Anda di halaman 1dari 27

TUGAS HUKUM PIDANA LANJUTAN

“STUDI KASUS DEELNEMING DENGAN


DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN
PUTUSAN NOMOR : 72/Pid.B/2017/PN.Atb”
Dosen Pengampu : Tegar Hebriyana Putra, S.H.,M.H.

Disusun oleh :
Heni Lestari Dwi Fitriyanti
E20010022

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BOYOLALI
BAB I

A. LATAR BELAKANG
Sudah menjadi kodrat manusia adalah makhluk sosial (zoon
politicon) yang tidak dapat hidup secara sendiri-sendiri, artinya dalam
pergaulan hidup manusia sangat tergantung pada manusia lainnya yaitu
untuk hidup berkelompok, berkumpul dan berdamping-dampingan serta
saling mengadakan hubungan antar sesamanya dalam masyarakat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus bekerjasama dan
mengadakan hubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Adakalanya
dalam hubungan antar manusia tersebut terdapat perbedaan-perbedaan
kepentingan dan tujuan, sehingga menimbulkan pertikaian-pertikaian antar
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dan bahkan antara
kelompok manusia yang satu dengan kelompok manusia yang lainnya.
Keadaan seperti ini tentu saja dapat mengganggu keserasian hidup
bersama yakni rasa aman, nyaman dan senantiasa harmonis dalam suatu
masyarakat.
Untuk itu dibutuhkan seperangkat aturan-aturan atau kaidah-kaidah
yang berfungsi menciptakan dan menjaga hubungan dalam masyarakat
agar selalu harmonis (sebab ada norma agama, kesopanan dan kesusilaan).
“hukum yang hidup dalam masyarakat”, “living law”, “nilai-nilai hukum
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Seperangkat aturan-
aturan atau kaidah-kaidah yang dimaksud itu antara lain adalah hukum
(law enforcement).
Hukum dibuat, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tercipta
ketertiban, ketenangan, kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat.
Hal ini dicerminkan dari salah satu fungsi hukum sebagai “a tool of social
control”. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan
sebagai fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang

2
dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan apa sanksi
atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan
tersebut.
Hukum Pidana adalah sebagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk
menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Berbicara mengenai tindak
pidana, menurut sistem yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia, tindak pidana terbagi atas 2
(dua) jenis yaitu kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen).
Pembagian kedua jenis pidana ini tidak ditetapkan secara nyata
dalam satu pasal KUHP, akan tetapi sudah dianggap sedemikian adanya
dan berlaku secara umum bagi seluruh rakyat Indonesia
Kejahatan : “rechtdelichten” yaitu perbuatan yang meskipun tidak
ditentukan oleh undang-undang sebagai tindak pidana tetapi tetap
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.
Sedangkan Pelanggaran : “wetsdelichten” yaitu perbuatan yang sifat
melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada undang-undang yang
mengatur demikian. Salah satu tindak pidana dalam wujud kejahatan yang
sering muncul ke permukaan salah satunya adalah penganiayaan Dalam
suatu tindak pidana, dimungkinkan adanya lebih dari satu orang pelaku
kejahatan. Baik itu yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan.
Dalam menentukan hukuman untuk mereka tentunya Hakim memiliki
berbagai pertimbangan untuk menetapkan hukuman bagi masing - masing
pelaku. Tidak adil kiranya jika hanya menghukum pembuat materiil dan
tidak menghukum dalang atau otak dari pelaku kejahatan tersebut. Untuk
itu perlu diketahui teori-teori mengenai tindak pidana penyertaan
(deelneming).
Kejahatan apapun namanya mërupakan perbuatan tercela,
perbuatan tidak patut dan tidak terpuji, oleh karena perbuatan tersebut
merugikan pihak lain, mengganggu ketertiban dalam masyarakat.

3
Kejahaan dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih. Kejahatan yang
dilakukan dua orang atau lebih dikenal dengan nama deelneming,
participation, yang diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 56
KUHP.
Kejahatan penganiayaan dapat dilakukan dua orang atau lebih,
sebagai mana yang tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Atambua
Nomor 72/Pid.B/2017/PN.Atb pada tanggal 20 Agustus 2017 dengan
kronologis perkara bahwa terdakwa I M bersama dengan terdakwa II Y
dan juga terdakwa III F pada hari Jumat tanggal 17 Maret 2017 sekira jam
07.00 Wita pada bulan Maret tahun 2017 yang bertempat di jalan raya
Desa Alas Utara Ds. Laskurin Kec Kobalima Kab Malaka, mereka dengan
terang – terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang yaitu terhadap saksi MY yang mana kejadian berawal saat
terdakwa I M bersama – sama dengan terdakwa II Y dan juga terdakwa II
F mendatangi rumah saksi korban dimana saat itu terdakwa I meminta
suami saksi korban untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan rumah
miik terdakwa I namun karena suami saksi korban masih mengerjakan
rumah adat sehingga menunda dulu pekerjaan rumah terdakwa I dan saat
itu terdakwa I tidak terima dan langsung marah – marah lalu dengan
membawa tali, tombak, dan parang menuju kandang sapi dengan paksa
untuk mengambil sapi milik saksi korban karena melihat itu saksi korban
tidak terima dan berusaha untuk menahan namun terdakwa I menggunakan
kepalan tangan kanan dan kiri meninju pada pipi kiri dan kanan sebanyak
dua kali bersamaan itu terdakwa II Y menggunakan kepalan tangan kiri
dan kanan meninju pipi kiri dan kanan serta menendang paha kanan
sebanyak 2 kali menggunakan kaki kanan sedangkan terdakwa III juga
menggunakan kepalan tangan kiri dan kanan meninju pipi kanan kiri serta
menendang paha kanan sebanyak dua kali menggunakan kaki kanan serta
menendang pinggang saksi korban sebanyak tiga kali lalu dating saksi F
untuk melerai namunpara terdakwa tidak terima dan hendak memukul
saksi sehingga dating banyak orang untuk melerai.

