Disusun Oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan inayahnya makalah sederhana ini dapat diselesaikan
dengan tepat waktu. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai sumber acuan
dan referensi bagi teman-teman dan kita semua.
Penyusun
Kelompok Satu
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini
adalah:
1) Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Kriminologi didunia.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Simandjutak, B. , Pengantar Kriminologi dan Patologi sosial, Bandung : Tarsito, 1980. Hal 33
akan menjadi pencuri bila jatuh miskin. Dan kemiskinan biasanya memberikan
dorongan mencuri.
Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain baru lahir pada abad XIX
dimulai pada tahun1830 adalah Adolphe dari kota Quetelet Prancis sebagai
pelopornya jadi bersamaan dengan dimulainya sosiologi, namun apabila dirunut
ke belakang sebagaimana pada umumnya pengetahuan dan ilmu yang lain sudah
dimulai pada jaman kuno meski kajiannya tidak dapatatau hampir tidak dapat
dikatakan tentang kriminologi.
Plato (427-347 SM) filsuf jaman yunani dalam bukunya Republiek
mengatakan bahwa emas, merupakan sumber dari banyak kejahatan.2 Makin
tinggi kekayaan dalam pandangan manusia makin merosot penghargaan terhadap
kesusilaan dalam setiap negara dimana banyak orang miskin, dengan diam - diam
banyak bajingan, pencopet, pemerkosa agama dan penjahat dari berbagai macam.
Plato sebagai utopis kaum yang menghayalkan sesuatu yang serba baik untuk
masyarakat khayal yang dilukiskan akan berbuat sama. Dalam bukunya De Wetten
kemudian menguaikan: jika,…. dalam suatu masyarakat tidak ada yang miskin
dan tidak ada yang kaya, tentunya akan terdapat kesusilaan yang tinggi disana:
karena disitu tidak akan terdapat ketakaburan, tidak ada kelaliman, juga tidak ada
rasa iri hati dan benci.
Aristolteles (384 – 322 SM), murid Plato dalam bukunya Politiek
mengemukakan pendapatnya tentang hubungan antara kejahatan dan masyarakat,
bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan.3 Kejahatan yang
besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, namun
untuk memperoleh kemewahan. Pendapat plato dan Aristoteles terutama
adagium Plato: hukuman dijatuhkan bukan karena telah berbuat jahat, namun agar
2
Abintoro Peakoso, 2013, Kriminologi & Hukum Pidana, Laksbang Grafika, Yogyakarta, hlm. 32
3
Ibid.
tidak ada perbuatan jahat. Sangat besar pengaruhnya terhadap hukum pidana
terutama dalam hal pemidanaan.
Abad pertengahan adalah Thomas Van Aquino (1226 – 1274)
dalam bukunya Summa Theologica yang diuraikan oleh Van Kan dalam
bukunya The Criminologie (1889) menerangkan dengan keahliannya tentang
penyelidikan keadaan abad pertengahan, memberikan beberapa pendapat tentang
pengaruhnya kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya, demikian dinyatakan yang
hanya hidup untuk kesenangan dan memboros – boroskan kekayaannya, jika
pada suatu ketika menjadi miskin, mudah menjadi pencuri.
Kemiskinan biasanya memberi dorongan untuk mencuri, secara panjang lebar
Thomas Van Aquino mengadakan pembelaan atas pendapatnya bahw a
dalam keadaan sangat memaksa, orang boleh mencuri.
Abad XVI Permulaan sejarah baru adalah Thomas More (1478 – 1575)
seorang ahli hukum humanistis dan kanselir Inggris bukunya Utopia sangat
dipengaruhi oleh Plato dalam khayalan sosialistisnya menggambarkan bahwa
suatu negara yang alat produksinya dikuasai oleh umum, penduduknya dalam hal
kemanusiaan, kesusilaan dan kebajikan melebihi seluruh bangsa di dunia.
Penyebabnya adalah banyak dipengaruhi oleh keadaan masyarakat yang berlainan.
Lebih lanjut Thomas More melukiskan bahwa keadaaan di Inggris pada waktu itu
kejahatan yang tak terhingga jumlahnya disertai dengan kekerasaan di bidang
pengadilan. Inggris dengan penduduknya 3 sampai 4 juta selama, 24 (dua puluh
empat) tahun ada 72.000 (tujuh puluh dua puluh ribu) pencuri yang digantung.
Thomas More mengecam susunan pemidanaan saat itu, karena pidana yang
dijatuhkan pada pencuri terlalu berat.
Apabila kejahatan yang relatif ringan dipidana amat berat maka akan
justru menambah bahaya akan dilakukannya kejahatan yang lebih berat lagi,
karena resiko bagi penjahat ringan maupun penjahat berat hukumannya sama.
Thomas More berpendapat bahwa kejahatan apabila diberantas dengan kekerasan
dan hukumna berat tidak akan berhasil, namun harus dicari sebab musababnya
terlebih dahulu untuk menanggulangi kejahatan itu, dan berpendapat bahwa
dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan berhentilah tindak
kejahatan. Penjahat harus menebus kerugian yang ditimbulkan dengan cara
bekerja. Oleh karena Thomas More dikatakan sebagai pelopor tindakan.
