Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1. Kerangka Konteks Penelitian


2. Fokus Penelitian
3. Tujuan Penelitian
4. Manfaat Penelitian

a. Konteks: Hal yang menguatkan sebuah teks, Penelitian: kajian terhadap suatu objek

“QS. AL-ANKABUT:49 SEBAGAI BACKGROUND WISUDA HAFIDH (KAJIAN LIVING QUR’AN DI PONDOK
PESANTREN MADRASATU,L QUR’AN TEBUIRENG JOMBANG.

1. Sejarah singkat Studi Al-Qur’an dan Interaksinya. Al-Qur’an sebagai pola skral,
macam bentuk interaksi
2. Lahirnya living qur’an . lahirnya studi islam, masuknya kajian barat terhadap islam
khususnya Al-Qur’an.
3. Fenomena pada objek penelitian. Background, Penulisan Kaligrafi.

Al-Qur’an adalah kitab yang sakral dan memiliki pengaruh tinggi terhadap
manusia. Dalam hal ini Al-Qur’an menjadi sumber utama yang paten terhadap kehidupan
manusia didunia khususnya umat muslim. Pernyataan ini dapat disesuaikan dengan
pendapat Abdul Wahab Khalaf dimana Al-Qur’an sebagai sumber utama juga
mengandung 3 unsur pokok1: Pertama, memuat masalah kepercayaan seperti rukun iman
(I’tiqadiyah). Kedua, masalah etika menyangkut hal-hal yang menjadikan perhiasan bagi
seseorang dalam berbuat keutamaan dan meninggalkan kehinaan (khuluqiyah). Ketiga,
masalah perbuatan serta ucapan yang terbagi menjadi dua yakni, ibadah dan muamalah
(‘amaliyah). Hal ini yang kemudian mengundang ragam interaksi manusia dengan Al-
Qur’an.
Kekuatan pengaruh Al-Qur’an menjadikan bentuk adanya studi terhadap Al-Qur’an.
Fenomena studi atau kajian Al-Qur’an telah dimulai dari masa Nabi Muhammad SAW
dan para sahabat seperti adanya, penulisan ayat dan proses talqin atau pembacaan serta
hal lain sebagainya sebagai upaya pada pemahaman dan ketaatan terhadap Al-Qur’an.
Kekuatan pengaruh Al-Qur’an bagi kehidupan manusia, membentuk buah interaksi yang
dilakukan manusia dengan Al-Qur’an. Interaksi ini telah terjadi sejak masa Nabi
1
Studi Islam dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, 84-85
Muhammad SAW dan para sahabat. Dapat dilihat dari sebuah fenomena, dimana antusias
para sahabat dalam memahami setiap ayat yang diberikan Rasulullah SAW untuk
kemudian dihafal dan diamalkan2. Selain hal tersebut, juga terdapat sebuah fenomena
penafsiran yang dilakukan nabi kepada para sahabat, sebagai bentuk penjelasan pada
setiap ayat yang turun. Karena pada dasarnya Al-Qur’an turun sejalan dengan peristiwa
yang ada pada masa nabi dan menjadi tahapan-tahapan dalam menetapkan hukum islam3.
Berkaitan dengan penafsiran, terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, yang
bersumber dari Uqbah bin ‘Amir dan berkata:

“Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda diatas mimbar: (Dan persiapkanlah
dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu
miliki… Al-Anfal{8}: 60). Ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah.”

Adanya buah interkasi antara sahabat dengan Al-Qur’an, juga sebagai gambaran
adanya studi terhadap Al-Qur’an. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kajian pada
pemahaman atas nilai Al-Qur’an terhadap esensinya sebagai kitab suci sekaligus
pedoman utama umat manusia. Hanya saja pada masa itu, perkembangan studi Al-Qur’an
tidak menjadi kajian yang utuh dan sistematis. Karena masa Rasulullah SAW dan para
sahabat, segala problematika Al-Qur’an masih dapat dipertanyakan langsung kepada
Nabi Muhammad SAW.
Perkembangan Studi Al-Qur’an baru menjadi sebuah kajian yang teratur dan
sistematis, masuk pada masa setelah kepergian Nabi Muhammad SAW yakni, pada masa
Khalifah Ustman RA hingga bani Umayyah4. Tejadinya hal ini karena adanya perluasan
wilayah pada masa itu, dan dikhawatirkan adanya kesalah pahaman Bahasa Arab
terutama pada bacaan Al-Qur’an yang terjadi oleh bangsa atau suku yang jauh dari
peradaban dimana Al-Qur’an turun. Dan berlanjut kemudian di era Tadwin dimana
cabang dari Studi Al-Qur’an (Ulumul Qur’an) bertambah dan berkembang.
Dapat dipastikan betapa besarnya pengaruh Al-Qur’an terhadap umat muslim.
Tetapi pada hal dimana sebuah Al-Qur’an direspon dan menjadi pemahaman utuh yang
tidak berdasarkan pada nilai tekstualitas Al-Qur’an, belum menjadi kajian yang menarik
para pemerhati Al-Qur’an. Pada dasarnya, kondisi ini telah hadir sejak masa dimana
problematika Al-Qur’an dapat terjawab langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi
secara tidak langsung memberikan praktik terhadap ayat Al-Qur’an yang dijadikan
sebagai ruqyah serta amalan keseharian, baik hal ini sesuai teks Al-Qur’an yang
digunakan maupun diluar kesesuaiannya.
Sebagai contoh, bersumber dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dalam kitabnya shahih bukhari5. Dijelaskan dalam hadis tersebut bahwa, Abu Sa’id al-
Khudri bercerita tentang perjalanan beberapa sahabat nabi, sampai tiba pada suatu
2
Khalil Manna Al-Qattan hal 2
3
Studi Al-Qur’an Drs H. Ainur Rafik, M. Ag, Dr h. Abd. Muhith. 49
4
Studi Al-Qur’an
perkampungan Arab. Yang kemudian mereka meminta kepada suku yang berada pada
kampung tersebut agar diterima sebagai tamu dan diberikan tempat tinggal. Namun hal
tersebut ditolak. Dan kemudian kepala suku perkampungan tersebut secara tiba-tiba
terkena sengatan hewan berbisa. Para penduduk akhirnya melakukan berbagai cara,
namun tidak membuahkan hasil. Pada akhirnya sebagaian dari mereka menyuruh kepada
lainnya untuk mencari bantuan kepada orang-orang yang menginap di pemukiman
mereka. Sehingga bertemu dengan sahabat Nabi Saw dan menceritakan kejadian tersebut
kepada para sahabat. Namun para sahabat menolak dengan alasan para penduduk telah
menolaknya sebagai tamu. Hingga terjadilah negoisasi antara penduduk dengan sahabat
Nabi SAW. Para penduduk akhirnya sepakat dengan memberikan sebagian domba
mereka kepada para sahabat sebagai hasil negoisasi atas pengobatan kepala suku mereka.
Kemudian dilakukan sebuah ruqyah dengan membaca surah Al-Fatihah untuk pemimpin
mereka yang terserang sengatan berbisa. Tidak menunggu lama sang pemimpin tersebut
merasakan kesembuhan seolah dirinya tidak pernah merasakan sakit. Hingga penduduk
yang menyetujui negoisasi sebelumnya, menyerahkan domba mereka kepada para
sahabat sesuai dengan perjanjian mereka. Sebagian sahabat mengusulkan agar domba
tersebut dibagi rata, namun sahabat yang melaksanakan ruqyah tersebut melarang, hingga
kejadian ini dilaporkan terlebih dahulu kepada Nabi Muhammad SAW. selanjutnya para
sahabat menemui Nabi Saw dan menceritakan kejadian tersebut kepada beliau. Hingga
beliau bertanya, “Bagaimana engkau tahu bahwa Surah Al-Fatihah dapat dibacakan
sebagai ruqyah?” kemudian beliau menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah benar
dan meminta agar domba yang diberikan penduduk dibagi termasuk dengan Nabi Saw.
Cerita diatas merupakan sebagian dari gambaran yang ada pada proses
pengaplikasian Al-Qur’an secara langsung. Surah Al-Fatihah secara teks tidak memiliki
makna utuh dalam hal pengobatan. Berdasarkan gambaran ini, pada hakikatnya beberapa
surah memiliki keunggulan atau “fadhilah” tersendiri. Disebutkan dalam buku be a
Living Qur’an yang ditulis oleh Ibrahim Eldeeb pada Keutamaan Surah dan Ayat
Tertentu, beliau menyebutkan “Surah Al-Fatihah adalah surah yang paling mulia di
antara surah-surah Al-Qur’an. Salah satu namanya yakni asy-syafa’ah, yaitu yang
menyembuhkan”6. Keutamaan tersebut yang mejadi faktor adanya pemaknaan langsung
dalam kehidupan terhadap Al-Qur’an. Kembali pada kondisi awal bahwa hal ini belum
menjadi fokus kajian yang masuk dalam nominasi Studi Al-Qur’an konvensional. Hal
tersebut dikarenakan belum merambahnya pemikiran barat dalam dunia islam.
Setelah adanya situasi keharusan islam dalam mentransformasikan keilmuannya
dengan menambah masukan dari rancangan teori barat seperti;

5
Abdullah Dardum dkk, Penerapan ayat-ayat Al-Qur’an dalam Metode Ruqyah Syari’ah Studi Living Qur’an dalam
Komunitas Raja Ruqyah Aswaja Jember, Laporan Penelitian. 4
6
Be A Living Qur’an, 86

Anda mungkin juga menyukai