[Suatu Pengantar]
DR. H. Hasan Basri, MA
A. Pendahuluan
Studi al-Qur’an (Qur’anic Studies) adalah nama lain dari ‘Ulum al-Qur’an atau dalam
versi bahasa Indonesia biasa ditulis dengan Uluml Qur’an yang berarti suatu ilmu yang
mempelajari tentang al-Qur’an dari berbagai sudut pandang, disiplin ilmu, metode, dan
pendekatan sehingga al-Qur’an dapat dipahami secara komprehensif, holistik dan integratif.
Tentu saja, untuk memahami al-Qur’an secara komprehensif tidak bisa dengan satu disiplin
ilmu saja melainkan juga dengan berbagai disiplin dan cabang ilmu. Sebab itulah dalam
bahasa Arab, ilmu-ilmu untuk mengkaji al-Qur’an atau Qur’anic Studies disebut dalam
bentuk jama’ dari kata ‘ilm yaitu ‘ulum artinya ilmu-ilmu. Sebab itulah, jika kita ingin
memahami al-Qur’an secara holistik, maka diperlukan kapasitas ilmu pendukung dengan
berbagai cabangnya.
a. Definisi Ilmu
Ilmu, secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu ‘ilm jamaknya ‘ulum. ‘Ilm
artinya mengetahui atau memahami. Menurut terminologis, ilmu berarti
mengetahui atau memahami sesuatu melalui pendengaran, penglihatan,
perasaan, pengalaman, hati, akal, percobaan (eksperimen), dan penelitian.
Menurut Imam al-Ghazali, pengertian ilmu dalam istilah syara’ adalah mengenal
(ma’rifat) terhadap Allah, tanda-tanda kekuasaan-Nya,
perbuatan-perbuatan-Nya, para hamba-Nya, dan makhluk-Nya.
b. Makna al-Qur’an
القرآن هو الكالم المعجز المنزل على النبي محمد بن عبد هللا المكتوب فى المصاحف المنقول
.بالتواتر المتعبد بتالوته
1
Al-Qur’an ialah firman Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad bin Abdullah, tertulis dalam mushhaf-mushhaf, diriwayatkan secara
mutawatir, dan membacanya menjadi ibadah.
Pada masa Nabi Muhammad dapat dikatakan bahwa Ulumul Qur’an belum
muncul dan para sahabat pun belum memerlukannya karena alasan-alasan
sebagai berikut:
2) Para sahabat pada umumnya memiliki kecerdasan yang tinggi dan daya
tangkap yang cepat.
2
4) Kebanyakan sahabat terdiri dari orang-orang yang ummiy (tidak pandai
menulis dan membaca) sehingga mereka lebih mengandalkan hafalan.
5) Pada masa Nabi Muhammad belum ada alat tulis yang memadai.
6) Para sahabat lebih terbiasa menyampaikan pesan melalui lisan (tradisi lisan)
daripada tulisan.
7) Kalau ada persoalan yang belum jelas, para sahabat dapat menanyakannya
langsung kepada Nabi Muhammad.
Perlu dicatat bahwa pada masa Nabi Muhammad, ada dua hal yang membuat al-Qur’an
terjaga:
1) Hafalan yang tersimpan rapi dan terjaga dalam dada para sahabat Nabi Muhammad.
2) Teks al-Qur’an sudah ditulis seluruhnya oleh pencatat wahyu, antara lain Zaid bin
Tsabit; tetapi belum tersusun secara teratur. Catatan wahyu itu masih berserakan
dalam lembaran-lembaran yang terdiri dari kulit, tulang, pelepah kurma, kayu, batu
tipis.
3
16) Tsabit bin Qais
● Orang yang pertama kali menulis wahyu di Makkah adalah: ‘Abdullah bin Sa’ad bin
Abi Sarh.
● Orang yang pertama kali menulis wahyu di Madinah adalah: Ubay bin Ka’ab dan Zaid
bin Tsabit.
● Di antara mereka yang paling banyak menulis wahyu adalah: Zaid bin Tsabit dan ‘Ali
bin Abi Thalib.
● Di antara mereka, yang paling mengetahui tentang urutan al-Qur’an serta Nasikh dan
Mansukh-nya adalah: Zaid bin Tsabit.
