Anda di halaman 1dari 25

PAPER PENDIDIKAN PANCASILA

“DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945”

Disusun oleh :

Kelompok 8

1. Nabila Desy Rahmawati (2215654078)

2. Ni Komang Mas Ari Chanti (2215654081)

3. Ni Luh Putu Ayu Gayatri (2215654089)

4. I Dewa Gede Agung Surya Astawa (2215654093)

Kelas :

1D

PROGRAM STUDI AKUNTANSI PERPAJAKAN

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BALI

2022
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu, Assalamu’alaikum wr.wb, Shalom, Namo Buddhaya, Salam

Kebajikan.

Puji Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan nikmat kepada kami sehingga dalam penulisan dan pembuatan paper

mata kuliah Pendidikan Pancasila yang berjudul “Dinamika Pelaksanaan UUD

1945” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tujuan yang mendorong kami menyusun paper ini adalah tugas kelompok

dari mata kuliah Pendidikan Pancasila untuk mencapai nilai yang memenuhi

syarat perkuliahan. Paper ini membahas tentang dinamika pelaksanaan UUD 1945

yang diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca

paper yang telah kami susun ini.

Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih, rasa hormat,

dan penghargaan kepada pihak – pihak yang membantu dalam penyusunan

makalah ini terutama kepada:

1. Dosen Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Bapak Dr. I Ketut Wenten

Aryawan, SH.,MH

2. Rekan Kerjasama kelompok 8 yang telah bekerjasama dengan baik sebagai

tim sehingga paper ini dapat diselesaikan dengan baik

i
Kami menyadari bahwa paper ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu

kritik dan saran dari pihak manapun yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan paper itu. Semoga Tuhan senantiasa memberkati

usaha kita.

Bukit Jimbaran, 3 November 2022

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Masa Awal Kemerdekaan.......................................................................3

2.1.1 Sistem Presidensial...........................................................................4

2.1.2 Penyimpangan UUD 1945................................................................4

2.1.3 UUD 1945 sebagai UUD Negara Bagian.........................................5

2.1.4 UUD 1945 Tidak Berlaku Lagi........................................................6

2.2 Masa Orde Lama.....................................................................................7

2.3 Masa Orde Baru.....................................................................................12

2.4 Masa Era Global....................................................................................14

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................19

3.1 Kesimpulan................................................................................................19

3.2 Saran...........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang – Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis dan konstitusi

pemerintahan negara Republik Indonesia. Pada kurun waktu tahun 1999 – 2022,

UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amandemen) yang mengubah

susunan Lembaga – Lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

UUD 1945 disahkan sebagai undang – undang dasar negara oleh PPKI (Panitia

Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Pada 27 Desember 1949 dibentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

usai penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. UUD RIS ditetapkan

sebagai konstitusi bangsa Indonesia pada tahun 1949. Namun, UUD RIS tidak

berlaku lama karena bangsa Indonesia merasa bukan jati diri bangsa yang

sebenarnya. UUD RIS pun dibubarkan kemudian.

Pada 17 Agustus 1950 diberlakukan Undang – Undang Dasar Sementara

(UUDS) oleh Presiden Soekarno. Akan tetapi, Presiden Soekarno menyalah

gunakan kekuasaannya dan hal tersebut banyak menimbulkan ketidakstabilan

pemerintahan. Karena hal tersebut, masyarakat mendesak pemerintahan untuk

melakukan perubahan.

Pada 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden oleh Presiden Soekarno dan

berlakunya Kembali UUD 1945 hingga sekarang.

1
Maka dari itu paper ini berjudul dinamika pelaksanaan UUD 1945 akan

membahas tentang dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa awal

kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa era globalisasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 pada masa awal kemerdekaan,

orde lama, orde baru, dan era globalisasi?

1.3

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Masa Awal Kemerdekaan

Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka mulai saat

itu berlaku tata hukum baru yang bersumber dari proklamasi kemerdekaan

Indonesia dan tidak berlaku lagi tata hukum lama (zaman kolonial). 

UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada

kurun waktu 1945 - 1949, jelas tidak dilaksanakan dengan baik sehingga

menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan konstitusional.

Penyimpangan konstitusional yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1945 - 1949. 

1. Perubahan fungsi Komite Nasional Pusat dari pembantu Presiden menjadi

badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menentukan Garis-garis

Besar Haluan Negara berdasarkan Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16

Oktober 1945. 

2. Perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer.

Berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BP-KNIP) tanggal

11 November 1945, yang kemudian dinyatakan oleh Presiden dan

diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945,

sistem kabinet presidensial berdasarkan UUD 1945 diganti dengan sistem

kabinet parlementer. Kemudian pada tanggal 3 November 1945 atas usul BP-

KNIP, pemerintah mengeluarkan suatu maklumat yang ditandatangani oleh

Wakil Presiden tentang pembentukan partai-partai politik yang bertujuan

3
untuk memimpin segala aliran paham yang ada di masyarakat ke jalan yang

teratur.

2.1.1 Sistem Presidensial

Menurut UUD 1945, di samping berkedudukan sebagai kepala negara,

Presiden juga sebagai kepala pemerintahan. Presiden memegang kekuasaan

pemerintahan tertinggi di bawah MPR. Presiden adalah mandataris MPR. Kepala

pemerintahan adalah Presiden, sehingga menurut konstitusi ketatanegaraan ini,

pemerintah pada hakikatnya adalah Presiden. Sistem ini dinamakan sistem

presidensial. Sistem presidensial ini berlangsung untuk pertama kalinya pada

tanggal 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.

2.1.2 Penyimpangan UUD 1945

Pada tanggal 11 November 1945, Badan Pekerja KNIP mengusulkan

kepada Presiden agar sistem pertanggungjawaban menteri kepada parlemen

dengan pertimbangan sebagai berikut.

 Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasal pun yang mewajibkan atau

melarang menteri bertanggung jawab.

 Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu

jalan untuk memperlakukan kedaulatan rakyat.

Usul Badan Pekerja KNIP itu diterima oleh Presiden dengan mengeluarkan

Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945. Konsekuensi dikeluarkannya

maklumat pemerintah tersebut ialah sistem pemerintahan presidensial diganti

4
menjadi sistem pemerintahan berdasarkan parlementer. Disinilah letak

penyimpangan konstitusional yang prinsipil karena maklumat tersebut melanggar

Pasal 17 UUD 1945.

Perkembangan pemerintahan parlementer tidak berjalan sebagaimana

diharapkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 disebabkan keadaan politik

dalam negeri dan keamanan negara, seperti terjadi penculikan Perdana Menteri

Sutan Syahrir tanggal 2 Oktober 1946, serangan umum Belanda terhadap RI tahun

1947, dan pemberontakan PKI di Madium. Keadaan politik ini memaksa Presiden

mengambil alih kekuasaan menjadi sistem pemerintahan presidensial.

2.1.3 UUD 1945 sebagai UUD Negara Bagian

Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang menyatakan: 

a. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat,

b. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintahan kerajaan Belanda kepada

negara Republik Indonesia Serikat,

c. Didirikannya uni antara RIS dan kerajaan Belanda.

Konstitusi RIS, terdiri atas Mukaddimah (4 alinea), 6 bab, 197 pasal dan

lampiran mulai berlaku sejak 27 Desember 1949. Berdirinya negara Republik

Indonesia Serikat dengan Konstitusi RIS sebagai undang-undang dasarnya, maka

negara RI hanya berstatus sebagai salah satu negara bagian saja, dengan wilayah

kekuasaan daerah yang disebut dalam persetujuan Renville dan sesuai dengan

bunyi Pasal 2 Konstitusi RIS, sedangkan UUD 1945 sejak tanggal 27 Desember

1949 hanya berstatus sebagai UUD negara bagian Republik Indonesia.

5
2.1.4 UUD 1945 Tidak Berlaku Lagi

Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda, di daerah-daerah timbul

pergolakan dan pernyataan spontan dari rakyat untuk kembali ke negara kesatuan.

Untuk merealisasikan tuntutan kembali ke negara kesatuan, satu per satu negara

bagian menggabungkan diri kepada negara Republik Indonesia. Akibat

penggabungan itu, maka negara yang berbentuk federal hanya tinggal tiga negara

saja, yaitu sebagai berikut.

1. Negara Republik Indonesia.

2. Negara Indonesia Timur.

3. Negara Sumatra Timur.

Kemudian, negara Republik Indonesia dan RIS (mewakili negara Indonesia

Timur dan negara Sumatra Timur) mengadakan musyawarah untuk mendirikan

kembali negara kesatuan Republik Indonesia.

Pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai kata sepakat antara RIS dan negara

Republik Indonesia yang dituangkan dalam suatu piagam persetujuan RI - RIS

untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara Republik

Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Piagam persetujuan itu

ditandatangani oleh Perdana Menteri RIS Dr.Moh. Hatta selaku pemegang mandat

dari dua negara bagian dan pemerintah RI diwakili oleh Mr. A.Halim.

Tanggal 15 Agustus 1950, mulai Undang-Undang Federal No.7 Tahun 1950

ditetapkan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Berdasarkan Pasal

1 UU No. 7 Tahun 1950 dikatakan bahwa Konstitusi RIS diubah menjadi

Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (dikenal UUDS 1950). 

6
Pada tanggal 17 Agustus 1950 UUDS 1950 mulai berlaku yang diumumkan

di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950. Dengan demikian, mulai 17 Agustus

1950 terjadilah perubahan bentuk susunan negara serikat menjadi bentuk susunan

negara kesatuan dengan cara mengubah Konstitusi RIS dengan UUDS dan

berlakulah bentuk susunan kesatuan dengan UUDS sebagai konstitusi atau hukum

dasarnya. Berdasarkan perkembangan ketatanegaraan Republik Indonesia ini,

maka sejak berlakunya UUDS 1950 dengan sendirinya tidak berlaku lagi UUD

1945 di dalam masyarakat Indonesia, karena bentuk negara kesatuan tidak

mengenal lagi UUD lain, sekalipun berlaku di suatu daerah tertentu. UUD 1945

dalam kurun waktu ini hanya dikenal sebagai dokumen sejarah sampai

dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

2.2 Masa Orde Lama

Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan umum,

masing-masing untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan

anggota Konstituante. Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu

Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai pengganti UUDS 1950, yang menurut

Pasal 134 akan ditetapkan selekas-lekasnya bersama-sama dengan Pemerintah.

Untuk mengambil keputusan mengenai Undang-Undang Dasar, maka Pasal 137

UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut. 

1. Untuk mengambil keputusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar

baru, maka minimal 2/3 jumlah anggota Konstituante harus hadir;  

7
2. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sedikitnya 2/3 dari jumlah

anggota yang hadir;

3. Rancangan yang telah diterima oleh Konstituante dikirimkan kepada

Presiden untuk disahkan oleh Pemerintah;

4. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta

mengumumkan Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.

Lebih dari dua tahun bersidang Konstituante belum berhasil merumuskan

Rancangan Undang-Undang Dasar baru.  Dalam suasana perdebatan, Presiden

dalam bicaranya di depan sidang Konstituante tanggal 22 April 1959

menyarankan "marilah kembali kepada UUD 1945."

Saran untuk kembali kepada UUD 1945 itu pada hakikatnya dapat diterima

oleh para anggota Konstituante, namun dengan berbagai pandangan.  Pertama,

menerima saran kembali kepada UUD 1945 secara utuh.  Kedua, menghendaki

kembalinya kepada UUD 1945 suatu amandemen, yaitu memasukkannya lagi"

dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya".  Pada

sila pertama Pancasila di belakang kata Ketuhanan seperti yang tercantum dalam

Piagam Jakarta ke dalam Pembukaan UUD 1945.

Sehubungan dengan tidak memperoleh kemufakatan antara dua pandangan

itu, maka Konstituante mengadakan pemungutan suara terhadap usul pemerintah

untuk kembali kepada UUD 1945. Pertama-tama pemungutan suara terhadap usul

amandemen, dan dilaksanakan 29 Mei 1959. Usul amandemen itu tidak

memperoleh suara dua pertiga dari anggota  yang hadir.  Anggota yang hadir itu

8
470 orang, dan yang menyetujui usul amandemen 201 orang dan yang tidak

menyetujui 265 orang.

Selanjutnya, pemungutan suara terhadap usul pemerintah untuk kembali ke

UUD 1945 secara utuh.  Pemungutan suara dilakukan sebanyak tiga kali.  Tanggal

30 Mei 1959 pemungutan suara pertama dengan hasil 269 suara setuju dan 199

suara menolak. Karena persyaratan formal, yaitu 2/3 dari jumlah anggota yang

hadir sesuai dengan ketentuan Pasal 137 UUDS 1950 tidak terpenuhi, maka

tanggal 1 Juni 1959 pemungutan suara suara yang kedua.  

Hasilnya adalah 264 suara setuju menerima usul untuk kembali ke UUD 1945

dan 204 suara menolak, yang juga tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara

ketiga dilangsungkan tanggal 2 Juni 1959 dan secara rahasia dengan hasil 263

suara setuju dan 203 menolak, sehingga persyaratan formal juga tidak dapat

dipenuhi.  Pelaksanaan pemungutan suara tersebut di atas sesuai dengan tata tertib

Konstituante yang ditentukan, bahwa pemungutan suara untuk amandemen

dilakukan satu kali, dan untuk materi baru dilakukan sebanyak tiga kali.  Hal ini

menunjukkan bahwa usul pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945 tidak

mendapat persetujuan dari lembaga Konstituante meskipun disetujui oleh lebih

dari setengah anggotanya.

Sehari setelah pemungutan suara yang ketiga kalinya itu, Konstituante

menjalani reses.  Selama reses itu lebih dari separuh anggota Konstituante

menyatakan, bahwa setelah reses nanti mereka tidak akan menghadiri sidang lagi. 

Ini berarti bahwa Konstituante gagal dalam menetapkan UUD yang tetap sebagai

pengganti UUDS 1950. Keadaan dianggap oleh Presiden sebagai keadaan yang

9
dapat membahayakan keselamatan dan negara dan bangsa.  Oleh karena itu,

dengan alasan yang kuat, dan dengan dukungan dari sebagian besar rakyat

Indonesia, dikeluarkanlah Dekrit oleh Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 tentang

kembali kepada UUD 1945. Dalam keadaan seperti itu, menurut kepala negara

merupakan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan

keselamatan  negara, nusa, dan bangsa, maka tindakan Presiden mengeluarkan

Dekrit Presiden tersebut dibenarkan berdasarkan hukum darurat negara

(staatsnoodrecht).

Diktum Dekrit Presiden itu berbunyi sebagai berikut. 

1. Menetapkan pembubaran Konstituante.

2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa

Indonesia dan seluruh darah Indonesia, terhitung mulai tanggal penetapan

Dekrit ini, dan tidak berlaku lagi Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

3. Majelis Pembentukan Sementara yang terdiri atas anggota-anggota

Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah

dan golongan-golongan, serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara

akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Sejak 5 Juli 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.  Sejak itu cukup banyak

pengalaman yang kita peroleh dalam melaksanakan UUD 1945. Jika dilihat

pelaksanaan UUD 1945 untuk jangka waktu antara 1959 – 1965, - lembaga-

lembaga negara seperti MPR, DPR, DPA, dan BPK belum dibentuk berdasarkan

undang-undang seperti yang ditentukan dalam UUD 1945. Lembaga-lembaga

10
negara tersebut masih dalam bentuk  sementara.  Belum lagi jika kita mengupas

tentang fungsi lembaga-lembaga negara tersebut apakah telah sesuai atau tidak

dengan ketentuan UUD 1945.

Dalam masa orde lama, Presiden, sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan

pemegang kekuasaan legislatif bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya.  Presiden telah

mengeluarkan produk legislatif yang pada hakikatnya adalah undang-undang

(sehingga sesuai UUD 1945 harus dengan persetujuan DPR) dalam penetapan

Presiden, tanpa persetujuan DPR.  Selain itu terdapat pula penyimpangan-

penyimpangan lain, antara lain sebagai berikut.

1. MPR, dengan Ketetapan No.I/MPRS/1960 telah mengambil keputusan

menetapkan keputusan Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul

"Penemuan Kembali Revolusi Kita" yang lebih dikenal dengan Manifesto

Politik Republik Indonesia (Manipol) sebagai GBHN bersifat tetap.  Hal

ini jelas bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.

2. MPRS telah mengambil keputusan mengangkat Ir.Soekarno sebagai

Presiden seumur hidup.  Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945

yang menetapkan masa jabatan Presiden lima tahun.

3. Hak anggaran DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah

tidak mengajukan Undang-Undang APBN untuk mendapat persetujuan

DPR sebelum berlakunya tahun anggaran yang bersangkutan.  Dalam

tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui Rancangan Pendapat dan

Belanja Negara yang diajukan oleh pemerintah, maka waktu itu

11
membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 dan membentuk

DPR-Gotong Royong (DPR-GR).

4. Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri-menteri negara,

sedangkan Presiden sendiri menjadi anggota DPA, yang semuanya tidak

sesuai dengan ketentuan UUD 1945.

Penyimpangan ini jelas bukan saja mengakibatkan tidak berjalannya sistem

yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan juga akan mengakibatkan

memburuknya keadaan politik dan keamanan serta terjadinya kemerosotan

ekonomi yang mencapai puncaknya dengan pemberontakan G-30-PKI.

Pemberontakan tersebut dapat digagalkan melalui kekuatan-kekuatan yang

melahirkan pemerintahan orde baru.

2.3 Masa Orde Baru

Adanya pemberontakan Gerakan 30 September (G30S/PKI) dengan melakukan

kudeta banyak menimbulkan korban jiwa dan harta yang cukup besar dan

melanggar hukum dengan UUD yang berlaku. Gerakan ini juga mempunyai

tujuan untuk mengganti dasar falsafah Pancasila dengan dasar falsafah yang lain.

Keadaan semakin memburuk, keadaan ekonomi dan keamanan makin tidak

terkendalikan dan timbulnya situasi politik yang dimana antara rakyat di satu

pihak dan presiden di lain pihak. Hal tersebut membuat melemahnya kekuasaan

presiden Soekarno dan kehilangan kepercayaan dari sebagian rakyatnya. Dengan

dipelopori oleh pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan tri tuntutan rakyat

(Tritura), yaitu sebagai berikut.

12
1. Bubarkan PKI

2. Bersihkan cabinet dari unsur – unsur PKI

3. Turunkan haga – harga / perbaiki ekonomi

Masyarakat Indonesia terus memperjuangkan Tritura sehingga pemerintahan

(Presiden) semakin terdesak. Presiden Soekarno pun memutuskan mengundurkan

diri sebagai presiden. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno

mengeluarkan surat perintah kepada Letnan Jenderal TNI Soeharto,

Menteri/Panglima Angkatan Darat sebagai pemberian wewenang kepada Soeharto

untuk menjadi presiden RI. Dan dikeluarkannya Supersemar ini menandakan

sebagai lahirnya pemerintahan orde baru.

Pada 22 Februari 1967 Soeharto resmi diangkat menjadi presiden RI ke-2

melalui Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966. Dengan melaksanakan tugasnya,

Presiden Soeharto melakukan pembubaran PKI dan ormas – ormasnya dan

mengadakan koreksi terhadap penyimpangan dalam berbagai bidang selama

pemerintahan orde lama dengan konstitusional melalui Sidang MPRS.

Pemerintahan di masa orde baru membuat kebijakan di bidang ekonomi,

sosial, dan politik. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas negara

dalam bidang tersebut.

1. Kebijakan Ekonomi :

- Dibentuknya Rencana Pembanguna Lima Tahun (REPELITA) untuk

meningkatkan ekonomi nasional. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil

menjadi negara dengan swasembada besar.

13
- Menciptakan dan mewujudkan trilogy pembangunan yang bertujuan

untuk meratakan perekonomian masyarakat Indonesia.

2. Kebijakan Politik :

- Pembubaran PKI beserta Ormas – ormasnya

- Penyerdehanaan Parpol yang awalnya ada 10 partai menjadi hanya 3

partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP

- Militer memiliki peran dwifungsi ABRI

- Pemerintah mewajibkan Pendidikan Penataan P4 (Pedoman,

Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila)

- Masuknya Irian Barat dan Timor Timur ke wilayah NKRI

- Indonesia menggagas berdirinya ASEAN dan beberapa kebijakan

politik luar negeri, seperti: Pengakuan terhadap negara Singapura,

Memperbaiki hubungan dengan negara Malaysia, masuknya Indonesia

Kembali menjadi anggota PBB.

3. Kebijakan Sosial :

- Pencanangan program Keluarga Berencana (KB)

- Program Transmigrasi

- Gerakan wajib belajar

- Gerakan orang tua asuh

2.4 Masa Era Global

Setelah berakhirnya pemerintahan Soeharto terbuka kesempatan para pakar

untuk membicarakan perlunya Undang-Undang Dasar 1945 untuk dilakukan

14
amandemen. Beberapa pakar yang mengutamakan perlunya perubahan UUD 1945

antara lain Laica Marzuki, Muchsan, dan Moh. Mahmud MD.

Laica Marzuki (1999) berpendapat bahwa dalam menuju Indonesia baru yang

demokratis, perlu UUD 1945 diamandemen dengan pertimbangan sebagai berikut.

a. UUD 1945 adalah sementara, tertanggal 18 Agustus 1945, di gedung

Pejambon, Jakarta, Ketua PPKI Ir. Soekarno mengemukakan bahwa

UUD yang disahkan rapat adalah UUD yang bersifat sementara dan

kelak dibuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna.

b. UUD 1945 menumbuhkan figur Presiden yang diktator, hal ini terlihat

dalam Pasal 7 yang dapat digunakan oleh Soeharto untuk memegang

jabatan Presiden selama 32 tahun. 

c. Pasal 26 ayat(1)dengan Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang

Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, memungkinkan MA melakukan

pengujian terhadap undang-undang.

Dalam kenyataannya selama 32 tahun pemerintahan orde baru, memberikan

kekuasaan yang maha dahsyat kepada Presiden, baik sebagai kepala negara

maupun sebagai kepala pemerintahan, sehingga hasilnya justru lebih parah

daripada yang terjadi pada masa orde lama. Kenyataan ini menurut Muchsan

(1999:3-7) atas dasar indikator sebagai berikut.

1. Dengan adanya fungsi antarpartai politik sehingga hanya dua partai

politik dan satu Golkar, telah memberangus sistem demokrasi.

2. Adanya single majority sama dengan one party system.

15
3. Secara material, Presiden memiliki kekuasaan yang tidak terbatas,

meliputi kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

4. Semua lembaga pengawasan terhadap pemerintah dibuat sedemikian

rupa, sehingga tidak berdaya.

5. MPR yang merupakan corong Presiden menyatakan tidak akan

mengubah UUD.

6. Secara material jabatan Presiden tidak terbatas.

7. Lembaga-lembaga tinggi negara yang lain melakukan politik “yes men".

Berdasarkan indikator itu menurut Prof. Muchsan (1999) ada sesuatu yang

salah dalam UUD 1945. Something wrong yang terdapat dalam UUD 1945

mengakibatkan kerancuan dalam kehidupan bernegara, antara lain mengenai :

1) Pengaturan sistem demokrasi

2) Sistem pemerintahan

3) Pembagian kekuasaan

4) Pengaturan Presiden dan Wakil Presiden

5) Pengaturan tentang hak asasi manusia.Pengaturan UUD 1945 yang sangat

fleksibel ini mudah sekali muncul penafsiran yang subjektif. 

Menurut pakar Moh.Mahmud MD (1999) berdasarkan berbagai studi tentang

UUD 1945 tercatat kelemahan-kelemahan muatan yang menyebabkan tidak

mampu menjamin lahirnya pemerintahan yang demokratis-konstitusional,yaitu

sebagai berikut.

1. Tidak ada mekanisme check and balances.

2. Terlalu banyaknya atribut kewenangan.

16
3. Adanya pasal-pasal yang multitafsir.

4. Terlalu percaya pada semangat orang (penyelenggara negara).

Pada awal globalisasi MPR telah mengeluarkan seperangkat ketetapan

secara landasan konstitusionalnya,yaitu sebagai berikut.

a. Pencabutan ketetapan MPR tentang Referendum (dengan Tap.

No.VIII/MPR/1998).

b. Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden

(Tap.No.XIII/MPR/1998).

c. Pernyataan Hak Asasi Manusia (Tap.No.XVII/MPR/1998).

d. Pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang P-4 dan

Penetapan Tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar

Negara(Tap.No.XVIII/MPR/1998).

e. Perubahan Pertama UUD 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999.

f. Perubahan Kedua UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000.

g. Sumber Hukum dan Tata Urutan

Perundang-undangan(Tap.No.III/MPR/2000).

h. Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tanggal 1-10 November 2001.

i. Perubahan Keempat (terakhir) UUD 1945 pada tanggal 1-11 Agustus

2002.

MPR mengeluarkan Ketetapan No.I/MPR/2002 tentang Pembentukan

Komisi  Konstitusi. Tugas Komisi Konstitusi ini adalah melakukan pengkajian

secara komprehensif tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun

1945.Oleh sebab itu,MPR menugaskan kepada BP-MPR sebagai berikut.

17
1) Merumuskan susunan,kedudukan,wewenang,dan keanggotaan komisi

konstitusi untuk dilaporkan kepada Sidang Tahunan (ST)MPR 2003.

2) Melakukan peninjauan terhadap materi-materi dan status hukum

Tap.MPRS dan Tap. MPR untuk diambil putusannya dalam ST MPR

2003.

3) Menyesuaikan peraturan tata tertib MPR dengan UUD 1945.

4) Memasyarakatkan putusan MPR hasil-hasil sidang tahunan dan UUD 1945

hasil amandemen di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Negara Perbandingan Pembentukan Komisi Konstitusi

1. Indonesia, hasil sidang tahunan MPR 2002 mengkaji perubahan UUD 1945

Susunan, kedudukan, kewenangan, anggota ditentukan BP-MPR.

2. Filipina,keinginan President Corazon Aquino hasil people power.

Membentuk Konstitusi baru yang menjadi hukum tertinggi.Berwenang penuh

menghimpun pendapat dan menyusun draf.

3. Thailand, Rekomendasi dari Komisi Pengembangan

Demokratisasi.Mempercepat proses reformasi politik.Berwenang penuh

menghimpun pendapat dan menyusun draf.

4. Afrika Selatan, kebijakan pemerintah baru, nonrasis, Nelson Mandela.

Reformasi secara keseluruhan dengan konstitusi baru. Berwenang penuh

menghimpun pendapat dan menyusun draf.

18
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka mulai

saat itu berlaku tata hukum baru yang bersumber dari proklamasi

kemerdekaan Indonesia dan tidak berlaku lagi tata hukum lama zaman

kolonial. UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis dalam gerak

pelaksanaannya mengalami cukup banyak penyimpangan. Penyimpangan-

penyimpangan tersebut terjadi pada masa awal kemerdekaan, orde lama dan

orde baru. Hal ini sempat membuat bangsa indonesia goyah dan terpecah

belah. Setelah berakhirnya pemerintahan Soeharto, bangsa indonesia

memasuki masa era global atau yang lebih dikenal sebagai masa reformasi.

Hal ini membuka kesempatan para pakar untuk membicarakan perlunya

Undang-Undang Dasar 1945 untuk dilakukan amandemen. Beberapa pakar

yang mengutamakan perlunya perubahan UUD 1945 antara lain Laica

Marzuki, Muchsan, dan Moh. Mahmud MD. Masa reformasi ini memberikan

dampak yang sangat besar bagi bangsa indonesia, dengan berjalannya masa

ini, diharapkan bangsa indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa

tetapi juga harus tetap waspada karena banyak cara untuk memecah belah

bangsa dari dalam maupun luar.

19
3.2 Saran

1. Perlu adanya konsistensi dari pelaksanaan UUD 1945, khususnya

mengatur mengenai pelaksanaan sistem pemerintahan Presidensial murni

yang telah diamanatkan oleh UUD 1945 pasca amandemen.

2. Presiden terpilih selaku pemegang hak prerogatif dalam membentuk

kabinet tidak harus berkiblat pada kerangka koalisi yang telah dibangun,

tetapi hendaknya harus mengedepankan profesionalitas dan kompetensi

para menteri yang akan menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam kabinet

yang akan dibentuk.

20
DAFTAR PUSTAKA

Raditya, N. I. 2020. Amandemen UUD 1945 Dilakukan 4 Kali, Sejarah, &

Perubahan Pasal. Diakses pada 5 November 2022, dari

https://tirto.id/amandemen-uud-1945-dilakukan-4-kali-sejarah-perubahan-pasal-

f7Cw

Eirin, G. 2022. Kenapa UUD Sementara 1950 Tidakk Berlaku Setelah Dekrit

Presiden. Diakses pada 5 November 2022, dari

https://bobo.grid.id/read/083542844/kenapa-uud-sementara-1950-tidak-berlaku-

setelah-dekrit-presiden

Universitas Negeri Jakarta. Sejarah Dinamika Pelaksanaan UUD 1945.doc – Teori

Konstitusi dan UUD 1945. Diakses pada 5 November 2022, dari

https://www.coursehero.com/file/98873878/Sejarah-Dinamika-Pelaksanaan-

UUD-1945doc/

Anda mungkin juga menyukai