Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TAFSIR AYAT TARBAWI TENTANG


HUKUM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mandiri sebagai

materi presentasi pada Mata kuliah Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu:

Ust.Jaffrudin S.H.I

Disusun oleh:

Afdhal Husain

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-IZZAH SAMARINDA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala


rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam adalah salah satu aspek ajaran Islam yang
menempati posisi yang sangat krusial dalam pandangan umat
islam, karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari
hukum Islam sebagai sebuah agama. Sedemikian pentingnya
hukum Islam dalam skema doktrinal-Islam, sehingga seorang
orientalis, Joseph Schacht menilai, bahwa “adalah mustahil
memahami Islam tanpa memahami hukum Islam”. 1 Jika dilihat
dari perspektif historisnya, Hukum Islam pada awalnya
merupakan suatu kekuatan yang dinamis dan kreatif. Hal ini dapat
di lihat dari munculnya sejumlah madzhab hukum yang responsif
terhadap tantangan historisnya masingmasing dan memiliki corak
sendiri-sendiri, sesuai dengan latar sosio kultural dan 1Lihat
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (London: The
Clarendon Press, 1971), 1. 2 politis dimana madzhab hukum itu
mengambil tempat untuk tumbuh dan berkembang
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Surat An-Nisa’ ayat 59

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di
antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al- Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi
kalian) dan lebih baik akibatnya)".

Mufrodat  Ayat:

‫تأويال = ماال وعاقبة‬

Tafsir Ayat

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Fadl, telah
menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari ibnu juraij, dari Ya'la
ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas sehubungan dengan surat An-Nisa'
ayat 59. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
Abdullah ibnu Huzafah ibnu Qais ibnu Addi ketika ia diutus oleh rasulullah SAW. untuk
memimpin suatu pasukan khusus.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-
A'masy, dari Sa'd ibnu Ubaidah, dari Abu abdur Rahman As-Sulami, dari Ali yang
menceritakan kepada Rasulullah SAW. Mengirimkan suatu pasukan khusus, dan
mengangkat menjadi panglimanya seorang laki-laki dari kalangan Ansar. Manakala
mereka berangkat, maka si lelaki Ansar tersebut menjumpai sesuatu pada diri mereka.
Maka ia berkata kepada mereka,"Bukankah Rasulullah SAW. telah memerintahkan
kepada kalian untuk taat kepadaku?" Mereka menjawab," Memang benar." Lelaki Ansar
itu berkata," Kumpulkanlah kayu bakar buatku." Setelah itu si lelaki Ansar tersebut
meminta api, lalu kayu itu dibakar. Selanjutnya lelaki Ansar berkata," Aku bermaksud
agar kalian benar-benar memasuki api itu." Lalu ada seorang pemuda dari kalangan
mereka berkata," Sesungguhnya jalan keluar bagi kalian dari api ini hanyalah kepada
Rasulullah. Karena itu, kalian jangan tergesa-gesa sebelum menemui Rasulullah. Jika
Rasulullah SAW memerintahkan kepada kalian agar memasuki api itu, maka masukilah.
Kemudian mereka kembali menghadap Rasullullah SAW dan menceritakan hal itu
kepadanya. Maka Rasulullah SAW, bersabda kepada mereka. " Seandainya kalian
masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar untuk selama-lamanya.
Sebenarnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan. Hadist riwayat Imam Bukhari. Dari Abu
Hurairah r.a disebutkan:

"Kekasihku (Nabi SAW) telah mewasiatkan kepadaku agar aku tunduk dan patuh
(kepada pemimpin), sekalipun dia (si pemimpin) adalah budak Habsyah yang cacat
anggota tubuhnya (tuna daksa)"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah
menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari
Ibnu Hurayyis, dari Imron ibnu Husain, dari Nabi SAW yang telah bersabda:

‫ال طاعة في معصية هللا‬

"Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah"

Firman Allah SWT:

bÎ*sù ÷Läêôãt“»uZs? ’Îû &äóÓx« çnr–Šãsù ’n<Î) «!$# ÉAqß™§ 9$#ur

"kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia


kepada Alllah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). (An-Nisa: 59)

Menurut mujahid dan bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang
mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada
Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah SAW.

