak

memandang siapa individu yang melakukan. Melalui kepastian hukum ini setiap

orang mampu memperkirakan apa yang akan ia alami apabila ia melakukan sesuatu

tindakan hukum tertentu.

Kepastian Hukum pun diperlukan guna untuk mewujudkan tujuan dan prinsip

dari persamaan dihadapan hukum tanpa adanya diskriminasi. Dari kata kepastian,

memiliki makna yang erat dengan asas kebenaran.

Menurut Gustav Radbruch kepastian hukum ini didasarkan kepada

pandangannya mengenai kepastian hukum itu yang berarti adalah kepastian hukum

itu sendiri. Beliau juga mengatakan bahwa kepastian hukum ini adalah salah satu

produk dari hukum atau produk dari perundang – undangan.26

Gustav Radbruch mengatakan juga bahwa kepastian hukum merupakan hal

positif yang mampu mengatur kepentingan setiap manusia yang ada dalam

masyarakat dan harus selalu ditaati meskipun, hukum positif tersebut dinilai kurang

adil. Lebih lanjut, kepastian hukum merupakan keadaan yang pasti, ketentuan

maupun ketetapan.

Hukum haruslah bersifat pasti dan adil. Yang berarti hukum yang pasti adalah

sebagai pedoman kelakuan serta adil adalah pedoman kelakuan yang harus

menunjang antara suatu tatanan dan dinilai wajar. Hanya dengan bersifat pasti dan

adillah, maka hukum bisa dijalankan sesuai dengan fungsi yang dimilikinya.

Berbeda dengan pendapat Gustav Radbruch, Menurut Sudikno Merokusumo

kepastian hukum adalah, sebuah jaminan agar hukum dapat berjalan dengan

26
Sajipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hlm.19.

15
semestinya, artinya kepastian hukum individu yang memiliki hak adalah yang telah

mendapatkan putusan dari keputusan hukum itu sendiri.

Sudikno juga menjelaskan bahwa meskipun kepastian hukum berkaitan erat

dengan keadilan akan tetapi hukum serta keadilan itu sendiri adalah dua hal yang

berbeda. Hukum memiliki sifat sifat sendiri yang umum, tetapi tetap mengikat setiap

individu. Sedangkan keadilan sendiri memiliki sifat yang ebrbeda yaitu subyektif.

Dari hal ini dapat dilihat bahwa hukum dan keadilan itu adalah hal yang berbeda. 27

Hukum yang berlaku dan telah ditetapkan oleh pihak berwenang dan berwibawa

dalam hal ini pemerintah, haruslah tegas kepada masyarakat, hukum ini juga harus

mengandung keterbukaan atau transparan agar masyarakat dapat memahami

makna dari peraturan dan ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh pihak – pihak

berwenang.

Hukum menurut teori kepastian hukum dari para ahli, tidak boleh memiliki sifat

yang kontradiktif. Sebab jika hukum bersifat kontradiktif maka hukum tersebut akan

menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum sendiri dapat menjadi perangkat

hukum untuk suatu negara yang memiliki kejelasan, dan dapat menjamin hak

maupun kewajiban dari setiap warga negara yang sesuai dengan budaya yang ada

pada masyarakat.

2. Teori Kebijakan Hukum Pidana

Kebijakan Hukum Pidana pada dasarnya adalah keseluruhan dari peraturan

yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan yang termasuk kedalam tindak

pidana, serta bagaimana sanksi yang dijatuhkan terhadap pelakunya dengan tujuan

untuk penanggulangan kejahatan.

27
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.158.

16
Barda Nawawi mengatakan bahwa istilah “Kebijakan” diambil dari “policy”

(Inggris) dan “politiek” (Belanda), sehingga “Kebijakan Hukum Pidana”. Dapat pula

dikatakan dengan istilah “Politik Hukum Pidana” dan yang sering dikenal sebagai

istilah “penat policy”, “criminal law policy”. Barda Nawawi menyatakan bahwa Penal

Policy adalah salah satu komponen dari Modern Criminal Science disamping

komponen yang lain seperti, “Criminology” dan “Criminal Law”.28

Prof. Sudarto memberikan pengertian “Penal Policy” ialah;

 Usaha untuk mewujudkan peraturan – peraturan yang baik sesuai dengan

keadaan dan situasi pada suatu saat.

 Kebijakan dari negara melalui badan – badan yang berwenang untuk

menetapkan peraturan – peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa

digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat

untuk mencapai apa yang dicita – citakan.29

Dari beberapa pendapat tersebut bisa dikatakan bahwa “Kebiijakan Hukum

Pidana” atau “Penal Policy” merupakan suatu peraturan hukum yang dirumuskan

dan ditetapkan oleh badan – badan yang berwenang sebagai suatu pedoman

(hukum positif) bagi masyarakat maupun penegak hukum yang bertujuan untuk

mencegah dan menanggulangi suatu kejahatan atau dengan kata lain suatu tindak

pidana.30

28
Barda Nawawi Arief, Bunga Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Konsep KUHP Baru, (Jakarta:
Presnadamedia Grub, 2008), hlm.26.
29
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1981), hlm.159.
30
Barda Nawawi Arief, Bunga Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Konsep KUHP Baru, (Jakarta:
Presnadamedia Grub, 2008), hlm.27.

17
E. Kerangka Konsep

Istilah Kebijakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah (1) sebuah

rangkaian konsep dan asas yang akan menjadi garis besar dan (2) sebagai dasar

rencana untuk pelaksanaan dari suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak

(tentang pemerintahan, organisasi); ungkapan cita – cita, tujuan, prinsip dan (3)

sebagai garis pedoman manajemen untuk usaha yang mencapai sasaran.31

Menurut Werf, kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu dengan

sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan dalam

pemerintahan mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang dibuat

secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu yang

menyangkut kepentingan umum.32 Dikaitkan dengan masalah penulisan ini, menurut

penulis yang lebih tepat digunakan adalah pengertian yang kedua yaitu sebagai

dasar rencana untuk pelaksanaan dari suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara

bertindak (tentang pemerintahan, organisasi). Dimana jika dikaitkan adalah

bagaimana pelaksanaan dan cara bertindak negara dalam memberantas kejahatan

lintas negara terkhusus human trafficking atau perdagangan manusia.

