Anda di halaman 1dari 12

1.

Pengertian Al Qur'an secara etimologi (bahasa)

Ditinjau dari bahasa, Al Qur'an berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda
(masdar) dari kata kerja qara'a - yaqra'u - qur'anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang
dibaca berulang-ulang. Konsep pemakaian kata tersebut dapat dijumpai pada salah satu surah
al Qur'an yaitu pada surat al Qiyamah ayat 17 - 18.

2. Pengertian Al Qur'an secara terminologi (istilah islam)

Secara istilah, al Qur'an diartikan sebagai kalm Allah swt, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw sebagai mukjizat, disampaikan dengan jalan mutawatir dari Allah swt sendiri
dengan perantara malaikat jibril dan mambaca al Qur'an dinilai ibadah kepada Allah swt.

Al Qur'an adalah murni wahyu dari Allah swt, bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi
Muhammad saw. Al Qur'an memuat aturan-aturan kehidupan manusia di dunia. Al Qur'an
merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Di dalam al Qur'an terdapat
rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Al Qur'an merupakan
petunjuk yang dapat mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju jalan yang terang.

3. Pengertian Al Qur'an menurut Para Ahli

Berikut ini pengertian al Qur'an menurut beberapa ahli :

a. Muhammad Ali ash-Shabuni

Al Qur'an adalah Firman Allah swt yang


tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul
dengan perantaraan malaikat Jibril as, ditulis pada mushaf-mushaf kemudian disampaikan
kepada kita secara mutawatir, membaca dan mempelajari al Qur'an adalah ibadah, dan al
Qur'an dimulai dengan surat al Fatihah serta ditutup dengan surat an Nas.

b. Dr. Subhi as-Salih

Al Qur'an adalah kalam Allah swt merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya
adalah ibadah.
c. Syekh Muhammad Khudari Beik

Al Qur'an adalah firman Allah yang berbahasa arab diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
untuk dipahami isinya, disampaikan kepada kita secara mutawatir ditulis dalam mushaf dimulai
surat al Fatihah dan diakhiri dengan surat an Nas.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat kita simpulkan bahawa al Qur'an adalah wahyu Allah
swt. yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw dengan perantara malaikat jibril,
disampaikan dengan jalan mutawatir kepada kita, ditulis dalam mushaf dan membacanya
termasuk ibadah. Al Qur'an diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad saw
selama kurang lebih 22 tahun.
Al-Quran adalah kitab suci agama islam untuk seluruh umat muslim di seluruh dunia dari awal
diturunkan hingga waktu penghabisan spesies manusia di dunia baik di bumi maupun di luar angkasa
akibat kiamat besar.

Di dalam surat-surat dan ayat-ayat alquran terkandung kandungan yang secara garis besar dapat kita
bagi menjadi beberapa hal pokok atau hal utama beserta pengertian atau arti definisi dari masing-
masing kandungan inti sarinya, yaitu sebagaimana berikut ini :

1. Aqidah / Akidah
Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh
setiap orang di dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu menanamkan keyakinan
terhadap Allah SWT yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada
Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap
rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.

2. Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Dari pengertian "fuqaha" ibadah adalah
segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang tercantum dalam lima butir rukum
islam. Mengucapkan dua kalimah syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci
ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu menjalankannya.

3. Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah
maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap manusia harus mengikuti apa yang
diperintahkanNya dan menjauhi laranganNya.

4. Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau perintah kepada orang yang beriman
untuk mengadili dan memberikan penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang terbukti
bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Alqur'an ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat,
mu'amalat, munakahat, faraidh dan jihad.

5. Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman
Allah SWT berupa siksa neraka atau waa'id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi orang-orang
yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat surga jannah atau waa'ad. Di samping itu
ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan
kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.

6. Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah


Sejarah atau kisah adalah cerita mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan
kejayaan akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami kebinasaan akibat tidak taat
atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita
mengambil pelajaran yang baik-baik dari sejarah masa lalu atau dengan istilah lain ikibar.