4
Akibat perbuatan para terdakwa diatas tersebut mengakibatkan
saksi korban mengalami luka dan bengkak pada kepala sesuai dengan
Visum Et Reperium Nomor : RSPP.331/VER/11/III/2017 tanggal 31
Maret 2017 yang dibuat oleh dr. Yan William dokter pada rumah sakit
penyangga perbatasan dengan hasil pemeriksaan kesimpulan : ditemukan
keunguan pada daerah sekitar mata kanan akibat trauma benda tumpul
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah tindakan pidana penyertaan atau deelneming tepat diterapkan
pada kasus tersebut?
2. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan dalam
perkara pidana tersebut?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyertaan (Deelneming)
Penyertaan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “
deelnemen “, yang diterjemahkan dengan kata “ menyertai “, ada juga
yang mengartikan dengan istilah yang “ mengambil bagian “, semacam
pengertian “ berpartisipasi “ yang umum digunakan dewasa ini.
Prof. Moeljatno menterjemahkan dengan “ penyertaan “, Utrecht
menterjemahkan dengan “ turut serta “, Satauchid Kartanegara dalam
kumpulan kuliahnya tetap menggunakan perkataan “ deelneming “, yaitu :
apabila dalam satu 39 delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu
orang. (Laden Merpaung, 2009 : 77).
Utrecht mengatakan bahwa : pelajaran umum turut serta ini justru
dibuat untuk menuntut pertanggung jawaban mereka yang memungkinkan
pembuat melakukan peristiwa pidana, biarpun perbuatan mereka itu
sendiri tidak memuat anasir peristiwa pidana tersebut. Biarpun mereka
bukan pembuat – yaitu perbuatan mereka tidak memuat anasir-anasir
peristiwa pidana, masih juga mereka bertanggung jawab atas dilakukannya
peristiwa pidana, oleh kare tanpa turut sertanya mereka sudah tentu
peristiwa pidana itu tidak pernah terjadi (Adami Chazawi (1), 2002 : 69).
Didalam ajaran penyertaan yang merupakan buah fikiran dari von
Feuerbach hanya mengenal adanya 2 (dua) jenis peserta, yaitu :
1. Mereka yang langsung berusaha terjadinya peristiwa pidana atau
auctores atau urhuber, yaitu yang melakukan inisiatif. Dalam
golongan ini ada 4 (empat) pelaku peserta, yaitu : yang melakukan
( pleger ), yang menyuruh melakukan ( doen pleger ), yang turut
melakukan ( medepleger ), dan yang membujuk ( uitlokker )
2. Mereka yang hanya membantu usaha yang dilakukan oleh mereka
yaitu mereka yang tidak langsung berusaha atau gehilfe yaitu orang
yang membantu saja ( medeplichtige ) (Utrecht , 1965 : 7-8).

6
Ketentuan Pasal 55 KUHP menyatakan : ayat (1) : dipidana
sebagai pembuat ( dader ) sesuatu perbuatan pidana :
ke-1 : mereka yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang
turut serta melakukan perbuatan
ke-2 : mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu,
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan
kekerasan, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi
kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang
lain supaya melakukan perbuatan ayat (2): terhadap penganjur,
hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan beserta akibatakibatnya (Moeljatno, 2008 : 25).

Dengan demikian, secara umum ketentuan yang mengatur tentang


penyertaan ini terdapat dalam Pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah apabila
dalam suatu tindak pidana terlibat / tersangkut beberapa orang atau lebih
dari satu orang.

Dimana keterlibatan mereka / orang-orang tersebut dapat berupa :

a. Beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik


b. Mungkin hanya seorang yang mempunyai kehendak dan
merencanakan delik, tetapi delik tersebut tidak dilakukannya
sendiri, tetapi menggunakan orang lain untuk melaksanakan delik
tersebut
c. Dapat juga terjadi, hanya seorang yang melakukan delik,
sedangkan orang lain membantu orang itu dalam melaksanakan
delik (A. Fuad Usfa dan Tongat, 2004 : 115)

Beberapa orang sarjana, antara lain Van Hammel, Simons, Van


Hattum, Hazewinkel-Suringa mengatakan bahwa ketentuan dalam KUHP
tersebut dimaksudkan untuk “ mengatur pertanggung jawaban menurut
hukum pidana bagi setiap orang yang terlibat dalam suatu perbuatan
pidana, oleh karena tanpa ketentuan tersebut orang yang terlibat tidak
dapat dijatuhi pidana “. Pada umumnya pasal-pasal dalam KUHP

7
menentukan dengan istilah “ barang siapa “, yang dapat dianggap sebagai
mengatur ancaman pidana itu bagi hanya si pelaku sendiri, walalupun
terdapat pula pasal yang menyebutkan bilaman perbuatan itu dilakukan
bersama-sama, misalnya Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP, yaitu pencurian
berkualifikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
Mengenai pertanggung jawaban ini terdapat dua (2) sistem pokok yang
berlaku, yaitu : a). tiap peserta dipandang sama nilai pertanggung
jawabannya dengan pelaku, sehingga mereka juga dipertanggung
jawabkan sama b). tiap peserta tidak dipandang sama nilai pertanggung
jawabannya, dengan pembedaan menurut sifat perbuatan yang dilakukan.

