Oleh :
Stiven Juliano Wiratama & Muhammad Fajar Tri Patria
Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu
e-mail : stivenjw2003@gmail.com
ABSTRAK
I’jaz merupakan kemampuan untuk menundukkan dan menunjukkan dirinya melebihi yang
lainnya. Ketika istilah ini disematkan kepada Al-Qur’an, maka kitab suci yang dibawa oleh
Rasulullah ini dapat menundukkan seluruh tulisan-tulisan yang pernah ada, sekaligus juga
menobatkan Al-Qur’an menjadi mu’jizat sekaligus kitab paling mulia dan tidak terbantahkan.
Kemukjizatan Al-Qur’an tidak mungkin bisa tertandingi. Hal ini terwujud dalam aspek
keindahan bahasa, kisah yang terkandung di dalamnya, selain tauhid, aturan syariat, dan
sebagainya, serta informasi ilmiah yang luar biasa lengkapnya jika ditelaah secara mendalam.
Untuk mengapresiasi kemukjizatan Al-Qur’an ini, hendaknya setiap umat Islam memenuhi
hak Alquran yaitu dengan membaca, menghafal, mengkaji, menganalisa serta diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa.Adapun dalam hal
ini akan kami jelaskan bagaimana I’jaz Al-Qur’an menurut beberapa ulama kontemporer.
1. PENDAHULUAN
Sudah menjadi kelaziman dari munculnya seorang rasul dengan seruan agama
baru untuk disertai dengan mujizat, dengan mu’jizat itu seorang rasul baru diberdayakan
oleh Allah untuk sanggup membalikkan pandangan umatnya yang sedang mengalami
fase keterkaguman dengan salah satu aspek kehidupan keduniaan, menuju jalan agama
Allah yang lurus. Sejarah Nabi dan Rasul menunjukkan corak mu’jizat yang tidak lain
sebagai respon logis dari tuntutan realitas kehidupan umat. Fenomena Al-Qur’an sebagai
mu’jizat, merupakan topik utama yang akan ditelaah dalam tulisan ini, Pembahasan Al-
Qur’an sebagai mu’jizat oleh para sebagian ulama masih menyisakan perbedaan
pendapat tentang derivasi serta domain kemu’jizatan Al-Qur’an, ditambah lagi
munculnya pendapat yang cenderung melimitasi pada segi kemu’jizatan dengan
menafikan segi yang lain. Berangkat dari sini, penulis bermaksud untuk mengkaji
beberapa segi kemujizatan Al-Qur’an perspektif Ulama Kontemporer seperti Syaikh
Mutawwaili Sya’rawi, Ratib Nabulsi dan Za’lul Najjar yang diharapkan dapat
menampilkan keterwakilan seluruh pergolakan pendapat dan pemikiran yang bergulir
disekitar obyek telaah kemu’jizatan Al-Qur’an. Dengan kata lain, rumusan masalah pada
artikel ini adalah: Bagaimana Pemikiran ketiga ulama tersebut Tentang I’jaz Al-Qur’an ?
2. PEMBAHASAN
Biografi Ulama Kontemporer
A. Syaikh Mutawwali Sya’rawi
Nama Lengkap asy–Sya’rawi ialah Muhammad Mutawalli Asy-
Sya’rawi.Adalah seorang tokoh ternama yang lahir di tanah mesir yang menjadi
daerah tempat tinggalnya para ulama pembaharu Islam ( Mujaddid) seperti al-
Thanthawi, Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan
sebagainya. Asy- Sya’rawi yang dikenal sebagai seorang Pemikir Yang popular saat
itu juga termasuk salah satu ahli tafsir Kontemporer yang melahirkan beberapa kitab
tafsir.1 Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dilahirkan “Ahad tanggal 17 Rabi’ul Al
Akhir 1329H Atau bertepatan dengan tanggal 16 April 1911 M diDaqadus, Ialah
salah satu kota kecil yang terletak tidak jauh dari kota Mayyit Ghamr, ibu kota
provinsi al-Daqhaliyyat,2Mesir Daerah tersebut terletak ditengah delta sungai Nil.
Asy-Sya’rawi wafat pada tanggal 22 Safar 1419 H yang berkenaan pada tanggal 17
juni 1998 dan Asy-Sya’rawi dimakamkan didaerah Daqadus. Ayahnya memberi
gelas Amin dan gelar ini dikenal masyarakat di daerahnya. Asy-Sya’rawi Ialah ayah
dari tiga anak laki-laki dan dua perempuan yang bernama Sami, Abd al-Rahim,
Ahmad Fathimah dan Shalihah. Penulis berasumsi gelar Amin yang diberikan pada
Asy-Sya’rawi berkaitan Dengan sifat jujur dan amanah. Seperti gelar al-amin pada
baginda Rasulullah Saw. Berkaitan dengan nasabnya Asy-Sya’rawi, dalam kitab
yang berjudul Ana Min Sulalat Ahl al-Bait. AsySya’rawi menyebutkan bahwa beliau
masih ada garis keturunan dari cucu Nabi Saw yakni hasan dan husain. Ia dibesarkan
di lingkungan keluarga terhormat yang punya ikatan dengan para ulama serta para
wali”. Ayahnya seorang petani Asy-Sya’rawi Mempunyai harsat dan keinginan
yang amat besar untuk mengarahkan anak-anaknya menjadi seorang ilmuwan. Untuk
merealisasikan keinginan itu, ia selalu memantau Asy-Sya’rawi kecil ketika sedang
belajar. Ia ingin kelak asy-Sya’rawi masuk Universitas al-Azhar. Asy-Sya’rawi
sendiri mengakui besarnya peranan sang ayah dalam membentuk kepribadiannya.
1
Muhammad Yasin Jazar, Muhammad Mutawn alli Al-Sya’rawi , Alim Ashruhu fi uyun Ashrihi, (Kairo :
Maktabah al-Turats al-Islamiy, 1409 H) h.15
2
Ahmad al-Masri Husan, al- Syaikh Muhammad Mutawalli al- Sya’rawi ( selanjutnya ditulis al-sya’rawi), (kairo
Nahdat Mesir 1990),h.11
Ibaratkan kalua dari gurunya asy- Sya’rawi mengambil 10% maka yang 90%
diperoleh dari ayahnya. Daerah Daqadus dipenuhi dengan nuasa keagamaan yang
sangat kental. Kesibukan hari-hari besar keagamaan sepanjang tahun mewarnai kota
ini. Di kota ini terdapat lima orang syekh pemimpinan tarekat dengan pengikutnya
masing-masing memeriahkan suasana perayaan hari-hari besar keagamaan yang
berlangsung setiap bulan tersebut, Sedangkan provinsi asy- Daqhiliyyat itu sendiri
merupakan sebuah provinsi yang produktif yang melahirkan banyak generasi bangsa
yang jenius yang banyak memberikan kontribusi berharga bagi negara Mesir.
B. Karya-karya Syaikh Mutawwali Sya’rawi
Al-Sya’rawi memiliki Sejumlah karya, beberapa orang banyak mengumpulkan
dan menyusunnya untuk disebarluaskan. Karya yang paling popular dari Al-
Sya’rawi ialah Tafsir Al-Sya’rawi. Selain itu Al-Sya’rawi juga memiliki Karya-
karya diantaranya:
Al Isra’Wa al-Mi’rai
Al-Ghaib
Mu’jizat al-Rasul
Al-Halal Wa al-Haram
Al-Hajj al-Mabrur
Al-Sihr Wa Al-Hasad
Asra’ru Bismillahirrahmanirrahim
Al-Syu’ra Wa at-Tasyri’u fi al-Islam
Al- Fatwa
Mu’jizat al-Qur’an
Nasharam al-Qur’ani
6
M Rasyid Ridha “al-Wahyu al-Muhammadi “, dalam Yusuf al-Qardhawi, Membumikan Syariat Islam,
Penerjemah: Muhammad Zakki dkk., (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), cet. 1., hlm. 37.
yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang telah
ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui” (yasin: 36) Ayat di atas jelas mengisyaratkan bagi kita betapa
indahnya firman Allah SWT di ujung ayat ini yang menunjukkan bahwa hakikat
ini lebih besar dari ilmu pengetahuan manusia pada saat itu. Fakta ilmiah
berikutnya yang disebut-sebut sebagai suatu kabar yang gaib telah dijelaskan
dalam surat ar-Ruum, dan diperkuat surat al-Qamar,7 tentang pemberitaan
bangsa Rumawi yang pada mulanya dikalahkan oleh bangsa Persia, tetapi
setelah beberapa tahun kemudian kerajaan Ruum dapat menuntut balas dan
mengalahkan kerajaan Persia kembali. Ini adalah suatu mukjizat Al Quran yang
sulit untuk diterima, dimana kaum muslimin yang demikian lemahnya di waktu
itu, akan menang dan dapat menghancurkan kaum musyrikin. Jika dikaji lebih
dalam lagi, masih banyak fakta ilmiah yang telah diungkap di dalam al-Quran,
yang keseluruhan isinya tidak ada yang bertentangan dengan sains modern.8
E. Pandangan Syaikh Mutawwali Al-Sya’rawi mengenai I’jaz Al-Qur’an
Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi lahir pada tanggal 16 April 1911 M. Pakar tafsir
kelahiran Mesir ini pernah menjabat sebagai Menteri Wakaf dan Urusan Al-Azhar
pada pemerintahan Presiden Anwar Sadat. Tidak genap satu tahun, ia meninggalkan
jabatannya ini. Ia memfokuskan dirinya untuk mendalami ilmu tafsir sehingga ia
diperhitungkan sebagai pakar tafsir terkemuka di abad ke-20 (al-‘ashr a-
hadist). Masterpiece-nya dalam bidang tafsir adalah berjudul Tafsir Asy-
Sya’rawi yang terdiri dari 20 jilid. Ia wafat pada tanggal 17 Juni 1998 di usianya
yang ke-87 tahun. Dalam kitab tafsirnya, Tafsir Asy-Sya’rawi jilid 11 halaman 6823,
ia menjelaskan, al-Quran menggunakan bahasa Arab sebab umat pertama yang
menjadi sasaran dakwah Rasulullah Saw. adalah orang-orang Arab.
Mereka pada zaman diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul adalah orang
yang pakar dalam bidang sastra. Mereka ahli balaghah, fashahah, dan syi’ir. Ketika
berkumpul di pasar semisal, setiap kabilah membangga-banggakan dirinya masing-
masing melalui syair-syairnya yang fasih dan penuh dengan nilai sastra.
Dari situ, Rasulullah Saw. tidak mungkin dapat menantang (tahaddi) mereka
kecuali memiliki mukjizat berupa al-Quran yang juga berbahasa Arab dan dipenuhi
7
Dalam firman Allah SWT (ar-Ruum: 2-3)
8
Yusuf al-Qardhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an, hlm. 55.
nilai-nilai sastra, agar dapat mendukungnya dalam menyampaikan pesan-pesan
Allah Swt. kepada mereka.
Dalam hal ini, untuk membuktikan kebenaran dan kemukjizatan al-Quran harus
memenuhi syarat adanya tahaddi (tantangan) yang dapat melemahkan mereka
sehingga dapat mengakui kebenaran al-Quran sebagai kitab yang datang dari Allah
Swt.
I’jaz dalam bahasa Arab adalah menisbatkan dan membuktikan
ketidakmampuan kepada orang lain. Ketika dikatakan "( "َاْع َج َز الَّرُج ُل َاَخ اُهseseorang
melemahkan saudaranya) maka maksudnya adalah seseorang itu telah membuktikan
ketidakmampuan saudaranya akan suatu hal. Atau dikatakan " ( "َاْع َج َز الُقْر آُن الَّناَسal-
Quran melemahkan manusia) maksudnya adalah al-Quran telah membuktikan
ketidakmampuan manusia untuk mendatangkan karya yang menyamai al-Quran.
Abdul Wahab Khalaf dalam kitab Ilmu Ushul Fiqh, halaman 25, menjelaskan
bahwa I’jaz atau membuktikan ketidakmampuan kepada orang lain tidak akan
terwujud kecuali setelah memenuhi tiga hal:
Pertama, at-tahaddi (tantangan). Yaitu, adanya tantangan untuk berlomba,
berduel dan bertanding. Kedua, al-muqtadhi (hal yang menghendaki). Yaitu adanya
hal yang mendorong orang yang ditantang untuk berlomba, berduel dan bertanding.
Ketiga, ‘adam al-mani’ (tidak ada penghalang). Yaitu tidak adanya penghalang yang
mencegah orang yang ditantang untuk berlomba.
Al-Quran dalam hal ini telah memenuhi tiga komponen di atas. Dalam banyak
ayat, al-Quran mengajukan tantangannya.
Semisal (untuk menyebut satu contoh saja) al-Quran menyatakan, “Dan jika
kamu meragukan (al-Quran) yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah penolong-
penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah [2]:
23)
Di samping itu, al-Quran menggunakan bahasa Arab, lafal-lafalnya diambilkan
dari huruf-huruf Arab hijaiyah, dan ungkapan-ungkapannya sesuai dengan struktur
gaya bahasa Arab. Akan tetapi orang-orang Arab pada saat itu tidak ada satu pun
yang mampu memenuhi tantangan al-Quran. Padahal mereka adalah ahli ilmu bayan
dan di tengah-tengah mereka ada yang mahir dalam ilmu fashahah dan balaghah.
Alasan yang lain sebagaimana tertera dalam QS. Yusuf [12]: 2 adalah “agar kalian
berpikir” ( )َلَع َّلُك ْم َتْع ِقُلوَن. Syekh asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya menjelaskan, ayat
itu bertujuan membangkitkan akal dalam memikirkan suatu hal, sehingga manusia
dapat menerima sesuatu yang ditawarkannya melalui akal. Hal ini tentu berbeda
dengan orang yang bermaksud menipu (mudallis) yang tidak memberikan
kesempatan akal memikirkan sesuatu yang ditawarkan.
Analogi sederhananya, kata Syekh asy-Sya’rawi, adalah ketika seorang
pedagang menawarkan barang dagangannya dan ia menyebutkan kebagusan-
kebagusannya, serta memberikan kesempatan orang yang ditawari merenungi
melalui akalnya, dan ia tidak menyangkal, maka hal ini menunjukkan bahwa ia
benar-benar percaya barang itu memang bagus. Sedangkan ketika barang dagangan
yang ditawarkan tidak bagus, maka pedagang tidak akan memberikan kesempatan
orang yang ditawari untuk merenungkan barang itu melalui akalnya. Nah, ketika
orang yang ditawari memikirkan barang dagangan itu terlebih dahulu maka ia akan
tahu mana pedagang yang menipu dan yang tidak.
Al-Quran dalam hal ini telah memberikan kesempatan orang-orang Arab yang
ahli balaghah dan fashahah itu untuk merenungkan al-Quran dengan akalnya. Al-
Quran juga diturunkan secara berangsur-angsur selama sekitar 23 tahun. Waktu yang
cukup lama untuk memberikan kesempatan orang-orang Arab untuk menyangkal
kemukjizatan al-Quran. Akan tetapi mereka tidak mampu.
Hal ini berarti bahwa al-Quran adalah benar-benar kalamullah sebagai petunjuk
bagi umat Rasulullah Saw. Dan ini pula sebagai alasan kuat kenapa al-Quran turun
dengan berbahasa Arab. Wallahu a’lam.
C. PENUTUP
Muhammad Mutawalli Asy- Sya’rawi.Adalah seorang tokoh ternama yang lahir di
tanah mesir yang menjadi daerah tempat tinggalnya para ulama pembaharu Islam
( Mujaddid) seperti al- Thanthawi, Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan sebagainya. Asy- Sya’rawi yang dikenal sebagai seorang Pemikir Yang
popular saat itu juga termasuk salah satu ahli tafsir Kontemporer yang melahirkan
beberapa kitab tafsir. Karya yang paling popular dari Al-Sya’rawi ialah Tafsir Al-
Sya’rawi. Adapun I’jaz al-Qur’an memiliki bentuk-bentuk yang sangat beragam, dari
sekian banyak bentuk kemukjizatan al-Qur’an, ada tiga sisi yang perlu dibahas secara
tersendiri diantaranya adalah: I’jaz Bayani wa Adabi (i’jaz secara bahasa dan sastra) dan
I’jaz Al-Islahi Au At-Tasyri’i (kemukjizatan al-Qur’an dalam aspek ajaran syariat yang
dikandungnya). I’jaz yang ketiga adalah i’jaz al-ilmi (kemukjizatan dari segi ilmiah).
Dalam pandangannya mengenai I’jaz Al-Qur’an Syekh asy-Sya’rawi dalam kitab
tafsirnya menjelaskan, ayat itu bertujuan membangkitkan akal dalam memikirkan suatu
hal, sehingga manusia dapat menerima sesuatu yang ditawarkannya melalui akal. Hal ini
tentu berbeda dengan orang yang bermaksud menipu (mudallis) yang tidak memberikan
kesempatan akal memikirkan sesuatu yang ditawarkan.
Analogi sederhananya, kata Syekh asy-Sya’rawi, adalah ketika seorang pedagang
menawarkan barang dagangannya dan ia menyebutkan kebagusan-kebagusannya, serta
memberikan kesempatan orang yang ditawari merenungi melalui akalnya, dan ia tidak
menyangkal, maka hal ini menunjukkan bahwa ia benar-benar percaya barang itu
memang bagus. Sedangkan ketika barang dagangan yang ditawarkan tidak bagus, maka
pedagang tidak akan memberikan kesempatan orang yang ditawari untuk merenungkan
barang itu melalui akalnya. Nah, ketika orang yang ditawari memikirkan barang
dagangan itu terlebih dahulu maka ia akan tahu mana pedagang yang menipu dan yang
tidak.
Al-Quran dalam hal ini telah memberikan kesempatan orang-orang Arab yang
ahli balaghah dan fashahah itu untuk merenungkan al-Quran dengan akalnya. Al-Quran
juga diturunkan secara berangsur-angsur selama sekitar 23 tahun. Waktu yang cukup
lama untuk memberikan kesempatan orang-orang Arab untuk menyangkal kemukjizatan
al-Quran. Akan tetapi mereka tidak mampu. Hal ini berarti bahwa al-Quran adalah benar-
benar kalamullah sebagai petunjuk bagi umat Rasulullah Saw.