Anda di halaman 1dari 2

OTENTISITAS DAN PEMIKIRAN KAUM ORIENTALIS TENTANG

MUSHAF USTMAN
oleh: MUHAMMAD ILYAS

A. PENDAHULUAN

Dalam eksistensinya mushaf ustmani hingga saat ini kerap mendapatkan gugatan terkait
dengan otensitasnya. Hal tersebut kerap terlontar dari para kaum orientalis. Adanya pembahasan
ini, kami mencoba untuk menelusuri bagaimana sebuah argument tersebut dapat terlontar dan
bagaimana hal tersebut dapat kita patahan argumentasinya. Mengingat, otensitasnya uhaf utsmani
keraplah terjaga. Walaupun terdapat hal hal yang memang berbeda dengan mushaf sebaran
lainnya, namun tidaklah mengurangi otensitas dari mushaf ustmani. Terdapat perbedaan terkait
dengan pelafadh an, namun hal tersebut secara substansi tidak dapat mengurangi keontesitasan
mushaf usmani. Dalam bentuk lafadh apapun, jika dalamkaum muslimin hal tersebut dalam segi
makna tetaplah benar, maka tdak dapat terbantahkan terkai perbedaan lafadh tersebut. Dan dalam
masalahdari segi periwayatan atau perihal nasikh Mansukh juga bukanlah menjadi masalah yang
signifikan, dikarenakan hal tersebut terjadi hanya perihal perbedaan Al-Qur’an dan Hadis saja,
sedangkan dalam konteks itu mukhatib (pembicara) tetaplah sama yakni Nabi Muhammad Saw.1
B. PEMBAHASAN INTI
Kajian-kajian yang dilakukan oleh sarjana barat mengenai Al-Qur’an pada saat ini
belum menemukan masalah yang signifikan terkait dengan keotentisitasan dan integritas
mushaf Ustmani yang juga hingga kini berada pada tangan dewasa kita ini. Memang para
sarjana barat telah mengirimkan sebuah tudingan-tudingan terkait dengan keaslian dari
mushaf tersebut, hanya saja dalam hal ini tidak bersifat substansial hingga masih dapat
dikesampingkan.
Dalam hal ini sarjana barat pertama mengemukakan dugaan keaslian ayat 144
Surah Ali Imron2. Dimana Silvestre de Sacy sarjana asal Perancis ini menanyakan perihal
keaslian dari wafatnya Nabi Muhammad Saw. Ia mengemukakan asumsinya bahwa ayat
tersebut hanya di buat-buat oleh Abu Bakar. Yang mana juga banyak riwayat mengatakan
bahwa ayat tersebut adalah yang menjadi kutipan dari Abu Bakar ketika Umar menolak
atas wafatnya Nabi.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Gustav Weil. Ia juga mengatakan bahwa hal
ini adalah interpolasi dari Abu Bakar, yang juga menjadi penggarap awal pengumpulan
Al-Qur’an. Disamping itu ia juga mendasarkan hal ini pada riwayat pertama. Namun
tuduhan ini dapat dibantahkan karena hal ini tidaklah sesuai dengan realitas yang ada.
Mengingat riwayat ini adalah salah satu dari jawaban atas peristiwa perang uhud, hingga
penafsiran dari Weil bukanlah hal yang benar.

1
http://laboratoriumstudial-quran.blogspot.com/ diakses: 25 Desember 2019, pukul 20:32
2
Bagian al-Quran lainnya yang dipermasalahkan Weil adalah 46:15, yang menurut
riwayat merujuk kepada Abu Bakr, dan kemungkinannya, menurut Weil adalah sebuah
rekayasa untuk menghormati khalifah pertama itu. Tetapi, orang yang mengakrabi tafsir
tradisional tidak akan menaruh perhatian pada pernyataan Weil. Riwayat-riwayat penuh
dengan terkaan mengenai pribadi-pribadi tertentu di kalangan sahabat Nabi yang dirujuk
bagian-bagian tertentu al-Quran. Ayat yang dipermasalahkan di sini bersifat sangat umum,
dan secara sederhana mengungkapkan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua yang
muncul di sejumlah tempat lainnya di dalam al-Quran.
Tidak hanya berhenti disitu bantahan terkait otensitas dari mushaf utsmani juga
mendapat klaim dari orientalis asal Jerman H. Hirschfeld. Dia mengungkapkan bahwa
penamaan Muhammad dalam Al-Qur’an adalah sekedar interpolasidan bukan bagian asli
dari Al-Qur’an. Dengan merujuk pada riwayat orientalis A. Sprenger dan Fr. Betghe yang
mengatakan bahwa dalam Al-Qur’an penamaan Muhammad adalah sekedar suatu terminus
mesianik. Hal tersebut dapat dipatahkan karena nama Muhammad yang berarti “ yang
terpuji” adalah nama yang memang disandang seumur hidup beliau. Juga hal ini dalam
penamaan Muhammad telah ada sejak sebelum Agama Islam berdiri.

Anda mungkin juga menyukai