Memberantas menurut KBBI adalah membasmi, memusnahkan. Memberantas

Kejahatan Lintas Negara dimana Kejahatan Lintas Negara ini adalah bentuk

kejahatan yang menjadi ancaman serius terhadap keamanan dan kemakmuran

global mengingat sifatnya yang melibatkan berbagai negara. Dan untuk

menanggulangi kejahatan tersebut, dibuat mekanisme multilateral melalui sebuah

perjanjian internasional yang disebut United Nations Convention on Transnational

31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Edisi Keempat), (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama), 2011, hlm. 190.
32
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2005,
hlm.87.

18
Organized Crime, yang dibentuk sebagai panduan dasar bagi negara – negara

dalam upaya penanggulangan kejahatan lintas negara.33

Kejahatan Lintas Negara terdapat banyak jenis. Yang sebelumnya tercatat

adalah delapan jenis kejahatan lintas negara; perdagangan narkoba, terorisme,

kejahatan ekonomi, perdagangan manusia, pencucian uang, pembajakan,

penyelundupan senjata dan kejahatan dunia maya. Sebelumnya yang tercatat hanya

itu saja, tetapi Dalam terdapat tiga tambahan diantaranya adalah perdagangan

satwa liar, perdagangan kayu illegal, dan penyelundupan manusia. 34 Kajian tentang

penulisan ini adalah hal yang nyata, karena persoalan mengenai kejahatan lintas

negara ini sudah sering terjadi didalam masyarakat, khusus nya kepada Human

Trafficking atau Perdagangan Manusia.

Konsep daripada Human Trafficking atau Perdagangan Manusia adalah salah

satu kejahatan lintas negara ketika pelaku menggunakan kekerasan, penipuan, atau

paksaan untuk mengendalikan orang lain dengan tujuan untuk melakukan tindakan

komersialisasi seks atau meminta tenaga kerja atau layanan yang bertentangan

dengan keinginannya.

Dalam beberapa literatur mengatakan bahwa pengertian dari kejahatan

perdagangan manusia adalah suatu kejahatan yang bermaksud untuk melakukan

perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang,

dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk – bentuk lain dari

pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan

atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh

33
https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/89/halaman_list_lainnya/kejahatan-lintas-negara, diakses pada 22
Oktober 2023.
34
Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas Negara, (Jakarta: PT
Pustaka Alvabet, 2019), hlm.22.

19
keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas

orang lain, tujuannya adalah untuk eksploitasi. Dimana eksploitasi ini termasuk

melacurkan orang lain atau bentuk – bentuk lain dari perbudakan, perhambaan atau

pengambilan organ tubuh.35

Kebijakan Negara dalam Memberantas Kejahatan Lintas Negara sangatlah

penting untuk kita ketahui, karena menurut penulis hal ini akan membuat kita lebih

mengetahui bagaimana kebijakan negara, apa yang negara lakukan dan bagaimana

pengaturan hukum negara mengenai permasalahan ini. Dan bagaimana upaya yang

seharusnya dilakukan oleh negara terhadap permasalahan ini .

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan

masalah di makalah yang penulis tulis adalah :

Metode Penelitian Doktrinal, metode penulisan yang memfokuskan pada doktrin

yang merupakan sintesa dari aturan, asas, norma, atau panduan penafsiran dan

nilai – nilai. Dimulai dari identifikasi sumber hukum yang akan diteliti, kemudian

dilanjutkan dengan penafsiran dan analisis terhadap sumber hukum itu.

Penulisan ini juga termasuk kedalam yuridis, dimana dalam memperoleh data

untuk penulisan makalah ini, penulis melakukan pencaharian data ke kepustakaan

Dimana penulisan yuridis ini adalah penulisan yang memakai kaidah – kaidah serta

perundang – undangan yang berkaitan dengan masalah yang ditulis.

35
Undang – Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2
ayat (1).

20
G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan agar uraian mengenai susunan penulisan

dapat dilakukan secara teratur, terarah dan sesuai denga apa yang telah ditentukan

sehingga dapat memudahkan untuk menjabarkan materi tentang pembahasan

secara komprehensif dengan melihat pada hubungan antara bab yang satu dengan

bab yang lainya.

Dalam penulisan makalah ini, penulis akan menggunakan sistematika sebgaai

berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Disini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang penulisan, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, kerangka konsep, metode penelitian

untuk menggambarkan bagaimana cara yang digunakan untuk memperoleh data,

dan sistematika penulisan.

Bab 2 Kebijakan Indonesia dalam Memberantas Human Trafficking

Dalam bab ini penulis menjelaskan bagaimana kebijakan Indonesia dalam

memberantas human trafficking ini, dengan cara di awal dapat dilihat penjelasan

mengenai perdagangan manusia, lalu bagaimana factor dan penyebab terjadinhya

21
perdagangan manusia, dan terakhir dapat dilihat kebijakan pemerintah dalam

memberantas human trafficking ini.

Bab 3 Kebijakan berbagai Negara dalam Memberantas Human Trafficking

Dalam bab ini, penulis menjelaskan bagaimana perbedaan antara setiap negara

– negara dalam pengaturan tindak pidana mereka untuk memberantas human

trafficking ini.

Bab 4 Substansi Lain dari Indonesia untuk memberantas Human Trafficking

Dalam bab bagian ini, akan dibahas bagaimana seharusnya pemerintah juga

melakukan hal lain untuk membantu memberantas human trafficking ini.

Bab 5 Penutup

Dijelaskan Mengenai Kesimpulan dan Saran atas hasil penelitian penulis

mengenai makalah ini.

