Anda di halaman 1dari 17

Nama : Yuyun yunia

Nim : 21.134
Mata kuliah : Tafsir 3
Dosen : Ustadz Fikri

Studi Komparasi Pendapat Al-Qurthubi dan Ash-Shabuni


Tentang Riba dalam Surat Al-Baqorah ayat 275

A. Pendahuluan
Tafsir metode moqoran ( Komparatif ) memiliki cangkupan yang sangat luas karena tidak
hanya membandingkan ayat dengan ayat tetapi membandingkan ayat dengan hadits atau
membandingkan pendapat mufasir satu dengan mufasir lainnya.
Cara kerja tafsir komperatif yaitu membandingkan ayat al-Quran dengan hadits secara
bertentangan. Upaya ini mengungkap persamaan teks hadis dengan Al-Quran sehingga bisa menarik
kesimpulan yang lebih jelas.
Masalah riba memang sudah ada sejak zaman jahiliyah sampai sekarang dan masih hangat
dibicarakan oleh para ilmuwan muslim mengingat riba timbul bersamaan dengan adanya transaksi
ekonomi, sedangkan dunia perekonomian semakin lama semakin berkembang, sehingga banyak
pendapat yang pro dan kontra dalam menentukan hal yang berkaitan dengan pengambilan hukum.
Kedua mufassir yang sedang dibahas dalam makalah ini yaitu ( imam Qurthubi) dan Ash-shabuni
masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda namun perbedaan tersebut bukanlah perbedaan
yang mendasar, selain terdapat perbedaan, penafsiran keduanya terhadap ayat-ayat riba ada
persamaannya.
penulis akan membahas tentang yaitu Interprestasi Ayat Ayat Riba Dalam Perspektif Tafsir Al-
qurthubi dan Tafsir Ayat Ahkam ( syekh muhammad ali ash shabuni), dengan permasalahannya adalah
mengenai bagaimana penafsiran yang dilakukan oleh kedua mufassir dalam karya tafsirnya, ada
tidaknya persamaan dan perbedaan penafsiran, serta bagaimana kontribusi pemikiran Qurthubi dan
ash shabuni.
Untuk komparasi ini diperlukan menelaah secara komparatif dengan metode penafsiran
muqaran. Raudhah Abdul karim Firoun (2015) memberikan sebelas paduaan metodelogis penelitian
moqaran. Dalam praktiknya tahapan metodologis itu bisa lebih disederhanakan atau disatukan
tahapannya yang memiliki kesamaan, yang pentinga adalah esensi dari metodenya dipenuhi. Metode
sebagai berikut :
1. Tentukan ayat yang hendak di pelajari dari mufasir, dengan melihat aspek perbedaannya.
2. Melihat pendapat para ahli tafsir terhadap ayat yang bersangkutan.
3. Mengumpulkan pendapat- yang berbeda dalam ayat yang mempunyai perbedaan nyata.
4. Menganalisis dan memahami pendapat-pendapat ini untuk menentukan pendapat mufasir
yang sebenarnya.
5. Menklasifikasikannya kedalam pendapat-pendapat utama, kemudian menyajikannya
dengan sanad setiap pemilik pendapat.
6. Memberikan dalil setiap pendapat sebanyak mungkin
7. Menjelaskan asfek inferensi mufasir dengan dalil itu
8. Memetakan wilayah perselisihan tidak terjadi kecuali setelah pendapat-pendapat
disimpulkan sebagai bukti yang cocok untuk mendukung pendapatnya.
9. Menentukan sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat dianta para mufasir, dengan asal
muasal pendapat dan sebab-sebab terjadinya pendapat agar mempermudah dalam
pembahasan.
10. Menguji bukti-bukti menganalisisnya, membandingkannya, dan menempatkannya masing-
masing dalam timbangan penafsiran yang benar dengan menyajikannya menurut kriteria
penerimaan dan penolakan untuk menunjukan mana yang benar dan salah.
11. Sampai pada pendapat yang paling benar dalam ayat tersebut, didukung dengan bukti-bukti
Ilmiah. Pendapat yang paling benar itu bisa berupa pendapat yang dipilih dari antara
berbagai pendapat yang disebutkan dalam tafsir ayat tersebut, atau mungkin merupakan
kombinasi dari dua pendapat atau lebih atau mengkin pernyataan baru yang muncul
dihadapan peneliti.

2. Biografi imam Al-Qurthubi


2.1 Nama dan kelahirannya
Penulis kitab tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran adalah al-Imam Abu Abdillah
Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh al-Anshoriy alKhazrajiy al-Andalusiy al-
Qurtubi al-Mufassir, atau yang dikenal dengan panggilan Al-Qurtubi10. Al-Qurtubiy sendiri
adalah nama suatu daerah di Andalusia (sekarang Spanyol), yaitu Cordoba, yang di-nisbah-
kan kepada alImam Abu Abdillah Muhammad, tempat dimana ia dilahirkan. Tidak ada data
jelas yang menerangkan tanggal berapa ia dilahirkan, namun yang jelas AlQurtubi hidup
ketika waktu itu wilayah Spanyol berada di bawah pengaruh kekuasaan dinasti Muwahhidun
yang berpusat di Afrika Barat dan Bani Ahmar di Granada (1232—1492 M) yaitu sekitar
abad ke-7 Hijriyah atau 13 Masehi11. Al-Qurthubi hidup di Cordoba pada abad-abad akhir
kemajuan gemilang umat Islam di Eropa disaat Barat masih tenggelam dalam kegelapan.
Cordoba yang sekarang yaitu kota Kurdu yang terletak di lembah sungai besar dan lambat
laun kota itu menjadi kota kecil. Sedikit demi sedikit pecahan kota yang didiami muslim
sekitar 86 kota semakin berkurang, berapa jumlah harta simpanan desa yang tidak
terlindungi, alias hilang. Sedikitnya di Cordoba terdapat 200 ribu rumah, 600 Masjid, 50
rumah sakit, 80 sekolah umum yang besar, 900 pemandian. Jumlah buku sekitar 600 ribu
kitab lebih, yang kemudian dikuasai oleh Nasrani pada tahun 1236 M
2.2 Pendidikan Al-Qurthubi
Al-Qurthubi dikenal memiliki semangat kuat dalam menuntut ilmu. Ketika Perancis
menguasai Cordoba pada tahun 633 H/1234 M, ia pergi meninggalkan Cordoba untuk
mencari ilmu ke negeri-negeri lain yang ada di wilayah Timur. AlQurthubi kemudian rihlah
thalabul ‘ilmu menulis dan belajar dengan ulamaulama yang ada di Mesir, Iskandariyah,
Mansurah, al-Fayyun, Kairo, dan wilayahwilayah lainnya, hingga akhirnya beliau wafat pada
malam Senin tanggal 9 Syawal tahun 671 H/1272 M dan dimakamkan di Munyaa kota Bani
Khausab, daerah Mesir Utara.
2.3 Guru-guru Al-Qurthubi
Perjalanan Al-Qurtubi dalam mencari ilmu dari satu ke tempat yang lain, banyak
berkenalan dengan orang-orang yang memberikan kontribusi keilmuan dan perkembangan
intelektualitasnya (tsaqafah). Aktivitas intelektualitas (tsaqafah) Al-Qurtubi terbagi menjadi
dua tempat, pertama ketika di Cordoba Andalusia dan kedua di Mesir. Sewaktu di Cordoba ia
sering belajar dan menghadiri halaqah-halaqah yang biasa diadakan di masjid-masjid,
madrasah-madrasah.
1.Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Muhammad al-Qaisi, yang dikenal dengan sebutan
Ibn Abi Hijah. Beliau adala seorang al-Muqri dan ahli nahwu (w. 643 H). Beliau adalah guru
al-Qurtubi yang pertama. 2. Al-Qadhi Abu ‘Amir Yahya bin ‘Amir bin Ahmad bin Muni’. 3.
Yahya bin ‘Abdurrahman bin Ahmad bin ‘Abdurrahman bin Rabi’. 4. Ahmad bin
Muhammad bin al-Qaisi, yang dikenal Ibn Abu Hujjah. 5. Abu Sulaiman Rabi’ bin al-
Rahman bin Ahmad al-Sy’ari al-Qurtubi. Beliau adalah seorang hakim di Andalusia hingga
jatuh ke tangan Perancis. Beliau berpindah ke Syubailiah hingga meninggal di sana pada
tahun 632 H. 6. Abu Amir Yahya bin Abd al-Rahman bin Ahmad al-Asy’ari (w. 639), beliau
dikenal seorang ahli hadis, fikih, teolog dan fikih. 7. Abu Hasan Ali bin Abdullah bin
Muhammad bin Yusuf al-Anshari alQurtubi al-Maliki yang dikenal dengan sebutan Ibnu
Qutal, pernah menjabat sebagai seorang hakim, wafat di Marakisy tahun 651 H. 8. Abu
Muhmmad Abdullah bin Sulaiman bin Daud bin Hautillah al-Anshari al-Andalusia (w. 612
H). Beliau terkenal sebagai seorang ahli hadis di Andalusia, juga seorang penyair dan ahli
nahwu. Beliau pernah menjadi Qadhi di Cordoba dan tempat lainnya
2.4. Karya-karya lainnya diantaranya :