● Tertib susunan surat dan ayat dalam Mushhaf al-Qur’an sudah dilakukan sejak Nabi
Muhammad berdasarkan TAUQIFI (petunjuk wahyu). Nabi Muhammad menyuruh
sahabat untuk menulis ayat-ayat al-Qur’an dan meletakkannya sesuai dengan
perintah wahyu.
4
● Untuk menjaga hafalan dan bacaan, Jibril datang menemui Nabi Muhammad sekali
dalam setahun; pertemuan ini disebut TALAQQI; atau dalam istilah sekarang disebut
komunikasi interaktif.
● Menjelang kewafatan Nabi Muhammad, Jibril datang dua kali menemui nabi untuk
melakukan menguji hafalan dan bacaannya.
Pasca kewafatan Nabi Muhammad, misi Islam diteruskan oleh para sahabatnya di
bawah kepemimpinan Khalifah yang Empat, yaitu Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, yang lazim disebut dengan istilah
Khulaf’urrasyidin.
Pada masa Khalifah Abi Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab, Ulumul Qur’an
belumlah lahir meskipun agama Islam telah berkembang sampai ke luar Jazirah
Arabia. Kemudian, pada masa Khalifah utsman bin Affan, Islam semakin
berkembangan ke negara-negara lain di luar Arab. Karena meluasnya perkembangan
Islam, penganut agama Islam semakin bertambah dan semakin bervariasi pula
pengetahuan mereka tentang al-Qur’an. Maka, terjadilah perbedaan-perbedaan
bacaan al-Qur’an yang mengkhawatirkan para sahabat, pada masa itu, akan terjadi
penyimpangan pemahaman dan ketidakseragaman dalam membaca al-Qur’an di
kalangan umat Islam.
Mushhaf yang ditulis pada masa Khalifah Utsman bin Affan disebut al-Mushhaf ‘Ala
Rasm al-‘Utsmani. Dengan demikian, pada masa Khalifah Utsman bin Affan sudah
lahir ilmu Rasmil Qur’an atau ilmu Rasmil Utsmani.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib timbul pula perbedaan dan penyimpangan
penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an. Untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, Ali bin Abi Thalib
memerintahkan Abu Aswad al-Duwali untuk membuat sebagian kaidah bahasa Arab
dan aturan-aturan bacaannya. Upaya ini kemudian melahirkan ilmu Nahwu dan ilmu
I’rabil Qur’an.
5
Setelah itu, Ulumul Qur’an dikembangkan oleh generasi berikutnya antara lain:
Mereka dianggap sebagai peletak dasar ilmu-ilmu yang diberi nama: ‘Ilm al-Tafsir,
‘Ilm Asbab al-Nuzul, ‘Ilm al-Nasikh wa al-Mansukh, dan ‘Ilm Gharib al-Qur’an.
1. History (sejarah)
2. Dokumentasi (arsip/file)
3. Manuskrip (naskah tertulis)
4. Deskriptif-Analitis
5. Komparatif
1. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur’an sejak dari turunnya
wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad sampai keadaan al-Qur’an masa
sekarang.
2. Untuk dijadikan alat bantu dalam membaca lafazh ayat-ayat al-Qur’an,
memahami isi kandungannya, menghayati dan mengamalkan pesan dan
hukumnya serta menyelami rahasia dan hikmah disyariatkannya suatu peraturan
atau hukum syara’.
3. Untuk membuka wawasan keilmuan tentang al-Qur’an sehingga al-Qur’an dapat
dipahami secara mendalam, komprehensif, dan holistik.
4. Untuk dijadikan argumentasi yang kuat dalam mematahkan tuduhan negatif
kaum pengingkar terhadap al-Qur’an dan memposisikan al-Qur’an pada tempat
6
yang selayaknya dan mulia. Dengan demikian, al-Qur’an tetap terjaga dan
terpelihara dari tuduhan negatif para musuh Islam.
5. Untuk membuktikan bahwa al-Qur’an adalah mukjizat terbesar dan abadi
sepanjang masa serta sesuai dengan perkembangan dan kemajuan zaman (up to
date) sehingga berlaku secara universal.