7. Dorongan Untuk Berpikir


Di dalam al-qur'an banyak ayat-ayat yang mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran
menusia untuk mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama mengenai
alam semesta.
Ada tiga fungsi atau peranan Al-Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang
Muslim, yaitu sebagai mukjizat, sebagai pedoman hidup, dan sebagai korektor.
Al-Quran adalah wahyu dari Allah (QS 7:2) yang berfungsi sebagai mukjizat bagi Rasulullah
Muhammad saw. (QS 17:88; QS 10:38) sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim (QS
4:105; QS 5:49-50; QS 45:20) dan sebagai korekter atau penyempurna terhadap kitab-kitab
yang pernah Allah Swt. turunkan sebelumnya (QS 5:48,15; QS 16:64), dan bernilai abadi
atau berlaku sepanjang zaman. (i)
Berdasarkan definisi atau pengertian tersebut, setidaknya ada tiga fungsi atau peranan Al-
Quran yang sangat penting untuk dipahami seorang Muslim, yaitu (1) sebagai mukjizat; (2)
sebagai pedoman hidup; (3) sebagai korektor.

AL-QURAN SEBAGAI MUKJIZAT


Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata ‘ajz yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah
(kuasa). Sedangkan i’jaz berarti membuktikan kelemahan. Mu’jiz adalah sesuatu yang
melemahkan atau membuat yang lain menjadi lemah, tidak berdaya. Setiap mukzijat biasanya
turun untuk memberikan tantangan bagi situasi zaman itu. Ketika pada zaman Nabi Musa
para tukang sihir sangat berkuasa dan mereka mencapai puncak kemampuannya dalam ilmu
sihir, Nabi Musa datang dengan membawa mukjizat yang mampu melumpuhkan tipu daya
para tukang sihir tersebut. Bukankah mukjizat berarti yang melumpuhkan atau yang membuat
lemah? Rasulullah saw. pun hadir pada suatu zaman ketika sastra Arab mencapai puncak
ketinggiannya. Beliau datang dengan Al-Quran yang memiliki gaya bahasa tingkat tinggi
yang mampu melumpuhkan seluruh penyair yang ada pada zaman itu. (ii)
Syaikh Muhammad Abduh dalam kitabnya Risâlah at-Tauhîd mengungkapkan bagaimana
ketinggian dan kemajuan bahasa dan sastra Arab ketika Al-Quran turun dan bagaimana Al-
Quran mengalahkan semua keunggulan tersebut, ”Al-Quran diturunkan pada suatu masa di
mana para ahli riwayat telah sepakat bahwa masa itu adalah masa yang sangat gemilang
ditinjau dari segi bahasa. Pada masa itu ada banyak sekali ahli sastra dan ahli retorika
(pidato).” Kemudian ia menuliskan tentang tantangan Al-Quran terhadap para ahli pidato
tersebut, ”Benarlah bahwa Al-Quran itu suatu mukjizat. Telah berlalu masa yang panjang,
generasi datang silih berganti, dan tantangan Al-Quran tetap berlaku, akan tetapi tidak
seorang pun yang dapat menjawab tantangan tersebut. Semua kembali dengan tangan hampa
karena lemah dan tiada berdaya.” (iii)
Keindahan gaya bahasa Al-Quran dan kerapihan susunan katanya tidak dapat ditemukan pada
buku-buku bahasa Arab apa pun pada masa itu dan masa sesudahnya. Itulah mengapa, Al-
Quran menjadi salah satu sebab terpenting bagi masuknya orang-orang pada masa Rasulullah
saw. dan setelahnya ke dalam Islam, serta menjadi sumber hidayah bagi orang-orang pada
masa sekarang dan masa yang akan datang. Umar bin Khathab masuk Islam setelah
mendengar Al-Quran awal surat Thâhâ yang dibaca oleh adiknya Fathimah. Abul Walid,
diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang begitu mendengar beberapa ayat dari
surat Fushshilat yang dikemukakan Rasulullah saw. sebagai jawaban atas usaha-usaha
bujukan dan diplomasinya. Bahkan, seorang Abu Jahal pun, orang yang paling memusuhi
Rasulullah saw., sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat Adh-Dhuha yang
dibacakan oleh beliau.(iv)
Selain keindahan gaya bahasanya, ada petunjuk-petujuk sangat jelas lainnya yang
memperlihatkan bahwa Al-Quran datang dari Allah Swt. dengan segala kemukjizatannya.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan misalnya, dapat meyakinkan setiap
orang yang mau berpikir bahwa Al-Quran adalah firman-firman Allah Swt., tidak mungkin
ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw. yang ummi (QS 7:158) yang hidup
pada awal abad keenam Masehi (571-632 M). Di antara ayat-ayat tersebut umpamanya: QS
39:6; QS 6:125; QS 23:12,13,14; QS 51:49; QS 41:11-41; QS 21:30-33; QS 51:7,49, dan
lain-lain. (v)
Ada pula ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir,
Negeri Saba’. Tsamud, ’Aad, Nabi Adam, Nabi Yusuf, Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, Nabi
Musa, dan sebagainya. Ayat-ayat ini dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa Al-
Quran adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan
ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa
Romawi, berpecah-belahnya Kristen, dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa
Al-Quran adalah wahyu dari Allah Swt. yang disampaikan melalui lisan utusan-Nya. (QS
30:2,3,4; QS 5:14). (vi)