22
BAB II

KEBIJAKAN NEGARA DALAM MEMBERANTAS KEJAHATAN LINTAS NEGARA:

HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA

Perdagangan Manusia yang apabila dilihat secara internal dalam bahasa Inggris

sering disebut juga “Human Trafficking” yang berawal dari kata “trafficking” serta

mempunyai definisi “illegal trade” yang maknanya adalah penjualan yang terlarang,

sedangkan “human” dimaknai sebagai manusia didalam bahasa Indonesia.

Perdagangan Manusia ini berkaitan erat dengan suatu tindakan yang merujuk pada

suatu kegiatan perbudakan atau yang menyerupai perbudakan. Trafficking adalah

penjualan terlarang pada manusia bertujuan kepada kerja paksa.36

Menurut Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) definisi perdagangan orang adalah

tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau

penerimaan seseorang dengan ancaman tekanan, penggunaan paksaan,

penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau

posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga

memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain

tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan

eksploitasi atau mengakibatkan orang termanfaatkan. Pendayagunaan mencakup

pemanfaatan dari prostitusi orang lain atau bentuk penggunaan seksual, kerja atau

36
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm. 3.

23
pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penghambaan atau

pemindahan organ tubuh.37

Human Trafficking atau Perdagangan Manusia ini seperti yang kita ketahui

bahwa dia tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi terjadi di banyak sekali

negara. Human Trafficking atau Perdagangan Manusia benar – benar sudah menjadi

ancaman bagi setiap bangsa. Banyak factor yang menyebabkan terjadinya human

trafficking ini, salah satunya adalah kekurangan informasi oleh masyarakat akan

perdagangan manusia ini, karena kebanyakan mereka yang menjadi korban

daripada perdagangan manusia ini adalah dari kalangan bawah, ekonomi bawah

yang berasal dari perdesaan atau daerah kumuh di perkotaan, mereka yang memiliki

pengetahuan dan pendidikan yang terbatas, yang terlibat masalah ekonomi, politik

dan social yang serius, anak – anak putus sekolah, orang tua meninggal dunia atau

sakit keras, korban kekerasan fisik, psikis maupun seksual, dan banyaak sekali lagi

yang mereka menganggap bahwa bekerja di luar negri menjanjikan mereka untuk

mendapat pendapatan yang lebih dan akan merubah jalan hidup mereka.38

Berbagai macam penyebab yang menyebabkan human trafficking atau

perdagangan manusia juga terjadi di Indonesia,yaitu adalah;

Kemiskinan, Salah satu unsur yang memicu maraknya human trafficking di

Indonesia adalah kemiskinan. Berbagai lembaga mengatakan bahwa

tingkat kemiskinan di Indonesia selalu saja mengalami peningkatan. Akibat

dari kemiskinan ini lah yang membuat maraknya kasus perdagangan

orang di Indonesia, mereka bertujuan untuk mendapatkan uang dengan

37
Undang – Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 1
ayat (1).
38
Sherly Ayuna Putri dan Agus Takariawan, Pemahaman mengenai Perlindungan Korban Perdagangan Anak
dan Pekerja Anak di Bawah Umur di Jawa Barat, Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, Vol.6, No.3,
Desember 2017, hlm.1.

24
cara cepat tetapi mereka tidak sadar bahwa mereka sudah menjadi

korban dari human trafficking ini.39

Pendidikan, rendahnya tingkat kelulusan tamat sekolah di Indonesia

membuat maraknya human trafficking, dan juga masih banyak terdapat

orang yang tidak bisa membaca sehingga menjadi salah satu factor.

Rendahnya tingkat kelulusan pada Pendidikan di setiap masyarakat di

Indonesia juga didasari oleh Kemiskinan.40

Budaya, ini menjadi salah satu factor yang bisa dianggap unik dan

menarik. Dikarenakan bisa dikatakan budaya di Indonesia menggangap

bahwa mereka yang mempunyai segalanya sudah dikatakan sukses. Dan

untuk mencapai hal itu, masyarakat Indonesia cenderung akan melakukan

segalanya termasuk bekerja keluar negri.41

Dengan meningkatnya human trafficking atau perdagangan manusia di dunia,

maka PBB (Perserikatan Bangsa – Bangsa) membuat pertemuan antara negara –

negara yang menghasilkan mekanisme multilateral melalui sebuah perjanjian

internasional yang disebut sebagai United Nations Convention on Transnational

Organized Crime (UNTOC).42 Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai rasa kemanusiaan, oleh karena itu pada

tanggal 05 Maret 2009 menyungguhkan dan meratifikasi Protokol Palermo, dimana

Protokol Palermo ini adalah Protokol Perserikatan Bangsa – Bangsa yang bertujuan

39
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm.6.
40
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm.7.
41
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm.8.
42
https://www.kemlu.go.id/portal/id/read/89/halaman_list_lainnya/kejahatan-lintas-negara, diakses pada 23
Oktober 2023,pukul 12.08

25
untuk mencegah, menekan dan menghukum perdagangan manusia, khususnya

kepada perempuan dan anak – anak.

Kemudian Protokol Palermo diratifikasi melalui UU Nomor 14 Tahun 2009

dengan Declaration terhadap Pasal 5 ayat (2) huruf c dan Reservation terhadap

Pasal 15 ayat (2).43 Adapun alasan Protokol Palermo ini disetujui oleh Indonesia

adalah;

1. Sebagai respon untuk mencegah dan menangani tindak criminal

perdagangan dan penjualan orang, terutama terhadap perempuan dan

anak – anak, dimana proses ini memerlukan rancangan secara

internasional dan menyeluruh di negara – negara asal yang tujuannya

mencangkup langkah – langkah demi menangani perdagangan manusia.

Dalam tujuan untuk memberikan efek jera kepada para pelaku serta demi

melindungi korban.

