Anda di halaman 1dari 5

UJIAN TENGAH SEMESTER - GANJIL 2022/2023

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI HIDAYATULLAH DEPOK


Hari/Tanggal :
rabu, 16 Novenber
2022
Nama : Jhordi
Mata Kuliah
Hasmin :
:pendidika
NIM : :
n pancasila
Semester : 1 :
Dosen :qo
daruddin Fajri Adi
STP,.MSC

========================== J A W A B A N========================
1.) Ada empat macam Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku, dalam sejarah
perkembangan ketatanegaraan Indonesia yaitu:

1. Penetapan Undang-Undang Dasar 1945, periode 18 Agustus 1945 hingga 27


Desember 1949
Saat diproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan
Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, saat itu NKRI belum memiliki
UUD. Baru sehari kemudian PPKI mengesahkan Rancangan Undang-Undang
sebagai Undang-Undang Republik Indonesia.

2. Penetapan konstitusi Republik Indonesia Serikat, periode 27 Desember 1949 hingga


17 Agustus 1950
Meski telah memproklamasikan diri sebagai negara merdeka, setelah kepergian
Jepang, Belanda kembali merongrong pemerintahan Indonesia dengan maksud
untuk menguasai kembali negara yang baru lahir ini. Belanda mencoba untuk
memecah-belah kesatuan dengan membuat negara-negara boneka dan membentuk
Republik Indonesia Serikat atau RIS. Akibatnya UUD yang seharusnya berlaku
untuk seluruh wilayah Indonesia tersebut hanya berlaku untuk RIS saja.

3. Penetapan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, periode 17 Agustus 1950 hingga


5 Juli 1959
Konsep negara serikat yang dibentuk Belanda bukanlah bentuk negara yang
dikehendaki bangsa Indonesia. Itu sebabnya RIS tidak bertahan lama dan
kemudian terjadi penggabungan dengan Republik Indonesia. Setelah itu,
kemudian disepakati untuk mendirikan kembali NKRI. Setelah itu, dibentuklah
panitia bersama untuk menyusun rancangan undang-undang dasar baru yang
kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat, lalu oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik
Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang
dasar baru itu pada tanggal 17 Agustus 1950

4. Penetapan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945, periode 1959 hingg


sekarang

Setelah penetapan UUD Sementara pada 1950, kemudian pada 5 Juli 1959
berlakulah kembali UUD 1945 dengan dekrit Presiden. Selain menetapkan
berlakunya kembali UUD 1945 sebagai konstitusi, Presiden juga mengubah
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965
menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan
tersebut dilakukan karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde
Lama dianggap tidak mencerminkan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.

PROSES PERUBAHAN MENDASAR KONSTITUSI INDONESIA PRA


DAN PASCA AMANDEMEN

Di dalam sistem norma hukum di Negara Republik Indonesia, Pancasila


merupakan norma yang sangat fundamental dan merupakan norma hukum
tertinggi dan kemudian dibawahnya terdapat UUD 1945. Sebagai salah satu
norma dasar Republik Indonesia, beberapa kali sempat terjadi perdebatan
ketika suatu konstitusi yang dalam hal ini adalah UUD 1945 apakah dapat
mengalami perubahan atau tidak dapat mengalami perbuahan. Tulisan ini akan
membahas bagaimana proses dan apa-apa saja perubahan mendasar yang
dialami oleh konstitusi Indonesia paca amandemen. Hasil analisis dan
penjelasan diketahui bahwa, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dalam Proses sejarah, telah melalui 4
tahapan perubahan yakni adalah: Undang-Undang Dasar 1945. Sementara itu,
dalam proses perubahan konstitusi pasca kembalinya ke UUD 1945, Indonesia
telah melakukan setidaknya empat kali amandemen. Jika melihat pada proses
perubahan Konstitusi dari sejarahnya, beberapa kali kekuatan politik
dipergunakan untuk mentafsirkan konstitusi. Penulis berkesimpulan bahwa
politik tidak mungkin dapat dilepaskan dari sistem hukum. Begitu juga dengan
hukum, tidak mungkin dapat dilepaskan dari sistem perpolitikan. Keduanya
saling bersinergi satu sama lainnya sehingga menciptakan suatu sitstem
pemerintahan yang diharapkan menajadi pemerintahan yang baik dan
mendatangkan manfaat bagi seluruh rakyat. Akan tetapi penulis berpandangan
kerap kali hukum dijadikan alat berpolitik untuk memuluskan keinginan
segelintir orang.
Referensi
https://nasional.tempo.co/read/1500360/sejarah-perubahan-uud-di-indonesia-
sejak-proklamasi-hingga-reformasi

