Anda di halaman 1dari 10

Sabtu, 25 Januari 2014

PERBANDINGAN HUKUM PIDANA INDONESIA DENGAN HUKUM PIDANA INGGRIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Studi perbandingan hukum pidana pada dasarnya memperbandingkan berbagai sistem hukum
yang ada. Dalam Black’s Law Dictionary di definisikan: “Comparative Jurisprudence is the study of the
principles of legal science by the comparison of various systems of law” dalam hal ini yang
diperbandingkan adalah dua atau lebih sistem hukum yang berbeda.Hukum pidana positif Indonesia
ialah berasal dari keluarga hukum CivilLaw System yang mementingkan sumber hukum dari peraturan
perundangan yang ada dan berlaku di Indonesia. Sementara Inggris menganut sistem hukum Common
Law System yang mengutamakan kebiasaan yang berlaku di sana. Kebiasaan tersebut dapat berupa
Norma maupun putusan-putusan hakim sebelumnya. Selain perbedaan seperti yang tersebut diatas,
kedua sistem hukum pidana kedua negara sebenarnya memiliki kesamaan. Di Indonesia dikenal hukum
pidana adat yang sampai saat ini masih diakui dan dipakai dalam masyarakat. Dilihat dari sumber
hukumnya, sebenarnya hukum pidana adat tersebut berasal dari kebiasaan yang berlaku dimasyarakat.
Hal tersebut sama halnya dengan sumber hukum common law yang berasal dari kebiasaan yang ada di
masyarakat. Setiap sistem hukum, pasti memiliki asas-asas yang kemudian dijabarkan dalam aturan-
aturan hukumnya. Salah satu asas hukum yang sangat penting dan dimiliki oleh setiap sistem hukum
adalah asas legalitas atau dikenal juga dengan asas “Nullum delictum, nulla poena, sina praevia lege
poenali”

B. Permasalahan

1. Bagaimana Perbedaan Asas Legalitas Hukum Pidana di Indonesia dengan di Inggris ?

2. Apakah Asas Strict liability di Indonesia sama dengan strict liability di inggris ?

3. Apakah Perbedaan Sistem Peradilan Hukum Pidana Indonesia dengan di Inggris ?

.BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbandingan Dan Perbedaan Asas Legalitas Indonesia Dengan Asas Legalitas Inggris

a. Asas Legalitas di Indonesia

Asas legalitas di Indonesia terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi :”tiada suatu
perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturanpidana dalam perundang-undangan yang telah
ada sebelum perbuatan dilakukan”.Konsekuensi dari pasal tersebut ialah bahwa perbuatan seseorang
yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana juga tidak dapatdipidana; jadi
dengan asas ini hukum yang tidak tertulis tidak memiliki kekuatan hukum untuk diterapkan. Namun atas
hal itu dikecualikan terhadap daerah-daerah yang dulu termasuk kekuasaan pengadilan swapraja dan
pengadilan adat dengan dilakukan pembatasan-pembatasan tertentu.Selain itu KUHP Indonesia juga
melarang adanya analogi terhadap suatu perbuatan konkret yang tidak diatur oleh undang-undang.

b. Asas Legalitas Di Inggris

Asas Legalitas di Inggris walaupun asas ini tidak pernah secara formal dirumuskan dalam
perundang-undangan, namun asas ini menjiwai putusan-putusan pengadilan. Karena bersumber pada
case law, pada mulanya pengadilan di inggris merasa dirinya berhak menciptakan delik. Namun dalam
perkembangannya, pada 1972 House of Lords menolak secara bulat adanya kekuasaan pengadilan untuk
menciptakan delik-delik baru atau memperluas delik yang ada. Jadi tampaknya ada pergeseran dari asas
legalitas dalam pengertian materiil ke asas legalitas dalam pengertian pengertian formal. Artinya, suatu
delik oleh hakim berdasarkan common law (hukum kebiasaan yang dikembangkan lewat putusan
pengadilan), namun dalam perkembangannya hanya dapat ditetapkan berdasarkan undang-undang
(statute law). Sehingga di dalam Sistem Hukum Inggris yaitu Common Law dimana prinsipnya hukum
tidak tertulis (yang jadi patokan nilai yang ada pada masyarakat. Peran hakim menciptakan kaidah-kaidah
hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan
pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent). Sumber hukum
utama adalah putusan hakim (yurisprudensi).

Sehingga dari kedua Asas diatas dapat diketahui perbedaannya yaitu:

1. Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Inggris adalah tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kalau
tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan tersebut bersumber dari putusan hakim
(yurisprudensi). Jadi dalam memutuskan suatu perbuatan pidana di inggris biasanya bersumber pada
yurisprudensi hakim.