2. Meskipun terdapat beraneka ragam perlengkapan internasional yang

berisi Langkah – Langkah untuk menangani perdagangan orang, terutama

perempuan dan anak – anak tidak ada satupun perlengkapan secara

global yang mengatur semua unsur terkait dengan perdagangan orang.

3. Kurangnya perlengkapan ini , membuat banyak orang terutama

perempuan dan anak – anak yang berada di bawah umur sangat rentan

untuk diperdagangkan.44

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Protokol Palermo tidak hanya berkaitan

dengan tindak pidana yang dilakukan secara (committed intentionally) tetapi juga
43
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm.10.
44
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm.10.

26
percobaan (attemping to commit an offence), penyertaan (participating in a crime as

an accessory), dan menyuruh orang lain melakukan tindak pidana (orders others to

carry out an offence.)45

Sebagai upaya untuk memberantas human trafficking atau perdagangan

manusia, Protokol Palermo didalam Pasal 10 dijelaskan bahwa penegak hukum,

imigrasi atau pihak berwenang lainnya, sudah seharusnya bekerja sama antara satu

dengan yang lainnya dengan melakukan penukaran informasi, yang sesuai dengan

hukum nasionalnya.

Indonesia mentransformasi Konvensi beserta pokoknya dengan disahkannya

Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Undang – Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Didalam Undang – Undang ini

juga menjelaskan tentang hukuman pidana yang dapat menjeratnya, seperti yang

tertuang didalam Pasal 2 Ayat (1) yang menyatakan bahwa “ Setiap orang yang

melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan,

atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan atau posisi rentan,

penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh

persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan

mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (limabelas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00. dan paling banyak

Rp.600.000.000.46

45
Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan
Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022,
hlm.11.
46
Undang – Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 2
ayat (1).

27
Selain daripada Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007, Indonesia

pengesahan United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime

yang tertuang pada Undang – Undang Nomor 5 dan Undang – Undang Nomor 14

tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, Memberantas, dan Menghukum

Perdagangan Orang Terutama Perempuan dan Anak serta mengesahkan Protocol

Against The Smuggling of Migrants By Land, Sea and Air ( Protokol yang menentang

Penyelundupan Orang Melalui Darat, Laut, dan Udara)juga bisa dikatakan sebagai

salah satu kebijakan Indonesia dalam memberantas perdagangan manusia.

Bukan hanya itu saja, dalam kurun waktu 2 Tahun kemudian Pemerintah

Indonesia kembali mengeluarkan Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2013 tentang

Pengesahan Optional Protocol to The Convention On The Right Of The Child On

The Sale Of Children, Child Prostitusion and Child Pornoghraphy (Protokol Optional

Konvensi Hak – Hak Anak mengenai penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi

anak).

Selain daripada itu saja, di Indonesia juga terdapat peraturan pidana yang

mengatut tentang perdagangan orang yaitu, KUHP Pasal 297 yang berbunyi

“perdagangan Wanita dan anak laki-laki belum dewasa, diancam dengan pidana

penjara paling lama enam tahun.” Namun pasal ini hanya mengatur ancaman pidana

penjara maksimal 6(Enam) tahun terhadap pelaku tindak pidana perdagangan

orang.

28
BAB III

PERBANDINGAN KEBIJAKAN HUKUM INDONESIA DALAM MEMBERANTAS

KEJAHATAN LINTAS NEGARA: HUMAN TRAFFICKING DENGAN NEGARA

LAINNYA

Perbandingan Hukum dapat menjadi salah satu cara untuk menemukan suatu

gagasan atau ide baru mengenai suatu pengaturan hukum pada suatu bidang

hukum di negara atau wilayah tertentu. Perbandingan Hukum yang saya ambil disini

adalah Perbandingan antara Kebijakan Hukum Indonesia dalam Memberantas

Kejahatan Lintas Negara terkhusus Human Trafficking dengan Negara Singapura,

Malaysia, dan Kamboja.

1. Singapura

Singapura adalah sebuah negara pulau dan negara kota di lepas ujung selatan

Semenanjung Malaysaia. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di

Utara, dan dari Kepulauan Riau Indonesia oleh Selat Singapura di selatan. Negara

yang memiliki Luas 734,3km persegi dan memiliki populasi hampir 5,6 juta,

Singapura disebut – sebut sebagai negara terpadat kedua didunia setelah Monako. 47

Dikarenakan Singapura memiliki sejarah imigrasi yang panjang, Singapura memiliki

beragam penduduk yang terdiri dari orang Tionghoa, Melayu, Arab, India, dan

berbagai keturunan Asia. Dengan penduduk yang beragam ini bisa dikatakan

sebanyak 42% adalah orang asing yang berada di Singapura untuk bekerja dan

menuntut ilmu. Pekerja asing membentuk 50% dari sektor jasa. Oleh karena itu,

negara Singapura ini disebut – sebut sebagai negara paling terglobalisasi di dunia.

47
https://www.bbc.com/news/world-asia-15961759, diakses pada tanggal 23 Oktober 2023

29
Dengan banyaknya penduduk yang berasal dari negara luar, tidak membuat

pemerintah Singapura mengabaikan kejahatan lintas negara malah semakin

membuat pemerintah Singapura lebih dalam untuk berusaha melindungi para warga

negara nya agar terhindar dari kasus perdagangan orang atau human trafficking.

Human Trafficking atau Perdagangan Manusia baik di Indonesia maupun di

Singapura, sama – sama diatur oleh undang – undang pidana khusus. Di Singapura

diatur kedalam Prevention of Human Trafficking Act 2014 (PHTA 2014) atau Undang

– Undang Pencegahan Perdagangan Manusia tahun 2014. Undang - Undang ini

dibentuk dengan tujuan yang sama dengan Indonesia, yaitu ialah untuk

menyediakan razim hukum yang dapat mencegah dan memberantas perbuatan

perdagangan orang, substansi perlindungan dan bantuan hukum bagi korban; serta

elemen peningkatan kerja sama antar negara, baik dalam regional maupun

internasional.48

Dalam definisi perdagangan orang, diartikan kurang lebih sebagai perekrutan,

pengangkutan, pengiriman, penampungan, atau penerimaan orang – orang, dengan

ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk lain dari paksaan, penculikan,

penipuan, penyesatan, penyalahgunaan kekuasaan atau keadaan rentan atau

pemberian atau penerimaan untuk mendapatkan persetujuan dari seseorang yang

memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.49

Dalam Penjabaran definisi eksploitasi, Singapura dalam PHTA 2014 memberi

definisi yang lebih rinci, sebab turut menjelaskan perbuatan yang serupa dengan

perbudakan, seperti penjeratan utang, penghambaan, perkawinan paksa. Termasuk


48
Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022,
hlm 4.
49
Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022,
hlm 4.

30
juga pada penjelasan eksploitasi seksual yang juga merinci, dengan mencakup

perbuatan tindakan cabul atau tidak senonoh oleh individu atau penggunaan individu

dalam rekaman audio atau visual atau representasi dari tindakan tersebut.50

Dalam Hal Subjek Pelaku, PHTA 2014 tidak mendefinisikan lebih lanjut

mengenai hal “person”, tetapi mencakup setiap Perusahaan atau perkumpulan atau

lembaga, baik berbadan hukum maupun tidak. Mayoritas yang menjadi korban

daripada perdagangan orang adalah anak – anak dan perempuan. Dalam PHTA

2014, mereka mendefinisikan “anak” sebagai seseorang yang berusia dibawah

delapan belas (18) tahun.51

Dalam Sanksi Pidana, PHTA 2014 kasus ini terkandung pidana penjara,

pidana denda, dan hukuman pukulan cambuk menggunakan rotan (tetapi ini bersifat

kumulatif). Dan dalam durasi pidana yang diberikan didalam PHTA 2014 ini yaitu

untuk pelanggaran pertama yaitu pidana penjara maksimal 10 (sepuluh tahun),

pidana denda maksimal $100.000 (seratus ribu dollar singapura), serta pukulan

cambuk maksimal 6 pukulan. Untuk saksi pidana tambahan, terdapat didalam Pasal

8 yaitu berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya, atau bisa

dikatakan bahwa didalam PHTA 2014 tidak ada penegasan sanksi tambahan bagi

korporasi maupun aparatur negara.52

Pemerintah Singapura sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk

penghapusan perdagangan. Pemerintah Singapura menunjukkan upaya

50
Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022,
hlm.6.
51
Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022,
hlm.6.
52
Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022,
hlm 7.

31
perlindungan yang serius dalam memberantas kejahatan lintas negara terkhusus

perdagangan manusia. Sama halnya dengan Indonesia, upaya pemerintah

Singapura untuk mencegah perdagangan manusia adalah dengan membentuk

GUGUS TUGAS. GUGUS TUGAS ini diketuai bersma oleh Kementrian Dalam Negri

dan Kemenaker, dan bekerja sama dalam upaya anti perdagangan – manusia.

2. Malaysia

Malaysia merupakan salah satu negara tetangga Indonesia yang tergabung juga

sama dengan Indonesia kedalam (ASEAN). Negara yang memiliki luas wilayah

330.434km ini terbagi menjadi 2 bagian yang terpisah oleh Laut Cina Selatan.

Malaysia pada tahun 2020 memiliki jumlah penduduk sebanyak 32.3 juta orang.

Penduduk negara ini didominasi oleh orang Melayu. Tetapi, terdapat pula suku dan

etnis minioritas lainnya seperti Tionghoa dan India. Masyarakat Malaysia, terutama

orang Melayu, sebagian besar beragama Islam dan agama Islam juga ditetapkan

sebagai agama resmi dari Negara Malaysia.

Dengan banyaknya jumlah penduduk dan beragam nya masyarakat Negara

Malaysia, tidak membuat pemerintah Malaysia lalai dalam melindungi masyarakat

aslinya maupun masyarakat pendatang yang ingin menikmati Negara Malaysia

ataupun untuk bekerja maupun belajar di Negara Malaysia.

Sama halnya dengan Indonesia, Malaysia juga mempunyai Undang – Undang

yang mengatur tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang yaitu adalah Undang –

Undang Negara Malaysia Nomor 670 Tahun 2007 tentang Anti Perdagangan Orang

(UUAPO Malaysia).53

53
Maulana Arif Fadli, Studi Komparatif tentang Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
dan Malaysia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol.1 No.1, Agustus 2017, hlm.3.

32
Dalam Subjek Hukum, Pemerintahan Malaysia sama dengan Pemerintahan

Indonesia yaitu adalah setiap orang baik itu berupa individu maupun berupa badan

hukum. Hanya saja dalam UUAPO Malaysia yang dimaksud dengan badan hukum

terbatas hanya pada Perusahaan transportasi saja, dan hal ini tercantum kepada

Pasal 23 UUAPO Malaysia.54

Dalam hal Sanksi Pidana, di dalam UUAPO Malaysia terdapat 2(dua) jenis

pidana pokok yaitu adalah pidana penjara dan denda, serta tidak ada pidana

tambahan.55 UUAPO ini mengatur tentang penjara minimum yang terdapat disetiap

pasal yang mengandung ancaman pidana. Dalam UUAPO Malaysia hukuman

pidana penjara minimum hanya terdapat didalam dua (2) pasal yaitu pasal 13 dan

14, sedangkan pasal – pasal yang lain tidak ada ancanaman pidana minimum.

