Anda di halaman 1dari 6

2.

3 Hukum dan Globalisasi


A. Pengertian Globalisasi
Kata ‘globalisasi’ diambil dari kata global, yang artinya universal atau
menyeluruh. Kamus Bahasa Indonesia menjelaskan pengertian dari globalisasi
adalah proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Hal itu berarti globalisasi
merupakan istilah yang identik dengan mendunia atau menuju universalitas 1.
Pengertian globalisasi menurut definisi Achmad Suparman adalah suatu
proses yang menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap
individu di dunia tanpa dibatasi oleh wilayah. Kemudian, definisi globalisasi
menurut Anthony Giddens adalah intensifikasi hubungan sosial secara
mendunia sehingga menghubungkan antara kejadian yang terjadi dilokasi
yang satu dengan yang lain serta menyebabkan terjadinya perubahan pada
keduanya.2
Menurut Barbara Parker bahwa globalisasi merupakan “there is growing
sense that event occurring through out the world are converging rapidly the
shape a single, integrated world where economics, social, cultural,
technological, business, other influences cross traditional border and
boundaries such as nation, national cultures, time, spaces, and business
industries with increasing ease.” Artinya globalisasi merupakan suatu proses
yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang
lainnya atau saling terhubungkan semua aspek kehidupan mereka, baik dalam
budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan.3

B. Hubungan Hukum dan Globalisasi


Hubungan antara Hukum dan Globalisasi sangat erat. Bertolak dari
pengertian hukum menurut Van Appeldorn yang mengatakan bahwa hukum
adalah gejala sosial. Tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka
hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat
istiadat, dan kebiasaan. Jika kemudian dipadukan dengan pendapat Anthony
Giddens tentang globalisasi yang suatu hubungan sosial yang mendunia
sehingga mampu menghubungkan antara kejadian yang terjadi di satu lokasi
dengan lokasi yang lain di mana keduanya mengalami perubahan.
Hukum dan Globalisasi adalah sebagai suatu gejala sosial yang tidak bisa
dihindarkan. Meliputi berbagai aspek dan meluar ke seluruh dunia. Pada saat
1
Soediro. (2017).Hubungan Hukum dan Globalisasi: Upaya mengantisipasi Dampak
Negatifnya.Jurnal Kosmik Hukum. Vol 17(1). Hlm 29.
2
Agustiwi, Asri. Hukum Sebagai Instrumen Politik Dalam Era Globalisasi. Jurnal Rechtstaat
Nieuw.Vol 1(1). Hlm 46
3
Erlina B. (2011). Pengaruh Globalisasi Terhadap Perkembangan Hak Asasi Manusia di Bidang
Ekonomi, Sosial, Budaya (HESB) di Indonesia. Jurnal Pranata Hukum. Vol 6(2). Hlm 105
globalisasi diterima oleh masyarakat, maka ia pun berubah menjadi hukum
yang mengikat masyarakat tersebut. 4

C. Pengaruh Globalisasi Dalam Hukum di Indonesia


1. Pengaruh Globalisasi Terhadap Bangsa Indonesia
Globalisasi bukanlah sebuah proses yang berdiri sendiri, tapi terdapat
sebab-sebab sosial, ekonomi, dan politik yang melatarbelakangi serta
mempermudah perkembangannya.
1) Di Bidang Ekonomi
Kekuatan Globalisasi ekonomi atau globalisasi kapitalisme adalah
liberalism ekonomi. Kapitalisme ini tidak membiarkan pasar
berjalan sebebas-bebasnya tanpa kendali, tapi perlu diatur agar
kapitalisme memberikan keuntungan dan keadilan sampai orang-
orang di bawah tingkat kesejahteraan.
2) Di Bidang Sosial Budaya
Globalisasi dapat memperluas Kawasan budaya dan menimbulkan
dampak negatif. Akibat dari pengaruh globalisasi contohnya
diorientasi, dislokasi, atau krisis sosial budaya dalam masyarakat.
3) Di Bidang Politik
Globalisasi politik merupakan pergulatan global dalam
mewujudkan kepentingan para pelaku yang menjalankannya.
4) Di Bidang Pertahanan dan Keamanan
Jaringan terorisme yang mengancam keamanan
Sidikat perjualan narkoba yang makin merebak
Kejahatan pencucian uang yang dilakukan oleh pejabat-pejabat
negara
2. Pengaruh Globalisasi dalam Hukum di Indonesia Sebagai Wujud
Pembangunan Hukum Nasional
Hukum memiliki banyak fungsi, yaitu sebagai berikut:
 Sebagai alat control (Pengendali) sosial,
 Sebagai alat untuk mengubah masyarakat,
 Sebagai alat politik

Globalisasi bukan satu hal yang harus ditolak atau ditentang, tetapi
dengan hukum yang kuat justru akan memberikan kemanfaatan bagi
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.5
2.4 Budaya Hukum
4
Soediro. (2017).Hubungan Hukum dan Globalisasi: Upaya mengantisipasi Dampak
Negatifnya.Jurnal Kosmik Hukum. Vol 17(1). Hlm 37-38

5
Agustiwi, Asri. Hukum Sebagai Instrumen Politik Dalam Era Globalisasi. Jurnal Rechtstaat
Nieuw.Vol 1(1). Hlm 49-52
A. Pengertian Budaya Hukum
Pada dasarnya pembangunan hukum meliputi pembangunan substansi
hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Lawrence M.Friedman bahwa komponen-komponen yang terkandung
dalam hukum meliputi:
1. Komponen Struktur , yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem
hukum.
2. Komponen Substansi, berupa norma-norma hukum, baik peraturan-
peraturan, keputusan-keputusan, dan lainnya yang dipergunakan oleh
penegak hukum dan oleh mereka yang diatur.
3. Komponen Kultural, terdiri dari ide-ide, sikap-sikap, harapan, dan
pendapat tentang hukum.

Sebagaimana pendapat Lawrence M.Friedman, bahwa kultur hukum


atau budaya hukum bisa diartikan sebagai pola pengetahuan, sikap, dan
perilaku sekelompok masyarakat terhadap sebuah sistem hukum. Budaya
hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan
pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum.6
Daniel S.Lev menyatakan konsep budaya hukum membawa kita pada
kumpulan nilai-nilai yang berhubungan dengan hukum dan proses hukum,
sehingga Lev membedakan budaya hukum menjadi dua macam, yaitu:
1) Nilai-nilai yang berkaitan dengan hukum materiil, terdiri atas asumsi-
asumsi fundamental mengenai penyebaran serta penggunaan sumber-
sumber di masyarakat, kebaikan dan kekurangan masyarakat, dan
aspek-aspek lain dari masyarakat.
2) Nilai-nilai yang berkaitan dengan hukum acara atau formil, berkaitan
dengan sarana pengaturan sosial dan penanganan konflik yang terjadi.

B. Perkembangan Budaya Hukum


Daniel S.Lev mencermati perkembangan hukum sejak Orde lama
sampai timbulnya Orde baru mencatat beberapa fonomena kehidupan
hukum yang tidak bisa dipisahkan dengan budaya hukum yang
berkembang pada waktu itu.
Pada masa dimana dominasi politik sangat menonjol seperti kehidupan
politik pasca perang kemerdekaan, aktivitas politik dan konflik politik
meledak, ukuran kebijakan mulai kacau, perilaku bisnis dan perilaku
impersonal yang dianggap ideal bersaing dengan simbol-simbol kesetiaan
pada politik serta ideologi. Proses hukum terutama pengadilan dan
pengacara dianggap kurang penting, prosedur informal dianggap lebih
6
Ismayawati, Any. (2011). Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Pembangunan Hukum di Indonesia
(Kritik Terhadap Lemahnya Budaya Hukum di Indonesia). Jurnal Pranata Hukum. Vol 6(1). Hlm 56
produktif, pendekatan melalui hubungan pribadi, pertukaran pengaruh atau
kekuasaan, dan kelihalan para birokrat (savior faire).
Budaya masyarakat pada masa transisi transformasi dari budaya
tradisonal ke budaya modern memiliki karakteristik yang ‘ambivalent’
atau mendua berpijak pada nilai-nilai budaya lama yang berbau agraris,
sementara sisi lain berpijak pada harapan-harapan nilai-nilai budaya dan
hukum modern.7

C. Peranan Budaya Hukum dalam Pembangunan Hukum Nasional


Menurut Barda Nawawi Arief dalam (Bahan Perkuliahan Program
Doktor Ilmu Hukum Undip, 2009) bahwa masalah besar dalam
Pembangunan Hukum Nasional meliputi law enforcement dan law
reform/development dan law making. Pembangunan Nasional tidak
hanya meliputi pembuatan hukum saja tetapi juga penegakan hukum,
dan keduanya sama-sama merupakan suatu permasalahan yang
memerlukan penanganan dalam pembangunan hukum nasional.
Dikatakan pula oleh Badar Nawawi Arief bahwa dalam
pembangunan hukum dimulai dengan pembangunan budaya hukum.
Hal tersebut dikarenakan budaya hukum nasional merupakan nilai-nilai
filosofis kultural yang fundamental bagi suatu bangsa, sedangkan
pembangunan hukum pada hakikatnya adalah pembaharuan nilai atau
ide dasarnya. Sehingga ketika ‘substansi’ hukum positif sudah baik dan
benar, dalam arti legitimite dan mencerminkan rasa keadilan
masyarakat, ‘struktur hukumnya’ sudah memadai, maka terakhir
adalah bagaimana ‘budaya hukum penegak hukum’ yaitu aparatur
hukum yang akan menerapkan hukum positif tersebut.
Budaya hukum sangat berpengaruh terhadap penegakan hukum.
Budaya hukum yang baik akan menghasilkan penegakan hukum yang
dapat mewujudkan keadilan yang pada akhirnya dapat mewujudkan
kesejahteraan sebagaimana tujuan hukum yang sesungguhnya.8

2.5 Nilai Sosial sebagai landasan etika dan moral

Etika dan moral tidak terlepas dari tatanan kehidupan sosial


bermasyarakat, dalam hal persahabatan, hubungan orang tua, saudara, serta

7
Abidin, E.Zainal. (1997). Budaya Hukum di Peradilan di Indonesia. Jurnal Hukum. Vol 6(9). Hlm
48-49
8
Ismayawati, Any. (2011). Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Pembangunan Hukum di Indonesia
(Kritik Terhadap Lemahnya Budaya Hukum di Indonesia). Jurnal Pranata Hukum. Vol 6(1). Hlm 60-
62
hubungan berbangsa dan bernegara. Sejatinya “etika moral” bukan suatu kata
yang memiliki satu arti. “Etika Moral” berasal dari penggabungan dua kata yang
berbeda, yaitu etika dan moral. Keduanya pun memiliki arti yang berbeda. Untuk
lebih jelasnya, kita perhatikan pendapat dari Robert Kreitner dan Angelo Kinicki
(2010) bahwa:
Ethics involves the study of moral issues and choices. It is concerned with right
versus wrong, good versus bad, and the many shades of gray supposedly black-
and white issues. Moral implication spring from virtually every decussion, both
on and of the job.
Etika tidak terlepas dari pilihan-pilihan dan isu-isu moral yang berkaitan
dengan kaidah benar versus salah, baik versus buruk. Implikasi etika dan moral
banyak muncul disetiap kondisi baik masyarakat dan dunia pekerjaan. Jadi etika
merupakan standar moral perilaku benar dan salah. Etika seseorang tercermin
dalam perilaku menyikapi lingkungan sesuai dengan norma masyarakat yang
berlaku.
Norma-norma sosial merupakan peraturan dasar yang berfungsi
mengawasi dan mengendalikan berbagai cara berbuat individua tau kelompok
dalam hubungan sosial antar sesamanya. Nilai sosial dalam kehidupan
bermasyarakat merupakan ukuran kepantasan, kelaziman, atau kelayakan dalam
bersikap dan berperilaku, baik menurut pandangan pribadi maupun masyarakat.
Nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi bersama oleh individu atau
kelompok identik dengan nilai-nilai etika atau moral. Nilai-nilai etika atau moral
itu adalah ketentuan-ketentuan atau cita-cita dari apa yang dinilai baik atau benar
oleh masyarakat luas.
Di dalam kehidupan masyarakat terdapat nilai inti yang keberadaannya
tidak wajib diikuti tetapi anggota masyarakat secara keseluruhan menjunjung
tinggi, sehingga nilai tersebut menjadi landasan dasar bagi perilaku sosial.
Bertrand memperinci nilai-nilai inti (Score Values) menjadi 15 macam, yaitu:
1) Hasil Usaha dan Keberhasilan
2) Orientasi moral
3) Mores kemanusiaan
4) Efesiensi dan keraktisan
5) Aktivitas dan kerja
6) Kemajuan
7) Kekayaan materil
8) Persamaan derajat
9) Kebebasan
10) Penyesuaian diri terhadap dunia luar
11) Penggunaan rasio atau ilmu pengetahuan
12) Patriotism kebangsaan
13) Demokrasi
14) Kepribadian yang individual
15) Telah rasial dan superioritas kelompok.
Secara umum kedudukan dan peranan individu demikian besar artinya bagi
terciptanya stabilitas kehidupan masyarakat. Dalam usaha mencapai
keberhasilan dan keuntungan yang sebesar-besarnya individu tetap harus
memperhatikan rambu-rambu norma sosial dan hukum agar nilai-nilai
persepsi pribadi tetap selaras dengan nilai-nilai kepentingan bersama.9

9
Yuhelson. (2017). Pengantar Ilmu Hukum. Gorontalo:Ideas Publishing.

Anda mungkin juga menyukai