Sedangkan bentuk penyertaan / deelneming menurut Ilmu


Pengetahuan Hukum Pidana ( doktrin ) adalah :

1. Bentuk penyertaan yang berdiri sendiri ( Zelfstandige vormen van


deelneming ), dimana pertanggung jawaban tiap-tiap peserta dinilai
sendiri-sendiri
2. Bentuk penyertaan yang tidak berdiri sendiri ( Onzelfstandige
vormen van deelneming atau aecessoire vormen van deelneming ),
dimana pertanggung jawaban seorang peserta digantungkan kepada
perbuatan peserta lainnya, artinya adalah peserta pertama baru
bertanggung jawab, apabila kawan pesertanya melakukan
melakukan perbuatan pidana ( I Made Widnyana, 1992 : 34 dan
Utrecht, 1965 : 13)

Ketentuan dimasing-masing negara berbeda-beda, Code Penal


Perancis menyamakan saja pertanggung jawaban “ aucteurs “ dan “
complices “. Inggris juga menyamakan tanggung jawab antara “ principals
“ dan “ accessories “, Jerman membedakan tanggung jawab “ tater /
anstifter “ dan “ gehilfe “, demikian juga Swiss. Prof. Moeljatno melihat
bahwa KUHP Indonesia mengikuti sistem campuran dalam hal ini, yaitu
dengan cara mengelompokkan peserta dalam Pasal 55 KUHP yaitu yang
dipidana sebagai “ dader “ ( pelaku ) dan Pasal 56 KUHP yang dipidana
sebagai “ pembantu “ ( medeplichtige ), akan tetapi bagi pembantu

8
pidananya lebih ringan dengan dikurangi 1/3 ( sepertiga ) nya (Pasal 57
KUHP) (Lihat Utrecht, 1965 : 7-9).

Dari rumusan Pasal 55 dan 56 KUHP tersebut diatas, terdapat


beberapa macam peserta perbuatan pidana, yaitu :

1. Kelompok orang-orang yang perbuatannya disebutkan dalam


pasal 55 ayat (1), yang dalam hal ini disebut dengan “ para
pembuat “ / mededader, yaitu :
a. Yang melakukan atau plegen, orangnya disebut dengan
pembuat pelaksana atau / Pleger / dader of doer
b. Yang menyuruh melakukan atau doen plegen, orangnya
disebut dengan pembuat penyuruh atau doen pleger /
Manus Domina )
c. Yang turut serta melakukan atau medeplegen, orangnya
disebut dengan pembuat peserta atau medepleger
d. Yang menganjurkan / membujuk atau uitlokken,
orangnya disebut dengan pembuat penganjur atau
uitlokker
2. Kelompok orang yang disebut dengan pembuat pembantu
( medeplichtige ) kejahatan, yang dibedakan menjadi :
a. Pemberian bantuan pada saat pelaksanaan kejahatan dan
b. Pemberian bantuan sebelum pelaksanaan kejahatan
( Adami Chazawi (1), 2002 : 79 ).

Dengan melihat rumusan didalam Pasal 55 KUHP tersebut diatas


terdapat 2 ( dua ) istilah “ dader “ dan “ pleger / plegen “, yang menurut
kesimpulan beberapa sarjana, merupakan istilah dengan pengertian yang
sama. Van Hattum merumuskan “ dader “ adalah hij die het feit pleegt,
yaitu orang yang memenuhi rumusan delik atau orang yang memenuhi
semua unsur dan rumusan delik. Hazewinkel-Suringa memberikan
rumusan untuk “ pleger “ sebagai yang telah memenuhi semua unsur dari
delik, seperti yang ditentukan didalam rumusan delik yang bersangkutan.

9
Jadi pada hakikatnya “ dader “ dan “ plager “ itu adalah sama, yang dapat
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai “ pelaku “.

Dengan mengutip dari van Bemmelen, Lamintang mengatakan


bahwa dengan cara merumuskan ketentuan pidana dalam Pasal 55 KUHP
yang menggunakan “ dipidana “ sebagai dader mereka yang het feit
plegen…….. dan seterusnya, pembentuk undang-undang telah
menciptakan kesulitan bagi praktek. Terhadap pendapat-pendapat apakah
mereka yang turut serta itu dianggap sebagai pelaku ataukah mereka itu
harus “ dipidana “ sebagai pelaku, yang secara praktisnya sebenarnya sama
saja dan memang maksudnya adalah menyangkut pertanggung jawaban
menurut hukum pidana. Sebelum tahun 1932 HR berpendapat bahwa “
peserta bukanlah pelaku “, hanya mereka itu dipidana sebagai pelaku
sampai dengan maksimumnya “, tetapi sejak tahun 1932 HR berpendapat
bahwa “ peserta “ adalah “ pelaku “.

Peserta-peserta yang disebut dalam Pasal 55 KUHP yaitu nomor 1


– 4 diatas semuanya dinamakan “ dader “, sedangkan yang disebut dalam
Pasal 56 KUHP yaitu nomor 5 semuanya dinamakan “ Pembantu “
( medeplichtige ). Peserta dalam Pasal 55 KUHP dapat diterangkan secara
singkat dan hal ini sesuai dengan MvT, yaitu :

Pertama : mereka yang melakukan ( plegen ), perbuatan seperti


yang dirumuskan dalam Buku II dan III KUHP secara material dan pribadi
( persoonlijk ), dengan atau tanpa bantuan orang lain.

Kedua : mereka yang juga melakukan perbuatan, tetapi tidak secara


pribadi melainkan dengan perantaraan orang lain. Orang lain yang
melakukan itu tidak mempunyai kesengajaan, kealpaan atau kemampuan
bertanggung jawab. Yang menyuruh melakukan inilah yang bertanggung
jawab dan mereka adalah “ doen pleger “

Ketiga : mereka yang bersama-sama melakukan perbuatan itu,


mereka inilah yang “ mededader “ atau yang turut serta melakukan.