G. Gratarolli dan G. B. Della Porta menurut Antonini adalah pelopor yang
mempelajari antropologi kriminal karena berusaha mencari hubungan antara
perilaku dengan bahan antropologis4
Abad XVIII hingga revolusi prancis timbul gerakan penentangan terhadap
hukum pidana w a k t u i t u . Hukum pidana pada akhir abad pertengahan hingga
abad XVIII semata – mata ditujukan untuk menakuti masyarakat dengan cara
pemidanaan yang sangat berat. Pidana mati dilaksanakan dengan berbagai cara
bahkan sebelum eksekusi diawali dengan penganiayaan hukuman badan
merupakan hukuman sehari - hari dilakukan dan yang dipentingkan adalah
pencegahan umum. Kepribadian penjahat tidak diperhatikan, yang dianggap
penting adalah tindakan kejahatannya, penjahat hanyalah sebagai contoh atau alat
untuk menakuti masyarakat. Hukum pidana tidak jelas perumusannya sehingga
menimbulkan berbagai penafsiran. Cara pembuktian amat bergantung pada
kemauan pemeriksa dan pengakuan dipandang sebagai syarat utama pembuktian.
Acara pidana bersifat inquisitor, terdakwa hanya dipandang sebagai benda
pemeriksaan yang dilakukan secara rahasia yang hanya berdasarkan pada
laporan tertulis.
Gerakan penentang ancie regime pada umumnya berasal dari golongan
menengah yang berpengaruh terhadap perubahan hukum pidana dan hukum acara
pidana. Aufklarung juga menyoroti keadaan gerakan penentang ini , hak
asasi manusia juga berlaku bagi penjahat . Monstesquieu nama lengkapnya
Charles de Schondat Baron de la Brede et de Montesquieu dalam bukunya Esprit
des Lois (1748) menentang tindakan sewenang – wenang, banyaknya pemidanaan
dan pelaksanaannya secara kejam. Rousseau (1712 - 1778) menyuarakan
perlakuan kejam terhadap penjahat. Voltaire (1749 - 1778) menjadi
penentang yang paling keras terhadap peradilan pidana yang
sewenang – wenang, dengan melakukan pembelaannya untuk jean Calas
yang dieksekusi mati tanpa dosa. C. Beccaria (1738 - 1794) d a l a m karangannya
4
Ibid, hlm 33
Dei Delitti e delle pene (1764) sebagai tokoh utama dalam gerakan menentang
hukum pidana yang sewenang – wenang, menguraikan dengan cara yang
menarik segala keberatan terhadap hukum pid ana dan pemidanaan yang
berlaku. J. Bentam (1748 - 1832) ahli hukum dan filsuf pencetus aliran
utilitarisme, the greatest happines for the greatest number, sebagai penganjur
pidana tujuan tahun 1791 merancang penjara model baru dengan nama:
“Panopticon or the inspection” penjara waktu itu dapat dikatakan tidak ada, sebab
tempat - tempat untuk penjahat hanya digunakan untuk penahanan sementara yang
keadaannya sangat menyedihkan baik dipandang dari segi kesehatan maupun
moral. Pada waktu itu hukuman mati dan penyiksaan yang umum dijatuhkan
terhadap penjahat.
Usaha para penentang pemidanaan sewenang - wenang sebagian
telah berhasil dengan: Prancis menghapuskan pidana penganiayaan 1780,
bahkan Fredirik Agung telah menghapuskan terlebih dulu, pada tahun 1740,
Joseph II menghapuskan pidana mati. Pada tahun 1786 di pensylvania
menghapuskan pidana mati. Akan tetapi perubahan secara total adalah
sejak timbulnya revolusi prancis. Pada akhir abad XVI mulai didirikan penjara.
John Howard (1726 - 1790) dalam bukunya “The stat of prisions” (1777)
melukiskan keadaan penjara - penjara yang menyedihkan di inggris, sehingga
berjasa dalam perbaikan di bidang kepenjaraan. Atas pengaruh golongan Quaker,
pada tahun 1880 di Amerika Serikat didirikan perkumpulan yang mempersoalkan
keadaan penjara yang menyedihkan dan sangat merusak akibat penutupan
bersama dalam penjara. Kelompok tersebut bertujuan agar mengganti penutupan
secara individual agar penjahat tersebut dapat intropeksi dan menyesali
tindakannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara historis sejarah pertumbuhan kriminologi dimulai sejak zaman
Yunani. Yang dipelopori oleh beberapa ilmuan. Seperti Plato, Arestoteles, dll. Ia
dapat dibagi menjadi : Zaman Kuno, Abad Pertengahan, Permulaan Sejarah Baru
(Abad ke- 16), Abad Ke 18 Hingga Revolusi Perancis, Masa Sekarang. Pada Abad
Zaman Kuno kriminlogi dapat dibaca dari catatan yang ditulis oleh Van Kan
tahun 1903, Plato, dll. Sedang abad pertengahan adalah Van Kan yang berjasa.
Yang diikuti oleh Thomas Van Aquino (1226-1274), dll. selanjutnya dipelopori
oleh Thomas More, Montesquieu untuk Abad ke- 18, dan seterusnya. Sejarah
munculnya kriminologi terjadi karena ketidak adilan hidup yang menyebabkan
seseorang melakukan kejahatan. Selain itu, ia muncul sebagai reaksi terhadap
hukuman bagi para penjahat yang tidak berkeprimanusiaan.
3.2 Saran
Itulah sekelumit sejarah Pertumbuhan Kriminologi yang dapat penulis
sajikan. Semoga bermamfaat dan dapat membantu terhadap belajar-mengajar
kriminologi. Dengan tetap berharap kita dapat memperbaiki keadaan hidup dari
kejahatan. Setidaknya dapat mengantisipasi timbulnya kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA