Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
Disusun Oleh:
M. Tajun Ni’am Alawi (22105067)
Siti Mussharofah (22105056)
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya . sehingga dalam hal ini penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila yang mengusung judul Orde Pemerintah
Dan Pengalaman Pancasila.
Saya mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT,
dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Dinamika UUD 1945 Pada Awal Kemerdekaan
Undang-undang 1945 disahkan setelah proklamasi pada 18 agustus 1945
merupakan bukti UUD 1945 tersebut diakui sebagai konstitusi negara. UUD
1945 merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa
indonesia.
UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada
kurun waktu 1945-1949,jelas tidak dilaksanakan dengan baik,karena kita
memang sedang dalam masa pancaroba,dalam usaha membela dan
mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan,sedangkan pihak
colonial Belanda justru ingin menjajah kembali Indonesia yang telah
merdeka.Segala perhatian bangsa dan negara diarahkan untuk memenangkan
perang kemerdekaan. Oleh karena itu,dalam pelaksanaannya UUD 1945 terjadi
penyimpangan-penyimpangan konstitusional.
Sistem pemerintahan dalam kelembagaan yang ditetapkan dalam UUD
1945 jelas belum dapat dilaksanakan. Dalam masa ini sempat diangkat anggota
DPA sementara,sedangkan MPR dan DPR belum sempat dibentuk. Pada waktu
itu masih diberlakukan ketentuan Aturan Peralihan Masal IV yang
menyatakan,“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk melalui UUD ini, segala
kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional”.
Penyimpangan Konstitusional yang dapat dalam kurun waktu 1945-1949.
Pertama, berubahnya komite nasional pusat dari pembantu Presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut menentukan garis-garis
besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16
Oktober 1945. Kedua, berdasarkan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet
parlementer. Berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-
KNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinyatakan presiden dan
diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945,system
cabinet presidensial berdasarkan UUD 1945 diganti dengan system cabinet
parlementer.
a. Sistem Presidensial
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu system dari
negara manapun, tetapi adalah suatu system khas bangsa Indonesia. Hal itu
dapat diketahui dari isi baik Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan,
maupun dari pembicaraan-pembicaraan pada waktu perencanaan, penetapan
dan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Menurut. UUD 1945,
disamping berkedudukan sebagai kepala negara, Presiden juga sebagai kepala
pemerintahan. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah
MPR. Presiden adalah mandataris MPR. Kepala pemerintahan adalah presiden,
sehingga menurut konstitusi ketatanegaraan ini, pemerintah pada hakikatnya
adalah Presiden. System ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah
presiden dinamakan system presidensial, UUD 1945 mempergunakan system
presidensial. Sistwem presidensial ini berlangsung untuk pertama kalinya pada
tanggal 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.
b. Penyimpanan UUD 1945
Pasal 4 dan 17 UUD 1945 telah menunjukkan, bahwa UUD 1945 menganut
system pemerintahan presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintah,
mengangkat serta memberhentikan para menteri. Para menteri bertanggung
jawab kepada Presiden. Pada tanggal 11 november 1945, Badan Pekerja KNIP
mengusulkan kepada Presiden agar sistem pertanggungjawaban menteri kepada
parlemen dengan pertimbangan sebagai berikut.
a) Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang mewajibkan atau
melarang menteri bertanggung jawab.
b) Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu
jalan untuk memberlakukan kedaulatan rakyat.
Perkembangan pemerintah parlementer tidak berjalan sebagaimana diharapkan
dalam Maklumat Pemerintah 14 November 1945. Hal keadaan politik dalam
negeri dan keamanan negara. Keadaan politik ini memaksa Presiden kembali
alih kekuasaan menjadi system pemerintahan presidensial.
Untuk mengambil keputusan mengenai UUD, maka pasal 137 UUDS 1950
menyatakan sebagai berikut :
a) Untuk mengambil putusan tentang rancangan UUD baru, maka sekurang-
kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
b) Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir.
c) Rancangan yang telah diterima oleh konstituante, dikirimkan kepada
Presiden untuk disahkan kepada pemerintah.
d) Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta
mengumumkan UUD itu dengan keluhuran.
Lebih dari dua tahun bersidang, Konstituante belum berhasil merumuskan
rancangan UUD baru. Perbedaan pendapat yang telah terjadi perdebatan-
perdebatan didalam gedung konstituante mengenai dasar negara yang telah
menjalar ke luar gedung konstituante dan diperkirakan pula akan menimbulkan
ketegangan-ketegangan politik dan fisik dikalangan masarakat.
Saran untuk kembali pada UUD 1945 itu pada hakikatnya dapat diterima para
anggota konstituante, namun dengan berbagai pandangan. Pertama, menerima
saran kembali kepada UUD 1945 secara utuh. Kedua, menghendaki kembalinya
kepada UUD 1945 dengan suatu amandemen, yaitu dimasukanya lagi tujuh kata
“Dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Sehubungan tidak memperoleh kemufakatan antara dua pandangan itu, maka
konstituante mengadakan pemungutan suara terhadap usul pemerintah untuk
kembali kepada UUD 1945. Pertama-tama diadakan kembali pemungatan suara
terhadap usul amandemen, dan dilaksanakan 29 Mei 1959. Usul amandemen itu
tidak memperoleh suara dua pertiga dari anggota yang hadir.