2. Asas Legalitas dalam Sistem Hukum Indonesia adalah tidak ada perbuatan yang dapat dipidana
kalau tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut dimana aturan tersebut bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dan dalam pemutusan suatu perbuatan pidana Indonesia tetap
bersumber menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Perbandingan Asas Strict Liability Hukum Pidana Indonesia Dengan Hukum Pidana Inggris

a. Asas Stict Liability Indonesia

Dalam perkembangan hukum pidana yang terjadi belakangan, diperkenalkan pula tindak-tindak
pidana yang pertanggungjawaban pidananya dapat dibebankan kepada pelakunya sekalipun pelakunya
tidak memiliki mens rea yang disyaratkan. Cukuplah apabiIa dapat dibuktikan bahwa pelaku tindak
pidana telah melakukan actus reus, yaitu melakukan perbuatan yang dilarang oleh ketentuan pidana
atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan oleh ketentuan pidana. Tindak-tindak pidana yang
demikian itu disebut offences of strict liability atau yang sering dikenal juga sebagai offences of absolute
prohibition. Strict liability disebut juga absolute liability. Istilah dalam bahasa Indonesia yang saya
gunakan adalah "pertanggung jawaban mutlak". Mardjono Reksodiputro dalam salah satu tulisannya
diterapkannya asas strict liability di Indonesia yang menganut system Eropa Continental, yaitu
“Berhubung kita tidak mengenal ajaran Strict liability yang berasal dari system hukum Anglo-Amerika
tersebut, maka sebagai alasan pembenar dapat dipergunakan ajaran feit materiel yang berasal dari
system hukum Eropa Kontinental. Dalam kedua ajaran ini tidaklah penting adanya unsur kesalahan.
Ajaran strict liability hanya dipergunakan untuk tindak pidana ringan. Dalam praktik di Indonesia, ajaran
strict liability sudah diterapkan, antara lain untuk pelanggaran Ialu lintas. Para pengemudi kendaraan
bermotor yang melanggar lampu lalu lintas, misalnya tidak berhenti pada waktu lampu lalu lintas
menunjukkan lampu yang berwarna merah menyaIa, akan ditilang oleh polisi dan selanjutnya akan di
sidang di pengadilan. Hakim dalam memutuskan hukunan atas pelanggaran tersebut tidak akan
mempersoalkan ada tidak adanya kesalahan pada pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas itu.
Pada Pasal 211 KUHAP pembuktian pelanggaran-pelanggaran jenis lalu lintas jalan tersebut dapat
dilakukan dengan mudah dan nyata seketika itu, karena tidak mungkin dipungkiri lagi oleh pelanggar.
Berita acara yang ditiadakan diganti dengan bukti pelanggaran lalu lintas tertentu disingkat TILANG yang
diisi oleh penegak hukum (POLRI Satuan Lalu Lintas). Oleh karena itu, tidak berlaku juga bagi semua
tindak pidana, melainkan hanya untuk tindak pidana tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang.
Untuk tindak pidana tertentu tersebut, pembuat tindakan pidananya telah dapat dipidana hanya karena
telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana oleh perbuatannya. Di sini kesalahan pembuat tindak
pidana dalam melakukan perbuatan tersebut tidak lagi diperhatikan. Asas ini dikenal sebagai asas "strict
liability"

b. Asas Strict Liability Inggris

Walaupun pada prinsipnya berlaku asas Mens Rea , namun di Inggris ada delik – delik yang tidak
mensyaratkan adanya Mens Rea (berupa intention, recklessness, atau negligence). Si pembuat sudah
dapat dipidana apabila ia telah melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam undang – undang
tanpa melihat bagaimana sikap batinnya. Di sini berlaku apa yang disebut strict liability yang sering
diartikan secara singkat liability without fault (pertanggungjawaban tanpa kesalahan). Menurut common
law, Strict Liability berlaku terhadap 3 macam delik:

1. Public nuisance (gangguan terhadap ketertiban umum, menghalangi jalan raya, mengeluarkan bau
tidak enak yang mengganggu lingkungan).