Hal ini merupakan perintah Allah SWT. Yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang
diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan
cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenai itu dikembalikan kepada
penilaian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Maka apa yang diputuskan oleh Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah yang dipersaksikan kesahihannya, maka hal itu adalah perkara
yang hak.Tiadalah sesudah perkara yang baik, melainkan hanya kebatilan belaka.
Karena itu dalam firman selanjutnya disebutkan.:

bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 yºs

Jika kalian benar-benar berimah kepada Allah dan hari kemudian. (An-Nisa':59)

Kembalikanlah semua perselisihan dan kebodohan itu kepada Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah, lalu carilah keputusan masalah yang kalian perselisihkan itu kepada
keduanya.

Hal ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak menyerahkan keputusan hukum
kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya di saat berselisih pendapat, dan tidak mau
merujuk kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Firman Allah SWT:

     Žöyz 7Ï9ºsŒ ×


Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian). (An-Nisa: 59)

Yakni menyerahkan keputusan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, serta


merujuk kepada keduanya dalam menyelesaikan perselisihan pendapat merupakan hal
yang lebih utama.

 ¸xƒÍrù's?`|¡ômr&ur

dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa: 59)

Yaitu lebih baik akibat dan penyelesaian, menurut pendapat As-Sauddi dan lain-lainnya
yang bukan hanya seorang. Sedangkan menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah
lebih baik penyelesainnya: apa yang dikatakan mujahid itu lebih dekat kepada
kebenaran.

Munasabah Ayat:

‫لما ذكر هللا تعالى ثوب الذين امنوا وعمل الصالحات ذكر بعض تلك األعمال وأجلها وهو اداء االمانات ةالحكم بالعدل بين‬
‫الناس واطاعة هللا والرسول وأولى االمر‬

Asbabul Nuzul

            Ayat ke-59 diturunkan sehubungan dengan Abdillah bin Hudzafah  bin Qais
ketika diutus Rasulullah SAW untuk memimpin suatu pasukan perang. (H.R. Bukhari
dan yang lain dari Ibnu Abbas dengan riwayat).

            Menurut pendapat Imam ad-Dawudi keterangan riwayat di atas adalah


menyalahgunakan nama Ibnu Abbas. Sebab jalan cerita tentang Abdillah bin Hudzafah
adalah sebagai berikut: ”di kala Abdillah bin Hudzafah sedang marah-marah (emosi)
kepada anak buahnya, dia menyalakan api unggun dan memerintahkan kepada mereka
agar terjun memasuki nyala api tersebut. Pada waktu itu sebagian anak buahnya ada
yang menolak secara terus terang dan ada yang melarikan diri sehingga mereka hampir
hanyut ditelan api”. Sekiranya ayat ini diturunkan sebelum terjadinya peristiwa yang
terjadi di atas, mengapa ayat ini dikhususkan untuk mentaati perintah pimpinan yang
saat itu adalah Abdillah bin Hudzafah. Sedangkan pada waktu yang lain tidak.
Sekiranya ayat ini diturunkan sesudah peristiwa Abdillah bin Hudzafah, maka
berdasarkan hadist Nabi perintah yang wajib ditaati adalah perintah yang makruf (baik),
tetapi mengapa mereka tidak mentaatinya?

Masalah ini diberi jawaban oleh Imam al-Hafidz Ibnu Hajar, bahwa kisah Abdillah bin
Hudzafah adalah munasabah (pantas) disangkut-pautkan dengan latar belakang
turunnya ayat ke-59 ini, dengan alasan karena dalam kisah itu dicantumkan adanya
pembatasan antara taat kepada perintah pimpinan dan menolak perintah, yaitu menolak
untuk terjun ke dalam api yang dinyalakan oleh Abdilah bin Hudzafah. Di saat yang
sangat gawat anak buah Abdillah bin Hudzafah  membutuhkan petunjuk terhadap apa
yang harus dilakukan di saat yang sangat menentukan itu. Sedangkan ayat ke-59 ini
turun dengan membawa petunjuk yang memberikan keterangan bagi mereka apabila
mengadakan perdebatan atau perselisihan pendapat hendaklah segera dikembalikan
kepada Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul. Demikian Ibnu Hajar memberikan jawaban.

Menurut pendapat Ibnu Jarir ayat ke-59 ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa
Amar bin Yasir yang melindungi seorang tawanan perang tanpa seizin panglima
perangnya yang saat itu dipegang oleh Khalid bin Walid sehingga terjadi salah paham
di kalangan mereka. Oleh sebab itu diturunkanlah ayat ini sebagai petunjuk dalam
menjernihkan suasana ini.

