Disusun Oleh:
Kelompok 2
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................... 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah besar yang terjadi di Republik ini adalah
masalah korupsi. Korupsi membuktikan bahwa hampir setiap negara
dihadapkan pada masalah korupsi. Korupsi tersebut memunculkan
indikasi terhadap masyarakat tentang ketidakpercyaan rakyat terhadap
pemerintah. Narasi sifatnya membangun optimisme yang selalu
digelorakan setiap rezimnya, yang seakan menjunjung tinggi
penyelenggara negara yang bebas korupsi dinilai hanya sekedar isapan
jempol belaka (Santoso, 2015, h. 90).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian korupsi ?
2. Bagaimana korupsi sebagai budaya ?
3. Bagaimana Genetis korupsi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui Bagaimana korupsi sebagai budaya.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Genetis korupsi.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi
Terminologi korupsi sendiri itu merupakan tindakan perampokan terhadap
uang negara yang bersumber dari rakyat. Rose Ackerman mendefiniskan korupsi
sebagai pembayaran ilegal kepada pejabat publik untuk mendapatkan keuntungan.
Sedangkan menurut johson korupsi sebagai penyalahgunaan peran dan sumber
daya publik atau penggunaan bentuk pengaruh politis yang tidak terlegitimasi
yang dilakukan oleh pihak publik maupun swasta. Jadi korupsi merupakan
tindakan penyelewengan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh
seorang individu maupun kelompok yang merugikan orang lain untuk
memperkaya diri sendiri (Radharjo, 2009, h. 171).
Menurut penasehat komisi pemberantasan korupsi (KPK) Abdullah
Hemahua berdasarkan kajian serta pengalaman terdapat 8 penyebab terjadinya
korupsi di indonesia di antaranya : sistem penyelenggara negara yang keliru,
kompensasi PNS yang rendah, pejabat yang serakah, law enforcement tidak
berjalan, hukuman ringan terhadap koruptor, pengawasan yang tidak efektif serta
tidak ada keteladanan (Listiyono, 2015, h. 25).
Pasca 1998 Indonesia mulai berbebenah membangun sebuah landasan
hukum bebas akan unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme dengan di undangkannya
dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan
bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada masa presiden B.J. Habibie, di rezim
berikutnya pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri
mengeluarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kemudian pada
tahun 2002 Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan UU Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Upaya Ini
dinilai merupakan langkah optimis dalam membangun negeri bebas dari KKN
6
melalui rezim yang baru di bangun setiap periode pemerintahan (Listiyono, 2015,
h. 30).
Korupsi berasal dari kata latin yaitu Corrumpere, Corruptio, atau
Corruptus. Secara harfiah kata korupsi berarti penyimpangan dari kesucian
(Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan,
ketidakjujuran atau kecurangan. Korupsi merupakan penyalahgunaan kewenangan
oleh pihak pribadi maupun kelompok. Korupsi memiliki konotasi adanya
tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Korupsi merupakan
penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi
dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau manipulasi (Hilmawan, 1992, h.
175).
8
C. Genetis Korupsi
Sebelumnya, genetis (membudayanya) korupsi itu sebenarnya dapat dilihat
dalam lima latar.
Pertama, genetis kesalahan orang dalam memersepsikan eksistensi uang
(materi). Uang (materi) diposisikan sebagai tujuan utama sebelum
mendahulukan kerja (karya) yang seharusnya justru menjadi tujuan utama.
Dalam persepsi, uang (materi) harus diposisikan sebagai instrumen
sekaligus dampak penghargaan atas kerja (karya). Jika orang bekerja
(berkarya) dengan optimal dan bermanfaat besar bagi masyarakat, pastilah
akan dihargai dengan sesuatu yang berharga yang berupa uang (materi).
Atau, dengan kata lain, tak menganut aliran materialisme.
Kedua, genetis kesalahan orang dalam memaknai negara. Herbert Mead
seorang sosiologi kontemporer dalam teorinya, interaksi simbolik,
menyebut bahwa tindakan orang sangat ditentukan oleh bagaimana orang
memaknai sesuatu. Jika sesuatu itu adalah negara, bagaimana seseorang
memaknai negara. Negara seharusnya dimaknai sebagai rumah bersama
kita (warga bangsa), yang harus dikembangkan, dan dimajukan dibela,
dipertahankan, terus-menerus kemampuan dan potensi kita masing-
masing. Bukan dimaknai dengan sebagai "sapi perah" yang menyebabkan
orang selalu ingin mengambil dan merampas kekayaan dari negara alias
korupsi.
Ketiga, genetis kesalahan orang dalam mengidentifikasi halal-haram.
Orang sering mewacanakan secara fasih soal halal-haram, namun banyak
orang yang tidak bisa membedakan mana uang (materi) yang halal dan
haram. Ini sama dengan tidak dapat membedakan antara baik dan buruk
(etika). Apa akibat jika makan uang halal dan haram, digunakan untuk
menghidupi keluarga, orang yang korup tidak memikirkan sejauh itu. Jadi,
orang mesti berpikir seribu kali dan memastikan tentang sumber uang
(materi) itu. Yang namanya uang (materi) dalam benak koruptor akan
selalu menjadi halal sehingga atas persepsi ini tindak korupsi terjadi.
10
bertentangan dengan nilai dan unsur kebudayaan itu sendiri dan di pihak lain
korupsi dapat dikatakan sebuah kebudayaan jika meneliti motif dari korupsi
itu sendiri. Nilai kebahagiaan yang merupakan hal yang mendasar dari
manusia itu sendiri merupakan motif di balik tindakan korupsi itu sendiri.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Korupsi berasal dari kata latin yaitu Corrumpere, Corruptio, atau
Corruptus. Secara harfiah kata korupsi berarti penyimpangan dari kesucian
(Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan,
ketidakjujuran atau kecurangan. Korupsi merupakan penyalahgunaan
kewenangan oleh pihak pribadi maupun kelompok. Jadi korupsi merupakan
tindakan penyelewengan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
oleh seorang individu maupun kelompok yang merugikan orang lain untuk
memperkaya dirisendiri (Radharjo, 2009, h. 171).
Jika segala sesuatu disebut sebagai budaya atau kebudayaan adalah
sesuatu yang berasal dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sudah
melekat dalamkehidupan mereka. Dalam penerapannya, korupsi hampir
menjadi kebiasaan yang melekat dalam masyarakat baik itu secara langsung
ataupun tidak langsung baik dalam bentuk finansial ataupun non-finansial.
Bebicara tentang Genetis (membudayanya) korupsi itu sebenarnya
dapat dilihat dalam lima latar yag di bahas di atas Check it dot.
B. Saran
Dalam perspektif budaya hukum, korupsi menunjukkan perilaku
yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma baik itu dari kejujuran,
sosial, agama, atau hukum. Antikorupsi tidak lain untuk membangun
karakter jujur agar anak tidak melakukan korupsi. Anak-anak juga dapat
menjadi promotor pemberantas korupsi. Karena itu, sejak usia dini generasi
muda perlu ditanamkan mental antikorupsi serta nilai-nilai yang baik.
12
DAFTAR PUSTAKA
13