10
Keempat : mereka yang menganjurkan dilakukannya perbuatan itu,
jadi secara material membujuk atau menganjurkan dengan cara yang
disebut dalam Pasal 55 ayat (1) ke- 2 KUHP, mereka inilah yang disebut “
uitlokker “ ( penganjur ).

Mereka semua ini adalah actor intelectualis, ada pendapat yang


sifatnya restriktif dan menurut pendapat ini yang disebut sebagai “ dader “
adalah mereka yang secara pribadi dan material melakukan perbuatan,
sedangkan yang lain-lain itu tadi hanyalah “ dianggap sebagai dader “.

Mereka ini bukan “ pelaku “. Van Hattum berpendapat bahwa


KUHP menganut pendangan yang restriktif ini. Pandangan lain lain bahwa
para peserta adalah “ dader “ ( pelaku ) disebut sebagai pandangan yang “
ekstensif “ ( luas ).

Penyertaan diatur dalam Pasal 55 dan 56 KUHP. Dikatakan


penyertaan apabila dalam suatu tindak pidana terlibat / tersangkut
beberapa orang atau lebih dari satu orang. Beberapa orang sarjana, antara
lain Van Hammel, Simons, Van Hattum, Hazewinkel-Suringa mengatakan
bahwa ketentuan dalam KUHP tersebut dimaksudkan untuk “ mengatur
pertanggung jawaban menurut hukum pidana bagi setiap orang yang
terlibat dalam suatu perbuatan pidana, oleh karena tanpa ketentuan tersebut
orang yang terlibat tidak dapat dijatuhi pidana “.

Jenis atau bentuk-bentuk dari penyertaan :

1. Orang Yang Melakukan ( Pleger ) Pasal 55 KUHP tidak


dimaksudkan untuk menjatuhkan pidana kepada “ dader “,
tetapi kepada “ pleger “ dan karena itu dalam lingkup “
penyertaan “, maka tindak pidana ini atau delik tidak harus
dilakukan sendiri.
2. Orang yang menyuruh melakukan ( doen pleger ) Yang
dimaksud dengan orang yang menyuruh melakukan adalah : “
seseorang yang berkehendak untuk melakukan suatu delik,

11
tetapi tidak melakukan sendiri dan menyuruh orang lain untuk
melakukannya “.
3. Turut Melakukan ( Medeplegen ) MvT mengemukakan bahwa
orang yang turut melakukan adalah orang yang dengan sengaja
turut berbuat dalam melakukan suatu delik.
4. Menganjurkan ( Uitlokken ) Penganjuran atau uitlokken ini
juga merupakan suatu bentuk penyertaan, yaitu terdapatnya 2
( dua ) orang atau lebih, disatu pihak sebagai actor intellcktualis
dan pihak lan sebagai actor materialis.
B. Penganiayaan
Secara umum, tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut
“penganiayaan”. Dibentuknya pengaturan tentang kejahatan terhadap
tubuh manusia ini dutujukan bagi perlindungan kepentingan hukum atas
tubuh dari perbuatan-perbuatan berupa penyerangan atas tubuh atau bagian
dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit atau luka, bahkan karena luka
yang sedemikian rupa pada tubuh dapat menimbulkan kematian.
Poerwodarminto berpendapat bahwa: “Penganiayaan adalah
perlakuan sewenang-wenang dalam rangka menyiksa atau menindas orang
lain”. Penganiayaan ini jelas melakukan suatu perbuatan dengan tujuan
menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain, unsur dengan sengaja di
sini harus meliputi tujuan menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang
lain, unsur dengan sengaja di sini harus meliputi tujuan menimbulkan rasa
sakit atau luka pada orang lain. Dengan kata lain si pelaku menghendaki
akibat terjadinya suatu perbuatan. Kehendak atau tujuan di sini harus
disimpulkan dari sifat pada perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau
luka pada orang lain.
Dalam hal ini harus ada sentuhan pada badan orang lain yang
dengan sendirinya menimbulkan akibat sakit atau luka pada orang lain.
Misalnya memukul, menendang, menusuk, mengaruk, dan sebagainya.
“Kamus hukum memberikan arti bahwa penganiayaan adalah perbuatan
menyakiti atau menyiksa terhadap manusia atau dengan sengaja
mengurangi atau merusak kesehatan orang lain.”

12
Sedangkan R. Soesilo berpendapat bahwa:“Menurut
Yurisprudensi pengadilan maka yang dinamakan penganiayaan adalah :
a. Sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan).
b. Menyebabkan rasa sakit.
c. Menyebabkan luka-luka.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak pidana
penganiayaan adalah semua tindakan melawan hukum dan tindakan
seseorang kepada orang yang membahayakan atau mendatangkan rasa
sakit pada badan atau anggota badan manusia yang mana luka yang
diderita oleh korban sesuai dengan kategori luka pada Pasal 90 (KUHP)
yang berisi:
a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
b. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian;
c. Kehilangan salah satu panca indra;
d. Mendapat cacat berat;
e. Menderita sakit lumpuh;
f. Terganggu daya pikir selama empat minggu atau lebih;
g. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Ketentuan umum mengenai tindak pidana penganiayaan diatur
dalam KUHP bab XX pasal 351 sampai dengan pasal 358. Mmengenai
yang dimaksud dengan penganiayaan tidak dijelaskan di dalam KUHP.
Pasal 351 KUHP hanya menjelaskan mengenai hukuman yang
diberikan pada tindak pidana tesebut yang mengatakan bahwa :
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun

13
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Berkaitan dengan masalah penganiayaan, maka kekerasan
sering merupakan pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri.
Bahkan ia telah membentuk suatu ciri tersendiri dalam khasanah
tentang studi kejahatan. Semakin menggejala dan menyebar luas frekuensi
kejahatan yang diikuti dengan kekerasan dalam masyarakat, maka semakin
tebal keyakinan masyarakat akan penting dan seriusnya kejahatan
semacam ini. Dengan demikian, pada gilirannya model kejahatan ini telah
membentuk presepsi yang khas di kalangan masyarakat Secara yuridis, apa
yang dimaksud dengan kekerasan atau kejahatan dengan kekerasan tidak
dijelaskan di dalam ketentuan KUHP, hanya saja ada beberapa pasal yang
menyinggung hal tersebut selain pasal-pasal tentang penganiayaan yang
sudah dijelaskan diatas, ada beberapa pasal lain di dalam KUHP yang
menyinggung tentang kekerasan, antara lain:
a. Pasal 89 KUHP “Membuat orang pingsan atau tidak berdaya
disamakan dengan menggunakan kekerasan”
b. Pasal 170 KUHP (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan
dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau
barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan. (2) Yang bersalah diancam: dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika
kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka
berat; dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan
mengakibatkan maut. (3) Pasal 89 tidak diterapkan.
c. Pasal 258 KUHP (1) Barang siapa memalsu ukuran atau
takaran, anak timbangan atau timbangan sesudah dibubuhi tanda tera,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
barang itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama
barang siapa dengan sengaja memakai ukuran atau takaran, anak

14
timbangan atau timbangan yang dipalsu, seolah-olah barang itu asli dan
tidak dipalsu.
d. Pasal 289 KUHP ”Barang siapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.”
e. Pasal 335 KUHP (1) Diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1.
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai
kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu
perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap
orang itu sendiri maupun orang lain; 2. Barang siapa memaksa orang lain
supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan
ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. Dalam hal sebagaimana
dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang
yang terkena.. Dilihat dari perspektif kriminologi, kekerasan ini merujuk
pada tingkah laku yang berbeda-beda baik mengenai motif maupun
mengenai tindakannya, seperti perkosaan dan pembunuhan, kedua macam
kejahatan ini diikuti dengan kekerasan. Para pelaku kejahatan dapat
melakukan aksinya dengan berbagai upaya dan berbagai cara.
Keadaan seperti itu yang disebut dengan istilah “modus operandi”
(model pelaksanaan kejahatan). Dengan kemajuan teknologi dewasa ini,
modus operandi para penjahat juga mengarah kepada kemajuan ilmu dan
teknologi. Faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan, menurut
Mulyana W. Kusumah pada dasarnya dapat 7 dikelompokkan ke dalam 4
(empat) golongan faktor, yaitu:
a. Faktor dasar atau faktor sosio-struktural, yang secara umum
mencakup aspek budaya serta aspek pola hubungan penting
di dalam masyarakat.

15
b. Faktor interaksi sosial, yang meliputi segenap aspek
dinamik dan prosesual di dalam masyarakat, yang
mempunyai cara berfikir, bersikap dan bertindak individu
dalam hubungan dengan kejahatan
c. Faktor pencetus (precipitating factors), yang menyangkut
aspek individu serta situasional yang berkaitan langsung
dengan dilakukannya kejahatan.
d. Faktor reaksi sosial yang dalam ruang lingkupnya
mencakup keseluruhan respons dalam bentuk sikap,
tindakan dan kebijaksanaan yang dilakukan secara
melembaga oleh unsur-unsur sistem peradilan pidana
khususnya dan variasi respons, yang secara “informal”
diperlihatkan oleh warga masyarakat.
Menurut Tongat, penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Adanya kesengajaan Unsur kesengajaan merupakan unsur
subjektif (kesalahan). Dalam tindak pidana penganiayaan
unsur kesengajaan harus diartikan sempit yaitu kesengajaan
sebagai maksud (opzet alsogmerk). Namun demikian patut
menjadi perhatian bahwa sekalipun kesengajaan dalam
tindak pidana penganiayaan itu bisa ditafsirkan kesengajaan
dengan sadar akan kemungkinan tetapi penafsiran tersebut
juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai
kemungkinan terhadap akibat. Artinya kemungkinannya
penafsiran secara luas terhadap unsur kesengajaan itu, yaitu
kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai
kemungkinan, bahkan kesengajaan sebagai kepastian,
hanya dimungkinkan terhadap akibatnya. Sementara
terhadap perbuatannya sendiri haruslah merupakan tujuan
pelaku. Artinya perbuatan itu harusla perbuatan yang benar-
benar ditujukan oleh pelakunya sebagai perbuatan yang
dikehendaki atau dimaksudkannya.

16
b. Adanya perbuatan Unsur perbuatan merupakan unsur
objektif. Perbuatan yang dimaksud adalah aktifitas yang
bersifat positif, dimana manusia menggunakan anggota
tubuhnya untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari,
sedangkan sifat abstrak yang dimaksud adalah perbuatan
yang mengandung sifat kekerasan fisik dalam bentuk
memukul, menendang, mencubit, mengiris, membacok, dan
sebagainya.
c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju)
1) Membuat perasaan tidak enak.
2) Rasa sakit pada tubuh, penderitaan yang tidak
menampakkan perubahan pada tubuh.
3) Luka pada tubuh, menampakkan perubahan pada tubuh
akibat terjadinya penganiayaan.
4) Merusak kesehatan orang.

Jenis-jenis Penganiayaan Dari rincian yang terdapat di dalam


pasal-pasal yang mengatur tentang penganiayaan tersebut dapat dilihat
bahwa telah dibedakan jenis-jenisnya. Untuk mendapatkan gambaran
mengenai jenis-jenis penganiayaan, maka akan diuraikan sebagai berikut:
a. Penganiayaan biasa Penganiayaan biasa diatur dalam pasal 351
KUHP.
b. Penganiayaan Ringan Penganiayaan ringan diatur dalam pasal
352 KUHP. Bedasarkan pasal 352 KUHP, maka yang
dimaksud dengan penganiayaan ringan adalah penganiayaan
yang tidak mengakibatkan orang menjadi sakit dan terhalang
untuk melakukan pekerjaannya atau jabatannya. Timbul
kerancuan antara Pasal 351 ayat (1) dengan Pasal 352 KUHP,
sehingga dalam penerapannya timbul kerumitan, terutama
karena pelanggaran terhadap Pasal 352 KUHP lazim disebut
dengan “Tipiring” (tindak pidana ringan), yang berdasarkan
KUHAP (Pasal 205(1)), langsung diajukan penyidik ke

17
Pengadilan Negeri, dengan demikian tidak melibatkan Penuntut
Umum.
c. Penganiayaan Biasa yang Direncanakan Penganiayaan ini
diatur dalam pasal 353 KUHP. Penganiayaan yang dimaksud
sama saja dengan penganiayaan biasa, hanya saja diisyaratkan
ada unsur direncanakan terlebih dahulu.
d. Penganiayaan Berat Dasar hukum penganiayaan berat diatur
dalam Pasal 354 KUHP. Untuk dapat dikenakan pasal ini,
maka si pelaku harus memang memiliki niat untuk melukai
berat atau dengan kata lain agar objeknya luka berat
e. Penganiayaan Berat yang Direncanakan Kententuan tersebut
diatur dalam Pasal 355 KUHP. Penganiayaan berat yang
direncanakan terlebih dahulu diancam penjara paling 31 lama
12 (dua belas) tahun. Apabila perbuatan tersebut menimbulkan
keatian, maka hukumannya dinaikan menjadi 15 (lima belas)
tahun.

C. Pembahasan Kasus Perkara


Dalam kasus perkara Pengadilan Negeri Atambua Nomor
72/Pid.B/2017/PN.Atb yang melibatkan terdakwa I M bersama dengan
terdakwa II Y dan juga terdakwa III F, telah memenuhi unsur pidana
penyertaan (deelneming) yangmana tindak pidana dilakukan lebih dari satu
orang sesuai dengan fakta – fakta hukum yang terungkap dipersidangan
dimana Majelis Hakim membuktikan dakwaan dari Penuntut Umum yaitu
Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP yang mana
unsur – unsurnya adalah sebagai berikut
1. Barangsiapa;
2. Penganiayaan;
3. Orang yang melakukan, yanmg menyuruh melakukan atau turut
melakukan perbuatan itu
Dalam unsur – unsur tersebut bias dijabarkan sebagai berikut
1. Unsur barang siapa

18
Barangsiapa menunjukkan kepada siapa orangnya yang harus
bertanggung jawab atas perbuatan/kejadian yang didakwakan atau siapa
yang menjadi terdakwa atau setiap orang sebagai subjek hukum. Dalam
perkara ini terdakwa I M, terdakwa II Y dan terdakwa III F yang telah
cukup umur dan tidak pula menunjukkan keadaan jiwa yang tidakl stabil
selama pemeriksaan maupun peristiwa terjadi hal mana terbukti para
terdakwa dapat memberikan keterangan secara jelas dan terang selama
pemeriksaan dilakukan kepadanya. Dan juga para terdakwa telah
memenuhi syarat kecakapan dan dapat bertanggung jawab atas segala
perbuatananya menurut hukum. Sehingga unsur barang siapa ini telah
terpenuhi dalam perkara ini.
2. Unsur penganiayaan
Dalam KUHP tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan
penganiayaan, namun dalam praktek peradilan yang dimaksud
penganiayaan adalah kesengajaan untuk menimbulkan perasaan sakit atau
untuk menimbulkan luka pada orang lain (vide H>R 25 Juni 1894,
W.6334;11 Januari 1892,W,6138). Bahwa dengan demikian yang perlu
diperhatikan maupun dibuktikanb terlebih dahulu dalam tindak pidana
penganiayaan adalah adanya suatu kesengajaan dalam perbuatan Terdakwa
tersebut. Bahwa suatu kesengajaan tentunya berhubungan dengan sikap
bathin seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana yang mana
sikap bathin tersebutr harus disimpulkan dari keadaan lahir yang tampak
dari luar. \
Bahwa dari kronologi dan keterangan para saksi yang mana bahwa
terdakwa I M bersama dengan terdakwa II Y dan juga terdakwa III F pada
hari Jumat tanggal 17 Maret 2017 sekira jam 07.00 Wita pada bulan Maret
tahun 2017 yang bertempat di jalan raya Desa Alas Utara Ds. Laskurin
Kec Kobalima Kab Malaka, mereka dengan terang – terangan dan dengan
tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang yaitu terhadap
saksi MY yang mana kejadian berawal saat terdakwa I M bersama – sama
dengan terdakwa II Y dan juga terdakwa II F mendatangi rumah saksi
korban dimana saat itu terdakwa I meminta suami saksi korban untuk

19
melanjutkan pekerjaan pembangunan rumah miik terdakwa I namun
karena suami saksi korban masih mengerjakan rumah adat sehingga
menunda dulu pekerjaan rumah terdakwa I dan saat itu terdakwa I tidak
terima dan langsung marah – marah lalu dengan membawa tali, tombak,
dan parang menuju kandang sapi dengan paksa untuk mengambil sapi
milik saksi korban karena melihat itu saksi korban tidak terima dan
berusaha untuk menahan namun terdakwa I menggunakan kepalan tangan
kanan dan kiri meninju pada pipi kiri dan kanan sebanyak dua kali
bersamaan itu terdakwa II Y menggunakan kepalan tangan kiri dan kanan
meninju pipi kiri dan kanan serta menendang paha kanan sebanyak 2 kali
menggunakan kaki kanan sedangkan terdakwa III juga menggunakan
kepalan tangan kiri dan kanan meninju pipi kanan kiri serta menendang
paha kanan sebanyak dua kali menggunakan kaki kanan serta menendang
pinggang saksi korban sebanyak tiga kali lalu datang saksi F untuk melerai
namunpara terdakwa tidak terima dan hendak memukul saksi sehingga
dating banyak orang untuk melerai.
Akibat perbuatan para terdakwa diatas tersebut mengakibatkan
saksi korban mengalami luka dan bengkak pada kepala sesuai dengan
Visum Et Reperium Nomor : RSPP.331/VER/11/III/2017 tanggal 31
Maret 2017 yang dibuat oleh dr. Yan William dokter pada rumah sakit
penyangga perbatasan dengan hasil pemeriksaan kesimpulan : ditemukan
keunguan pada daerah sekitar mata kanan akibat trauma benda tumpul.
Dari uraian tersebut diatas unsur ke – 2 dari pasal ini telah terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
3. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan turut serta
melakukan perbuatan itu
Bahwa pada pasal 55 ayat 1 ke -1 KUHP mengatur mengenai deelneming
(keturutsertaan) pada suatu delict atau perbuatan pidana dan
menggolongkan pelaku perbuatan pidana menjadi tiga yaitu :
a) Orang yang melakukan perbuatan (plegen)
b) Orang yang menyuruh melakukan perbuatan ( doen plegen)

20
c) Orang yang turut serta melakukan perbuatan
(medeplegen,mededader)

Bahwa dari kronologi dan keterangan para saksi yang mana bahwa
terdakwa I M bersama dengan terdakwa II Y dan juga terdakwa III F
pada hari Jumat tanggal 17 Maret 2017 sekira jam 07.00 Wita pada bulan
Maret tahun 2017 yang bertempat di jalan raya Desa Alas Utara Ds.
Laskurin Kec Kobalima Kab Malaka, mereka dengan terang – terangan
dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang
yaitu terhadap saksi MY yang mana kejadian berawal saat terdakwa I M
bersama – sama dengan terdakwa II Y dan juga terdakwa II F
mendatangi rumah saksi korban dimana saat itu terdakwa I meminta
suami saksi korban untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan rumah
miik terdakwa I namun karena suami saksi korban masih mengerjakan
rumah adat sehingga menunda dulu pekerjaan rumah terdakwa I dan saat
itu terdakwa I tidak terima dan langsung marah – marah lalu dengan
membawa tali, tombak, dan parang menuju kandang sapi dengan paksa
untuk mengambil sapi milik saksi korban karena melihat itu saksi korban
tidak terima dan berusaha untuk menahan namun terdakwa I
menggunakan kepalan tangan kanan dan kiri meninju pada pipi kiri dan
kanan sebanyak dua kali bersamaan itu terdakwa II Y menggunakan
kepalan tangan kiri dan kanan meninju pipi kiri dan kanan serta
menendang paha kanan sebanyak 2 kali menggunakan kaki kanan
sedangkan terdakwa III juga menggunakan kepalan tangan kiri dan kanan
meninju pipi kanan kiri serta menendang paha kanan sebanyak dua kali
menggunakan kaki kanan serta menendang pinggang saksi korban
sebanyak tiga kali.

Melihat dari peranana dan tugas para terdakwa terdapat kerjasama


yang cukup erat dan kerjasama tersebut demikian rupa yang apabila salah
satu dari pelaku tidak ikut serta dalam pelaksanaan perbuatan maka
perbuatan tersebut tidak akan terlaksana dengan sempurna. Dengan
perkataan lain para terdakwa telah sevcara bersama-sama dalam
pelaksanaan perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal

21
55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan demikian unsur ke – 3 itu juga terpenuhi
secara sah dan meyakinkan menurut hukum.

Dapat disimpulkan bahwa denagn terpenuhinya unsur ke 2 dan ke


3 dari pasal 351 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP tersebut
maka dengan sendirinya pula unsur ke 1 “barang siapa” di muka telah
terpenuhi pula bahwa terdakwa adalah pelaku dari perbuatan pidana
dalam perkara ini yaitu sebagai “turut serta melakukan penganiayaan”

22
BAB III

KESIMPULAN

Kodrat manusia sebagai makhluk social menuntut manusia harus


bekerjasama dan mengadakan hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya. Adakalanya dalam hubungan antar manusia tersebut terdapat
perbedaan-perbedaan kepentingan dan tujuan, sehingga menimbulkan
pertikaian-pertikaian antar manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya dan bahkan antara kelompok manusia yang satu dengan kelompok
manusia yang lainnya. Keadaan seperti ini tentu saja dapat mengganggu
keserasian hidup bersama yakni rasa aman, nyaman dan senantiasa
harmonis dalam suatu masyarakat. Sehingga muncullah suatu tindak
kejahatan yang dilakukan perseorangan atau kelompok.
Kejahatan : “rechtdelichten” yaitu perbuatan yang meskipun tidak
ditentukan oleh undang-undang sebagai tindak pidana tetapi tetap
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.
Sedangkan Pelanggaran : “wetsdelichten” yaitu perbuatan yang sifat
melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada undang-undang yang
mengatur demikian. Salah satu tindak pidana dalam wujud kejahatan yang
sering muncul ke permukaan salah satunya adalah penganiayaan.
Kejahatan apapun namanya mërupakan perbuatan tercela,
perbuatan tidak patut dan tidak terpuji, oleh karena perbuatan tersebut
merugikan pihak lain, mengganggu ketertiban dalam masyarakat.
Kejahaan dapat dilakukan oleh satu orang atau lebih. Kejahatan yang
dilakukan dua orang atau lebih dikenal dengan nama deelneming,
participation, yang diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 56
KUHP.
Kejahatan penganiayaan dapat dilakukan dua orang atau lebih,
sebagai mana yang tercantum dalam putusan Pengadilan Negeri Atambua
Nomor 72/Pid.B/2017/PN.Atb pada tanggal 20 Agustus 2017 dengan
kronologis perkara bahwa terdakwa I M bersama dengan terdakwa II Y

23
dan juga terdakwa III F pada hari Jumat tanggal 17 Maret 2017 sekira jam
07.00 Wita pada bulan Maret tahun 2017 yang bertempat di jalan raya
Desa Alas Utara Ds. Laskurin Kec Kobalima Kab Malaka, mereka dengan
terang – terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang yaitu terhadap saksi MY yang mana kejadian berawal saat
terdakwa I M bersama – sama dengan terdakwa II Y dan juga terdakwa II
F mendatangi rumah saksi korban dimana saat itu terdakwa I meminta
suami saksi korban untuk melanjutkan pekerjaan pembangunan rumah
miik terdakwa I namun karena suami saksi korban masih mengerjakan
rumah adat sehingga menunda dulu pekerjaan rumah terdakwa I dan saat
itu terdakwa I tidak terima dan langsung marah – marah lalu dengan
membawa tali, tombak, dan parang menuju kandang sapi dengan paksa
untuk mengambil sapi milik saksi korban karena melihat itu saksi korban
tidak terima dan berusaha untuk menahan namun terdakwa I menggunakan
kepalan tangan kanan dan kiri meninju pada pipi kiri dan kanan sebanyak
dua kali bersamaan itu terdakwa II Y menggunakan kepalan tangan kiri
dan kanan meninju pipi kiri dan kanan serta menendang paha kanan
sebanyak 2 kali menggunakan kaki kanan sedangkan terdakwa III juga
menggunakan kepalan tangan kiri dan kanan meninju pipi kanan kiri serta
menendang paha kanan sebanyak dua kali menggunakan kaki kanan serta
menendang pinggang saksi korban sebanyak tiga kali lalu dating saksi F
untuk melerai namunpara terdakwa tidak terima dan hendak memukul
saksi sehingga dating banyak orang untuk melerai.
Akibat perbuatan para terdakwa diatas tersebut mengakibatkan
saksi korban mengalami luka dan bengkak pada kepala sesuai dengan
Visum Et Reperium Nomor : RSPP.331/VER/11/III/2017 tanggal 31
Maret 2017 yang dibuat oleh dr. Yan William dokter pada rumah sakit
penyangga perbatasan dengan hasil pemeriksaan kesimpulan : ditemukan
keunguan pada daerah sekitar mata kanan akibat trauma benda tumpul.
Dalam kasus Pengadilan Negeri Atambua Nomor
72/Pid.B/2017/PN.Atb yang melibatkan terdakwa I M bersama dengan
terdakwa II Y dan juga terdakwa III F, telah memenuhi unsur pidana

24
penyertaan (deelneming) yangmana tindak pidana dilakukan lebih dari satu
orang sesuai dengan fakta – fakta hukum yang terungkap dipersidangan
dimana Majelis Hakim membuktikan dakwaan dari Penuntut Umum yaitu
Pasal 351 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP yang mana
unsur – unsurnya telah terpenuhi adalah sebagai berikut
1. Barangsiapa;
Dalam perkara ini terdakwa I M, terdakwa II Y dan terdakwa III F
yang telah cukup umur dan tidak pula menunjukkan keadaan jiwa
yang tidakl stabil selama pemeriksaan maupun peristiwa terjadi hal
mana terbukti para terdakwa dapat memberikan keterangan secara
jelas dan terang selama pemeriksaan dilakukan kepadanya. Dan
juga para terdakwa telah memenuhi syarat kecakapan dan dapat
bertanggung jawab atas segala perbuatananya menurut hukum.
Sehingga unsur barang siapa ini telah terpenuhi dalam perkara ini.

2. Penganiayaan
Terbuktu secara sah dan meyakinkan yang telah diuraikan oleh
para saksi dan juga telah terbukti dari hasil visum yang merupakan
akibat dari penganiayaan yakni : Akibat perbuatan para terdakwa
mengakibatkan saksi korban mengalami luka dan bengkak pada
kepala sesuai dengan Visum Et Reperium Nomor :
RSPP.331/VER/11/III/2017 tanggal 31 Maret 2017 yang dibuat
oleh dr. Yan William dokter pada rumah sakit penyangga
perbatasan dengan hasil pemeriksaan kesimpulan : ditemukan
keunguan pada daerah sekitar mata kanan akibat trauma benda
tumpul.

3. Orang yang melakukan, yanmg menyuruh melakukan atau turut


melakukan perbuatan itu
Melihat dari peranana dan tugas para terdakwa terdapat kerjasama
yang cukup erat dan kerjasama tersebut demikian rupa yang apabila
salah satu dari pelaku tidak ikut serta dalam pelaksanaan perbuatan

25
maka perbuatan tersebut tidak akan terlaksana dengan sempurna.
Dengan perkataan lain para terdakwa telah sevcara bersama-sama
dalam pelaksanaan perbuatan atau tindakan.

26
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/
https://repository.unpas.ac.id/
https://simdos.unud.ac.id/

27

Anda mungkin juga menyukai