2. Criminal libel (penghinaan/fitnah, pencemaran nama baik)

3. Contempt of Court (pelanggaran tata tertib di pengadilan) Misalnya : mengancam Jaksa, hakim dan
Saksi.

Prinsip pertanggungjawaban mutlak (strict Liability) merupakan prinsip pertanggung jawaban


hukum (liability) yang telah berkembang sejak lama yang berawal dari sebuah kasus di Inggris yaitu
Rylands v. Fletcher tahun 1868. Dalam kasus ini Pengadilan tingkat kasasi di Inggris melahirkan suatu
kriteria yang menentukan, bahwa suatu kegiatan atau penggunaan sumber daya dapat dikenai strict
liability jika penggunaan tersebut bersifat non natural atau di luar kelaziman, atau tidak seperti
biasanya. Jenis pertanggung jawaban ini muncul sebagai reaksi atas segala kekurangan dari system atau
jenis pertanggungjawaban fault based liability. Pertanggung jawaban hukum konvensional selama ini
menganut asas pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault), artinya bahwa
tidak seorangpun dapat dikenai tanggung jawab jika pada dirinya tidak terdapat unsur-unsur kesalahan.
Dalam kasus lingkungan dokrin tersebut akan melahirkan kendala bagi penegakan hukum dipengadilan
karena dokrin ini tidak mampu mengantisipasi secara efektif dampak dari kegiatan industri modern yang
mengandung resiko-resiko potensial. Pertanggung jawaban mutlak pada awalnya berkembang dinegara-
negara yang menganut sistem hukum anglo saxon atau common law, walaupun kemudian mengalami
perubahan perkembangan dibeberapa negara untuk mengadopsinya. Beberapa negara yang menganut
asas ini antara lain Inggris, Amerika, Belanda, Thailand.

C. Perbedaan Sistem Peradilan Pidana Inggris dengan Sistem Pidana Indonesia

a. Sekilas Sistem Peradilan Pidana Inggris

Sampai akhir 1986, proses penuntutan bagi perkara-perkara ringan di Inggris dilakukan oleh Polisi
sendiri (Police Prosecutor). Sedangkan perkara yang agak berat dilakukan oleh pengacara yang disebut
Solicitor. Dan perkara-perkara yang berat disidangkan di pengadilan tinggi (tingkat banding) dengan
penuntut Umum pengacara yang disebut Barrister. Namun sejak 1986 yang menentukan apakah perkara
yang disidik Polisi dapat diajukan ke pengadilan atau tidak adalah Jaksa yang tergabung dalam Crown
Prosecution Secvice (CPS). Dan di Inggris terdapat 31 kejaksaan atau CPS yang terdiri dari Crown
Prosecutor, senior Crown Prosecutor, Assistant branch CPS, Branch prosecutor (di Indonesia setingkat
Kepala Kejaksaan Negeri), dan Chief Prosecutor (setingkat Kepala Kejaksaan tinggi).

Sumber hukum dalam sistem peradilan pidana di Inggris terdiri dari :

a) Custom, merupakan sumber hukum tertua. Tumbuh dan berkembang dari kebiasaan suku Anglo
Saxon pada abad pertengahan yang melahirkan Common Law. Sehingga sistem hukum Inggris disebut
juga sistem anglo saxon.

b) Legislation/statute, berupa Undang-undang yang dibuat melalui parlemen.

c) Case law/judge made law, hukum kebiasaan yang berkembang di masyarakat melalui putusan
hakim yang kemudian diikuti oleh hakim berikutnya melahirkan asas precedent.

Dalam sistem Common Law seperti di Inggris, adat istiadat atau kebiasaan masyarakat (custom)
yang dikembangkan berdasarkan putusan Pengadilan mempunyai kedudukan yang sangat kuat karena
berlaku asas STARE DECISIS atau ASAS BINDING FORCE OF PRECEDENTS. Asas ini mewajibkan hakim
untuk mengikuti putusan hakim yang ada sebelumnya. Bagian putusan hakim yang harus diikuti dan
mengikat adalah bagian pertimbangan hukum yang disebut sebagai ratio decidendi sedangkan hal
selebihnya yang disebut obiter dicta tidak mengikat.

Dalam sistem peradilan Inggris benar salahnya terdakwa ditentukan oleh juri yang direkrut dari
masyarakat biasa. Tugas hakim hanya memastikan persidangan berjalan sesuai prosedur dan
menjatuhkan hukuman sesuai hukum. Oleh karena itu, tugas jaksa dan pengacara dalam persidangan
adalah meyakinkan juri bahwa terdakwa bersalah atau tidak. Berbeda dengan sistem civil law yang
dianut di Indonesia sebagai kelanjutan dari sistem hukum yang dianut Belanda, maka tugas hakim di
pengadilan lebih berat karena selain harus menentukan benar salahnya terdakwa juga menetapkan
hukuman (vonis)nya .

Pada tahun 1994 telah terjadi pergeseran sistem akusator menjadi sistem inquisitor dalam hukum
acara Pidana Inggris. Hal ini dilatarbelakangi karena Polisi di Inggris kesulitan untuk mengungkap atau
menyelesaikan berbagai kasus yang menimbulkan ancaman serius bagi masyarakat terutama terorisme.
Karena tersangka berlindung dibalik kekebalan hukum yang diberikan oleh UU antara lain hak untuk
diam (right to remain silent). Perubahan tersebut dilihat dari konteks keberadaan sistem hukum yang ada
di dunia (civil law dan common law) ternyata saat ini bukan saatnya lagi memperdebatkan secara tajam
perbedaan antara kedua sistem hukum tersebut.
b. Sistem Peradilan Pidana Terpadu Di Indonesia

Sistem peradilan pidana di Indonesia sebagaimana diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana) atau Undang-undang No.8 tahun 1981, sebenarnya identik dengan penegakan
hukum pidana yang merupakan suatu sistem kekuasaan/kewenangan dalam menegakkan hukum pidana.
Sistem penegakan hukum pidana ini sesuai ketentuan dalam KUHP dilaksanakan oleh 4 sub sistem yaitu:

1. Kekuasaan Penyidikan oleh Lembaga Kepolisian.

2. Kekuasaan Penuntutan oleh Lembaga Penuntut Umum atau Kejaksaan.

3. Kekuasaan mengadili oleh Badan Peradilan atau Hakim.

4. Kekuasaan pelaksanaan hukuman oleh aparat pelaksana eksekusi (jaksa dan lembaga
pemasyarakatan).

No

Variabel

Indonesia

Inggris

1.

Pengadilan superior dan inferior (strata tingkatan pengadilan dari yang paling tinggi)

a.Mahkamah Agung;

b.Pengadilan tinggi;

c.Pengadilan negeri.

a.House of lords;

b.Mahkamah agung;

c.Pengadilan banding;

d.Pengadilan tinggi;

e.Pengadilan kerajaan;

f.Pengadilan magistrate.

Keempat subsistem itu merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana yang integral
atau sering disebut dengan istilah integrated criminal justice system atau sistem peradilan pidana
terpadu. Menilik sistem peradilan pidana terpadu yang diatur dalam KUHAP maka keempat komponen
penegakan hukum Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan seharusnya
konsisten menjaga agar sistem berjalan secara terpadu. Dengan cara melaksanakan tugas dan wewenang
masing-masing sebagaimana telah diberikan oleh Undang-undang. Karena dalam sistem Civil Law yang
kita anut, Undang-undang merupakan sumber hukum tertinggi. Karena disana (dalam Hukum Acara
Pidana) telah diatur hak dan kewajiban masing-masing penegak hukum dalam subsistem peradilan
pidana terpadu maupun hak-hak dan kewajiban tersangka/terdakwa.

Perbedaan Pengadilan Indonesia dan Inggris

No

Variabel

Indonesia

Inggris

2.

Pembagian pengadilan berdasarkan yurisdiksi khusus

a.Peradilan umum;

b.Peradilan agama;

c.Peradilan tata usaha negara;

d.Peradilan militer

a.Peradilan koroner;

b.Peradilan militer;

c.Peradilan ketenagakerjaan;

d.Peradilan imigrasi;

e.dll

3.

Pembagian daerah hukum

Terdapat pembagian daerah hukum berdasarkan administrasi wilayah

Tidak terdapat pembagian daerah hukum

4.

Jumlah hakim yang memeriksa perkara

Hakim majelis

Umumnya menggunakan hakim tunggal

5.

Sistem pembuktian
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif

Berdasarkan keyakinan belaka (conviction in time)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari Uraian Pembahasan diatas maka dapat disimpulkan Bahwa Perbedaan yang sangat mencolok
yang dapat dilihat antara Hukum pidana Indonesia dengan inggris yaitu dapat kita lihat melalui asas
legalitas dari masing-masing dimana asas legalitas Negara inggris bersumber kepada yurisprudensi
hakim, sedangkan di Indonesia bersumber pada undang-undang yang berlaku. Dan juga asas strict
liability kedua Negara dimana di Negara inggris unsur kesalahan tidak dapat diberikan apa bila tidak ada
pada dirinya, sedangkan di Indonesia unsur kesalahan sudah diberikan apabila telah terbukti melakukan
suatu kesalahan. Dan yang terakhir dalam system peradilan pidana Indonesia identik dengan penegakan
hukum pidana yang mempunyai kekuasaan dan kewenangnan dalam menegakan hukum pidana. Yang
terdapat 4 subsistem yaitu, kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili dan
kekuasaan pelaksanaan hukuman. Sedangkan dalam system peradilan pidana di inggris putusan
pengadilan mempunyai kedudukan yang sangat kuat. Dan putusan hakim mengikat untuk hakim
selanjutnya.

B. Saran

Dengan membandingkan hukum pidana Negara Indonesia dengan Inggris. Indonesia sebagai
Negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan keadilan hukum, perlu meniru tata cara
pengambilan putusan dalam penegakan hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Ø Prof. Nawawi Arief, Barda, S.H. Perbandingan Hukum Pidana ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010 )

Ø Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1988. Jakarta : Balai Pustaka.

Ø E. Y. Kanter, S. R. Sianturi, Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan penerapannya ( Jakarta : Alumni
AHM-PTHM, 1982 )

Ø Andi Hamzah, KUHP & KUHAP Indonesia

Ø Wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas, Sistem Hukum di dunia, http://id. Wikipedia.org

Ø www.hukumonline.com

Perbandingan Hukum Pidana

Alur Perkembangan

Mulai berkembang abad 19

Berawal dari minat perseorangan, kemudian didukung oleh kelembagaan seperti Institut Perbandingan
Hukum di College de France tahun 1832 dan di University of Paris tahun 1846

Beberapa istilah perbandingan hukum pidana yang dikenal antaralain :

1.Comparative Law;

2.Comparative Jurisprudence;

3.Foreign Law;

4.DroitCompare;

5.Rechtgelijking

6.Rechverleichung

Pengertian

Black’s Law Dictionary: Comparative Jurisprudence adalah suatu studi mengenai prinsip-prinsip ilmu
hukum denga nmelakukan perbandingan berbagai macam sistem Hukum)
(the study of principles of legal science by the comparison of various systems of law)

Metode Perbandingan Hukum

Rudolf D. Schlessinger:

Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang
lebih dalam tentang bahan hukum tertentu;

Comparative Law bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum, bukanlah suatu cabang hukum(is
not a body of rules and principles);

Comparative Law adalah teknik atau suatu cara menggarap unsur hukuma sing yang aktual dalam suatu
masalah hukum (is the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem)

PerbandinganHukumModern

Menurut Konrad Zweigert dan Kurt Siehr, perbandingan hukum modern menggunakan metodekritis,
realistis, dan tidak dogmatis.

Menurut Prof. Soedarto, perbandingan hukum menganut metodefungsional, dengan titik tekan
berorientasi pada problema, dan memperhatikan hubungan antara suatu peraturan dan masyarakat
tempat bekerjanya peraturan itu”

Famili Hukum (legal families)

Rene David mendasarkan klasifikasi famili hukum pada :

struktur konseptual hukum;

teori sumber-sumber hukum;

tempat hukum itu sendiri dalam tatana nsosial.

Selanjutnya, bahwa 2 hukum tidak dapat dimasukkan dalam keluarga hukum yang sama sekalipun
keduanya menggunakan konsepsi dan teknik hukum yang sama, jika:

didasarkan pada prinsip-prinsip filosofis, politisdan prinsip-prinsip ekonomiyang berbeda;

berusahamencapaiduatipemasyarakatyang berbedasecarakeseluruhan.

Marc Ancel dan parasarjana komparatif lainnya setuju dalam membedakan sekurang-kurangnya lima
jenis hukum nasional yang dikelompokkan dalam satu keluarga didasarkan pada :
Asal-usulnya;

Sejarah perkembangannya;

Metode penerapannya.

Lima besarkeluargahukum:

Sistem Eropa Kontinental dan Amerika Latin;

Sistem Anglo-American (common law system);

Sistem Timur Tengah(middle east system), seperti : Irak, Yordania, Saudi Arabia, Siria, Libanon, Maroko,
Sudan, dsb.

Sistem Timur Jauh(Far East System), misal : Cina, Jepang;

Sistem negara-negara sosialis (Socialist system).

ManfaatPerbandinganHukum

Ada2 manfaat mempelajari sistem hukum asing, yakni:

1. Umum

memberikan kepuasan bagi orang yang berhasrat ingin tahu secara ilmiah;

Memperdalam pengertian tentang pranata masyarakat dan kebudayaan sendiri;

Membawa sikap kritis terhadap sistem hukum sendiri.

2. Khusus

Sehubungan dengan dianutnya asas nasional aktif dalam KUHP kita, yaitu Pasal 5 ayat (1) ke-2

Anda mungkin juga menyukai