AL-QURAN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP


Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-
prinsip umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah dan mahluk
lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti: beribadah langsung kepada
Allah Swt. (QS 2:43,183,184,196,197; QS 11:114), berkeluarga (QS 4:3, 4,15,19,20,25; QS
2:221; QS 24:32; QS 60:10,11), bermasyarakat (QS 4:58; QS 49:10,13; QS 23:52; QS 8:46;
QS 2:143), berdagang (QS 2:275,276,280; QS 4:29), utang-piutang (QS 2:282), kewarisan
(QS 2:180; QS 4:7-12,176; QS 5:106), pendidikan dan pengajaran (QS 3:159; QS 4:9,63;
QS 31:13-19; QS 26:39,40), pidana (QS 2:178; QS 4:92,93; QS 5:38; QS 10:27; QS 17:33;
QS 26:40), dan aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah Swt. dijamin dapat berlaku
dan dapat sesuai pada setiap tempat dan setiap waktu (QS 7:158; QS 34:28; QS 21:107). (vii)
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan seluruh tata nilai tersebut dalam
kehidupannya (QS 2:208; QS 6:153; QS 9:51). Sikap memilih sebagian dan menolak
sebagian tata nilai itu dipandang Al-Quran sebagai bentuk pelanggaran dan dosa (QS 33:36).
Melaksanakannya dinilai ibadah (QS 4:69; QS 24:52; QS 33:71), memperjuangkannya dinilai
sebagai perjuangan suci (QS 61:10-13; 9:41), mati karenanya dinilai sebagai mati syahid (QS
3:157,169), hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian yang tinggi (QS
4:100, QS 3:195), dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zalim, fasiq, dan kafir (QS
5:44,45,47). (viii)

AL-QURAN SEBAGAI KOREKTOR


Sebagai korektor, Al-Quran banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh
kitab-kitab suci sebelumnya, semacam Taurat dan Injil yang dinilai tidak lagi sesuai dengan
ajaran yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Ketidaksesuaian tersebut menyangkut sejarah
orang-orang tertentu, hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan sebagainya. (ix)
Ada beberapa contoh koreksian yang diungkapkan oleh Al-Quran terhadap kitab-kitab
terdahulu tersebut, antara lain:

 Tentang ajaran Trinitas (QS 5:73)


 Tentang Nabi Isa (QS 3:49,59; QS 5:72,76)
 Tentang peristiwa penyaliban Nabi Isa (4:157-158)
 Tentang Nabi Luth (QS 29:28-30; QS 7:80-84) perhatikan (Genesis, 19:33-36)
 Tentang Nabi Harun (QS 20:90-94) perhatikan (Keluaran, 37:2-4)
 Tentang Nabi Sulaiman (QS 2:102; QS 27:15-44) perhatikan (Raja-Raja, 21:4-5) dan
sebagainya. (x)
A. Pengertian dan dasar Pemeliharaan Al-
Qur’an
1. Pengertian Pemeliharaan al-Qur’an
Pemeliharaan Al-Qur’an terdiri atas dua kata yaitu pemeliharaan dan Al-Qur’an. Pemeliharaan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pembuatan, penjagaan dan perawatan. Sedangkan Al-
Qur’an adalah :
Kitab suci umat islam yang berisi firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw., dengan perantaraan Malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami, dan diamalkan sebagai petunjuk
dan pedoman hidup umat manusia.
Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa yang dimaksud pemeliharaan Al-Qur’an Adalah proses
pengumpulan, penulisan dan pembukuan serta perawatan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga menjadi
sebuah kitab seperti yang kita baca sekarang.
Dalam sebagian besar literatur yang membahas tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, istilah yang dipakai
untuk menunjukkan arti penulisan, pembukuan, atau pemeliharaan Al-Qur’an adalah Jam’ul Qur’an
yang artinya pengumpulan Al-Qur’an. hanya sebagian kecil literatur yang memakai istilah Kitabat Al-
Qur’an yang artinya penulisan Al-Quran, serta Tadwin Al-Qur’an yang artinya pembukuan Al-Qur’an.
Apabila mencermati batasan pengertian yang terdapat dalam literatur di atas, pada dasarnya istilah-
istilah yang digunakan mempunyai maksud yang sama, yaitu proses pemeliharaan Al-Qur’an yang
dimulai pada turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw., kemudian disampaikan kepada para
sahabat untuk dihafal dan ditulis sampai dihimpunnya catatan-catatan tersebut dalam satu mushaf
yang utuh dan tersusun secara tertib.
Manna Khalil al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fii Ulumil Qur’an memberikan pengertian
pemeliharaan Al-Qur’an dalam dua kategori yaitu : pemeliharaan Al-Qur’an dalam arti menghafalnya
dalam hati dan pemeliharaan Al-Qur’an dalam arti penulisannya. \

2. Dasar pemeliharaan al-Qur’an


Sejak awal diturunkannya Empat belas abad yang lalu Sampai masa modern saat ini Al-Qur’an
senantiasa terjaga kemurnian dan kesuciannya. Karena Al-Qur’an satu-satunya kitab yang dijaga oleh
Allah keotentikannya, sebagiamana firman Allah SWT., dalam Q.S. Al-Hijr (15) : 9 sebagai berikut :
Terjemahnya :

Sesungguhnya kami telah menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan sesungguhnya kamilah yang
memeliharanya.

Demikianlah Allah SWT., menjamin keaslian Al-Qur’an, jaminan yang diberikan atas dasar
kemahakuasaan dan kemahatahuan-Nya, serta berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh mahluk-
mahluk-Nya, terutama oleh manusia.
Tulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW. belum terkumpul dalam satu mushaf, di mana
setiap ayat yang turun Rasulullah Muhammad SAW., hanya memerintahkan kepada para sahabat
yang pandai untuk menulisnya di pelepah-pelepah tamar, di kulit hewan, serta di atas batu.
Rasulullah berpulang ke rahmatullah di saat Al-Qur’an belum dikumpulkan sama sekali, maksudnya
ayat-ayatnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf. Ayat-ayat dan surat-surat
dipisah-pisahkan, dan setiap surah berada dalam satu lembaran secara terpisah. Al-Khattabi dalam
Jalaluddin Assuyuti mengatakan:
Rasulullah tidak mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf karena Nabi masih selalu menanti
turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Susunan penulisan Al-Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya,
tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi. Oleh sebab
itu penulisannya dilakukan kemudian setelah Al-Qur’an turun semua pada saat Nabi Muhammad
SAW., telah wafat.

Pada masa Abu Bakar menjalankan urusan-urusan Islam sesudah Rasulullah, ia dihadapkan kepada
peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan. Oleh sebab ia segera menyiapkan pasukan
memerangi orang-orang murtad itu, sehingga pada tahun ke dua belas hijra terjadilah peperangan
yamamah. Dalam peperangan itu ada tujuh puluh qari’ dan huffadz dari para sahabat yang gugur.
Kenyataan ini membuat Umar bin Khattab cemas dan khawatir, jangan sampai terjadi lagi
peperangan yang lain sehingga jumlah jumlah sahabat yang hafidz Qur’an bertambah banyak yang
gugur. Apabila hal ini terjadi maka Al-Qur’an bisa saja akan musnah dan hilang seiring dengan
hilangnya para huffadz.
Inilah yang menjadi dasar dan alasan bagi Umar bin Khattab, sehingga dia mendesak Khalifah Abu
Bakar agar segera mengumpulkan tulisan al-Qur’an yang pernah ada pada masa Rasulullah
Muhammad saw.

B. Proses Pemeliharaan a-Qur’an di Masa Nabi Muhammad saw., di Masa Sahabat dan di Masa
Sekarang

Sejarah Al-Qur’an demikian jelas sejak turunnya sampai masa kini dibaca oleh kaum muslimin sejak
dahulu sampai sekarang, sehingga Al-Qur’an sangat terbukti keotentikannya. Al-Qur’an
membuktikan dirinya sebagai firman Allah dan membuktikan hal tersebut dengan menantang siapa
pun untuk menyusun seperti keadaannya. Dengan demikian apa yang dibaca sebagai al-Qur’an pada
hari ini tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah SAW., empat belas
abad yang lalu.
Terpeliharanya keotentikan redaksi al-Qur’an tersebut tiadak lain karena andil dari Rasulullah saw
dan para sahabatnya serta segenap umat Islam yang lain.

1. Proses Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW.

Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW. dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :

a. Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada


Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada sering juga disebut pengumpulan Al-Qur’an dalam arti hifzuhu
atau menghafalnya dalam hati. kondisi masyarakat arab yang hidup pada masa turunnya Al-Qur’an
adalah masyarakat yang tidak mengenal baca tulis karena itu satu-satunya andalan mereka adalah
hafalan, mereka juga dikenal sebagai masyarakat yang sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan ini
yang membuat mereka memiliki waktu luang yang cukup yang digunakan unrtuk menambah
ketajaman pikiran dan hafalan.
Masyarakat arab waktu itu sangat gandrung lagi membanggakan kesusatraan, mereka membuat
ratusan ribu syair kemudian dihafalnya diluar kepala, mereka bahkan melakukan perlombaan-
perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu. Akan tetapi ketika Al-Qur’an datang
dengan langgam bahasa yang sangat memukau, pemberiataan gaib yang terbukti, isyarat ilmiah yang
mantap serta keseimbangan bahasa yang jelas mampu mengalahkan syair-syairnya, sehingga
mereka mengalihkan perhatian kepada kitab yang mulia ini dengan sepenuh hati menghafal ayat-
ayat dan surat-suratnya, kemudian secara perlahan-lahan mereka meninggalkan syair-syairnya
karena telah menemukan cahaya kehidupan dalam Al-Qur’an.
Al-Quran diturunkan kepada Nabi yang ummi, maka otomatis untuk memelihara apa yang yang
diturunkannya kepadanya haruslah di hafal. Usaha keras Nabi Muhammad SAW., untuk menghafal
Al-Qur’an terbukti setiap malam beliau membaca Al-Qur’an dalam shalat sebagai ibadah untuk
merenungkan maknanya. Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al-Qur’an yang diturunkan,
kepadanya belum selesai Malaikat Jibril membacakan ayatnya, beliau sudah menggerakkan lidahnya
untuk menghafal apa yang sedang diturunkan, karena takut apa yang turun itu terlewatkan sehingga
Allah SWT., menurunkan firman-Nya sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-Qiyamah (75) : 16-19
sebagai berikut:

Terjemahnya :

Janganlah kamu menggerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena hendak cepat-cepat
menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai mebacakannya, maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian atas tanggungna kamilah penjelasannya.

Ayat di atas bagaikan mengatakan janganlah engkau wahai Nabi Muhammad menggerakkan lidahmu
untuk membacanya sebelum Malaikat Jibril selesai membacakannya kepadamu, jangan sampai
engkau tidak menghafalnya atau melupakan satu bagian darinya. Allah SWT., melarang ketergesa-
gesaan agar tidak terjerumus ke dalam pelanggaran.
Kata jam’ahu (penghimpunannya) dari ayat diatas bermakna penghafalannya, oleh karena itu orang-
orang yang hafal Qur’an disebut Jumma’ul Qur’an atau Huffadzul Qur’an. Makna yang lain dari
Jam’ahu adalah penulisan seluruh Al-Qur’an.
Nabi Muhammad SAW., setelah menerima wahyu langsung menyampaikan wahyu tersebut kepada
para sahabatnya sesuai denagn hapalan Nabi, tidak kurang tidak lebih. Sehingga sahabat pun banyak
sekali yang hafiz Qur’an. Manna Khlil Al-Qattan mengutip hadits dari kitab shahih Buhari bahwa Ada
tujuh hafiz di zaman Rasulullah yaitu : Abdullah Bin Mas’ud, Salim bin Maqal, Muadz bin Jabal, Ubai
Bin Ka’ab, zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Zakan, dan Abu darda.
Penyebutan para hafiz yang tujuh di atas bukan berarti pembatasan, karena beberapa keterangan
dalam kitab-kitab sejarah menunjukkan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Qur’an dan
mereka memerintahkan anak-anak dan istri-istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka
membacanya dalam shalat sehingga alunan suaranya seperti suara lebah.

b.Pemeliharaan Al-Qur’an dengan tulisan


Walaupun Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Qur’an secara
keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau tidak hanya mengandalkan
hafalan, tetapi juga tulisan. Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat yang turun Nabi
Muhammad SAW., memanggil sahabat-sahabat yang dikenal pandai menulis. Rasulullah mengangkat
beberapa orang penulis (kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit.
Ayat-ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang.
Sebagian sahabat ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi. Namun
karena keterbatasan alat tulis dan kemanpuan sehingga tidak banyak yang melakukannya.
Hal lain yang menjadi bukti bahwa Penulisan Al-Qur’an telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.,
dikemukkan oleh Ibrahim al-Abyari, tentang sekelumit historis Umar bin Khattab ketika mendapat
informasi bahwa saudaranya masuk islam, lalu ia marah besar kepada adiknya setelah ditemuinya
sedang membca Al-Qur’an. Namun ketika Umar telah reda marahnya, ia melihat lembaran-lembaran
di sudut rumahnya yang di dalamnya terdapat tulisan ayat-ayat Al-Qur’an.Kemudian Umar masuk
Islam setelah mendapatkan kalimat-kalimat yang mengandung mukjizat yang bukan perkataan
manusia.
Dari beberapa pernyataan tersebut, maka jelaslah bahwa sejak zaman Nabi Muhammad SAW., telah
terjadi pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan dengan dua cara yaitu menghafalnya dalam hati dan
menulisnya di atas pelbagai jenis bahan yang ada pada saat itu. Meskipun Al-Qur’an saat itu belum
tertulis dalam lembaran yang berbentuk mushaf sebagaimana sekarang, tetapi ini cukup menjadi
bukti bahwa sudah ada penulisan Al-Qur’an pada Zaman Nabi Muhammad SAW., bahwa
pemeliharaan Al-Qur’an di masa Nabi ini dinamakan pembukuan yang pertama.

2.Pemeliharaan AL-Qur’an pada Masa Sahabat

a.Pemeliharaan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar


Tragedi berdarah di peperangan Yamamah yang menggugurkan 70 orang sahabat yang hafidz Qur’an
dicermati secara kritis oleh Umar bin Khattab, sehingga muncullah ide brilian dari beliau dengan
mengusulkan kepada Abu Bakar agar segera mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur’an yang pernah
ditulis pada masa Rasulullah SAW.
Semula Abu Bakar keberatan dengan usul Umar, dengan alasan belum pernah dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW., tetapi akhirnya Umar Behasil meyakinkannya sehingga dibentuklah sebuah
timyang dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci
tersebut.Abu Bakar memilih Zaid mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan, pemahaman,
dan kecerdasannya serta dia juga hadir pada saat Al-Qur’an dibacakan oleh Rasulullah terakhir
kalinya.
Zaid bin Tsabit melaksanakan tugas yang berat dan mulia tersebut dengan sangat hati-hati di bawah
petunjuk Abu Bakar dan Umar. Sumber utama penulisan tersebut adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang
dihafal oleh para sahabat dan yang ditulis atau dicatat di hadapan Nabi. Di samping itu untuk lebih
mengetahui kalau catatan yang berisi ayat Al-Qur’an benar-benar berasal dari Nabi Muhammad
SAW., maka harus menghadirkan dua orang saksi yang adil.
Dalam rentang waktu kerja tim, Zaid kesulitan terberat dialaminya pada saat tidak menemukan
naskah mengenai Ayat 128 dari Surat At-Taubah. Ayat tersebut dihafal oleh banyak sahabat
termasuk Zaid sendiri, namun tidak ditemukan dalam bentuk tulisan. Kesulitan itu nanti berakhir
ketika naskah dari ayat tersebuit ditemukan ditangan seorang bernama Abu Khuzaimah Al-Anshari.
Hasil kerja yang beruapa mushaf Al-Qur’an disimpan oleh Abu Bakar sampai akhir hayatnya. Setelah
itu berpindah ketangan Umar bin Khattab. Sepeninggal Umar Mushaf di ambil oleh hafsah binti
Umar.
Dari rekaman sejarah di atas diketahui bahwa Abu Bakar yang memerintahkan pertama
penghimpunan Al-Qur’an, Umar bin Khattab adalah pencetus ide yang brilian, serta Zaid bin Tsabit
adalah aktor utama yang melakukan kerja besar penulisan Al-Qur’an secara utuh dan sekaligus
menghimpunnya dalam bentuk mushaf. Pemeliharaan Al-Qur’an dimasa Abu Bakar dinamakan
pengumpulan yang kedua.
b. Pemeliharaan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan
Pada masa pemerintahan Usman, wilayah Negara Islam telah meluas sampai ke Tripoli Barat,
Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah masuk wilayah Afrika, Syiriah dan Persia. Para
hafidz pun tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat
Al-Qur’an.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan diantara orang yang ikut menyerbu kedua kota
tersebut adalah Khuzaifah bin al-Yaman. Ia menemukan banyak perbedaan dalam cara-cara
membaca Al-Qur’an, bahkan sebagian qiraat itu bercampur dengan dengan kesalahan. Masing-
masing mempertahankan bacaannya serta menetang setiap bacaaan yang tidak berasal dari
gurunya. Melihat kedaan yang memprihatinkan ini Khuzaifah segera melaporkan kepada Khalifah
Usman tentang sesuatu yang telah dilihatnya.
Usman segara mengundang para sahabat bermusyawarah mencari jalan keluar dari masalah serius
tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar Mushaf Abu Bakar disalin kembali menjadi
beberapa mushaf untuk dijadikan rujukan apabila terjadi perselisihan tentang cara membaca Al-
Qur’an. Untuk terlaksananya tugas tersebut Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari empat orang
sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin
Hisyam.
Hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga diantaranya dikirm ke Syam,
Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalakan di Madinah untuk pegangan khalifah yang
kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan
dapat diselesaikan dengan tuntas maka usman memerintahkan semua mushaf yang berbeda dengan
hasil kerja panitia yang empat ini untuk dibakar.
Dengan usahanya itu usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber
perselisihan serta menjaga Qur’an dari perubahan dan penyimpangan sepanjang zaman. mushaf
yang ditulis dimasa usman inilah yang kemudian menjadi rujukan sampai sekarang.

