Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH DAN PPKN

“KEBIJAKAN POLITIK PADA MASA ORDE BARU”

RACHELINDA ZORA AMELIA MARCHANTY

XII MIPA 5 // 28
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya lah
saya mampu mengerjakan makalah ini dengan kondisi sehat.

Makalah ini dibuat dengan berbagai bantuan dari internet, ilmu Bapak dan Ibu
Guru mata pelajaran sejarah Indonesia dan PPKN, serta wawasan pribadi saya
yang didasarkan oleh buku-buku sejarah yang pernah saya baca. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya terbuka untuk
menerima kritik serta saran dari pembaca untuk laporan ini, supaya kedepannya
saya dapat membuat yang lebih baik lagi. Demikian, apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini saya mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat.

Jakarta, Maret 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iv

BAB I ..................................................................................................................... v
PENDAHULUAN.................................................................................................. v
1. Latar Belakang ................................................................................................. v 

2.Rumusan Masalah ............................................................................................. vi 

3.Tujuan ................................................................................................................ vi 

BAB II .................................................................................................................. vii
PEMBAHASAN .................................................................................................. vii

1.Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia .......vii 



2. Menjalankan UUD dan Pancasila secara konsekuen dengan melakukan
rehabilitasi dan stabilisasi politik dan keamanan (polkam)................................. vii
3.Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru ...............................viii 

4.Kebijakan Dwifungsi ABRI ............................................................................. ix
5.Pelanggaran HAM pada Masa Orde Baru .......................................................... x 

BAB III.................................................................................................................xiv
PENUTUP ............................................................................................................xiv
1.Kesimpulan .......................................................................................................xiv 

2.Saran..................................................................................................................xv

LAMPIRAN 1 .......................................................................................................xv
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................xvi

iv
BAB I PENDAHULUAN

Pada masa Orde Baru pemerintahan dipegang oleh Soeharto yang menerapkan
Pancasila dan UUD 1994 secara murni dan konsekuen. Orde Baru didirikan untuk
mengoreksi total pemerintahan Soekarno. Pada masa Orde Baru berlaku asas
tunggal yaitu hanya ideologi Pancasila yang boleh berkembang sedangkan
ideologi lain tidak boleh berkembang karena di khawatirkan mengganggu
stabilitas negara seperti pada pemerintahan sebelumnya.

Pengertian Orde Baru yang terpenting adalah suatu Orde yang mempunyai sikap
dan tekad mental dan itikad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat,
mengabdi kepada kepentingan nasional yang dilandasi falsafah Pancasila dan
yang menjunjung tinggi azas dan UUD 1945. Pemerintahan Orde Baru dimulai
sejak tahun 1966 – 1998, dengan adanya Surat Perintah Sebelas Maret, yang
kemudian disalahartikan sebagai surat pemindahan kekuasaan. Pada tanggal 27
Maret 1968, Soeharto diangkat sebagai presiden hal ini berdasarkan Ketetapan
MPRS No. XLIV/MPRS/1968, sampai hasil pemilu ditetapkan pada tanggal 10
Maret 1983, beliau mendapat penghargaan sebagai Bapak Pembangunan
Nasional.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa. Hak Asasi Manusia meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak berkomunikasi,
hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas
oleh siapapun. Demikianlah rumusan Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang
pada pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia Indonesia vide Tap MPR No. XVII/
MPR/1998.

v
2. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara konsekuen dengan


melakukan rehabilitasi dan stabilisasi politik dan keamanan (polkam)? b.
Bagaimanakah perkembangan Ideologi Pancasila pada masa Orde Baru? 

c. Apa itu Dwi Fungsi ABRI?

d. Apa itu penyederhanaan partai? 



e. Apa saja pelanggaran HAM dalam berbagai bentuk? 


3. Tujuan

a. Mencari cara mengamalkan pancasila dan UUD dengan baik dan rasional

b. Mengetahui perkembangan ideologi Pancasila pada masa Orde Baru

c. Mengetahui Dwi Fungsi ABRI

d. Mengatahui Penyederhanaan partai

e. Mengetahui pelanggaran HAM dalam berbagai bentuk 


vi
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Pancasila sebagai Ideologi Indonesia

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan perwujudan


dari nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri yang diyakini kebenarannya. Pancasila
digali dari budaya bangsa yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang berabad-abad
lamanya. Oleh karena itu, Pancasila adalah khas milik bangsa Indonesia sejak
keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila merangkum nilai-nilai yang
sama yang terkandung dalam adat-istiadat, kebudayaan, dan agama yang ada di
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila sebagai pandangan hidup mencerminkan
jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia

Keputusan bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai ideologi negara


tercantum dalam Ketetapan MPR Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pencabutan dari
Ketetapan MPR Nomor 2 Tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara.pada pasal 1 Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari
NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari
ketetapan MPR tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia kedudukan Pancasila
adalah sebagai ideologi negara, selain kedudukannya sebagai dasar negara. 


2. Menjalankan UUD dan Pancasila dengan melakukan rehabilitasi dan


stabilisasi politik dan keamanan (polkam)

Dalam melaksanakan rehabilitasi dan stabilisasi polkam, pemerintah Orde Baru di


bawah pimpinan Soeharto menggunakan suatu pendekatan yang dikenal sebagai
pendekatan keamanan (security approach), termasuk di dalamnya de-
Soekarnoisasi dan depolitisasi kekuatan-kekuatan organisasi sosial politik

vii
(orsospol) yang dinilai akan merongrong kewibawaan pemerintah. Seiring dengan
itu, dibentuk lembaga-lembaga stabilisasi seperti; Kopkamtib (pada 1 November
1965), Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional (11 Agustus 1966), dan Dewan
Pertahanan Keamanan Nasional (1 Agustus 1970).

Mengenai kebijakan politik luar negeri yang dipandang menyimpang, pemerintah


Orde Baru berupaya mengembalikan Indonesia dari politik Nefos-Oldefos dan
“Poros Jakarta -Pnom Penh - Hanoi-Peking - Pyongyang” ke politik luar negeri
Indonesia yang bebas dan aktif. Tujuan dari politik luar negeri pun diarahkan
untuk dapat dilakukannya pembangunan kesejahteraan rakyat.

3. Perkembangan Ideologi Pancasila pada masa Orde Baru

Pancasila selama Orde Baru   diarahkan menjadi   ideologi   yang   hanya


menguntungkan satu golongan,  yaitu  loyalitas  tunggal  pada  pemerintah  dan 
demi  persatuan  dan kesatuan hak-hak demokrasi dikekang.Sedangkan pada era
reformasieksistensi Pancasila sejauh ini masih banyak dimaknai sebagai konsepsi
politik yang substansinya belum mampu diwujudkan secara riil.

Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman
sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila
serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi
sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde
lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian
baru di bawah Soeharto.

Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde
baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme
negara.Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian
rupa sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari
itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri
masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan

viii
pemerintah yang berkuasa.dalam diri masyarakat Indonesia.   Adapun dalam
pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara,
mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.

Upaya pengkultusan terhadap pancasila dilakukan pemerintah orde baru guna


memperoleh kontrol sepenuhnya atas Pancasila dan UUD 1945.Pemerintah orde
baru menempatkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sesuatu yang keramat
sehingga tidak boleh diganggu gugat. Penafsiran dan   implementasi Pancasila
sebagai ideologi terbuka, serta UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada di
tangan negara. Pengkultusan Pancasila juga tercermin dari penetapan Hari
Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober sebagai peringatan atas kegagalan G
30 S/PKI dalam upayanya menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis.

4. Kebijakan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru

Kebijakan Dwifungsi ABRI sebenarnya telah diterapkan pada awal Orde Baru,
namun baru dilegalkan oleh Soeharto pada tahun 1982 melalui Undang-Undang
nomor 20 tahun 1982. Penerapan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru sangat
berpengaruh terhadap kondisi sosial dan politik Indonesia. Melalui kebijakan
Dwifungsi ABRI, ABRI berhasil melakukan dominasi terhadap lembaga eksekutif
dan legislatif Orde Baru.

Mulai tahun 1970-an, banyak perwira aktif ABRI yang ditunjuk sebagai DPR,
MPR maupun DPD tingkat provinsi. Selain itu, para ABRI juga menempati posisi
yang penting dalam pengendalian arah politik dari organisasi Golkar. Pada
perkembangannya, pelaksanaan Dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru
mengalami penyimpangan oleh Soeharto dan beberapa oknum militer.

ix
5. Pelanggaran HAM pada Masa Orde Baru

Tidak hanya kebijakan Dwifungsi, tetapi juga ada beberapa pelanggaran atau
penyimpangan HAM yang terjadi di Masa Orde Baru sebagai berikut.

1. Kasus Pulau Buru 1965-1966

Soeharto dalam tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan di Pulau Buru bertindak


sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban yang
disingkat Pangkoops Pemulihan Kamtub. Melalui keputusan Presiden Nomor 179/
KOTI/65, secara resmi berdiri Komando Operasi Pemulihan Kemanan dan
Ketertiban (KOPKAMTIB). Sebagai Panglima Kopkamtib, Soeharto diduga telah
menyebabkan ribuan orang menjadi korban pembunuhan, penangkapan,
penahanan massal dan pembuangan ke pulau Buru. ("Laporan Tim Pengkajian
Pelanggaran HAM Soeharto", Komnas HAM 2003).

2. Penembakan Misterius 1981-1985

"Hukuman mati" terhadap residivis, bromocorah, gali, preman tanpa melalui


pengadilan ini dikenal sebagai "penembakan misterius" yang terjadi sepanjang
1981-1985. Dugaan bahwa ini merupakan kebijakan Soeharto dinilai Kontras
terlihat jelas dalam pidato rutin kenegaraan pada Agustus 1981. Soeharto
mengungkapkan bahwa pelaku kriminal harus dihukum dengan cara yang sama
saat ia memperlakukan korbannya. Operasi tersebut juga bagian dari
shocktherapy, sebagaimana diakui Soeharto dalam otobiografinya, Pikiran,
Ucapan, dan Tindakan Saya (ditulis Ramadhan KH, halaman 389, 1989). Amnesty
Internasional dalam laporannya mencatat korban jiwa karena kebijakan tersebut
mencapai kurang lebih sekitar 5.000 orang, tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Bandung. (Amnesty Internasional, 31 Oktober 1983; "Indonesia-
Extrajudicial Executions of Suspected Criminals").

3. Tanjung Priok 1984-1987

x
Dalam peristiwa Tanjung Priok 1984-1987 Soeharto dianggap menggunakan
KOPKAMTIB sebagai instrumen penting mendukung dan melindungi kebijakan
politiknya. Selain itu Soeharto juga selaku panglima tertinggi telah mengeluarkan
sikap, pernyataan dan kebijakan yang bersifat represif untuk mengeliminasi
berbagai respon masyarakat terhadap kebijakan asas tunggal Pancasila yang
dikeluarkan Orde Baru. Dalam menangani persoalan ini, Soeharto dinilai Kontras
kerap membuat pernyataan dan kebijakan yang membolehkan kekerasan dalam
mengendalikan respon rakyat atas kebijakan penguasa pada saat itu. Di antaranya
di depan Rapat Pimpinan (RAPIM) ABRI di Riau, 27 Maret 1980. Soeharto
sebagai presiden dan penanggung jawab seluruh kegiatan KOPKAMTIB disebut
mewajibkan ABRI mengambil tindakan represif untuk menghadapi kelompok-
kelompok Islam yang dianggap sebagai golongan ekstrem yang harus dicegah dan
ditumpas seperti penanganan G 30 S. Akibat dari kebijakan ini, dalam Peristiwa
Tanjung Priok 1984, sekitar lebih 24 orang meninggal, 36 terluka berat, 19 luka
ringan. ("Laporan 5 Sub Tim Kajian, Tim Pengkajian Pelanggaran HAM
Soeharto", Komnas HAM, 2003).

4. Talangsari 1984-1987

Kebijakan represif yang dinilai Kontras diambil Soeharto terhadap kelompok-


kelompok Islam yang dianggap ekstrem juga mengakibatkan meletusnya peristiwa
Talangsari 1984-1987. Akibatnya, menghasilkan korban 130 orang meninggal, 77
orang mengalami pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, 53 orang
terampas kemerdekaanya, 45 orang mengalami penyiksaan, dan 229 orang
mengalami penganiayaan. ("Laporan Ringkasan Tim ad hoc Penyelidikan
Pelanggaran HAM Berat Talangsari 1989", Komnas HAM, 2008).

5. Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh (1989-1998)

Pemberlakukan operasi ini adalah kebijakan yang diputuskan secara internal oleh
ABRI setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soeharto ("Laporan 5 Sub Tim
Kajian, Tim Pengkajian Pelanggaran HAM Soeharto", Komnas HAM, 2003).

xi
Operasi militer ini telah melahirkan penderitaan yang berkepanjangan bagi
masyarakat Aceh, khususnya perempuan dan anak-anak. Berdasarkan hasil
investigasi Komnas HAM, dalam kurun waktu sepuluh tahun berlangsungnya
operasi militer telah menyebabkan sedikitnya 781 orang tewas, 163 orang hilang,
368 orang mengalami penyiksaan/penganiayaan dan 102 perempuan mengalami
pemerkosaan.

6. DOM Papua (1963-2003)

Pemberlakuan ini dimaksudkan untuk mematahkan perlawanan Organisasi Papua


Merdeka (OPM). Kebijakan ini mengakibatkan terjadinya berbagai peristiwa
seperti Teminabun 1966-1967, sekitar 500 orang ditahan dan kemudian
dinyatakan hilang, Peristiwa Kebar 1965 dengan 23 orang terbunuh, Peristiwa
Manokwari 1965 dengan 64 orang dieksekusi mati, peristiwa Sentani dengan 20
orang menjadi korban penghilangan paksa, Enatorali 1969-1970, 634 orang
terbunuh. Sementara Peristiwa Jayawijaya dan Wamena Barat, melalui Operasi
Tumpas pada kurun waktu 1970-1985 terjadi pembantaian di 17 desa. ("Laporan 5
Sub Tim Kajian, Tim Pengkajian Pelanggaran HAM Soeharto", Komnas HAM,
2003).

7. Peristiwa 27 Juli 1996

Dalam Peristiwa 27 Juli, Soeharto memandang Megawati sebagai ancaman


terhadap kekuasaan politik Orde Baru. Soeharto hanya menerima Dewan
Pimpinan Pusat (DPP) PDI pimpinan Suryadi yang menjadi lawan politik PDI
pimpinan Megawati. Aksi kekerasan yang diduga berupa pembunuhan,
penangkapan dan penahanan dilakukan terhadap para simpatisan PDI pimpinan
Megawati. Dalam peristiwa ini, 11 orang meninggal, 149 luka-luka, 23 orang
hilang, 124 orang ditahan.

8. Penculikan dan Penghilangan Secara Paksa 1997–1998

xii
Peristiwa ini terjadi tidak terlepas dari konteks politik peristiwa 27 Juli, yakni
menjelang Pemilihan Umum 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Pada masa itu
wacana pergantian Soeharto kerap disuarakan. Setidaknya 23 aktivis pro
demokrasi dan masyarakat yang dianggap akan bergerak melakukan penurunan
Soeharto menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa. Komando Pasukan
Khusus, (Kopassus) disebut menjadi eksekutor lapangan, dengan nama operasi
"Tim Mawar". Sebanyak 9 orang dikembalikan, 1 orang meninggal dunia dan 13
orang masih hilang ("Laporan Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc Penyelidikan
Peristiwa Penghilangan Paksa", 2006).

9. Peristiwa Trisakti 12 Mei 1998

Peristiwa Trisakti 1998, terjadi pada 12 Mei 1998. Saat itu aktivis dan mahasiswa
pro demokrasi mendorong reformasi total dan turunnya Soeharto dari jabatannya
karena krisis ekonomi dan maraknya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Tindakan represif penguasa melalui ABRI menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan
luka-luka. Empat orang mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak peluru
aparat keamanan.

10. Kerusuhan 13–15 Mei 1998

Peristiwa 13–15 Mei 1998 merupakan rangkaian dari kekerasan yang terjadi
dalam peristiwa Trisakti, penculikan dan penghilangan paksa. Ketidakberdayaan
pemerintahan Soeharto mengendalikan tuntutan mahasiswa dan masyarakat,
direspons dengan sebuah "pembiaran" kekerasan dan kerusuhan pada 13-15 Mei
1998. Dalam peristiwa ini terjadi pembunuhan, penganiayaan, perusakan,
pembakaran, penjarahan, penghilangan paksa, perkosaan, serta penyerangan
terhadap etnis tertentu.

xiii
BAB III

PENUTUP

1.Kesimpulan

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde
Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hokum.
Bukan hanya ketidakadilan di bidang politik dan ekonomi, namun penyimpangan
terhadap HAM juga terjadi. Pemerintah Orde Baru yang di pimpin oleh Presiden
Soeharto selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekan
awal munculnya Orde Baru. Tekad awal Orde Baru pada awal kemunculannya
pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila & UUD 1945 secara murni
dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Setelah Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dan mengendalikan


pemerintahan maka muncul suatu keinginan untuk terus menerus
mempertahankan kekuasaannya Pelaksanaan pada masa pemerintahan Orde Baru
terdapat banyak ketidakadilan. Dari konteks penerapan Pancasila sampai pada
penyimpangan HAM . Sejak munculnya Gerakan Reformasi yang di motori oleh
kalangan mahasiswa masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya.
Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hokum agar dapat
mendudukan masalah – masalah hokum pada kedudukan atau posisi yang
sebenarnya. Reformasi hukum hendaknya di percepat untuk di lakukan, karena
merupakan suatu tuntutan agar siap menyongsong era ketertiban ekonomi dan
globalisasi. Keberhasilan mahasiswa dalam mencetuskan reformasi seyogyanya
tidak menjadikan mahasiswa tinggi hati. Reformasi pada hakekatnya belum
sepenuhnya mencapai harapan, karena masih banyak yang memerlukan pelurusan,
perbaikan, dan akselerasi. Oleh karena itu, peran mahasiswa masih diharapkan
sebagai pengawal dan pengontrol reformasi.

Di samping itu, diperlukan partisipasi aktif dan proaktif mahasiswa dalam


berbagai peran sosial untuk mengatasi persoalan bangsa dengan memanfaatkan

xiv
kemampuan intelektualnya dan semangat kepemudaannya yang diiringi dengan
kekuatan moral. Semangat kebangsaan para generasi muda calon penerus
kepemimpinan bangsa harus selalu dipupuk dan ditumbuh kembangkan.

2. Saran

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dan menjadi sumber


penunjang dalam mata pelajaran sejarah di SMA (Sekolah Menengah Atas) dan
sederajat, serta memperkaya sumber pembelajaran di sekolah bagi pengembangan
materi mata pelajaran sejarah, khususnya mengenai sejarah pemilihan umum di
Indonesia. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan informasi mengenai penerapan Pancasila dalam pemilihan umum
di Indonesia untuk berbagai kepentingan yang bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan Indonesia dan dapat dijadikan sebagai kerangka berfikir untuk
penelitian selanjutnya.

xv
TOKOH-TOKOH PADA MASA ORDE BARU

SOEHARTO A.H NASUTION

ADAM MALIK B.J HABIBIE

xvi
DAFTAR PUSAKA

https://www.slideshare.net/trianazulfa2012/tokoh-orba-mateng http://
repository.upi.edu/21401/8/S_SEJ_0805430_Chapter5.pdf

https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-12-kehidupan-politik-dan-
ekonomi-masa- orde-baru https://nasional.kompas.com/read/
2016/05/25/07220041/Kontras.Paparkan.10.

Kasus.Pelanggaran.HAM.yang.Diduga.Melibatkan.Soeharto?page=all https://
nasional.tempo.co/read/38767/komnas-ham-lima-pelanggaran-ham-berat- di-
masa- soeharto https://www.kompas.com/skola/read/2020/12/31/121151169/apa-
arti-dwifungsi- abri

https://nasional.kompas.com/read/2016/05/25/07220041/Kontras.Paparkan.
10.Kasus.Pelanggaran.HAM.yang.Diduga.Melibatkan.Soeharto?page=all

xvii

Anda mungkin juga menyukai