Nim : 21.134
Mata kuliah : Tafsir 3
Dosen : Ustadz Fikri
A. Pendahuluan
Tafsir metode moqoran ( Komparatif ) memiliki cangkupan yang sangat luas karena tidak
hanya membandingkan ayat dengan ayat tetapi membandingkan ayat dengan hadits atau
membandingkan pendapat mufasir satu dengan mufasir lainnya.
Cara kerja tafsir komperatif yaitu membandingkan ayat al-Quran dengan hadits secara
bertentangan. Upaya ini mengungkap persamaan teks hadis dengan Al-Quran sehingga bisa menarik
kesimpulan yang lebih jelas.
Masalah riba memang sudah ada sejak zaman jahiliyah sampai sekarang dan masih hangat
dibicarakan oleh para ilmuwan muslim mengingat riba timbul bersamaan dengan adanya transaksi
ekonomi, sedangkan dunia perekonomian semakin lama semakin berkembang, sehingga banyak
pendapat yang pro dan kontra dalam menentukan hal yang berkaitan dengan pengambilan hukum.
Kedua mufassir yang sedang dibahas dalam makalah ini yaitu ( imam Qurthubi) dan Ash-shabuni
masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda namun perbedaan tersebut bukanlah perbedaan
yang mendasar, selain terdapat perbedaan, penafsiran keduanya terhadap ayat-ayat riba ada
persamaannya.
penulis akan membahas tentang yaitu Interprestasi Ayat Ayat Riba Dalam Perspektif Tafsir Al-
qurthubi dan Tafsir Ayat Ahkam ( syekh muhammad ali ash shabuni), dengan permasalahannya adalah
mengenai bagaimana penafsiran yang dilakukan oleh kedua mufassir dalam karya tafsirnya, ada
tidaknya persamaan dan perbedaan penafsiran, serta bagaimana kontribusi pemikiran Qurthubi dan
ash shabuni.
Untuk komparasi ini diperlukan menelaah secara komparatif dengan metode penafsiran
muqaran. Raudhah Abdul karim Firoun (2015) memberikan sebelas paduaan metodelogis penelitian
moqaran. Dalam praktiknya tahapan metodologis itu bisa lebih disederhanakan atau disatukan
tahapannya yang memiliki kesamaan, yang pentinga adalah esensi dari metodenya dipenuhi. Metode
sebagai berikut :
1. Tentukan ayat yang hendak di pelajari dari mufasir, dengan melihat aspek perbedaannya.
2. Melihat pendapat para ahli tafsir terhadap ayat yang bersangkutan.
3. Mengumpulkan pendapat- yang berbeda dalam ayat yang mempunyai perbedaan nyata.
4. Menganalisis dan memahami pendapat-pendapat ini untuk menentukan pendapat mufasir
yang sebenarnya.
5. Menklasifikasikannya kedalam pendapat-pendapat utama, kemudian menyajikannya
dengan sanad setiap pemilik pendapat.
6. Memberikan dalil setiap pendapat sebanyak mungkin
7. Menjelaskan asfek inferensi mufasir dengan dalil itu
8. Memetakan wilayah perselisihan tidak terjadi kecuali setelah pendapat-pendapat
disimpulkan sebagai bukti yang cocok untuk mendukung pendapatnya.
9. Menentukan sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat dianta para mufasir, dengan asal
muasal pendapat dan sebab-sebab terjadinya pendapat agar mempermudah dalam
pembahasan.
10. Menguji bukti-bukti menganalisisnya, membandingkannya, dan menempatkannya masing-
masing dalam timbangan penafsiran yang benar dengan menyajikannya menurut kriteria
penerimaan dan penolakan untuk menunjukan mana yang benar dan salah.
11. Sampai pada pendapat yang paling benar dalam ayat tersebut, didukung dengan bukti-bukti
Ilmiah. Pendapat yang paling benar itu bisa berupa pendapat yang dipilih dari antara
berbagai pendapat yang disebutkan dalam tafsir ayat tersebut, atau mungkin merupakan
kombinasi dari dua pendapat atau lebih atau mengkin pernyataan baru yang muncul
dihadapan peneliti.