Selanjutnya, dilaksanakan pemungutan suara terhadap usul pemerintah
untuk kembali ke UUD 1945 secara utuh. Pemungutan suara dilakukan sebanyak
tiga kali. Tanggal 30 Mei 1959 diadakan pemungutan suara yang pertama
dengan hasil 269 suara yang setuju dan 199 suara yang tidak setuju. Karena
persyaratan formal yaitu, 2/3 dari jumlah anggota yang hadir sesuai dengan
ketentuan Pasal 137 UUDS 1950 tidak terpenuhi, maka tanggal 1 Juni 1959
diselenggarakan pemungutan suara yang kedua. Hasilnya adalah 264 suara
setuju menerima usul untuk kembali ke UUD 1945 dan 204 suara menolak, yang
juga tidak memenuhi kourum. Pemungutan suara ketiga dilangsungkan tanggal
2 Juni 1959 dan secara rahasia dengan hasil 263 suara setuju dan 203 menolak,
sehingga persyaratan formal juga tidak terpenuhi.
Untuk mencegah timbulnya permasalahan bagi bangsa Indonesia, maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 tentang
kembali kepada UUD 1945.
Dekrit Presiden berbunyi sebagai berikut.
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa
Indonesia dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sudah tidak berlaku lagi.
c. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta Dewan Pertimabangan Agung
Sementara akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Menurut Soetanto ( 2004: 93-94 ) ada beberapa alasan dari segi materi
muatan, mengapa UUD 1945 setelah berbagai perubahan perlu disempurnakan
dalam rangka reformasi hukum, diantaranya:
o Alasan Histories, bahwa sejarah mencatat pembentukan UUD 1945 memang
didesain para pendiri negara (BPUPKI & PPKI) sebagai UUD yang sifatnya
sementara dan butuh penyempurnaan lebih lanjut.
o Alasan Filosofis, bahwa dalam UUD 1945 terdapat percampuradukan
beberapa gagasan yang saling bertentangan.
o Alasan Teoritis, bahwa dari sudut pandang teori konstitusi, keberadaan
konstitusi bagi suatu negara hakikatnya adalah untuk membatasi kekuasaan
negara agar tidak sewenang-wenang tetapi justru UUD 1945 kurang
menonjolkan hal tersebut.
o Alasan Yuridis, sebagaimana lazimnya konstitusi tertulis yang selalu memuat
adanya klausula perubahan didalam naskahnya, begitupun UUD 1945 yang
didasari akan ketidaksempurnaan didalamnya dikarenakan UUD 1945 itu
sendiri merupakan hasil pekerjaan manusia.
o Alasan Politis Praktis, bahwa secara sadar atau tidak, langsung atau tidak
langsung, dalam praktik politik sebenarnya UUD 1945 sudah sering mengalami
perubahan yang menyimpang dari teks aslinya.
2.5 Pengamalan Pancasila Pada Masa Orde Pemerintah
Pengamalan atau penerapan nilai Pancasila sudah dilakukan sejak awal
kemerdekaan dan dari masa ke masa.
Penerapan Pancasila mengalami dinamika dari masa ke masa. Salah satu
faktor penyebab dinamika penerapan pancasila pada tiap-tiap periode adalah
adanya perubahan kebijakan pemerintahan.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mengalami berbagai proses
implementasi yang berbeda-beda dari masa ke masa. Salah satu periode
penerapan Pancasila dalam sejarah Indonesia adalah pada masa Orde Lama
yang dipimpin Presiden Soekarno, khususnya dari tahun 1959 hingga 1966.
Seperti diketahui Indonesia telah mengalami tiga masa atau era
pemerintahan setelah kemerdekaan, yakni Orde Lama (1945-1966), Orde Baru
(1966-1998), serta era Reformasi dan setelahnya (1998-sekarang).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
UUD 1945 merupakan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam
Negara dan menjadi hukum dasar tertulis Negara, yang bersifat mengikat dan
berisi aturan yang harus ditaati oleh setiap warga Negara.
Pelaksanaan UUD 1945 dari awal kemerdekaan sampai dengan sekarang masih
sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat menimbulkan korupsi,
kolusi, nepotisme. Seperti yang terjadi sekarang ini yang paling menojol ialah
krisis ekonomi. Seharusnya UUD 1945 sebagai landasan hukum tertinggi bisa
melaksanakan peranannya dengan baik secara tranfaran.
Seperti didalam pembukaan UUD 1945 “penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan” pernyataan seperti ini sebenarnya bukan hanya ditujukan kepada
negara lain tetapi kepada negara sendiri.
Sebaiknya kita sebagai warna negara yang memiliki UUD 1945 sebagai hukum
tertinggi bisa meresapi, memaknai dan mengaplikasikannya kedalam kehidupan
bersosial.
DAFTAR PUSTAKA