Pada suatu saat Rasulullah SAW mengirim pasukan perang di bawah panglima khalid
bin Walid yang di dalamnya terdapat Amar bin Yasir. Mereka berjalan mendahului
pasukan yang dipimpin Khalid. Setelah mereka sampai di dekat tempat tujuan mereka
berhenti, sehingga datanglah seseorang memberi kabar bahwa penduduk kampung
telah pergi meninggalkan tempat tinggalnya, kecuali tinggal seorang lelaki. Kemudian
mereka mengumpulkan seluruh harta kekayaan penduduk, dan di tengah malam nan
gelap gulita mereka di bawah pimpinan Amar bin Yasir mendatangi pasukan Yasir,
sebab ada seorang lelaki yang mencarinya. Lelaki itu setelah datang menghadap
kepada Amr bin Yasir berkata : ”Wahai Abi Yaqin,sesungguhnya kami telah memeluk
agam Islam, dan bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan yang wajib disembah
melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah. Sesungguhnya
keumku ketika mendenganr kamu datang telah pergi meninggalkan kampung. Dan kami
tetap tinggal di kampung seorang diri. Adakah ke-Islamanku itu bermanfaat bagi diriku.
Kalau tidak manfaat, maka kami akan ikut lari juga”. Jawab Umar bin Yasir: ’Berguna,
berdirilah!”. kemudian lelaki itu berdiri. Pada keesokan harinya Khaid biin Walid
mengadakan serangan umum di desa (kampung) itu, tetapi tidak dijumpai seorang pun
dari penduduk, kecuali seorang lelaki yang baru saja datang kepada Amar bin Yasir.
Kemudian harta lelaki itu diambil, sehingga berita ini sampai kepada Amar bin Yasir.
Kemudian Amar bin Yasir mendatangi Khalid bin Walid seraya berkata : ”lepaskanlah
lelaki ini, sebab dia telah memeluk Islam dan dia menjadi tanggunganku”. Jawab Khalid:
”mengapa kamu mengingkari perjanjian taat kepada pemimpin?” kemudian dua orang
itu – Khalid bin Walid dan Amar bin Yasir – bersitegang leher sehingga suara mereka
sangat keras. Kemudian dua orang tua mengadu kepada Rasulullah SAW. Kemudian
Rasulullah SAW memberikan jawab dengan membenarkan perbuatan Amar bin Yasir
melindungi tawanan perang itu, tetapi melarangnya untuk melakukan yang kedua
kalinya. Khalid berkata : ”wahai Rasulullah, adakah aku diperbolehkan mencaci maki
hamba yang tolol ini”. Jawab Rasulullah: ”wahai Khalid, janganlah kamu mancaci Amir
bin Yasir. Barang siapa yang mencaci maki Amir berarti mencaci Allah, dan siapa yang
marah kepada Amar berarti marah kepada Allah, serta orang yang melaknati Amar
berarti melaknati Allah SWT. Oleh karena Khalid terlanjur mencaci maki Amar, maka
mendengarRasulullah SAW bersabda seperti itu Amar naik pitam. Namun akhirnya
mereka berdua saling ridha dengan ketentuan Rasulullah SAW. Sehubungan dengan
peristiwa itu Allah SWT menurunkan ayat ke-59 sebagai ketegasan tentang cara
menyelesaikan msalah apabila ada dua orang yang berbeda pendapat.
(H.R. Ibnu Jarir dari Muhammad bin Husian dari Ahmad bin Fadhli dari Asbath dari
Suddi)

Surat An-Nisa’ : 65

" Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak mersa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa:65)

Mufrodat Ayat:

‫ = يجعلوك حكما ويفوضوا األمر اليك‬ ‫يحكموك‬

‫ = اختلط األمر فيه واختلف (حرجا) ضيقا او شكا قضيت حكمت به (ويسلموا تسليما) ينقادوا ويذعنوا من غير‬  ‫وشجر‬
‫معارضة‬

Tafsir Ayat

Allah SWT bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Maha Mulia lagi Maha Suci,
bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul SAW sebagai
hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang diputuskan oleh Rasul SAW adalah
perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman
selanjutnya disebutkan:

kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa:65)

Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka
menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak
terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan, mereka
tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimnya dengan sepenuhnya, tanpa ada
rasa mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya.
Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadist yang mengatakan:" Demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman kekuasan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara
kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapka olehku.