http://topihukum.blogspot.com/2014/02/sejarah-dan-perkembangan-konstitusi-
di.html

https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-perubahan-pasal-
f7Cw

https://ejournal.unib.ac.id/index.php/ubelaj/article/view/8010

Barus, Sonia Ivana. “Proses Perubahan Mendasar Konstitusi Indonesia Pra Dan
Pasca Amandemen.” University Of Bengkulu Law Journal 2, No. 1 (22 April
2017): 29–55.
2.) Tulisan ini mencoba melihat kedudukan Pancasila dalam realitas berbangsa dan
bernegara. Pancasila pada dasarnya bukan hanya sekedar semboyan kosong yang
muncul secara tiba-tiba, akan tetapi memiliki arti penting yang mencoba untuk
mempertemukan nilai-nilai universal dengan kearifan lokal yang digali oleh
para founding fathers sebagai core values inklusif. Bahwa Pancasila dibutuhkan
untuk masyarakat yang sangat terfragmentasi oleh suku, agama, bahasa, maupun
adat-istiadat, di samping kedudukan Pancasila sebagai norma hukum dan etika
penyelenggaraan negara. Tidak kalah pentingnya adalah bahwa pancasila juga
memiliki arti penting sebagai identitas nasional yang kemudian membedakan dari
bangsa yang lainnya. Namun, hal ini tampaknya dianggap tereduksi oleh sebagian
kalangan terlebih setelah dikeluarkannya TAP MPR No. I/MPR/2003.
3.) Menurut penulis kaitan dengan amandemen UUD 1945 dengan pancasila itu belum
sesuai karena hasil dari amandemen begitu menyimpang terhadap pancasila
dikarenakan tidak berdasarkan dasar-dasar pancasila
PENGUATAN DARI PENDAPAT SAYA
UUD 1945 yang mengalami amandemen empat kali dinilai tidak berdasarkan pada
nilai-nilai Pancasila. Pasalnya ditemukan inkonsistensi, kontradiksi, dan
ketidakselarasan antarpasal dan ayat dalam undang-undang tersebut. Akibatnya, negara
terjebak pada kekuasaan oligarki, praktik penyelenggaraan lebih berorientasi pada
demokrasi dan hukum, namun mengabaikan pembangunan kesejahteraan rakyat sebagai
tujuan utama.

Demikian yang mengemuka dalam Sarasehan Kebangsaan "Mewujudkan UUD


Berdasar Pancasila", Rabu (12/2), di Kampus UGM. Sarasehan yang digagas Pusat
Studi Pancasila (PSP) UGM ini menghadirkan para pakar dan intelektual seperti Ketua
PSP UGM Prof. Dr. Sudjito, Tokoh Masyarakat Prof. Dr. Ahmad Safii Maarif, Guru
Besar Ilmu Filsafat UGM Prof. Dr. Kaelan, dan Sosiolog UGM Prof. Dr. Sunyoto
Usman.

Guru Besar Filsafat UGM, Prof. Dr. Kaelan mengatakan amandemen UUD 1945 yang
mengatur tentang Negara Hukum, Tujuan Negara, dan Demokrasi, tidak menunjukkan
adanya hubungan yang koheren dengan nilai-nilai cita hukum yang terkandung dalam
esensi staatsfundamentalnorm yaitu nilai-nilai Pancasila. “Hasil penjabaran dari
amandemen UUD lebih memprioritaskan aspek politik dan hukum sementara tujuan
negara welfare state tidak dijadikan prioritas,” katanya.

Kaelan mencontohkan beberapa pasal UUD 1945 misalnya, ayat 4 pada pasal 33 yang
mengatur perekonomian Indonesia bertentangan dengan tiga ayat sebelumnya. “Yang
intinya menyebutkan demokrasi ekonomi dan dalam prakteknya diterapkan ekonomi
liberal. Pasal ini tidak koheren dengan pembukaan UUD 1945, Pancasila dan Pasal 1
UUD 1945,” katanya.
Pasal lainnya, seperti Pasal 1 ayat (1) menyebutkan Negara Indonesia ialah negara
kesatuan yang berbentuk Republik, lalu pada ayat 2 Kedaulatan ada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut UUD. Namun berdasarkan sistem demokrasi hasil
amandemen, kekuasaan eksekutif dan legislatif, menunjukkan representasi kekuasaan
rakyat berhenti pada presiden, DPR dan DPD.

Apabila sebelum amandemen MPR merupakan representasi kekuasaan dan kedaulatan,


dengan hasil amandemen UUD tugas MPR hanya praksis melantik Presiden dan Wakil
Presiden saja, “Struktur kekuasaan negara yang ada saat ini, MPR itu ibarat macan
ompong. Setelah tugasnya melantik, kemudian tidur selama 5 tahun,” selorohnya. 

Menurut Kaelan, jika kedaulatan rakyat berhenti pada presiden dan DPR maka tujuan
negara tentang kesejahteraan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
dan sila ke-5 Pancasila akan mustahil terwujud.

Selain itu pada pasal 22E UUD 1945 yang mengatur tentang pemilihan Umum juga
menunjukkan kontradiksi, dimana proses demokrasi berprinsip liberalisme-
individualisme, karena semua dilaksanakan secara langsung berdasarkan pada prinsip
matematis tanpa memberi ruang musyawarah dan mufakat.

Senada, Ahmad Syafii Maarif menilai hasil pemikiran amandemen UUD 1945 saat ini
jauh menyimpang pada nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, titik pangkal persoalan ada
pada perilaku elit negara yang tidak bersikap negarawan. “Amandemen UUD itu karena
ada euforia begitu rupa. Amandemen 4 kali itu tidak sehat, sarat emosional,” ujarnya.

Untuk meluruskan kembali UUD 1945 yang berdasarkan pada Pancasila, Safii Maarif
mengusulkan agar bisa merujuk hasil dokumen konstituante 1956-1959. “Perlu ungkap
kembali, 90 persen isinya bagus,” katanya.

Kepala PSP UGM, Prof. Sudjito, mengatakan amandemen UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang ada saat ini banyak yang tidak sesuai dengan Pancasila.
Sebab, wakil rakyat dahulunya tidak diajarkan tentang ilmu dan norma-norma dasar
filsafat Pancasila. “Jika norma dasarnya salah, tataran praksis akan tetap salah,”
tambahnya.

Diakui Sudjito, banyak peraturan perundang-undangan yang dihasilkan hanya


menyesuaikan pada kepentingan partai, kelompok, dan tidak jarang mencomot ideologi
asing. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

4.) Menurut saya Islam adalah sebuah agama, sementara itu Pancasila adalah merupakan
filsafat hidup dalam berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, dalam negara
Pancasila, Islam bisa hidup dan berkembang, bahkan sangat diperlukan.

Kalau dengan kaitan dengan 212 desember 2022 yang akan dating dapat menjadi
contoh model demonstrasi yang bernilai Pancasila. Sebab, dalam aksi itu, masyarakat
menyuarakan pendapatnya dengan cara beribadah, saling menolong, dan saling
menghargai antara peserta dan aparat keamanan.

Anda mungkin juga menyukai