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Jamil Al Shabuni. Beliau lahir di
kota Halb/Aleppo Syiria pada tahun 1928 M. Syaikh Al Shabuni dibesarkan di tengah-tengah
keluarga terpelajar. Ayahnya, Syaikh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di
Aleppo.
3.2. Pendidikan
Beliau memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa arab, ilmu waris,
dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia
sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama.
Diusianya yang masih belia, Al Shabuni sudah hafal al Quran. Tak heran bila kemampuannya
ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian Al Shabuni.
Salah satu gurunya adalah sang ayah, Jamil Al Shabuni.
Di samping sibuk mengajar, Syaikh Al Shabuni juga aktif dalam Organisasi Liga
Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset
Kajian Ilmiah mengenai al Qur‟an dan Sunnah, bergabung dalam organisasi ini selama
beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan diri sepenuhnya untuk menulis dan melakukan
penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Shafwah At Tafasir. Kitab tafsir al
Qur‟an ini merupakan salah satu tafsir terbaik karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh
sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz al Qur‟an, Syaikh Al- Shabuni juga memahami
dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syari‟ah, dan ketokohannya sebagai seorang
intelektual muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya.
3.3 . Guru-gurunya
Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Jamil Ali Ash- Shabuni. Ia juga berguru pada ulama
terkemuka di Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad al-Shama,
Syekh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh dan Syekh
Muhammad Najib Khayatah.
2. Shafwatut Tafasir
5.Syarah Riyaddhusshalihin
7. Durratut Tafasir:
Terkait dengan tafsir Ali As-Shabuni, penulis berkesimpulan bahwa tafsir ini bercorak fikih
karena keseriusannya dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, yang ditandai dengan detailnya
penjelasannya pada ayat-ayat tersebut, dengan dalil-dalil yang selalu dikembalikan kepada
hadis Nabi saw., dan juga pendapat sahabat serta ulama fikih, sebagaimana model yang
pertama. Begitu juga mengkaji ayat-ayat hukum sebagai respon atas problematika yang
muncul ditengah masyarakat, di mana problematika tersebut tidak ditemukan pada masa
sebelumnya. Lebih jelasnya lagi, Ali As-Shabuni dalam tafsirnya mengakui hukum sebagai
orientasi tafsirnya.
4. Analisis Mokoron
Perbandingan Ayat-ayat Riba dalam Tafsir Qurthubi dan Ash-Shabuni surat Al-Baqorah 275-
276
َاَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا اَل َيُقْو ُم ْو َن ِااَّل َك َم ا َيُقْو ُم اَّلِذ ْي َيَتَخ َّبُطُه الَّش ْيٰط ُن ِم َن
اْلَم ِّۗس ٰذ ِلَك ِبَاَّنُهْم َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر ٰب وۘا َو َاَح َّل ُهّٰللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا
َفَم ْن َج ۤا َء ٗه َم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبٖه َفاْنَتٰه ى َفَلٗه َم ا َس َلَۗف َو َاْم ُر ٓٗه ِاَلى ِهّٰللاۗ َو َم ْن َع اَد
ٰۤل
) ٢٧٥ :َفُاو ِٕىَك َاْص ٰح ُب الَّناِر ۚ ُهْم ِفْيَها ٰخ ِلُد ْو َن ( البقرة
Artinya:
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. [2] Al-
Baqarah : 275)
Pertama:FimranAllahSwT " َاَّل ِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب واorang-orang yang makan (mengambil) riba."
Pada ayat ini, kata mengambil diibaratkan dengan memakan karena maksud sebenamya dari
pengambilan riba memang untukdimakan.
Kata riba menurut etimologi bahasa maknanya adalah mutlak ربا يربوmaknanya: jika
bertambah Di antara makna menurut bahasa ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
imam Mus lim: " Demi Tuhan, tidak satupun dari suapan yang kita makan'kecuali terus
bertambah dari bawahnya." Yakni makanan yang telah didoakan oleh Nabi SAW agar penuh
keberkahan.
Kemudian, makna secara syariat telah dipalingkan dari makna yang mutlak seperti ini (yakni
penambahan), dan meminimalisir maksudnya secara keseluruhan. Al Qur'an terkadang
menyabkannya untuk makna penghasilan yang haram.
seperti pada firmanAllah SWTkepada orang-orang Yahudi : " َّو َاْخ ِذِه ُم الِّر ٰب وا َو َقْد ُهُنْو ا َع ْن ُهDan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya." (Qs. AnNisaa' : l6l). Namun yang dimaksud dengan riba pada ayat ini tidak
sama dengan riba yang dikenal dalam syariat islam, yang dimaksud riba pada ayat ini
adalah harta yang diharamkan secara keseluruhan. seperti pada firman Allah SWTpada
ayat lain:
Sedangkan kata riba yang dikenal dalam syariat Islam ada dua bentuk, yang pertama
pengharaman dalam bentuk waktu (kredit), dan yang kedua adalah pengharaman pada sesuatu
yang dilebihkan dalam suatu transaksi atau mengenai makanan pokok yang insya Allah akan
kami uraikan sebentar lagi.
Namun intinya, riba dalam syariat Islam adalah seperti kebanyakan yang dilakukan oleh
orang arab. Misalnya saja seperti perkataan mereka ketika menagih uang pinjarnan: apakah
kamu mau menambah waktunya dengan menambahkan prosentase bunganya? LaIu setelah
itu karena orang yang berutang tidak mampu membayar maka ia terpaksa menambah jumlah
utangnya (sedangkan ia tidak menerima pinjaman kecuali di awalnya saja). Dan ini adalah
haram seperti yang disepakati olehseluruh umat sepanjang zaman.
Kedua Kebanyakan jual beli yang terlarang adalah karena makna penambahan di dalamnya
entah itu pada uang yang dijadikan alat transaksi ataupun pada faedah yang akan dirasakan
oleh salah satu dari penjual atau pembeli. Contoh untuk bentuk kedua ini adalah pada jual
beli, yang kebanyakan tidak ada makna penambahan didalamnya" seperti contohnya membeli
buah di suatu pohon yang belum terlihat buahnya atau seperti jualbeli yang dilakukan pada
saat adzan shalat Jum'at yang maksudnya adalah agar mempercepat tansaksi tanpa melihat
apayang dibelinya terlebih dahulu Serta contoh-contoh lainnya.
Ketiga Para imam hadits meriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum (al-burr) dengan gandur. biji
gandum (asy-sya'i) dengan biji gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
(semuanya) harus sama dan tunai. Barangsiapa yang menambahkan atau meminta tambahan
maka ia telah berbuat riba. Yang mengambil dan yang memberi dalam riba adalah sama
saia." Lafazh hadits ini diambil dari imamMuslim.
Para ularna sepakat dengan isi dari hadits ini, begitujuga para ahli ilnu fikilu kecuali pada
gandura dan biji gandum, karena imam Malik menjadikan keduanya dalarn satujenis. Oleh
karena itu imam lvlalik melarang pertukaran keduanyajika salah satu melebihi yang lainnya.
Saya (A Qurthubi) katakan: Jika sunah telah menetapkan maka tidak ada tempat lagi untuk
mengungkapkan pendapat yang berbeda. Rasulullah SAW telah bersama:"Jika salah satu dari
jenis ini berbeda maka jual lah sebagaimana yang kamu mau jika masih dari tangan ke tangan
(bertemu di satu tempat di waktu yang sama)." Sedangkan sabda beliau *gandum dengan
gandum, biji gandum dengan biii gandum" adalah dalil bahwa keduanya adalah jenis yang
berbeda, seperti berbedanya gandum dengan kurma karena ciri-ciri yang dimiliki oleh
keduanya berbeda dan nama yang dimiliki oleh keduanya pun berbeda Walaupun keduanya
memiliki tempat tumbuhan dan tempat panen yang sama namun keduanya sangat jelas
berbeda. Pendapat inilah yang diikuti olehAsy-Syaf i, Abu Hanifab, Ats-Tsauri, dan ulama
hadits
Keempat Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah seorang sahabat yang berpendapat, bahwa
larangan dan pengharaman yang disebutkan oleh Nabi SAW adalah pada uang dinar dan
dirham yang sama-sama telah dicetak. Sedangkan emas atau perak tibr (kemurnian pada emas
atau perak) boleh ditukar dengan uang yang dicetak (uang perak yang dicetak untuk
bertansaksi pada saat itu), dan ia juga berpendapat bahwa uang pembentukan (sebelum
dicetak menjadi dinar atau dirham) juga boleh ditukar dengan uang yang telah dicetak.