 Al-Asna fi Syarh Asma’illaj al-Husna


 At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
 Syar at-Taqashshi
 Qam’ al-Hirsh bi az-Zuhd wa al-Qana’ah
 At-Taqrib likitab at-Tamhid
 Al-I’lam biima fi Din an-Nashara min al-Mafasid wa al-Auham wa Izhharm Mahasin Din
al-Islam
 At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-Akhirah, diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai "Buku Pintar Alam Akhirat"

2.5. Sistematika tafsir


Tafsir al-Qurtubi memakai sistematika mushafi, ia menafsirkan alQuran sesuai dengan urutan
ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf al-Quran, yaitu mulai dari ayat pertama surat al-
Fatihah sampai ayat terakhir surat al-Nas. Sementara penafsiran al-Quran yang mengikuti
kronologis turunnya surat-surat alQuran atau sistematika nuzuli dipakai oleh Muhammad
‘Izzah Darwazah dengan tafsirnya yang berjudul al-Tafsir al-Hadis.
2.6. Metode
Maka dapat dikatakan bahwa tafsir al-Qurtubi ini memakai metode tahlili. Hal ini dapat dilihat dalam
tafsirnya ketika secara panjang lebar dan mendalam ia menjelaskan kandungan ayat dari berbagai
aspek secara runtut dengan langkahlangkah penafsiran sesuai dengan metode tafsir tahlili

2.7. Corak tafsir


tafsir karya al-Qurtubī ini bercorak fiqih, Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih
banyak dikaitkan dengan persoalan-persoalan fiqih.

3. Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni

3.1. Nama dan kelahiran Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Jamil Al Shabuni. Beliau lahir di
kota Halb/Aleppo Syiria pada tahun 1928 M. Syaikh Al Shabuni dibesarkan di tengah-tengah
keluarga terpelajar. Ayahnya, Syaikh Jamil, merupakan salah seorang ulama senior di
Aleppo.

3.2. Pendidikan

Beliau memperoleh pendidikan dasar dan formal mengenai bahasa arab, ilmu waris,
dan ilmu-ilmu agama di bawah bimbingan langsung sang ayah. Sejak usia kanak-kanak, ia
sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan dalam menyerap berbagai ilmu agama.
Diusianya yang masih belia, Al Shabuni sudah hafal al Quran. Tak heran bila kemampuannya
ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat menyukai kepribadian Al Shabuni.
Salah satu gurunya adalah sang ayah, Jamil Al Shabuni.

Beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan merampungkan program


magisternya di universitas Al Azhar mengambil tesis khusus tentang perundang-undangan
dalam Islam pada tahun 1954 M. Saat ini bermukim di Mekkah dan tercatat sebagai salah
seorang staf pengajar tafsir dan ulumul qur‟an di Fakultas Syari‟ah dan Dirasat Islamiyah
Universitas Malik Abdul Aziz Makkah.

Saat bersekolah di Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam,


tetapi juga mata pelajaran umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan
lulus tahun 1949. Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan
pendidikannya di Universitas Al Azhar Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas
Syari‟ah pada tahun 1952.

Di samping sibuk mengajar, Syaikh Al Shabuni juga aktif dalam Organisasi Liga
Muslim Dunia. Saat di Liga Muslim Dunia, ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset
Kajian Ilmiah mengenai al Qur‟an dan Sunnah, bergabung dalam organisasi ini selama
beberapa tahun. Setelah itu, ia mengabdikan diri sepenuhnya untuk menulis dan melakukan
penelitian. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Shafwah At Tafasir. Kitab tafsir al
Qur‟an ini merupakan salah satu tafsir terbaik karena luasnya pengetahuan yang dimiliki oleh
sang pengarang. Selain dikenal sebagai hafiz al Qur‟an, Syaikh Al- Shabuni juga memahami
dasar-dasar ilmu tafsir, guru besar ilmu syari‟ah, dan ketokohannya sebagai seorang
intelektual muslim. Hal ini menambah bobot kualitas dari tafsirnya.

3.3 . Guru-gurunya

Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Jamil Ali Ash- Shabuni. Ia juga berguru pada ulama
terkemuka di Aleppo, seperti Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad al-Shama,
Syekh Muhammad Said al-Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh dan Syekh
Muhammad Najib Khayatah.

34. karya Ash-Shabuni

Karya –karya Ash-Shabuni diantaranya:

1. Rawai'ul Bayan Fi Tafsir ayatil ahlkam

2. Shafwatut Tafasir

3. An-nubuwwah Wal Anbiya

4. Al Mawarist fi Syari'atil Islamiyyah

5.Syarah Riyaddhusshalihin

6. Tafsir al Wadhih al Muyassar:

7. Durratut Tafasir:

8. Mukhtashar Tafsir Thabar

9. Tahqiq Ma’anil Qur’an Lin Nahhaas

10. Tahqiq Fathur Rahmaan Bikasyfi Ma Yaltabis fil Qur’an

3.6. SISTEMATIKA PENULISAN SISTEMATIKA PENULISAN TAFSIR AYAT-AYAT


AHKAM SECARA UMUM MELIPUTI:

1. Penentuan Bab dan Ayat al-Qur’an yang Akan Ditafsiri


2. Tafsir Perkata
3. Makna Global
4. Ragam Qira’ah dan Ragam I’rab
5. Sebab Turun Ayat
6. Kelembutan Tafsir
7. Kandungan Hukum dan
8. Hikmah Tasyri’
3.5. Metode Tafsirnya,

ash-Shabuni menggunakan metode maudu’i atau tematik, yang ditandai dengan


penentuan tema atau judul dari kelompok-kelompok ayat yang ditafsirkan, dan juga korelasi
yang bersifat kemprehensif antara kelompok-kelompok ayat tersebut.

3.6 tafsir Ash-Ashbuni Bercorak Fiqih

Terkait dengan tafsir Ali As-Shabuni, penulis berkesimpulan bahwa tafsir ini bercorak fikih
karena keseriusannya dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, yang ditandai dengan detailnya
penjelasannya pada ayat-ayat tersebut, dengan dalil-dalil yang selalu dikembalikan kepada
hadis Nabi saw., dan juga pendapat sahabat serta ulama fikih, sebagaimana model yang
pertama. Begitu juga mengkaji ayat-ayat hukum sebagai respon atas problematika yang
muncul ditengah masyarakat, di mana problematika tersebut tidak ditemukan pada masa
sebelumnya. Lebih jelasnya lagi, Ali As-Shabuni dalam tafsirnya mengakui hukum sebagai
orientasi tafsirnya.

4. Analisis Mokoron

Perbandingan Ayat-ayat Riba dalam Tafsir Qurthubi dan Ash-Shabuni surat Al-Baqorah 275-
276

‫َاَّلِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا اَل َيُقْو ُم ْو َن ِااَّل َك َم ا َيُقْو ُم اَّلِذ ْي َيَتَخ َّبُطُه الَّش ْيٰط ُن ِم َن‬
‫اْلَم ِّۗس ٰذ ِلَك ِبَاَّنُهْم َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر ٰب وۘا َو َاَح َّل ُهّٰللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر ٰب وۗا‬

‫َفَم ْن َج ۤا َء ٗه َم ْو ِع َظٌة ِّم ْن َّرِّبٖه َفاْنَتٰه ى َفَلٗه َم ا َس َلَۗف َو َاْم ُر ٓٗه ِاَلى ِهّٰللاۗ َو َم ْن َع اَد‬
‫ٰۤل‬
) ٢٧٥ :‫َفُاو ِٕىَك َاْص ٰح ُب الَّناِر ۚ ُهْم ِفْيَها ٰخ ِلُد ْو َن ( البقرة‬

Artinya:

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. [2] Al-
Baqarah : 275)

Penjelasan dalam tafsir Al_Qurthubi


Ayat-ayat ini mencakup hukum riba, akad jual beli, ancaman bagi orang yang menghalalkan
riba dan orang yang bersikeras melakukan riba. Untuk ke lima ayat ini, dibahas tiga puluh
delapan masalah

Pertama:FimranAllahSwT ‫" َاَّل ِذ ْيَن َيْأُك ُلْو َن الِّر ٰب وا‬orang-orang yang makan (mengambil) riba."
Pada ayat ini, kata mengambil diibaratkan dengan memakan karena maksud sebenamya dari
pengambilan riba memang untukdimakan.

Kata riba menurut etimologi bahasa maknanya adalah mutlak ‫ ربا يربو‬maknanya: jika
bertambah Di antara makna menurut bahasa ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
imam Mus lim: " Demi Tuhan, tidak satupun dari suapan yang kita makan'kecuali terus
bertambah dari bawahnya." Yakni makanan yang telah didoakan oleh Nabi SAW agar penuh
keberkahan.

Kemudian, makna secara syariat telah dipalingkan dari makna yang mutlak seperti ini (yakni
penambahan), dan meminimalisir maksudnya secara keseluruhan. Al Qur'an terkadang
menyabkannya untuk makna penghasilan yang haram.

seperti pada firmanAllah SWTkepada orang-orang Yahudi : ‫" َّو َاْخ ِذِه ُم الِّر ٰب وا َو َقْد ُهُنْو ا َع ْن ُه‬Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya." (Qs. AnNisaa' : l6l). Namun yang dimaksud dengan riba pada ayat ini tidak
sama dengan riba yang dikenal dalam syariat islam, yang dimaksud riba pada ayat ini
adalah harta yang diharamkan secara keseluruhan. seperti pada firman Allah SWTpada
ayat lain:

‫َّم ا و َن ِلْلَك ِذ ِب َأَّك ا ُلو َن ِلل ُّس ِت‬


‫ْح‬ ‫َس ُع‬
Mereka itu adalah orong-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang
haram." (Qs. Al Maa'idah : 42). Yakni memakan harta yang haram, seperti misal dengan cara
menipu atau menyolong atau juga dengan cara menghalalkan harta orangorang ummi, dimana
mereka mengatakan ‫" َلْيَس َع َلْيَنا ِفى اُاْلِّم ّٖي َن َس ِبْيٌۚل‬Tidak ada dosa bagi lrami terhadap orang-
orang ummi. " (Qs.Aali 'Imraan [3]: 75).

Sedangkan kata riba yang dikenal dalam syariat Islam ada dua bentuk, yang pertama
pengharaman dalam bentuk waktu (kredit), dan yang kedua adalah pengharaman pada sesuatu
yang dilebihkan dalam suatu transaksi atau mengenai makanan pokok yang insya Allah akan
kami uraikan sebentar lagi.

Namun intinya, riba dalam syariat Islam adalah seperti kebanyakan yang dilakukan oleh
orang arab. Misalnya saja seperti perkataan mereka ketika menagih uang pinjarnan: apakah
kamu mau menambah waktunya dengan menambahkan prosentase bunganya? LaIu setelah
itu karena orang yang berutang tidak mampu membayar maka ia terpaksa menambah jumlah
utangnya (sedangkan ia tidak menerima pinjaman kecuali di awalnya saja). Dan ini adalah
haram seperti yang disepakati olehseluruh umat sepanjang zaman.

Kedua Kebanyakan jual beli yang terlarang adalah karena makna penambahan di dalamnya
entah itu pada uang yang dijadikan alat transaksi ataupun pada faedah yang akan dirasakan
oleh salah satu dari penjual atau pembeli. Contoh untuk bentuk kedua ini adalah pada jual
beli, yang kebanyakan tidak ada makna penambahan didalamnya" seperti contohnya membeli
buah di suatu pohon yang belum terlihat buahnya atau seperti jualbeli yang dilakukan pada
saat adzan shalat Jum'at yang maksudnya adalah agar mempercepat tansaksi tanpa melihat
apayang dibelinya terlebih dahulu Serta contoh-contoh lainnya.

Ketiga Para imam hadits meriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum (al-burr) dengan gandur. biji
gandum (asy-sya'i) dengan biji gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
(semuanya) harus sama dan tunai. Barangsiapa yang menambahkan atau meminta tambahan
maka ia telah berbuat riba. Yang mengambil dan yang memberi dalam riba adalah sama
saia." Lafazh hadits ini diambil dari imamMuslim.

Para ularna sepakat dengan isi dari hadits ini, begitujuga para ahli ilnu fikilu kecuali pada
gandura dan biji gandum, karena imam Malik menjadikan keduanya dalarn satujenis. Oleh
karena itu imam lvlalik melarang pertukaran keduanyajika salah satu melebihi yang lainnya.

Saya (A Qurthubi) katakan: Jika sunah telah menetapkan maka tidak ada tempat lagi untuk
mengungkapkan pendapat yang berbeda. Rasulullah SAW telah bersama:"Jika salah satu dari
jenis ini berbeda maka jual lah sebagaimana yang kamu mau jika masih dari tangan ke tangan
(bertemu di satu tempat di waktu yang sama)." Sedangkan sabda beliau *gandum dengan
gandum, biji gandum dengan biii gandum" adalah dalil bahwa keduanya adalah jenis yang
berbeda, seperti berbedanya gandum dengan kurma karena ciri-ciri yang dimiliki oleh
keduanya berbeda dan nama yang dimiliki oleh keduanya pun berbeda Walaupun keduanya
memiliki tempat tumbuhan dan tempat panen yang sama namun keduanya sangat jelas
berbeda. Pendapat inilah yang diikuti olehAsy-Syaf i, Abu Hanifab, Ats-Tsauri, dan ulama
hadits

Keempat Muawiyah bin Abi Sufyan adalah salah seorang sahabat yang berpendapat, bahwa
larangan dan pengharaman yang disebutkan oleh Nabi SAW adalah pada uang dinar dan
dirham yang sama-sama telah dicetak. Sedangkan emas atau perak tibr (kemurnian pada emas
atau perak) boleh ditukar dengan uang yang dicetak (uang perak yang dicetak untuk
bertansaksi pada saat itu), dan ia juga berpendapat bahwa uang pembentukan (sebelum
dicetak menjadi dinar atau dirham) juga boleh ditukar dengan uang yang telah dicetak.
Muawiyah menyangka bahwa yang dilarang adalah yang sesama saja yang dicetak dengan
yang dicetak, yang dibentuk dengan yang dibentuk yang murni dengan yang mumi. Hingga
terjadilah perdebatan antara Muawiyah dengan Ubadah yaitu yang diceritakan pada sebuah
riwayat yang disampaikan imam Muslim dan imam lainya)

ra Abul Asy'ats mencaritakan: Ketika kami berperang pada suatu peperangan dan diantara
kami ada Muawiyah. Ketika itu kami harta rampasan perang yang sangat banyak dan diantara
harta rampasan perang tersebut ada benda (seperti piring) yang dibentuk dari perak. Lalu
Muawiyah menyuruh seseorang untuk menjualnya di Athiyat (tempat berkumpul untuk
menjual atau membeli harta rampasan perang), kemudian sebagian besar dari kami bersegera
ke tempat tersebut.

Ialu berita ini terdengar oleh Ubadah bin Shamit, dan ia pun menyusul mereka ke sana dan
mengatakan: "Aku pemah mendengar bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, biji gandum dengan biji gandum,
kunna dengan kurrna, garam dengan garam, kecuali dengan jenis yang sama (tibr dan
ainmya) dan harus tunai. Jika ada yang menambahkan atau meminta tambahan maka ia telah
berbuat riba."

Tafsir ASH-SHABUNI
3 Tafsir Ibnu Katsir
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kesurupansetan karena gila.1 Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa
mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah di perolehnya dahulu
menjadi miliknya2 dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

‫ۡم َح ُق ُهّٰللا الِّر ٰب وا َو ُيۡر ِبى الَّص َد ٰق ِتؕ‌ َو ُهّٰللا اَل ُيِح ُّب ُك َّل َك َّفاٍر َاِثۡي ٍم‬
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
dalam kekafiran dan bergelimang dosa.

no Ayat al-quran Al- Qurthubi Ash-shabuni


1 Definisi Riba itu berarti tambahan... (al- "Ar-riba": dalam pengertian bahasa
ziyâdah). Riba itu ada dua macam, berarti mutlak pertambahan. Dalam
yaitu riba yang haram dan riba ungkapan Arab dinyatakan, "Ribâ
yang halal. Riba yang halal itu asy-syai'u" berarti sesuatu itu
ialah hadiah yang diberikan sedang mengalami pertambahan. Di
seseorang (kepada orang lain) antara penggunaan makna ini
dengan motif untuk mendapatkan terdapat dalam firman Allah Swt.:
sesuatu yang lebih baik dibanding
hadiah yang diberikannya itu. ‫َفاَل َوِهللا َم ا َأَخ ْذ َنا ِم ْن ُلْقَم ة ِإاَّل َر َّبا ِم ْن َتْح تها‬
Pemberi hadiah yang punya motif
seperti ini tidak akan "Maka sekali-kali tidak, demi Allah,
mendapatkan pahala dan juga tidaklah kami mengambil sesuap
tidak terkena dosa. melainkan ada di bawahnya
pertambahan.

Dalam terminologi syariat, riba


didefinisikan sebagai pertambahan
(bunga) yang diambil oleh pemberi
pinjaman kepada peminjam sebagai
ganti penundaan (tempo
pembayaran)

Dalam hadits, Rasulullah Saw.


bersabda:

‫ِإَّن الِّر َبا َو ِإْن َك ُثَر َفِإَّن َعاِقَبَتُه َتِص يُر ِإَلى ُقْل‬
"Sesungguh, meskipun hasil riba itu
banyak, tetapi ujung-ujungnya
malah sedikit."
2 Metode metode yang dipakainya adalah Adapun teknis atau metode yang
tahlili karena ia berupaya digunakan dalam mengumpulkan
menjelaskan seluruh aspek yang data yaitu, metode tematik,
terkandung interpretasi dan beberapa sumber
data pendukung lainnya

3 ‫اَّلِذ يَن َيْأُك ُلوَن الّربوا‬ Pada ayat ini, kata mengambil maksud "al-akl (makan pada sya sa
diibaratkan dengan karena mengambil da membelanjakannya.
maksud sebenamya dari Dalam ayat ini pengungkapkan ‫اَّلِذ يَن‬
pengambilan riba memang untuk ‫( َي ْأُك ُلوَن الّربوا‬aladzina yakulunariba)
dimakan. Di antara makna karena tujuan utama dari memang
menurut bahasa ini adalah sebuah untuk dimakan. Diluar keperluan
hadits yang diriwayatkan oleh makan, pemanfaatan harta hanyalah
imam Muslim: " Demi Tuhan, bersifat sekunder Kata makan
tidak satupun dari suapan yang sering di pakai dengan arti
kita makan'kecuali terus mepergunakan harta orang lain
bertambah dari bawahnya." dengan cara yang tidak benar,
akalahu ( ia memakannya dalam
arti mengambilnya tanpa hak

‫ال َيُقوُم وَن ِإاَّل َك َم ا‬ ‫َيَتَخ َّبُطُه‬


yang
4 ‫َيُق وُم اَّلِذ ى َيَتَخ َّبُطُه‬ maknanya disini adalah dikuasai ‫" َيَتَخ َّبُط ُه‬: kata ini berasal dari "at-
atau dirasuki. Pada ayat ini Allah takhabbuth" yang berarti berjalan
SWT telah memberikan tanda ini tidak lurus atau gontai, seperti unta
kepada orang-orang yang yang terhuyung ke atas tanah.
memakan riba, dikarenakan apa Diserupakan pemakan riba itu
yang mereka penuhi dalam perut dengan orang-orang yang kesurupan
merek4 yang menjadikan tubuh maksudnya Allah memasukan riba
mereka terasa sangat berat, dan kedalam perut mereka sehingga
ketika mereka dibangkitkan memberatkan merekan sehingga
dari kubur, mereka terjatuh dan sempoyongan.
terjatutr lagi karena
tidak kuat berdiri

5 ‫ الَّش ْيَطاُن ِم َن اْلَمِس‬semua ulama ini sepakat bahwa ‫ اْلَمِس‬Al-Mass": berarti gila. Dalam
‫ اْلَمِس‬adalah orang yang memakan ungkapan dicontohkan, "Massar
riba akan dibangkitkan seperti rajulu [laki-laki itu telah gila]."
orang gila sebagai hukuman "Fahuwa mamsûs" berarti dia
baginya dan penghinaan atasnya terkena penyakit gila. Dari derivasi
bagi orang-orang yang berada di kata ini, muncullah kata "massa"
padang mahsyar bersamanya. yang arti aslinya adalah menyentuh
Pentakwilan yang disepakati ini dengan tangan. Dalam kaitan ayat
diperkuat juga oleh bacaan Ibnu ini, seolah-olah setan menyentuh
Mas'ud yang menambahkan: manusia yang mengakibatkan
"pada hari kiamat nanti1 kegilaan kepadanya.
6 ‫ ِإَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر َبا‬Sesungguhnya jual beli itu sama Sesungguhnya jual beli sama
dengan riba." Yakni: dengan riba" disebut tasybih maqlab
sesungguhnya penambahan ketika (perserupaan terbalik) sebagai nilai
datangnya jangka waktu terakhir tasybih tertinggi (dalam bahasan
untuk membayar sebuah utang ilmu balaghah). Pasalnya,
adalah sama dengan harga asli musyabbah (yang dibuat
pada awal jual beli. Hal ini perserupaan) dibalik menjadi
dikarenakan orang arab tidak musyabbah bih (objek yang
mengenal riba kecuali yang diserupakan).
seperti ini. Yaitu: ketika datang
saat orang yang berutang untuk
membayar utangnya, maka orang
yang diutangi akan mengatakan:
"apakah engkau akan membayar,
atau engkau ingin riba?" yakni:
menambahkan prosentase pada
utangnya.
7 ‫ َو َأَح َّل ُهللا الَبْيَع َو َح َّر َم‬adahal Allah telah menghalalkan "Sesungguhnya jual beli sama
‫ الربا‬jual beli dan mengharamkan riba." dengan riba" disebut tasybih maqlab
(perserupaan terbalik) sebagai nilai
1
Qira’at Ibnu Mas'ud ini disebutkan oleh Ibnu Athiyah Al Muharrir Al Wajiz (2/ 480), dan qira'at ini
kemungkinan besar penafsiran darinya
Kalimat ini termasuk salah satu tasybih tertinggi (dalam bahasan
bentuk yang umum dalam Al ilmu balaghah). Pasalnya,
Qur'an. Huruf alif dan laam pada musyabbah (yang dibuat
kata berguna untuk keterangan perserupaan) dibalik menjadi
jenis, karena tidak ada penyebutan musyabbah bih (objek yang
kata ini sebelumnya yang dapat diserupakan). Tasybih ini, dalam
dijadikan sandaran tempat seni tutur Arab dicontohkan
kembalinya. Sebagaimana yang dengan: "Al- Qamaru kawajhi
terdapat pada firman Allah SWT, zaidin
Demi masa. Sesungguhnya
mamasia itu“ ‫َو اْلَع ْص ِر ِإَّن اِإْل نَس ْيَن َلِفي‬
‫ ُخ ْس ٍر‬benar-benar berada dalam
kerugian.
9 ‫ َفانَتَهى َفَلُه َم ا َس َلَف‬Maka baginya apa yang telah Salafa": berarti yang telah berlalu.
diambilnya dahulu." Yakni Maksudnya dalam ayat ini, siapa
mengenai riba, dan perbuatannya yang menghentikan praktik ribanya
itu tidak akan diproses maka Allah Swt. akan mengampuni
sebagaimana biasanya di dunia dosanya yang telah lalu, tepatnya
dan di akhirat. Pendapat ini sebelum ayat pengharaman riba
disampai oleh As-Suddi dan turun.
ulama lainnya

10 ‫ َوَم ْن َع اَد َفُأوَلِب َك‬Orang yang mengulangi kekal di neraka, dipersamakan


‫َّن‬
‫َح اُب ال اِر‬ ‫ْص‬ ‫َأ‬ (mengambil riba), maka orang itu dengan orang-orang kafir, mendapat
adalah penghuni-penghuni perlawanan dari Allah dan Rasul-
neraka." Yakni: bagi orang yang Nya serta kekal dalam laknat, Dia
telah mendapatkan petunjuk dan pun akan tahu betapa akibat yang
berhenti melakukan riba, lalu ditimbulkan, seperti kehidupan
setelah itu ia melakukannya lagi yang tercela, penuh kemarahan,
hingga ajalnya tiba maka ia akan hilangnya rasa keadilan, perasaan
dimasukkan kedalam neraka2 Hal yang buas, kaku dan merasa
ini disampaikan oleh Sufyan. mendapat laknat dari orang-orang
yang dizalimi. Itu semua karena
hilangny kebaikan dan berkah. Oleh
karena itu, betapa maksiatnya riba
ini, betapa besar dos riba ini, dan
betapa kejinya akibat riba ini!
11 ‫َّل‬ ‫ َو ُهَّللا اَل ُيِح ُّب ُك‬Dan Allah tidak menyukai setiap kaffår" dan "atsim" dalam redaksi
‫ َك َّفاٍر َأِثم‬orang yang tetap dalam kekafiran, "Wallâhu lâ yuhibbu kulla kaffärin
dan selalu berbuat dosa." Sifat atsim [Dan Allah tidak menyukai
selalu berbuat dosa dilekatkan setiap orang yang tetap dalam
pada kekafiran pada ayat ini untuk kekafiran, dan selalu berbuat dosa]"
mubalaghah, karena memang kedua-duanya termasuk sighah
kedua lafazh itu berbeda. mubalaghah (format hiperbola)
yang berarti banyak kekufuran dan
banyak berbuat dosa. Ini
menunjukkan, bahwa haramnya riba
itu sangat keras sekali dan termasuk
perbuatan orang-orang kafir, bukan
perbuatan orang-orang Islam.

2
Hal ini disampaikan oleh An-Nuhas Ma'ani Al Qur'an (1/308), dan disampaikan juga oleh Abu Hayan Al Bahr Al
Muhith (2/336)
Kesimpulan

1. Riba adalah berbahaya bagi masyarakat dan agama.

2. Riba adalah dosa besar, yang barang siapa mempraktikkannya akan disiksa d neraka.

3. Riba, banyak ataupun sedikit hukumnya sama-sama haram.

4. Seorang Mukmin wajib berdiri di atas batas-batas hukum syariat, yaitu menjauhi semua yang
diharamkan Allah.

5. Senjata yang paling ampuh yang dapat melindungi diri seorang menyalahi hukum Allah
DAFTAR PUSTAKA

1. Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni,Tafsir ayat-ayat ahkam ( Depok kiara


Publishing,2014
2. Tafsir Al-Qurthubi Ta’liq Muhammadi Ibrahim Al-Hifnawi
3. Biografi Imam Al-Qurtubi, https://www.referensimakalah.com.

4. Abu al-Yaqyan, Dirāsat fī al-Tafsīr wa Rijālih, (t.tp: t.np., t.t.)

5. Hasbi Ash-Shiddieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu al-Quran / tafsir (Jakarta: Bulan
Bintang, 1980)

6. Amin al-Khuli, Manāhij Tajdīd, (Mesir: Dār al-Ma’rifah, 1961)

7. : https://www.bacaanmadani.com/2018/03/pengertian-tafsir-muqarin-ruang-lingkup.html
Teri.t baik sekali. Kita berharap ekonomi kedepan semakin membaik
8. epository.radenintan.ac.id/1811/5/BAB-4-revisi_%281%29.pdf
9. http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/elhuda/article/view/3858/2742

Anda mungkin juga menyukai