Terjemahan:
Telah menceritakan kepada kami Utsmãn bin Abû Syaibah berkata, telah menceritakan kepada
kami Jarîr dari Manshûr dari AbûWã’il berkata; bahwa Abdullah memberi pelajaran kepada
orang-orang setiap hari Kamis, kemudian seseorang berkata: “Wahai Abû AbdurRahmãn,
sungguh aku ingin kalau anda memberi pelajaran kepada kami setiap hari” dia berkata: “Sungguh
aku enggan melakukannya, karena aku takut membuat kan bosan, dan aku ingin memberi
pelajaran kepada kalian sebagaimana Nabî shallallahu ‘alaihi wasallam memberi pelajaran kepada
kami karena khawatir kebosanan akan menimpa kami”. (H.R Bukhãrî No. 68, Shahîh)
2
Lihat, Abû al-Hasan Musthafã bin Ismã’îl, Syifa’ al-’Alîl bi Alfãz wa Qawã ‘id al-Jarh wa al-Ta’dîl(Kairo; Maktabah Ibn Taimiyyah, 1991),cet.
I, hlm. 326.
apabila dikatakan Tsiqah dha’if tsiqah sayyi’ al-hifz, maka kata tsiqah disini hanya menunjukkkan bahwa
periwayat yang bersangkutan mempunyai agama serta ibadah yang baik tapi buruk dari segi kedabitannya.
Hadis ini Shahih, karena para perawi yang meriwayatkan hadis ini berkualitas tsiqah dan satu
orang berkualitas tsiqahHafidz yaitu Utsmãn bin Muhammad bin Ibrahim bin ‘Utsmn dan satu orang
perawi lagi yang berkualitas tsiqahtsabat yakni Manshûr bin Al-Mu’tamir.
c. Syarah Hadîs
Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bãrî 1:163 mengungkapkan, “pelajaran yang dapat dipetik dari
hadîs ini, hendaknya kita tidak terus-terusan mencurahkan tenaga habis-habisan untuk beramal saleh,
sebab dikhawatirkan justru akan membuat kita bosan. Tetapi jika kesinambungan itu harus dilakukan,
maka harus diperhatikan dua hal: pertama, melakukannya setiap hari tetapi tanpa memberikan beban
terlalu berat, dan kedua, melakukannya pada hari berselang-seling, sehingga ada celah untuk beristirahat.
Selain itu harus disesuaikan dengan kondisi, kepribadian dan kebutuhan masing-masing, dengan tetap
memerhatikan adanya semangat.”
3
Abû al-Fadl Zainuddin ‘Abd al-Rahim bin al-Husain al-’Iraqi, Al-Tabsirah wa al-Tazkirah, Juz I, hlm. 371. Lihat juga Abû ‘Amr ‘Usman bin
‘Abd al-Rahmãn , Muqaddimah Ibn al-Salah (Bairut; Dar al-Fikr al-Ma‘asir, 1986), hlm. 122.