Muawiyah menyangka bahwa yang dilarang adalah yang sesama saja yang dicetak dengan
yang dicetak, yang dibentuk dengan yang dibentuk yang murni dengan yang mumi. Hingga
terjadilah perdebatan antara Muawiyah dengan Ubadah yaitu yang diceritakan pada sebuah
riwayat yang disampaikan imam Muslim dan imam lainya)
ra Abul Asy'ats mencaritakan: Ketika kami berperang pada suatu peperangan dan diantara
kami ada Muawiyah. Ketika itu kami harta rampasan perang yang sangat banyak dan diantara
harta rampasan perang tersebut ada benda (seperti piring) yang dibentuk dari perak. Lalu
Muawiyah menyuruh seseorang untuk menjualnya di Athiyat (tempat berkumpul untuk
menjual atau membeli harta rampasan perang), kemudian sebagian besar dari kami bersegera
ke tempat tersebut.
Ialu berita ini terdengar oleh Ubadah bin Shamit, dan ia pun menyusul mereka ke sana dan
mengatakan: "Aku pemah mendengar bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, biji gandum dengan biji gandum,
kunna dengan kurrna, garam dengan garam, kecuali dengan jenis yang sama (tibr dan
ainmya) dan harus tunai. Jika ada yang menambahkan atau meminta tambahan maka ia telah
berbuat riba."
Tafsir ASH-SHABUNI
3 Tafsir Ibnu Katsir
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kesurupansetan karena gila.1 Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa
mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya dahulu
menjadi miliknya2 dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
ۡم َح ُق ُهّٰللا الِّر ٰب وا َو ُيۡر ِبى الَّص َد ٰق ِتؕ َو ُهّٰللا اَل ُيِح ُّب ُك َّل َك َّفاٍر َاِثۡي ٍم
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran dan bergelimang dosa.
ِإَّن الِّر َبا َو ِإْن َك ُثَر َفِإَّن َعاِقَبَتُه َتِص يُر ِإَلى ُقْل
"Sesungguh, meskipun hasil riba itu
banyak, tetapi ujung-ujungnya
malah sedikit."
2 Metode metode yang dipakainya adalah Adapun teknis atau metode yang
tahlili karena ia berupaya digunakan dalam mengumpulkan
menjelaskan seluruh aspek yang data yaitu, metode tematik,
terkandung interpretasi dan beberapa sumber
data pendukung lainnya
3 اَّلِذ يَن َيْأُك ُلوَن الّربوا Pada ayat ini, kata mengambil maksud "al-akl (makan pada sya sa
diibaratkan dengan karena mengambil da membelanjakannya.
maksud sebenamya dari Dalam ayat ini pengungkapkan اَّلِذ يَن
pengambilan riba memang untuk ( َي ْأُك ُلوَن الّربواaladzina yakulunariba)
dimakan. Di antara makna karena tujuan utama dari memang
menurut bahasa ini adalah sebuah untuk dimakan. Diluar keperluan
hadits yang diriwayatkan oleh makan, pemanfaatan harta hanyalah
imam Muslim: " Demi Tuhan, bersifat sekunder Kata makan
tidak satupun dari suapan yang sering di pakai dengan arti
kita makan'kecuali terus mepergunakan harta orang lain
bertambah dari bawahnya." dengan cara yang tidak benar,
akalahu ( ia memakannya dalam
arti mengambilnya tanpa hak
5 الَّش ْيَطاُن ِم َن اْلَمِسsemua ulama ini sepakat bahwa اْلَمِسAl-Mass": berarti gila. Dalam
اْلَمِسadalah orang yang memakan ungkapan dicontohkan, "Massar
riba akan dibangkitkan seperti rajulu [laki-laki itu telah gila]."
orang gila sebagai hukuman "Fahuwa mamsûs" berarti dia
baginya dan penghinaan atasnya terkena penyakit gila. Dari derivasi
bagi orang-orang yang berada di kata ini, muncullah kata "massa"
padang mahsyar bersamanya. yang arti aslinya adalah menyentuh
Pentakwilan yang disepakati ini dengan tangan. Dalam kaitan ayat
diperkuat juga oleh bacaan Ibnu ini, seolah-olah setan menyentuh
Mas'ud yang menambahkan: manusia yang mengakibatkan
"pada hari kiamat nanti1 kegilaan kepadanya.
6 ِإَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر َباSesungguhnya jual beli itu sama Sesungguhnya jual beli sama
dengan riba." Yakni: dengan riba" disebut tasybih maqlab
sesungguhnya penambahan ketika (perserupaan terbalik) sebagai nilai
datangnya jangka waktu terakhir tasybih tertinggi (dalam bahasan
untuk membayar sebuah utang ilmu balaghah). Pasalnya,
adalah sama dengan harga asli musyabbah (yang dibuat
pada awal jual beli. Hal ini perserupaan) dibalik menjadi
dikarenakan orang arab tidak musyabbah bih (objek yang
mengenal riba kecuali yang diserupakan).
seperti ini. Yaitu: ketika datang
saat orang yang berutang untuk
membayar utangnya, maka orang
yang diutangi akan mengatakan:
"apakah engkau akan membayar,
atau engkau ingin riba?" yakni:
menambahkan prosentase pada
utangnya.
7 َو َأَح َّل ُهللا الَبْيَع َو َح َّر َمadahal Allah telah menghalalkan "Sesungguhnya jual beli sama
الرباjual beli dan mengharamkan riba." dengan riba" disebut tasybih maqlab
(perserupaan terbalik) sebagai nilai
1
Qira’at Ibnu Mas'ud ini disebutkan oleh Ibnu Athiyah Al Muharrir Al Wajiz (2/ 480), dan qira'at ini
kemungkinan besar penafsiran darinya
Kalimat ini termasuk salah satu tasybih tertinggi (dalam bahasan
bentuk yang umum dalam Al ilmu balaghah). Pasalnya,
Qur'an. Huruf alif dan laam pada musyabbah (yang dibuat
kata berguna untuk keterangan perserupaan) dibalik menjadi
jenis, karena tidak ada penyebutan musyabbah bih (objek yang
kata ini sebelumnya yang dapat diserupakan). Tasybih ini, dalam
dijadikan sandaran tempat seni tutur Arab dicontohkan
kembalinya. Sebagaimana yang dengan: "Al- Qamaru kawajhi
terdapat pada firman Allah SWT, zaidin
Demi masa. Sesungguhnya
mamasia itu“ َو اْلَع ْص ِر ِإَّن اِإْل نَس ْيَن َلِفي
ُخ ْس ٍرbenar-benar berada dalam
kerugian.
9 َفانَتَهى َفَلُه َم ا َس َلَفMaka baginya apa yang telah Salafa": berarti yang telah berlalu.
diambilnya dahulu." Yakni Maksudnya dalam ayat ini, siapa
mengenai riba, dan perbuatannya yang menghentikan praktik ribanya
itu tidak akan diproses maka Allah Swt. akan mengampuni
sebagaimana biasanya di dunia dosanya yang telah lalu, tepatnya
dan di akhirat. Pendapat ini sebelum ayat pengharaman riba
disampai oleh As-Suddi dan turun.
ulama lainnya
2
Hal ini disampaikan oleh An-Nuhas Ma'ani Al Qur'an (1/308), dan disampaikan juga oleh Abu Hayan Al Bahr Al
Muhith (2/336)
Kesimpulan
2. Riba adalah dosa besar, yang barang siapa mempraktikkannya akan disiksa d neraka.
4. Seorang Mukmin wajib berdiri di atas batas-batas hukum syariat, yaitu menjauhi semua yang
diharamkan Allah.
5. Senjata yang paling ampuh yang dapat melindungi diri seorang menyalahi hukum Allah
DAFTAR PUSTAKA
5. Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu al-Quran / tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980)
7. : https://www.bacaanmadani.com/2018/03/pengertian-tafsir-muqarin-ruang-lingkup.html
Teri.t baik sekali. Kita berharap ekonomi kedepan semakin membaik
8. epository.radenintan.ac.id/1811/5/BAB-4-revisi_%281%29.pdf
9. http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/elhuda/article/view/3858/2742