Dalam pasal 13 dan 14 UUAPO Malaysia ini terdapat penjara maksium yaitu adalah

penjara 20 (dua puluh tahun).56

Berbeda dengan Indonesia dan Singapura yang memiliki GUGUS TUGAS,

Malaysia mempunyai Dewan Anti Perdagangan Manusia yang memiliki fungsi (yang

tercantum didalam pasal 6) yaitu adalah;

 Dewan akan menjalankan fungsi – fungsi koordinasi pelaksanaan

UUAPO Malaysia

 Dewan ini akan bertanggung jawab untuk merumuskan dan

mengawasi pelaksanaan rencana aksi nasional dalam rangka

pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang yang juga

54
Maulana Arif Fadli, Studi Komparatif tentang Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
dan Malaysia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol.1 No.1, Agustus 2017, hlm.4.
55
Maulana Arif Fadli, Studi Komparatif tentang Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
dan Malaysia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol.1 No.1, Agustus 2017, hlm.7.
56
Maulana Arif Fadli, Studi Komparatif tentang Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
dan Malaysia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol.1 No.1, Agustus 2017, hlm.6.

33
termasuk dukungan dan perlindungan terhadap korban (orang yang

diperdagangkan)

 Dewan ini akan memiliki semua kekuasaan yang dimungkin diperlukan

untuk atau ada hubungannya dengan kinerja fungsi yang terdapat

didalam Undang – Undang ini.57

Pemerintah Malaysia bisa dikatakan belum sepenuhnya memenuhi standar

minimum pemberantasan perdagangan manusia namun mereka tetap berusaha

yang terbaik untuk mencapaai upaya yang signifikan. Pemerintah Malaysia dirasa

belum cukup untuk menerapkan SOP secara sistematis di seluruh negri untuk

secara proaktif melindungi korban perdagangan manusia.

3. Kamboja

Kamboja adalah negara monarkhi konstitusional di Asia Tenggara. Bentuk dari

pemerintahan Kamboja adalah kerajaan. Negara Kamboja memiliki luas 181.035km

persegi dan memiliki penduduk 15.288 juta. Sekitar 85% penduduk dari negara

Kamboja ini berasal dari bangsa Khmer, dan sisanya dihuni oleh penduduk dari suku

pedalaman, Vietnam, Tionghoa, Cham. Mayoritas dari penduduk Kamboja adalah

penganut Buddha, yang kemudian disusul oleh agama minioritas lain seperti Islam,

Agama Tradisional, Kristen dan lainnya.

Seperti yang diketahui bahwasannya beragam nya penduduk yang berada di

Kamboja, membuat kasus perdagangan manusia juga terdapat di Kamboja. Kasus

Perdagangan Manusia di Kamboja bisa dibilang sangat besar sehingga membuat

Kamboja menjadi Negara transit dalam perdagangan manusia. Dalam suatu

informasi mengatakan bahwa pelaku perdagangan manusia mengeksploitasi korban

57
Maulana Arif Fadli, Studi Komparatif tentang Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia
dan Malaysia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol.1 No.1, Agustus 2017, hlm.8.

34
domestic dan asing di Kamboja dan juga mengeksploitasi korban dari Kamboja di

luar negri.

Dalam Hal Pengaturan Hukum, Pemerintahan Kamboja melakukan upaya

penegakan hukum dengan membuat Undang – Undang Tahun 2008 tentang

Pemberantasan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Seksual Komersial yang

mengkriminalisasi perdagangan seks dan perdagangan tenaga kerja. Selanjutnya

dikatakan bahwa, pemerintah Kamboja tidak lagi mengeluarkan hukuman pidana

dalam undang – undang ini, sebaliknya mereka menggunakan undang – undang

ketenagakerjaan untuk mengeluarkan denda atau hukuman.58

Dalam Sanksi Perdagangan Manusia ini, sebagaimana yang diatur dalam

Undang – Undang Tahun 2008 tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia dan

Eksploitasi Seksual Komersial ditetapkan hukuman 7 hingga 15 tahun penjara untuk

yang melibatkan korban dewasa dan 15 hingga 20 tahun penjara untuk pelanggaran

yang melibatkan korban anak – anak. Namun jika dalam Undang – Undang

Ketenagakerjaan untuk pelaku perdagangan manusia in ihanya diberi penjara

singkat selama enam hari hingga satu bulan. Dan ini tidak mencerminkan hukuman

yang cukup untuk mencegah kejahatan di masa depan.59

Pemerintah Kamboja tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum

penghapusan perdagangan manusia dan tidak melakukan upaya yang signifikan

untuk mencapainya. Meskipun begitu kurangnya upaya yang signifikan, pemerintah

Kamboja tetap mengambil beberapa langkah untuk mengatasi perdagangan orang,

termasuk dengan terus menangkap, mengadili, dan menghukum pelaku

58
https://www.state.gov/reports/2022-trafficking-in-persons-report/cambodia/, diakses pada 24 Oktober 2023
pukul 18.20
59
https://www.state.gov/reports/2022-trafficking-in-persons-report/cambodia/, diakses pada 24 Oktober 2023
pukul 18.25

35
perdagangan orang dan pemerintahan Kamboja secara proaktif menyaring dan

mengidentifikasi korban dan membantu pemulangan orang – orang Kamboja yang

melakukan perdagangan orang, korban dan meereka yang entan terhadap

perdagangan orang di luar negri.60

Namun kelemahan daripada upaya perlindungan yang terjadi di pemerintahan

Kamboja adalah korupsi yang terus mewabah, sehingga menghambat keseluruhan

operasi penegakan hukum, dan menuntut akuntanbilitas pelaku perdagangan

manusia, dan penyediaan layanan bagi korban. Dengan kurangnya tindakan upaya

perlindungan dari pihak yang berwenang menyebabkan pejabat juga gagal untuk

secara proaktif mengidentifikasi korban perdagangan orang di antara populasi yang

sangat rentan.

Tetapi dengan adanya LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) Pemerintah

Kamboja cukup terbantu, dikarenakan LSM membantu dan mendukung upaya

perlindungan masyarakat tanpa adanya diskriminasi.

BAB IV

SUBSTANSI INDONESIA DALAM MENGATUR KEJAHATAN LINTAS NEGARA:

HUMAN TRAFFICKING

Perdagangan Manusia atau Human Trafficking seperti yang kita ketahui adalah

menjadi masalah dalam nasional dan internasional yang belum dapat diberantas

secara tepat oleh setiap pemerintahan nasional. Kemajuan teknologi informasi dan

komunikasi semakin mempersulit mengatasi masalah perdagangan orang sebab hal

60
https://www.state.gov/reports/2022-trafficking-in-persons-report/cambodia/, diakses pada 24 Oktober 2023
pukul 18.27.

36
tersebut dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk memperbarui dan menyamarkan

kejahatannya.

Perdagangan Manusi aini merupakan tindakan yang tidakberperikemanusiaan.

Perdagangan Manusia ini adalah kejahatan yang sulit dideteksi; dikarenakan

volumenya terlalu besar disetiap negara, yang bisa diartikan bahwa masih banyak

kasus tentang perdagangan manusia ini yang belum mampu diungkap oleh penegak

hukum.61

Di Indonesia, masalah trafficking tetap menjadi salah satu ancaman terbesar,

dengan hampir ribuan perempuan dan anak – anak menjadi korban dari trafficking di

setiap tahunnya. Terkadang banyak yang merasa menjadi korban, dan masalah ini

bukanlah hal yang baru.62

Keadaan masyarakat yang makin memburuk dikarenakan oleh perdagangan

manusia ini terlihat jelas. Sehingga dalam hal ini pemerintah harus berperan lebih

ekstra dalam menjalankan sebuah sosialisasi maupun pemahaman terhadap

masyarakat di sekitar lingkungan mereka.63 Mengingat seperti yang dikatakan dalam

BAB II, bahwa salah satu factor dari terjadinya perdagangan manusia ini adalah

kurangnya pemahaman masyarakat akan perdagangan manusia ini.

Salah satu upaya penanganan yang dilakukan oleh Pemerintahan Indonesia

untuk memberantas perdagangan manusia adalah membentuk lembaga koordinasi

nasional yaitu adalah GUGUS TUGAS, dimana GUGUS TUGAS ini bertugas untuk

melakukan koordinasi upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana

61
Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan
Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022,
hlm 1.
62
Siti Rumlah, Upaya Penanganan Korban Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan dan Sejarah,
Vol.1 No.2, 2021, hlm.1
63
Siti Rumlah, Upaya Penanganan Korban Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan dan Sejarah,
Vol.1 No.2, 2021, hlm.6.

37
perdagangan orang di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. Dan hal itu juga

tertuang didalam Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2009.64

Pemerintah Indonesia membentuk GUGUS TUGAS ini yang beranggotakan

wakil – wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga

awalnya swadaya masyarakat, organisasi profesi dan peneliti atau akademisi.

GUGUS TUGAS ini dipimpin oleh seorang Menteri atau pejabat setingkat yang

ditunjuk berdasarkan peraturan presiden.

GUGUS TUGAS ini mempunyai tugas sebagai berikut;

Mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan masalahan tindak

pidana perdagangan orang.

Melakukan advokasi, sosialisasi, pelatihan dan kerjasama, baik kerjasama

nasional maupun internasional

Memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban yang meliputi

rehabiiitasi, pemulangan dan reintregritas.

Memantau perkembangan pelaksanaan penegakkan hukum.

Melaksanakan pelaporan dan evaluasi.

Upaya GUGUS TUGAS Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana

Perdagangan Orang dalam memberantas perdagangan orang tidak cukup dilakukan

oleh tingkatan pusat saja, tetapi juga pada tingkat provinsi serta kabupaten atau

kota. Oleh karena itu GUGUS TUGAS ini telah terbentuk di 31 Provinsi di Indonesia

dengan total 191 Kabupaten/Kota yang telah memiliki Sub Gugus Tugas, dimana

tugas dan wewenangnya tidak ada dibedakan, mereka sama saja dengan Sub

Gugus Tugas Pusat.

64
https://www.kemenkopmk.go.id/cegah-tindak-pidana-perdagangan-orang-pemerintah-persiapkan-rperpres-
ran-pp-ttpo , diakses pada tanggal 23 Oktober 2023 pukul 13.56

38
Bukan hanya dengan pembentukan GUGUS TUGAS saja, sekiranya juga yang

seharusnya pemerintah Indonesia lakukan untuk memberantas human trafficking ini

adalah dengan menjalankan sebuah sosialisai maupun pemahaman umum.

Kegiatan sosialisasi ini dapat dilakukan di sekolah – sekolah, mengingat anak –

anak adalah salah satu korban utama dalam kegiatan perdagangan manusia.

Pentingnya dari seminar dan sosialisasi ini adalah agar masyarakat mengetahui

tentang Pasal 297 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yang berisi:

“ Memperdagangkan Perempuan dan Laki – Laki yang belum dewasa, dihukum

penjara paling lama enam tahun.”

Dan juga Pasal 65 Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yang berisi tentang:

“ Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi

dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk

penyalahgunaan narkoba, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.”

Mengapa sosialisai dan seminar seminar tentang pemahaman umum ini

perlu, dikarenakan masyarakat akan rawan menjadi korban trafficking jika tidak

dibekali dengan pengetahuan maupun ilmu tentang hal ini. Dengan adanya kegiatan

sosialisasi ini masyarakat tidak awam mengenai kejadian yang akan terjadi. Selain

daripada hal ini, Razia juga perlu dilakukan oleh pemerintah. Razia didalam tempat

yang sepi dan tempat yang ramai, dikarenakan perdagangan manusia ini bisa saja

terjadi dari hal yang tingkat domestic lalu berakhir di tingkat internasional.65

Dalam memberantas kejahatan lintas negara, yang dibutuhkan tidak hanya

kerangka peraturan yang efektif, tetapi juga mekanisme penegakan hukum yang
65
Siti Rumlah, Upaya Penanganan Korban Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan dan Sejarah,
Vol.1 No.2, 2021, hlm.6.

