Hukum Pidana
Pertanggungjawan Pidana
Dosen Pembimbing:
Penyusun:
FAKULTAS SYARIAH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang “Pertanggungjawaban Pidana”
dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami ucapkan terima kasih kepada
Bapak Raden Muzayin Arifin, M.H. yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat untuk memberikan edukasi
agar terhindar dari tindak pidana yang dapat merugikan korban dan diri sendiri. Juga dapat
mengetahui bagaimana sistem pertanggungjawaban pidana dalam hokum pidana positif. Namun
dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah kami dimasa yang akan
datang.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
kami yakin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, Saran dan kritik dari
pembaca sangat kami butuhkan untuk memperbaiki makalah ini nantinya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Permasalahan
1. Apa definisi dari pertanggungjawaban pidana itu?
2. Bagaimana sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini?
BAB II
PEMBAHASAN
Seseorang yang melakukan tindak pidana baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup
mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat
kaitannya dengan kesalahan, oleh karena adanya asas pertanggungjawaban yang menyatakan
dengan tegas "Tidak dipidana tanpa ada kesalahan" untuk menentukan apakah seorang pelaku
tindak pidana dapat dimintai pertanggungjawaban dalam hukum pidana, akan dilihat apakah
orang tersebut pada saat melakukan tindak pidana mempunyai kesalahan. Secara doktriner
kesalahan diartikan sebagai keadaan pysikis yang tertentu pada orang yang melakukan perbuatan
tindak pidana dan adanya hubungan antara kesalahan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan
dengan sedemikian rupa, sehingga orang tersebut dapat dicela karena, melakukan perbuatan
pidana.
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika melakukan suatu tindak
pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari
terjadinya perbuatan yang terlarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbutan
tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang
yang mampu bertanggungjawab yang dapat diminta pertanggungjawaban.
KUHP tidak menyebutkan secara eksplisit sistem pertanggung jawaban pidana yang
dianut. Beberapa pasal KUHP sering menyebutkan kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
Namun sayang, kedua istilah tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut oleh undang-undang
tentang maknanya. Jadi, baik kesengajaan maupun kealpaan tidak ada keterangan lebih lanjut
dalam KUHP.
Dari rumusan yang tidak jelas itu, timbul pertanyaan, apakah pasal-pasal tersebut sengaja
dibuat begitu, dengan maksud ke arah pertanggungjawaban terbatas (strict liability)? Kalau
benar, tanpa disadari sebenarnya KUHP kita juga menganut pengecualian terhadap asas
kesalahan, terutama terhadap pasal-pasal pelanggaran.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pertanggung jawaban bisa terjadi apabila celaan yang obyektif terhadap perbuatan itu kemudian
diteruskan kepada si terdakwa, jadi yang obyektif sifat tercelanya itu, secara subyektif harus
dipertanggungjawabkan kepadanya, hal ini terjadi karena musabab dari pada perbuatan itu adalah
diri daripada si pembuatnya.
Dalam menentukan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak harus diperhatikan:
a. Keadaan batin dari orang yang melakukan perbuatan.
b. Hubungan antara keadaan batin itu dengan perbuatan yang dilakukan.
Seseorang mampu bertanggungjawab harus memenuhi syarat:
a. Dapat memenuhi makna yang senjatanya dari pada perbuatannya;
b. Dapat menginsafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan
masyarakat;
c. Mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan perbuatan.
Kesengajaan dan kelalaian merupakan unsur kesalahan, jika tidak ada salah satunya maka
terdakwa tidak dipidana apabila seseorang sudah dituduh melakukan perbuatan pidana, maka harus
diselidiki apakah ada atau tidak dari kedua unsur tersebut
Pembuktian tentang kesengajaan dapat menempuh dua jalan:
a. Membuktikan adanya hubungan kausal dalam batin terdakwa antara motif dan tujuan.
b. Membuktikan adanya penginsyafan atau pengertian terhadap apa yang dilakukan beserta
akibat-akibat dan keadaan-keadaan yang menyertainya.
Yang dimaksud dengan poging adalah pelaksanaan awal suatu kejahatan yang tidak diselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Moeljatno, Prof. SH. 2008, Asas Asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta; Rineka Cipta
Hatrik, Hamzah, SH. MH. 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana
Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo.
Huda, Choerul, Dr.SH. MH. , 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana tanpa Kesalahan, Jakarta: Kencana.
Prakoso, Djoko, SH. 1987, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia. Yogyakarta: Liberty.
http://princemalekrove.blogspot.co.id/2012/05/pertanggungjawaban-pidana.html
http://knowledgeisfreee.blogspot.co.id/2015/12/makalah-hukum-pidana-pertanggungjawaban.html