Munasabah:

‫ وهنا‬،‫كانت االيات السابقة تنديدا بموقف المنافقين الذين أعرضوا عن التحاكم الى الرسول واثروا عليه التحاكم الى الطاغوت‬
‫اراد هللا تعالى تقرير مبدأ عام وهو فرضية طاعة الرسول بل وكل رسول مرسل‬.
ASBABUN-NUZUL

Pada suatu waktku Zubait bin Awam pernah berselisih dengan seorang sahabat Anshar
tentang masalah pengairan kebun. Rasulullah SAW bersabda: ”Wahai Zubair, airilah
lebih dahulu kebunmu, baru sesudah itu alirkanlah air itu ke kebun tetanggamu!”.
mendengar perintah Rasulullah SAW yang demikian seorang lelaki dari sahabat Anshar
itu berkata: ”Wahai Rasulullah, kamu telah memerintahkan yang demikian karena
Zubair adalah anak bibimu?”. mendengar kata-kata ini merah padamlah muka
Rasulullah SAW, karena beliau merasa sangat tersinggung. Selanjutnya beliau
bersabda: ”Wahai Zubair, siramilah kebunmu sehingga terbenam air pematangnya,
baru kemudian berikanlah air itu kepada tetanggamu!”. akhirnya Zubair bin Awam dapat
menggunakan air dengan leluasa dan sepuas hati. Sesudah itu mereka menggunakan
air dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Zubair bin Awam
mengemukakan pendapatnya, bahwa ayat ke-65 ini diturunkan berkenaan dengan
peristiwa yang menimpa dirinya tersebut.

(H.R. Imam Enam dari Abdillah bin Zubair).

Pada suatu waktu Zubair bin Awam mengadu kepada Rasulullah SAW tentang
perselisihannya dengan seorang lelaki tentang cara mengairi kebun. Rasulullah SAW
memutuskan, bahwa Zubiar yang berada dalam posisi benar. Maka lelaki yang menjadi
Zubair berkata: ”Wahai Rasulullah, kamu memberikan keputusan yang demikian karena
Zubair adalah familimu”. Sehingga dengan peristiwa ini Allah SWT menurunkan ayat
ke-65 sebgai peringatan bagi orang yang beriman agar selalu tunduk dan taat kepada
apa yang menjadi keputusan Rasulullah SAW.

(HR. Thabrani dalam kitab al-Kabirnya dari Humaidi dalam kitab Musnadnya dari Ummi
Salamah)

Ayat ke-65 ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa yang dialami oleh Zubair bin
Awam. Pada suatu waktu Zubair bin Awam berselisih dengan Habib bin Abi Balta’ah
tentang masalah air untuk mengairi kebun. Kedua orang itu datang menghadap kepada
Rasulullah SAW untuk mendapatkan pengadilan tentang masalah tersebut. Rasulullah
SAW memberikan keputusan hukum agar kebun yang berada di bagian atas diairi lebih
dahulu, baru kemudian yang di bawah (dihilir). Padahal yang berada di atas (di hulu)
adalah milik Zubair bin Awam, sehingga lawan Zubair merasa dirugikan oleh Rasulullah
SAW. Dia menuduh Rasulullah SAW memberikan hukum yang tidak adil, karena Zubair
bin Awam masih famili Rasulullah. Sehubungan dengan tuduhan lelaki tersebut Allah
SWT menurunkan ayat ....... jadi ketentuan Rasulullah SAW, tidak boleh membangkang
sama seakali. Rasulullah SAW pasti selalu berbuat jujur dan adil dalam segala hal.

(HR. Ibu Abi Hatim dari Sa’ad bin Musayyab).


-->

Pada suatu ketika datang dua orang menghadap Rasulullah SAW untuk minta
penyelesaian hukum tentang perkara yang sedang mereka persengketakan. Setelah
Rasulullah SAW memberi keputusan hukum, laki-laki itu ada yang kurang merasa puas
dan naik banding kepada Umar bin Khathab. Kedua orang itu berangkat menghadap
kepada Umar bin Khathab, dan mengemukakan maksud tujuan mereka menghadap.
Kemudian salah seorang dari mereka berkata: ”Rasulullah SAW telah memberi hukum
dan memenangkan saya atas orang ini. Akan tetapi dia merasa kurang puas dengan
keputusan Rasulullah itu, sehingga mengajakku menghadap tuan untuk naik banding”.
Umar bin Khathab berkata: ”apakah benar demikian? Tunggulah aku sampai dengan
datang kepadamu berdua kembali. Aku akan memberimu keputusan hukum yang
tegas”. Selang tiada lama Umar bin Khathab kembali kepada dua orang tersebut
dengan membawa pedang terhunus dan memukul orang yang bermaksud naik banding
lantaran tidak puas dengan keputusan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Dan orang
itupun mati. Sehubungan dengan peristiwa itu Allah SWT menurunkan ayat ke-65
sebagai ketegasan hukum tentang wajibnya mentaati dan menerima apa yang menjadi
keputusan Rasulullah SAW. Kalau membangkang, maka halal untuk dibunuh
sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khathab.

(HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwah dari Abi Aswad. Diterangkan hadis ini dalam
sanadnya terdapat seorang yang bernama Ibnu Luhai’ah. Sekalipun demikian hadis ini
mempunyai penguat beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Rahim di dalam kitab
Tafsirnya dari Utbah bin Dhamrah dari ayahnya).

Al-Maidah ayat 49:

Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAt“Rr& ª!$# Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr&


öNèdö‘x‹÷n$#ur br& š‚qãZÏFøÿtƒ .`tã ÇÙ÷èt/ !$tB tAt“Rr& ª!$# y7ø‹s9Î) ( bÎ*sù
(#öq©9uqs? öNn=÷æ$$sù $uK¯Rr& ߉ƒÌãƒ ª!$# br& Nåkz:ÅÁムÇÙ÷èt7Î/
öNÍkÍ5qçRèŒ 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# tbqà)Å¡»xÿs9 ÇÍÒÈ    

Mufrodat:

(‫لئال يضلوك عنه او يميلوا بك من الحق الى الباطل (فان تولوا) عن الحكم المنزل وأرادوا غيره (فاعلم أنما يريد )أن يفتنوك‬
،‫ فوضو بعض ذنوبهم موضع ذلك‬،‫هللا ان يصيبهم ببعض ذنوبهم) اي يعاقبهم فى الدنيا بذنب التولي عن حكم هللا وارادة خالفه‬
‫ وهذا االيمام لتعظيم التولى عن حكم هللا‬، ‫ وان هذا الذنب مع عظمه بعضها وواحد منها‬،‫وأراد أن لهم ذنوبا جمعة كثيرة العدد‬
‫ يعنى ان التولى عن حكم هللا من التمرد العظيم واالعتداء فى‬،‫واسرافهم فى اركابه (لفاسقون) لمتمردون فى الكفر معتدون فيه‬
‫الكفر‬.

Munasabah:

‫ وذكر ما فيهما من هدى‬،‫بعد ان ذكر هللا تعالى التوراة التى انزلها على موسى كليمه واالنجيل الذي انزله على عيسى كلمته‬
‫ وابان‬،‫ شرع فى ذكر القران العظيم الذى انزله على عبده ورسوله الكريم‬،‫ وامر باتباعهما حيث كانا سائغي االتباع‬،‫ونور‬
‫ الشرائع والمناهج لهداية البشر بحسب االحوال واالزمان‬Ç‫ وأن الحكمة اقتضت تعدد‬،‫منزلته من الكتب المتقدمة قبله‬.   

ASBABUN NUZUL

Ka’ab bin Usaid mengajak Abdillah bin Shuria dan Syasy bin Qais untuk menghadap
Rasulullah SAW. Mereka bermaksud untuk mempengaruhi Rasulullah SAW agar
berpaling dari ajaran agamanya. Mereka datang seraya berkata: ”Wahai Muhammad,
kamu telah memaklumi bahwa kami adalah ulama (cendekiawan) kaum Yahudi, bahkan
tokoh ilmuwan dan pembesar di kalangan mereka. Jika kami mengikuti ajaran yang
kamu bawa, tentu seluruh ummat Yahudi akan mengikuti jejak kami. Mereka sama
sekali tidak akan membantah apa yang menjadi kehendak kami. Kebetulan saat ini
antara kami para pembesar dan para bawahan sedang terjadi percekcokan. Oleh sebab
itu kami bermohon kepadamu untuk memberikan pengadilan terhadap masalah kami,
dan hendaklah kamu memenangkan kami. Sebagai konsekuensinya kami sesudah itu
akan beriman kepadamu”. Rasulullah SAW secara spontan menolak permintaan
ilmuwan Yahudi itu. Peristiwa ini telah melatarbelakangi turunnya ayat ke-49 dan 50
sebagai ketegasan agar tetap berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah SWT dan
berhati-hati dalam menghadapi orng-orang yang berkeinginan untuk memalingkan diri
dari hukum-hukum Allah SWT.

(HR. Ibnu Ishak dari Ibnu Abbas).


DAFTAR PUSTAKA

Al- Imam Abul Fida Ismai’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi. 2001. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Anda mungkin juga menyukai