39
lebih kuat dan kerja sama antar pemerintah. Selain itu juga pemerintah harus

berfokus kepada penyebab daripada perdagangan manusia ini yang tidak lain

adalah kemiskinan dan pengangguran.

Pemerintah memang harus lebih memperkuat kerjasama dengan banyak negara

dan organisasi internasional. Pemerintah juga diharapkan secara khusus dapat

memperhatikan secara khusus perlindungan korban, dan mendorong para aparat

dan masyarakat untuk mengupayakan tindakan hukum yang lebih tegas terhadap

para pelaku perdagangan manusia dan untuk menciptakan efek jera. Oleh karena

ini, pencegahan perdagangan manusia harus dilakukan secara komprehensif dan

lengkap; penegakan hukum, peradilan hukum.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Indonesia dalam memberantas Kejahatan

Lintas Negara terkhusus di Human Trafficking ini adalah dengan mengeaahkan

berbagai peraturan perundang – undangan guna untuk mengupayakan peradilan

bagi pelaku dan korban human trafficking.

2. Dapat disimpulkan, daripada 3 Negara yang telah dibahas; Singapura, Malaysia, dan

Kamboja. Bahwa jika diurutkan dalam penanganan tindak pidana perdagangan

40
orang Singapura memiliki berada ditingkat 1, Malaysia berada ditingkat 2, dan

Kamboja berada di tingkat 3.

3. Dapat disimpulkan bahwa pilihan lain yang dapat mencegah terjadinya Human

Trafficking di Indonesia, adalah dengan senantiasa memberikan sosialisasi

maupun seminar umum mengenai perdagangan orang kepada masyarakat yang

ada di Indonesia agar menambah pengetahuan dasar yang harus diperhatikan dan

diperdulikan.

B. SARAN

1. Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang ( UU PTPPO) sebaiknya dapat dilakukan pembaharuan hukum.

Mengingat zaman sudah berubah dan sudah beragamnya bentuk eksploitasi pelaku,

oleh karena itu diperlukannya pembaharuan akan Undang – Undang ini.

2. Baik Indonesia maupun Negara Lain; Singapura, Kamboja, dan Malaysia sudah

berusaha dengan baik untuk memberantas perdagangan manusia ini. Alangkah lebih

baiknya dapat bekerjasama dengan para pemangku kebijakan maupun masyarakat

luas dan pelaku bisnis, agar dapat memahami bahwa perdagangan manusia ini dapat

terjadi dimanapun.

41
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Raharjo, Agus. Cyber Crime: Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan


Berteknologi, (Bandung: Citra Aditya, 2002).

Starke, J.G., Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Sinar


Grafika, 2001)

Prof. Yassona H. Laoly, SH., MSc., Ph.D., Diplomasi Mengusut Kejahatan Lintas
Negara, (Jakarta: PT Pustaka Alvabet, 2019).

Muhammad Kamal, Human Trafficking:Penanggulangan Tindak Pidana


Perdagangan Manusia di Indonesia, (Makassar: CV. Social Politic Genius
(SIGn), 2019).

Rachmad Syafaat, Dagang Manusia: Kajian Trafficking terhadap Perempuan dan


Anak di Jawa Timur, (Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama, 2002).

Dr. Henny Nuraeny, S.H., M.H., Tindak Pidana Perdagangan Orang: Dalam
Perspektif Hak Asasi Manusia,, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016).

42
Nurhayati, Perbudakan Zaman Modren: Perdagangan Orang Dalam Perspektif
Ulama, (Medan: Perdana Publishing, 2016).

Farhana, Aspek Hukum Perdangangan Orang di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,


2012), hlm.1.

Sajipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012).

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008).

Barda Nawawi Arief, Bunga Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Konsep KUHP
Baru, (Jakarta: Presnadamedia Grub, 2008).

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1981).

Subarsono, Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:


Pustaka Pelajar), 2005.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa


(Edisi Keempat), (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama).

JURNAL

Ni Luh Putu Lusi Ayupratiwi, Peran Hukum Internasional dalam Upaya Pencegahan
dan Pemberantasan Human Trafficking di Indonesia, Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan Undiksha, Vol.10 No.3, September:2022.

Sherly Ayuna Putri dan Agus Takariawan, Pemahaman mengenai Perlindungan


Korban Perdagangan Anak dan Pekerja Anak di Bawah Umur di Jawa Barat,
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, Vol.6, No.3, Desember 2017.

Lefri Mikhael dan Rehnalemken Ginting, Perbandingan Hukum Pengaturan Tindak


Pidana Perdagangan Orang di Indonesia dan Singapura, Jurnal Hukum Pidana
dan Penanggulangan Kejahatan, Vol.11 No 2, 2022.

Maulana Arif Fadli, Studi Komparatif tentang Pengaturan Tindak Pidana


Perdagangan Orang di Indonesia dan Malaysia, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol.1
No.1, Agustus 2017.

Siti Rumlah, Upaya Penanganan Korban Human Trafficking di Indonesia, Jurnal


Pendidikan dan Sejarah, Vol.1 No.2, 2021.

43
Siti Rumlah, Upaya Penanganan Korban Human Trafficking di Indonesia, Jurnal
Pendidikan dan Sejarah, Vol.1 No.2, 2021.

Peraturan Perundang - Undangan :

Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2009 tentang Sistem Laporan Gangguan Keamanan
Masyarakat.

Deklarasi Universal Hak – Hak Asasi Manusia, (diterima dan diumumkan 10


Desember 1948).

Undang – Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang.

Website :

https://www.state.gov/reports/2022-trafficking-in-persons-report/cambodia/

https://www.bbc.com/news/world-asia-15961759

https://www.kemenkopmk.go.id/cegah-tindak-pidana-perdagangan-orang-
pemerintah-persiapkan-rperpres-ran-pp-ttpo .

44

Anda mungkin juga menyukai