C. Pemeliharaan Al-Qur’an di Masa Sekarang


Meskipun Al-Qur’an telah dibukukan pada masa Usman bin Affan dan semua umat islam menyakini
bahwa di dalamnya tidak ada perubahan dari apa yang telah diturunkan kepada Rasulullah SAW. 14
abad yang lalu. Namun orang orientalis masih saja ada yang meragukan keotentikan Al-Qur’an.
Diantara mereka ada yang mencoba melakukan ‫ القرأن النص تغير من‬yaitu perubahan terhadap isi Al-
Qu’ran dengan merubah sebagian teksnya, serta melakukan ‫ القرأن النص تحريف من‬yaitu merubah satu
huruf yang mirip seperti ‫ خ‬dirubah jadi ‫ ح‬sehingga berubah arti dan maknanya.
Upaya-upaya kaum orientalis ini tidak pernah mengalami keberhasilan karena sangat banyak umat
Islam yang menghafal Al-Qur’an, sehingga perubahan sedikit pun dari redaksi Al-Qur’an pasti
ditemukan. Karena upaya tersebut tidak berhasil maka mereka mencoba cara lain dengan
melakukan ‫ الهوي حسب على القرأن ويل تأ‬yaitu melakukan penafsiran tidak sesuai dengan makna yang
sebenarnya. Apalagi banyaknya kisah israiliyyat yang merasuki penafsiran al-Qur’an. kisah dan
dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal periwayatannya kembali kepada
sumbernya yaitu Yahudi, Nashrani dan yang lainnya. Cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh
musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadits tersebut sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam
sumber-sumber lama.
Mufassir dituntut untuk memperhatikan cakupan pengertian dan keserasian makna yang ditunjuk
oleh redaksi ayat Al-Qur’an. Di samping itu harus tetap memelihara dan memperhatikan semua
konsekuensi makna yang terkandung dalam redaksi ayat, serta makna lain yang mengarah
kepadanya, yaitu makna yang tidak terjangkau oleh penyebutan redaksi ayat, tetapi relevan
dengannya.
Menurut para ulama, seseorang yang hendak menafsirkan ayat Al-Qur’an, hendaklah lebih dahulu
mencari tafsir ayat tersebut di dalam Al-Qur’an sendiri, karena kerap kali ayat-ayat itu bersifat global
di suatu tempat, sedang penjelasannya terdapat di tempat lain (ayat lain), terkadang ayat itu bersifat
ringkas di suatu tempat, dan penjelasannya ditemukan di tempat lain (ayat lain). Lantaran yang lebih
mengetahui makna Al-Qur’an secara tepat hanyalah Allah. Jika tidak ada ayat yang dapat dijadikan
tafsir bagi ayat itu, hendaklah memeriksa hadis-hadis Nabi. Karena sunnah merupakan penjelas
makna ayat Al-Qur’an. Jika tidak menemukan di dalam sunnah hendaklah merujuk kepada perkataan
sahabat, sesungguhnya mereka lebih tahu mengenai hal itu lantaran mereka mendengar sendiri dari
mulut Rasulullah dan menyaksikan sebab-sebab turunnya ayat dan suasana yang meliputi ketika
turunnya, mereka juga memiliki pemahaman bahasa Arab yang benar, ilmu yang benar dan amal
shalih.
Dalam hal tersebut di atas, maka pemeliharaan Al-Qur’an tidaklah berhenti sampai di situ, melainkan
umat Islam di masa sekarang haruslah senantiasa memelihara dan menjaga keotentikan al-Qur’an
dengan cara berusaha menghafal, mempelajari dan mengkaji Al-Qur’an, serta memahami makna
yang sebenarnya berdasarkan kaidah tafsir, sehingga setiap perubahan isi Al-Qur’an serta adanya
upaya untuk menafsirkan tidak sesuai dengan makna yang sebenarnya dapat diketahui.
Dengan mengetahui secara mendalam tentang pengumpulan al-Qur’an, serta memeliharanya
dengan menghafal dan memahami maknanya, maka kita akan menjadikannya pedoman yang
diyakini kebenarannya karena sebuah kitab suci harus dipertanggung jawabkan keotentikannya
sehingga tetap bisa dianggap sebagai kitab suci dan untuk membuktikan keotentikan sebuah kitab
suci salah satu caranya adalah dengan mengetahui sejarah turun ataupun cara pengumpulannya
serta untuk mengetahui sampai dimana usaha para sahabat setelah Rasululllah saw. wafat, dalam
memelihara dan melestarikan Al-Qur’an.

D. Manfaat Pemeliharaan al-Qur’an


Pemeliharaan al-Qur’an, yang dimulai dengan penghafalan oleh para sahabat di zaman Rasulullah
saw., pengumpulan berupa mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar dan penulisannya pada masa
Usman bin Affan manfaatnya telah dirasakan di masa sekarang ini, yaitu terpeliharanya keaslian dan
keotentikan redaksi al-Qur’an. Sekiranya ayat-ayat Al-Qur’an sampai kini masih diatas pelepah tamar
atau yang lainnya, maka sudah barang tentu pelepah tamar tersebut lama kelamaan akan lapuk dan
hancur bercerai berai. Demikian pula yang dihafal oleh para sahabat akan hilang seiring dengan
wafatnya banyak sahabat yang hafal al-Qur’an di medan perang.
Ada beberapa manfaat yang dapat diambil oleh umat manusia dengan terpeliranya al-Qur’an yaitu :

1.Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya tidak pernah mengalami
perubahan. Apa yang dibaca dari isi Al-Qur’an sekarang adalah sama dengan apa yang dibaca oleh
para sahabat empat belas abad yang lalu.

2. Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an menjadikannya sebagai sumber pertama ajaran Islam, ia


berisi nilai-nilai ajaran yang bersifat global, unversal, dan mendalam karena itu perlu penjelasan
lebih lanjut. Di sinilah pentingnya peranan tafsir guna menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang
dimaksud Al-Qur’an.

3. Al-Qur’an menjadi al-furqan yang berarti pembeda. Dengan membaca dan memahami al-Qur’an,
orang dapat membedakan dan memisahkan antara yang hak dan yang batil. Selain itu al-Qur’an juga
menjadi az-zikra, yaitu peringatan yang mengingatkan manusia akan posisinya sebagai mahluk Allah
yang memiliki tanggung jawab.

4.Terpeliharanya keotentikan dan keaslian redaksi Al-Qur’an, menjadikannya sebagai sumber ilmu
pengetahuan. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk yang tersurat dan tersirat yang berkaitan
dengan ilmu pengetauan. Isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an ternyata dapat dibuktikan kebenarannya
oleh ilmuan di abad modern saat ini.
Fungsi- fungsi al-Qur’an tersebut di atas tidak mungkin dapat tercapai seandainya al-Qur’an tidak
dijaga keaslian dan keotentikan redaksinya, sejak masa turunnya samapai sekarang, oleh karena itu
menjadi tanggaung jawab setiap umat islam untuk senatiasa menghafal, memehami dan mengkaji isi
al-Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai