PEMBAHASAN
Ulama Hadist mendefinisikan Hadist secara bahasa dengan ( الجديدyang baru) dengan lawannya القديم
(lama) dengan secara umum yang dimaksud dengannya adalah segala perkataan Nabi SAW yang
dinukilkan dan disampaikan oleh manusai baik dari segi mendengar atau segi wahyu dalam keadaan
terjaga ataupun tidur.
Sedangkan menurut istilah segalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan,
perbuatan, ketetapan, dan sifat. Didalam buku Manhaj Naqd fi ulumul hadist, Nuruddin Ithr
mendefinisikan bahwa hadits segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad berupa
perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat kholqiyyah (penciptaan), Khuluqiyyah (Akhlak) atau apa saja
yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.
رمضان في لنا سا اجود كان و لنا سا جود ا وسلم عليه هللا صلى هللا
“Adalah Rasulullah itu manusia yang penyantun dan lebih penyantun lagi dibulan Ramadhan”
Dan contoh yang menggambarkan Nabi seorang manusia ciptaan Allah SWT
بالقصير وال, لباءن ا بالطويل ليس,خلق واحسنه,وجها كان الناس حسنا وسلم عليه هللا صل اللهر
“Adalah Rasulullah manusia yang paling baik/indah wajahnya, paling mulia akhlaknya, tidak
terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek”.
a. Hadits Qouli
Hadits Qouli adalah semua ucapan Nabi Muhammad yang disampaikan dalam berbagai
macam tempat dan kesempatan, dan ulama ushul fiqh juga mendefinisikan Hadits Qouli dengan
definisi yang sama.
Dari Zaid bin Tsabit ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah
memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan menyampaikannya kepada
orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa
banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.” (HR. Abu Dawud).
b.Hadits Fi’li
Hadits Fi’li adalah semua perbuatan Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh para sahabat seperti
wudhu Nabi, tata cara pelaksanaan shalat, pelaksanaan haji,dan lain sebagainya.
إذا قام من الليل يشوص فاه بالسواكj;كان النبي صلى هللا عليه وسلم
“Telah ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila beliau bangun pada malam hari untuk
tahajjud, beliau membersihkan mulutnya dengan siwak” (HR Bukhari dan Muslim)
Para ulama ushul fiqh juga mengelompokkan perbuatan Nabi Muhammad kepada beberapa bagian :
1. Jibilli/jiblah (perangai/tabiat), yaitu perbuatan atau pekerjaan Nabi Muhammad yang termasuk
dalam urusan tabiat seperti makannya Nabi, minum, duduk, dsb.
2. Qurb (pendekatan/dekat), seperti ibadah shalat, puasa, shodaqoh, dsb.
3. Mu’amalah (hukum syar’i yang mengatur kepentingan individu dengan lainnya), seperti jual beli,
perkawinan, pertanian, dsb.
Adapun kandungan hukum yang terdapat dalam perbuatan Rasulullah tersebut, bahwasanya fi’liyah
Rasulullah adalah pekerjaan Nabi yang menjadi penerang bagi kita dalam melaksanakan perintah Allah
SWT seperti beliau mengerjakan shalat zuhur empat rakaat, maghrib tiga rakaat, isya’ empat rakaat, ashar
empat rakaat, dan subuh dua rakaat. Kesemuanya itu merupakan perbuatan Nabi yang berkedudukan
sebagai hukum asal, andaikata hukum asal yang dikerjakan Nabi itu wajib maka pekerjaan yang
menerangkan cara melaksanakan perintah yang wajib itu juga wajib.
c. Hadits Taqriri
Hadits Taqriri (penetapan, pengkuhan, atau isbat) adalah semua yang diakui oleh Nabi terhadap
yang bersumber dari salah satu sahabat beliau, baik berupa perkataan dan perbuatan, meskipun
perbuatan tersebut dihadapannya atau tidak.
سا فَقَا َل اَأْل ْق َر ُع ِإنَّ لِي َع َش َرةً ِم ْن ْال َولَ ِد َما ٍ ِسنَ بْنَ َعلِ ٍّي َو ِع ْن َدهُ اَأْل ْق َر ُع بْنُ َحاب
ً ِس التَّ ِمي ِم ُّي َجال َ سلَّ َم ا ْل َح
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو ُ قَبَّ َل َر
َ ِ سو ُل هَّللا
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثُ َّم قَا َل َم ْن اَل يَرْ َح ُم اَل يُرْ َح ُم َأ
َ ِ ت ِم ْنهُ ْم َحدًا فَنَظَ َر ِإلَ ْي ِه َرسُو ُل هَّللا ُ قَب َّْل
“Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam pernah mencium Al Hasan bin Ali sedangkan disamping
beliau ada Al Aqro’ bin Habis At Tamimi sedang duduk.
Lalu Aqro’ berkata; “Sejatinya aku memiliki sepuluh orang anak, namun aku tidak pernah mencium
mereka sekali pun.”
Maka Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam memandangnya dan bersabda: “Barangsiapa tidak
mengasihi maka ia tidak akan dikasihi”
[HR Bukhori 5538]
Dari Abdulloh bin Umar, dia berkata, “Dahulu kami (para sahabat) membeli makanan secara
taksiran, maka Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam melarang kami menjual lagi sampai kami
memindahkannya dari tempat belinya”
[HR Muslim 1526]
d.Hadits Siffati
Hadits Siffati (na’at/sifat) adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sifat dan kepribadian
Nabi Muhammad, contoh : bahwasanhya Rasulullah itu bukanlah orang yang melampaui batas dan
suka berkata kotor, yang mempunyai watak yang keras, beliau juga bukan yang suka berteriak, keji,
dan juga bukan yang suka membuka aib.
"Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Yunus] telah menceritakan kepada kami [Zuhair]
telah menceritakan kepada kami [Ismail] dari Sahabat Abu Juhaifah ra, berkata, "Aku melihat Nabi
SAW dan Hasan bin Ali mirip dengan Beliau"" (HR-Bukhari)".
Apabila hadits ditinjau dari sifat asal, hadits terbagi menjadi dua bagian, yaitu Hadits
Nabawiy dan Hadits Qudsiy.
1. Hadits Nabawiy :
Hadits yang disandarkan kepada Nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan, dan sifat.
َوَأ َشا َر بِال َّسبَّابَ ِة َو ْال ُو ْسطَى َوفَ َّر َج بَ ْينَهُ َما َش ْيًئا، ” َأنَا َو َكافِ ُل ْاليَتِ ِيم فِي ْال َجنَّ ِة هَ َك َذا: صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ قَا َل َرسُو ُل هَّللا
“Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti ini.” Beliau
mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya serta merenggangkan keduanya.”
2.Hadits Qudsiy
Secara bahasa adalah القدسيdinisbatkan kepada (Al Quds) yaitu : Suci dikarenakan dinisbatkan
hadits tersebut kepada Dzat yang suci yaitu Allah Subhanahuwata’ala.
Secara istilah adalah hadits yang disandarkan oleh Nabi Muhammad kepada Allah,
maksudnya adalah periwayatan yang diberikan oleh Nabi bersumber dari Kalam Allah, maka Rasul
hanya meriwayatkan dari segi lafadz saja dan apabila seseorang meriwayatkan, maka
periwayatannya dari Rasulullah yang bersandarkan kepada Allah.
Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a, dia berkata; telah bersabda Rasulullah Saw, “Ketika
Allah menetapkan penciptaan makhluk, Dia menuliskan dalam kitab-Nya ketetapan untuk
diri-Nya sendiri: Sesungguhnya rahmat-Ku (kasih sayangku) mengalahkan murka-Ku.” (HR.
Muslim, al-Bukhari, an-Nasa-i dan Ibnu Majah)
Dari segi perbedaan kita dapat membedakan antara hadits nabawiy dan hadits qudsiy dan hadits
qudsiy dengan alqur’an :
a. Hadits Qudsiy maknanya dari sisi Allah yang disampaikan kepada Rasulullah dengan
metode seperti metode turunnya wahyu dan tidak langsung dispesifikasikan kepada Rasul
dan Rasulullah mengatakan هللا قل تعالئsementara itu lafadz susunan katanya barulah dari
sisi Rasulullah. Oleh karena itulah dinamakan dengan قدسيا.
b. Hadits Nabawiy tidak demikian halnya karena hadits nabawiy bersifat taufiqiy,
ditetapkan dengan ijtihad dan pendapat Nabi Muhammad dari pemahamannya tentang
AlQur’an dengan memperhatikan hakekat yang terjadi.
a. Hadits Qudsiy lafadznya dari sisi Nabi Muhammad dan makanya dari Allah dengan jalan
ilham atau ketika tidur dengan wahyu yang خليataupun tidak. Sementara AlQur’an
lafadz dan maknanya murni dari Allah melalui wahyu yang خليdengan perantaraan
malaikat Jibril AS dalam keadaan terjaga dan bukan kondisi tidur ataupun dengan ilham.
b. Hadits Qudsiy sah menggunakan periwayatannya dengan makna, adapun AlQur’an
diharamkan riwayatnya dengan makna.
c. Hadits Qudsiy tidaklah beribadah dalam membacanya,sementara AlQur’an beribadah
dalam membacanya.
d. AlQur’anul Karim adalah mu’jizat Allah yang kekal abadi yang berurutan lafadz kalimat,
huruf, susunan katanya, adapun Hadits Qudsiy tidaklah berurutan dan tidak pula mu’jizat.
e. AlQur’an diharamkan menyentuhnya bagi orang yang berhadats/tidak suci, sementara
Hadits Qudsiy tidak demikian halnya.
مارفع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يديه حتى رؤي بياض في شيء من دعا ئه إال في اإلستسقاء
Rasulullah Saw. Tidak menganangkat kedua tangan ketika dalam berdo’anya selain dalam
shalat istisqa’ (shalat minta hujan), dan beliau mengangkat kedua tangannya sehingga
tampak putih kedua ketiaknya.
2. Hadits Ahad
Secara harfiah kata ahad ( )احادmerupakan bentuk jamak dari kata ahad ( )احادyang berarti yang satu,
tunggal. Jika dikatakan khabar wahid maka maksudnya adalah khabar atau hadits yang diriwayatkan
oleh seorang pribadi (sendiri). Jadi, Hadits Ahad ( )الحديث االحادadalah hadits yang diriwayatkan oleh
satu orang atau dua orang saja, atau bahkan oleh sedikit orang, atau seorang saja, dan selanjutnya
masing masing perawi menyampaikan haditsnya kepada seorang, atau dua orang saja. Jumlah perawi
yang demikian dalam setiap tahap tidak menjadikan haditsnya terkenal sebagaimana jenis lainnya.
العجلة من الشيطان
Artinya; “ tergesa-gesa itu termasuk dari sifat setan”. (HR. Tirmizi).
b. Hadits Aziz
Kata Aziz berarti yang mulia, utama, kuat, dan sangat. Adalah hadits yang mempunyai dua jalur
sanad, yang masing masing terdiri atas dua orang rawi pada setiap level sanadnya. Atau dengan kata
lain, hadits aziz adalah hadits yang mempunyai dua sistem sanad.
Contoh hadits aziz adalah :
Hadits ini diriwayatkan dari Anas oleh Qatadah dan ‘Abdul Aziz bin Shuhaib. Diriwayatkan dari
Qatadah oleh Syu’bah dan Sa’id. Diriwayatkan dari ‘Abdul Aziz bin Shuhaib oleh Isma’il bin
‘Ulliyah dan ‘Abdul Warits dan diriwayatkan dari keduanya oleh banyak orang.
c. Hadits Gharib
Menurut etimologi berarti terasing/jauh dari tempat tinggalnya. Sedang menurut istilah artinya
hadits yang asing sebab hanya diriwayatkan oleh seorang rawi, atau disebabkan karena adanya
penambahan dalam matan atau sanad.
Contoh hadits gharib adalah :
ُاريُّ قَا َل َأ ْخبَ َرنِي ُم َح َّم ُد بْنُ ِإب َْرا ِهي َم التَّ ْي ِم ُّي َأنَّه َ الزبَي ِْر قَا َل َح َّدثَنَا ُس ْفيَانُ قَا َل َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد اَأْل ْن
ِ ص ُّ َُح َّدثَنَا ْال ُح َم ْي ِديُّ َع ْب ُد هَّللا ِ بْن
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َ ِ ُول هَّللا
َ ْت َرس ُ ال َس ِمعَ َض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َعلَى ْال ِم ْنبَ ِر ق
ِ ب َر ِ ْت ُع َم َر ْبنَ ْالخَطَّا ُ ي يَقُو ُل َس ِمع ٍ َس ِم َع ع َْلقَ َمةَ ْبنَ َوقَّا
َّ ِص اللَّ ْيث
ُصيبُهَا َأوْ ِإلَى ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما ِ َت ِهجْ َرتُهُ ِإلَى ُد ْنيَا ي ْ ت َوِإنَّ َما لِ ُك ِّل ا ْم ِرٍئ َما ن ََوى فَ َم ْن َكان ِ َو َسلَّ َم يَقُو ُل ِإنَّ َما اَأْل ْع َما ُل بِالنِّيَّا
َاج َر ِإلَ ْي ِه
َ ه
“(al-Bukhari menyatakan) telah menceritakan kepada kami al-Humaidiy Abdullah bin az-Zubair ia
berkata: telah menceritakan kepada kami Sufyan ia berkata: telah menceritakan kepada kami Yahya bin
Said al-Anshariy ia berkata: telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim atTaimiy
bahwasanya ia mendengar ‘Alqomah bin Waqqash al-Laitsiy berkata: Aku mendengar Umar bin al-
Khoththob radhiyallahu anhu berada di atas mimbar menyatakan: Aku mendengar Rasulullah shollallahu
alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niatnya. Dan segala sesuatu
tergantung apa yang diniatkan. Barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ia upayakan, atau karena
wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya (ternilai) sesuai yang diniatkannya itu” (H.R al-Bukhari).
Umar bin al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu menyendiri dalam meriwayatkan hadits tersebut.
2. Gharib Nisbi ialah hadits dimana kegharibannya ditentukan karena suatu segi, misalnya dari
segi hanya diriwayatkan oleh seorang rawi tertentu, dan sebagainya.
Contoh hadits gharib nisbi, adalah :
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َد َخ َل َم َّكةَ َو َعلَى َرْأ ِس ِه ْال ِم ْغفَ ُر
َ أن النبي
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam masuk kota Makkah dengan mengenakan topi baju
besi di kepalanya.” ( HR. Bukhari).
Malik menyendiri dengan riwayat ini dari Az-Zuhri (maksudnya tidak ada yang
meriwayatkan hadits ini dari az-Zuhri kecuali hanya Malik, sementara hadits tersebut punya
banyak jalan lain selain dari az-Zuhri).
Ulama membagi hadits shahih menjadi dua bagian yaitu hadits shahih lizatihi dan shahih lighairihi.
A. Hadits Shahih Lizatihi
Shahih Lizatihi adalah hadits yang memenuhi kriteria sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya,
Contoh hadits shahih lizatihi, adalah :
َ اك ِع ْن َد ُك ِّل
صاَل ٍة َّ لَوْ اَل اَ ْن اَ ُش: صلَّى هّٰللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل
ِ م بِالس َِّوjُْق َعلَى اُ َّمتِ ْي اَل َ َمرْ تُه
هّٰللا
َ ِ اَ َّن َرسُوْ َل
"Sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda : Jika aku tidak merasa keberatan pada umatku, niscaya
aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak ketika setiap kali melakukan sholat". )H.R.
Tirmidzi) dari jalur Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah.
B. Hadits Shahih Lighairihi
Shahih Lighairihi adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria yang telah disebutkan tersebut secara
maksimal, misalnya perawi yang adil namun tidak sempurna kedhabitannya. Akan tetapi terdapat
hadits dari jalur yang berbeda yang menguatkannya, dan bisa jadi hadits dalam kategori hasan yang
diriwayatkan dari beberapa jalur bisa menjadi derajat shahih lighairihi.
Contoh hadits shahih lighairihi, adalah :
Hadits Muhammad bin ‘Amruw dari Abi Salamah dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
2. Hadits Hasan
علة الو شذوذ غير من ضبطه خف بعدل سنده تصالما
“Hadits yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, namun lebih rendah
kedhabitannya tanpa adanya syaz dan illat”
Dapat kita bandingkan perbedaan antara hadits hasan dan hadits shahih hanya terletak pada
kedhabitan perawinya saja, hadits shahih perawinya dalam tingkat kedhabitan sempurna dalam hadits
hasan kurang sempurna.
Secara harfiah kata hasan berarti bagus. Maka Hadits Hasan secara istilah didefinisikan sebagai
hadits yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang kurang sempurna
kredibilitasnya.
Contoh hadits hasan, adalah :
من شهادة أن ال إله إال هللا قبل أن يحال بينكم وj أكثروا: قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم: عن أبي هريرة قال
و لقينو ها موتاكم,بينها
“ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, beliau berkata : Rasulullah, bersabda
“Perbanyaklah bersyahadat Laa ilaaha illallahu (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali
Allah) sebelum kalian terhalangi darinya. Dan ajarilah syahadat tersebut kepada orang yang sedang
menghadapi sakaratul maut diantara kalian”.
3.Hadits Dhaif
Dhaif ( )ضعيفsecara harfiah berarti lemah. Hadits Dhaif adalah hadits yang tidak memiliki syarat
sebagai hadits hasan karena hilangnya sebagian syarat.
Tidak boleh diamalkan, baik dijadikan landasan menetapkan suatu hukum maupun sebagai
landasan suatu aqidah, melainkan hanya diperbolehkan dalam hal keutamaan amal.
2. Hadits Mardud
Kata mardud ( )مر دودberarti “ditolak”. Hadits Mardud adalah hadits yang ditolak karena memiliki
ciri ciri yang sekaligus alasan untuk ditolak antara lain sebagai berikut ;
a. Sanadnya tidak bersambung, atau munfashil
b. Terdapat perawi yang cacat dalam sanad
c. Cacat matannya.
من قال الاله هللا من تلك الكامة طائرله سبعون الف لسان سبعون الف لغة
“Barang siapa mengucap “ Laa ilaaha illallah” maka Allah akan menjadikan dari kalimat itu,
seekor burung yang mempunyai 70.000 bahasa
1. Hadits Marfu’
Kata marfu’ secara harfiah berarti diangkat atau terangkat hingga pada posisi yang tinggi.
Maka hadits marfu’ adalah hadits yang oleh para Muhadditsun dinyatakan sebagai hadits yang
disandarkan langsung pada Nabi Muhammad, baik berupa sanadnya bersambung secara utuh
(muttashil) ataupun tidak secara utuh (ghair muttashil), yakni terdapat sanad yang terputus
didalamnya.
ّ صالة الجماعة أفضل من صالة:إن رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم قال
الفذ بسبع و عشرين درجة ّ :عن ابن عمر رضى هللا عنه قال
“Warta dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : Shalat jama’ah itu lebih afdhal
dua puluh tujuh tingkat dari pada shalat sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim).
A. Marfu’ Tashrihi
Yaitu hadits yang diketahui secara jelas dihubungkan kepada Nabi Muhammad, baik berupa
perkataan, perbuatan, atau taqrir.
حسن الملكة يمن وسوء الخلق شؤم.عنبن عسكر) جابر قال رسول هللا ص.
Artinya: dari Jabir telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti adalah pelajaran dan buruk kelakuan
itu adalah sial” (HR. ibnu asakir).
B. Marfu’ Hukmi
Yaitu hadits yang secara jelas oleh sahabat tidak dihubungkan kepada Nabi Muhammad melalui
kata-kata, misalnya, “Bahwa Rasulullah bersabda “atau” bahwa Rasulullah telah melakukan…..”,
atau “bahwa telah dilakukan didepan Nabi Muhammad.”
الدعاء موقوف بين السماء واالرض ال يصعد شيء حتى يصلى على النبي:عن عمر قال
()رواه الترمذي.
Artinya: dari umar ia berkata: “do`a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bias naik sedikit pun
daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi” (HR. Turmudzi).
2. Hadits Mauquf
Mauquf secara harfiah berarti berarti berhenti atau dihentikan. Maka yang dimaksud dengan
hadits mauquf adalah hadits yang dinyatakan oleh seorang shahabi, baik dengan sistem sanad yang
muttashil pada Nabi maupun munqathi’. jadi hadits ini hanya berhenti pada level shahabi sebagai
sandaran informasi.
Dari Abdullah (Bin Mas`ud), ia berkata : “jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid
agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika
seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (HR. Abu Na`im).
3. Hadits Maqthu’
Kata maqthu’ berasal dari kata qatha’a yang secara harfiah berarti terputus atau diputuskan, yang
berlawanan kata washala, dengan arti sampai atau bersambung. Maka yang dimaksud dengan hadits
maqthu’ adalah hadits yang disandarkan kepada seorang tabi’in atau pengikut tabi’in, baik berupa
ucapan maupun perbuatan. Dikatakan terputus karena sanadnya tidak bersandar langsung pada Nabi
atau bahkan tidak pada sahabat.
Diantara hadits-hadits yang temasuk kategori tidak diterima atau ditolak pada umumnya adalah
hadits-hadits yang merupakan cabang hadits dhaif dan hadits maudhu.
“Dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa`id Bin
Musayyib; bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan
“yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib “perintahlah kepadanya
supaya jangan sekali-kali diulangi”. (al-atsar)
A. Hadits Mursal
Kata Mursal berarti melepaskan. Secara terminologi berarti hadits yang di marfu’kan oleh tabi’in
kepada Nabi Muhammad. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan “Bahwasanya
Rasulullah Muhammad bersabda…”. atau dapat pula diartikan sebagai hadits yang disampaikan oleh
seorang tabi’in, baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil, tanpa menyebut nama sahabat.
(Abu Dawud menyatakan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad (ia berkata) telah
menceritakan kepada kami Husyaim dari Hushain dari Muadz bin Zuhroh bahwasanya telah sampai
berita kepadanya bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam jika berbuka mengucapkan:
Allaahumma Laka Shumtu wa ‘alaa rizqika afthortu (H.R Abu Dawud).
B. Hadits Muallaq
Kata muallaq berarti digantung. Sedang menurut terminologinya yaitu hadits yang perawinya
gugur pada awal sistem sanad, baik seorang, dua orang, atau semuanya kecuali seorang shahabi.
C. Hadits Munqanthi’
Munqathi’ secara harfiah berarti terputus. Hadits munqathi’ adalah hadits yang dalam sistem
sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara tidak berurutan, misalnya terputusnya sanad
pada titik sanad ketiga dan pada titik kelima.
Hadits Mu’dhal
Secara bahasa berarti dicelakakan. Maka secara terminologis Hadits Mu’dhal adalah hadits yang
dalam sistem sanadnya terdapat sanad yang terputus di dua fase secara berurutan, misalnya terputus
pada titik sanad ketigadan pada titik keempat.
E. Hadits Matruk
Kata matruk berarti yang ditinggal atau ditinggalkan. Sedangkan yang dimaksud dengannya adalah
hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tertuduh sebagai pendusta, baik terkait dengan
masalah hadits maupun lainnya, atau tertuduh sebagai seorang fasiq, atau karena sering lalai ataupun
banyak sangka.
"Ketika aku menyamarkan bacaanku, maka membacalah kalin bersamaku. Dan ketika aku
mengeraskan bacaanku, maka sungguh jangan seorang pun yang menyertai bacaan bersamaku (HR.
Daraquthni dalam Kitab Sunannya)".
F. Hadits Munkar
Munkar secara harfiah berarti diingkari. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
lemah, yang menyalahi riwayat rawi yang tsiqah (terpercaya), atau riwayat yang lebih lemah lagi.
G. Hadits Muallal
Secara harfiah muallal berarti yang dicacat. Hadits muallal yaitu hadits yang didalamnya terdapat
sebab-sebab (‘illat) tersembunyi, hal mana sebab-sebab tersebut baru diketahui setelah dilakukan
penelitian yang mendalam, dan secara lahiriah hadits tersebut mempunyai cacat.
Contoh hadits muallal, adalah :
"Dari Al-A'masy dari Anas bin Malik, berkata, "Ketika Nabi SAW hendak buang hajat beliau tidak
mengangkat kainnya hingga hampir menyentuh tanah"" (HR. Tirmidzi No.14).
H. Hadits Mudhtharib
Mudhtharib secara harfiah berarti tercipta. Dan secara terminologis, hadits mudhtharib adalah
hadits yang riwayatnya atau matannya berlawan-lawanan, baik dilakukan oleh seorang atau banyak
rawi, dengan cara menambah, mengurangi ataupun mengganti. Riwayatnya tidak dapat dianggap
kuat salah satunya, demikian pula matannya.
I. Hadits Maqlub
Hadits maqlub adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang didalamnya terjadi
keterbalikan, yakni mendahulukan bagian belakang, atau membelakangkan bagian belakang, atau
membelakangkan yang terdahulu, baik berkenaan dengan sanad maupun matan. Secara harfiah, kata
maqlub berarti dibalik atau terbalikkan.
J. Hadits Mudraj
Mudraj berarti dimasukkan atau diselipkan. Maka hadits mudraj adalah urutan isnadnya diubah,
atau hadits yang telah disisipkan perkataan orang lain ke dalam matannya, baik dari kelompok
shahabi maupun tabi’in, untuk keperluan penjelasan terhadap makna yang dikandungnya. Jika hadits
yang demikian masih bisa dideteksi unsur penglepasannya kemudian disingkirkan maka menjadi
shahih, tetapi jika sulit disortir maka menjadi dhaif status haditsnya.
K. Hadits Mudhallas
Secara harfiah kata mudhallas berarti menyembunyikan sesuatu yang cacat. Maka secara
terminologis hadits mudhallas adalah hadits yang disamarkan (ditutupi) unsur cacatnya dalam sanad,
dan ditampilkan baiknya. Misalnya seorang rawi menerima banyak hadits dari seorang gurunya lalu
ia meriwayatkan sebuah hadits yang tidak diambil dari gurunya tersebut tetapi dinyatakan darinya
(demi kebaikan) padahal diambilnya dari gurunya yang lain.
"Dari Sufyan bin Uyainah, dari Az-Zuhri, dari Sahabat Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi SAW
membuat walimah atas pernikahan (Beliau dan) Shafiyah dengan memasak gandum dan kurma".
(sanad lengkap bisa dilihat pada HR. Tirmidzi No. 1015).
L. Hadits Maudhu’
Hadits maudhu’ adalah jelas-jelas ditolak dalam syari’at islam tanpa syarat. Dengan kata lain,
hadits maudhu’ adalah hadits palsu.
Dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tuntutlah ilmu
walaupun ke negeri China!”
G. TAKHRIJ HADITS
Pengertian hadits secara bahasa adalah sesuatu yang baru. Dan juga bermakna berita seseorang
dari dipindahkan dan di percakapkan yang sesuatu yaitu kepada yang lain. Di kalangan Ahli Hadits,
hadits merupakan sinonim sunnahn namun hadits pada umunya digunakan sebagai istilah atas segala
sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah setelah diutus menjadi Nabi. Sebagian ulama berpendapat
bahwa hadits hanya sebatas ucapan dan perbuatan Nabi saja, sedang persetujuan dan sifat-sifatnya
tidak termasuk hadits karena keduanya merupakan ucapan dan perbuatan sahabat.
Para ulama ushul fiqh berpendapat bahwa hadits lebih khusus daripada sunnah karena hadits
mereka sunnah qauliyah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hadits di bagi berdasarkan beberapa tipologi. Pertama berdasarkan bentuk asal, hadits dibagi
menjadi empat yaitu : hadits qouliy, hadits fi’liy, hadits taqririy, dan hadits shiffatiy. Kedua
berdasarkan sifat asal, hadits dibagi menjadi dua yaitu : hadits qudsiy dan hadits nabawiy. Ketiga
berdasarkan jumlah periwayat, hadits dibagi menjadi dua yaitu : hadits mutawatir dan hadits ahad
(meskipun hanafiyah menjadi tiga). keempat berdasarkan kwalitas, hadits dibagi menjadi tiga yaitu :
hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Terakhir berdasarkan penisbatan, hadits dibagi menjadi
tiga yaitu : hadits marfu’, hadits mauquf, dan hadits maqtu’.
B. SARAN
Dikarenakan para ulama hadits berbeda-beda di dalam menetapkan pembagian hadits, dan
perbedaan itu adalah suatu hal yang wajar, selagi dengan tipilogi dan alasan yang jelas, maka ketika
membahas macam-macam hadits perlu diketahui pembagian tersebut menurut siapa dan berdasarkan
hal apa. Sehingga tidak menimbulkan ketimpangan di dalam pembahasan yang terkait dengan
pembagian hadits ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maliki, Muhammad Alwi. 2009. “Ilmu Ushul Hadits”. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Ithr, Nuruddin, 2003. “Manhaj Al-Naqd Fi Ulum Al-Hadits”. Beirut: Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir
Rahman,Zufran.1995. “Kajian Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam”. Jakarta: CV Pedoman Ilmu
Jaya
Suparta, Munzier dan Utang Ranuwijaya. 1993. “Ilmu Hadits”. Jakarta: Raja G. Persada
Zuhaili, Wahbah.1998. “Ushul Fiqh Al-Islami”. Beirut: Dar Al-Fikr Jilid 1 “Klasifikasi Hadits”
dalam Subhi, Ash-Shalih. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus.