Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH HADITS

STUDI KITAB SHAHIH MUSLIM

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits 1


Dosen Pengampu : Dr. KH. Ahmad Kusyairi Suhail, MA

Disusun Oleh :
Kelompok 9 Semester 1B AT

1. Husna Fathiyyah (22011143)


2. Nurul Indah Susita (18012243)
3. Nur Mahfida (22011232)
4. Tria Fauziah (22011212)
5. Qurotul Aini (22011013)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI ILMU USHULUDDIN
DARUL HIKMAH BEKASI
1444 H / 2022 M

0
STUDI KITAB SHAHIH MUSLIM
KARYA IMAM MUSLIM BIN AL-HAJJAJ

A. PENDAHULUAN
Imam Muslim memiliki jumlah karya yang banyak dan cukup penting.
Imam an-Nawawi menceritakan dalam Tahdzib al-Asma Wa al-Lughat bahwa
Imam Muslim memiliki banyak karya tulis, diantaranya: Shahih Muslim (sudah
dicetak), Thabaqat at-Tabi’in (sudah dicetak), at-Tamyiz (sudah dicetak), al-Asma
wal Kuna (sudah dicetak), al-Musnad al-Kabir ‘Ala Asma ar-Rijal, Jami’ al-
Kabir ‘Ala al-Abwab, al-‘Ilal, Auhamul Muhaditsin, Man Laisa Lahu Illa Rawin
Wahidin, al-Muhadramain, al-Afrad, al-Aqran, Su’alaat Ahmad bin Hanbal,
Hadits ‘Amr bin Syu’aib, al-Intifa’ bi Uhubis Siba’, Masyaikh Malik, Masyaikh
ats-Tsauri, Masyaikh Syu’bah, Aulad as-Shahabah, Afrad asy-Syamiyyin.1
Namun yang paling utama dan paling terkenal dari semuanya adalah
karyanya, "Shahih Muslim". Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya, kitab
Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak
memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak
mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok bahasan. Disamping itu,
perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.
Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab
hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits,
namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan
setiap hadits di tempat yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur
sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu
hadits di beberapa tempat dan pada setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya.
Sebagai murid yang shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga
beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari.
Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada
satu
tingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai bahwa
kitab
Imam Muslim lebih unggul ketimbang kitabnya al-Bukhari.
1
Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Tahdzib al-Asma Wa al-Lughat, juz 2, hlm. 91. Lihat pula: Abdul
Muhsin al-Abbad, al-Imam Muslim wa Shahihuhu, hlm. 31
1
B. STUDI KITAB SHAHIH MUSLIM

1. Nama Lengkap
Kitab shahih Muslim yang kita kenal saat ini, namanya adalah al-
Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min as-Sunan bi an-Nagl al-Adi an Rasulillah,
atau Kitab yang bersanad shahih yang diringkas dari sunnah sunnah dengan
didapatkan dari perawi adil dari Rasulullah.

2. Durasi menulis
Imam Muslim bin Hajjaj memulai menulis karya monumentalnya
Shahih Muslim dimulai pada tahun 235 H. La menulis Shahih Muslim di umur 29
tahun. Imam Muslim bin Hajjaj menyelesaikan Shahih Muslim pada tahun 250 H,
tepatnya ia menyelesaikan karya monumentalnya di umur 44 tahun.

3. Alasan menulis kitab


Bagi Imam Muslim, sekurang-kurangnya ada dua alasan pokok yang
melatarbelakangi dan memotivasi penyusunan kitabnya tersebut. Kedua alasan itu
adalah:
1. Karena masih sangat sulit mencari referensi koleksi Hadits yang memuat
hadits-hadits sahih dengan kandungan yang relatif komperhensif dan sistematis.
Banyak orang ingin mengetahui hadits Nabi yang terbebas dari kekhawatiran
palsu, sekaligus tanpa terulang-ulang haditsnya.2
2. Pada masanya terdapat kaum zindiq yang selalu berusaha membuat dan
menyebarkan sejumlah hadits palsu, dan mencampur adukkan antara Hadits yang
sahih dan yang tidak.

4. Ketelitian dalam Penulisan


Imam Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menuliskan hadits yang
beliau anggap shahih dalam kitabnya. Kehati-hatian dan ketelitian Imam Muslim

2
Abdul Muhsin al-Abbad, al-Imam Muslim wa Shahihuhu, hlm. 35
2
terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Shahih-nya dapat kita lihat dari
perkataannya sendiri:

ُ ‫عت َشيًئا يِف ِك َتايِب َه َذا املُس نَ ِد الَّ حِب ُ َّج ٍة َو َم ا َأس َق‬
‫طت ِمن ُه‬ ُ ‫عت ُمس ِل ًما ي َ ُق‬
ُ َ‫ول َما َوض‬ ُ ِ ‫ مَس‬:‫قال ابن الرشيق‬
‫ِإ‬
3 ُ ‫َّ حِب‬
‫َشيًئا ال َّج‬
‫ِإ‬

Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan
alasan. Juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan
dengan alasan pula.

Imam Muslim membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk


menyelesaikan Shahih Muslim. Lamanya waktu penyempurnaan kitab Shahih
Muslim ditengarai adalah karena sistem pembukuan hadits yang sangat terperinci
dan cara yang tepat dalam penyusunan bab serta seleksi hadits shahih yang ketat.4
Imam Muslim memulainya dengan proses menyeleksi ribuan hadits
baik dari hafalannya maupun catatannya. Muslim menyaring isi kitabnya dari
ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Ia pernah berujar, “Aku susun kitab
Shahih ini yang disaring dari 300.000 hadits yang saya dengar.”5
Kemudian pada tahap selanjutnya Imam Muslim mulai menentukan
dan mengklasifikasikan hadits sesuai dengan sistematika dan tema hadits secara
teratur.
Hadits shahih Muslim juga tak memuat semua hadits shahih,
sebagaimana pernyataan dari Imam Muslim terhadap suatu hadits yang shahih,
tapi beliau tidak tulis dalam kitab Shahihnya, karena beliau hanya menulis hadits
yang menurut beliau disepakati keshahihannya oleh para ulama hadits.

5. Posisi Shahih Muslim dalam Ilmu Hadits

3
Adz-Dzahabi, Tadzkirat al-Huffadz, juz 2, hlm. 125
4
Muhammad Abu Syu’bah, Fi Rihabi as-Sunnah al-Kutub as-Shahih as-Sittah, (Kairo: Majma’ al-
Buhus al-Islamiyyah, 1389 H), hlm. 83
5
Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyqi, juz 58, hlm. 92
3
Mayoritas ulama menyebutkan bahwa kitab Shahih Muslim
menempati urutan setelah Shahih Bukhari dalam bab keshahihannya. 6 Imam Ibnu
as-Shalah (w. 643 H) menyebutkan:

7
.‫َو ِك َتااَب مُه َا َأحَص ُّ ال ُك ُت ِب بَعدَ ِك َت ِاب هللا ال َع ِزيز‬
Kitab mereka berdua (Shahih Bukhari dan Muslim) adalah kitab paling shahih
setelah Kitabullah.

Meskipun ulama-ulama magharibah dari barat dunia Islam seperti


Maroko ke barat, mereka memilihi mengutamakan Shahih Muslim daripada
Shahih Bukhari. Hal itu karena Imam Muslim tidak banyak memasukkan hadits
mu’allaq dalam Shahihnya yang mana beberapa bisa ditemui dalam Shahih
Bukhari. Imam Muslim juga tidak memotong suatu hadits, tapi menuliskannya
secara utuh, tidak seperti dalam Shahih Bukhari.8
Tetapi jika dibandingkan dengan ulama hadits lainnya, maka Imam
Muslim bin Hajjaj tetap lebih tinggi kedudukannya daripada ulama hadits lainnya.
Sebagaimana pernyataan dari Ahmad bin Salamah (w. 286 H):

َّ ‫ َرأيْ ُت َأاَب ُز ْرعَ َة َوَأاَب َح امِت ٍ يُ َق ِّد َم ِان ُم ْس مِل َ ْب َن الْ َح َّجاجِ يِف َم ْع ِر ِف ِة‬:‫ول‬
‫الص ِح ْي ِح عَىَل‬ ُ ‫عن َأمْح َدَ ْب َن َسلَ َم َة ي َ ُق‬
) 33/11 ( ‫الفكر‬ ‫ (البداية والهناية ط‬.‫َمشَ اي ِِخ عرصهام‬

Dari Ahmad bin Salamah (w. 286 H) berkata: Saya melihat Abu Zur’ah dan Abu
Hatim lebih mendahulukan Muslim bin Hajjaj dalam mengetahui hadits shahih
daripada para syeikh di zaman mereka berdua.

6. Sistematika Penulisan Shahih Muslim


Kitab shahih Muslim karya Imam Muslim dalam sistematika
penulisannya dimulai dengan pendahuluan (muqaddimah) dengan menguraikan
pembagian dan macam-macam hadits, hadits hadits yang dimuat dalam kitab

6
Abu al-Fida Ismail bin Katsir ad-Dimasyqi, al-Bidayah wa an-Nihayah, juz 11, hlm. 33
7
Ibnu as-Shalah, Mukaddimah Ibnu as-Shalah, hlm. 18
8
Abu al-Fida Ismail bin Katsir ad-Dimasyqi, al-Bidayah wa an-Nihayah, juz 11, hlm. 33
4
shahihnya, keadaan para periwayatnya, penjelasan tentang larangan berdusta atas
nama Rasulullah SAW, anjuran agar berhati-hati dalam meriwayatkan hadist dan
larangan meriwayatkan hadist yang lemah serta menerangkan bahwa sanad
merupakan bagian dari agama.
Setelah muqaddimah, beliau kemudian mengelompokkan hadist dalam
suatu tema tertentu dan masalah pada topik tertentu pula. Secara garis besar urutan
dalam kitab ini adalah sebagai berikut: dimulai dengan kitab iman, ibadah,
muamalah, jihad, makanan dan minuman, pakaian, adab dan keutamaan-
keutamaan serta diakhiri dengan kitab tafsir.
Beliau menghimpum matam-matan hadist yang senada atau satu tema
lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memisah-misahkan dalam
beberapa bab yang berbeda serta serta tidak mengulang-ulang penyebutan hadist
kecuali dalam jumlah sedikit karena adanya kepentingan yang mendesak seperti
untuk menambah manfaat pada sanad atau matan hadist.
Apabila diperhatikan bagian-bagian dari kitab Sahih Muslim maka
didapatkan jumlah kira-kira 54 kitab (pokok bahasan). Dimulai dengan kitab al-
Iman. Dilanjutkan dengan kitab al-‘Ibadah yang terdiri dari kitab ke 2 dan ke 15.
Kemudian tentang nikah dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya, kemudian
kitab mu’amalat, jihad, makanan, minuman, pakaian, adab dan keutamaan-
keutamaan serta diakhiri dengan kitab tafsir yang ringkas sekali. Kitab tafsir
hanya terdiri dari 34 hadits. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian berkenaan
dengan pembagian kitab-kitab tersebut adalah;
1. Imam Muslim memisahkan hadits-hadits qadar dan iman.
2. Memisahkan sifat-sifat munafiqin dari iman
3. Hadis-hadis mengenai adab diperincikan kepada beberapa kitab, sehingga
disamping kitab al-Adab terdapat juga kitab al-Salam, padahal ia termasuk adab
juga, disamping itu terdapat juga kitab al-Birri wa al-Sahihah wa al-Adab.9

7. Judul Bab Dalam Shahih Muslim


Dalam penulisan Shahih-nya, Imam Muslim tidak membuat judul
setiap bab secara terperinci, sebagaimana yang dilakukan oleh Imam Bukhari
dalam kitab Shahih-nya. Judul-judul dalam kitab dan bab yang kita dapati pada

9
Tim Penulis, Ensiklopedia Hukum Islam, ((Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996), hlm. 1261.
5
sebagian naskah Shahih Muslim yang sudah dicetak, dibuat oleh para pensyarah
atau penjelas dari kitab Shahih Muslim. Diantara penjelas yang paling baik dalam
membuatkan judul – judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi (w.
676 H) dalam kitab al-Minhaj Syarah Shahih Muslim.

8. Jumlah Hadist Shahih Muslim


Mengenai jumlah hadist yang tertuang dalam kitab Shahih Muslim
terdapat banyak perbedaan. Ada yang menyatakan sekitar 12.000 hadist. Jumlah
ini berdasarkan pendapat Ahmad bin Salamah yang merupakan salah satu sahabat
Imam Muslim sekaligus sebagai penulis naskah kitab shahih Muslim.10

11
‫قال أمحد بن سلمة كتبت مع مسمل يف تأليف حصيحه مخس عرشة سنة وهو اثنا عرشألف سنة حديث‬
Ahmad bin Salamah berkata: Saya menuliskan hadist bersama Imam Muslim
ketika menulis Shahih Muslim selama 15 tahun, jumlah hadistnya 12.000.

Seorang ulama kontemporer; Muhammad Fuad Abdul Baqi


menghitung hadist Shahih Muslim tanpa terulang sebanyak 3.033 hadist. 12 Metode
perhitungan beliau tidak didasarkan pada sistem isnad melainkan pada subjek-
subjeknya. Bahkan ada yang menyatakan (Amin al-Khauli seorang ulama hadis
dari Mesir), bahwa hadis yang terdapat dalam Sahih Muslim tersebut berjumlah
4.000 hadis tanpa pengulangan, sedang dengan pangulangan berjumlah 7.275
hadis.

9. Ciri Khas Shahih Muslim


Tentu tiap orang punya ciri khas dan keistimewaannya tersendiri.
Termasuk hasil karya dari 2 ulama besar dalam hadist; Imam Bukhari dan Imam
Muslim.
Shahih Muslim memiliki beberapa keistimewaan, sebagaimana Shahih
Bukhari. Tetapi Shahih Muslim memiliki ciri khas tersendiri, dibanding Shahih
Bukhari. Sebagaimana pernyataan dari Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (w. 852 H).
10
Muhammad Abu Syu’bah, Fi Rihabi as-Sunnah al-Kutub as-Shahih as-Sittah, (Kairo: Majma’
al-Buhus al-Islamiyyah, 1389 H), hlm. 83
11
Adz-Dzahabi, Tadzkirat al-Huffadz, juz 2, hlm. 125
12
M. ‘Ajjaj al-Katib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Musthalatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H),
hlm. 316
6
‫حصل ملسمل كتابه حظ عظمي مفرط مل حيص ل ألح د مثهل حبيث أن بعض الن اس اكن يفص هل عىل حصيح‬
‫محمد بن إسامعل وذكل ملا اجتص به من مجع الطرق وج ودة الس ياق واحملافظ ة عىل أداء األلف اظ كام يه‬
‫من غري تقطيع وال رواية مبعىن وق د نس خ عىل منواهل خل ق عن النيس ابوريني فمل يبلغ وا ش أوه وحفظت‬
‫مهنم أكرث من عرشين إماما ممن صنف املستخرج عىل املسمل فسبحان املعطي الوهاب‬
13

Imam Muslim dalam Shahihnya telah memperoleh bagian yang besar dan
menakjubkan yang tak didapatkan oleh orang yang semisalnya. Dimana sebagian
orang lebih mengutamakan karya Imam Muslim daripada karya Imam
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Hal itu karena ada kekhasan dari Imam
Muslim dalam Shahihnya yaitu beliau mengumpulkan banyak jalan hadist, bagus
susunannya dan menjaga agar benar-benar adanya tanpa dipotong dan tidak
diriwayatkan dengan makna. Banyak orang Naisabur yang mengikuti jejaknya,
tetapi tak bisa menyamainya. Saya (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menghafal ada dua
puluhan Imam yang menuliskan mustakhraj terhadap Shahih Muslim. Maha suci
Dzat yang telah memberi dan banyak memberi.

Beberapa ciri khas kitab Sahih Muslim adalah:


 Matan-matan hadis yang semakna beserta dengan sanadnya diletakkan
pada satu tempat, dan tidak dipisah dalam beberapa bab yang berbeda,
juga tidak mengulang hadis kecuali karena sangat perlu diulang untuk
kepentingan sanad atau matan hadis. Cara tersebut dilakukan oleh Muslim,
karena hadis ini bukan untuk menerangkan segi fiqh dan penggalan hukum
dan adab dari hadis.
 Ketelitian dalam kata-kata. Apabila seorang perawi dengan perawi lainnya
terdapat perbedaan lafaz, padahal maknanya sama, Muslim mencantumkan
dan menerangkan matan-matan hadis yang lafaznya berbeda itu. Begitu
pula, jika seorang perawi mengatakan haddatsana (dia menceritakan
kepada kami), dan perawi lain mengatakan akhbarana (dia mengabarkan
kepada kami), maka Muslim akan menjelaskan perbedaan lafaz ini.14
13
Ibnu Hajar al-Asqalani, Tahdzib at-Tahdzib, (India: Da’irah al-Ma’arif an-Nidzomiyah, 1325 H),
hlm. 127
14
Haddasana dan akhbarana, adalah istilah dalam periwayatan hadis yang diterima oleh murid
dari gurunya, Haddasana artinya ia menceritakan kepada kami, akhbarana artinya ia
7
Apabila sebuah hadis diriwayatkan oleh orang banyak dan terdapat
beberapa lafaz yang berbeda, Muslim akan menerangkan bahwa lafaz yang
disebutkan itu berasal dari si fulan. Oleh karena itu, dalam hadis semacam
ini, Muslim mengatakan wa al-Lafz fi al-Fulan (lafaz dari si fulan).
 Dia berusaha keras agar di dalam kitabnya hanya memuat hadis-hadis
musnad dan marfu‘, yakni hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW.
karena itu, dia tidak mencantumkan perkataan sahabat dan tabi‘in. Muslim
juga tidak meriwayatkan hadis Mu’allaq. Di dalam kitabnya hanya
terdapat 12 hadis mu’allaq yang hanya sebagai hadis penguat (mutabi’)
dan bukan hadis utama.

10. Imam Muslim Mengkritik Syarat Perawi Harus Bertemu


Apakah Imam Muslim mengkritik Imam Bukhari dalam syarat harus
bertemunya perawi dengan gurunya? Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Imam
Muslim membantah dan mengkritik pendapat yang mensyaratkan harus ada bukti
bertemu langsung antara guru dan murid dalam periwayatan hadist dalam
mukadimah kitab Shahih Muslim, tapi kritikan dan bantahan ini bukan ditujukan
kepada Imam Bukhari. Mengapa? Karena dalam masa penulisan Shahih Muslim
saat itu Imam Muslim belum mengenal Imam Bukhari secara mendetail.
Hal ini dikuatkan dengan pendapat Adz-Dzahabi yang menyatakan
bahwa tokoh yang dikritik oleh Imam Muslim dalam mukaddimah kitab Shahih
Muslim adalah Imam Ali bin Al-Madani, bukan Imam Muhammad bin Ismail Al-
Bukhari.
Imam Muslim bin Hajjaj berguru kepada Imam Bukhari selama lima
tahun. Diantara keduanya memang memiliki pendapat yang berbeda dalam
beberapa masalah. Diantara perbedaan keduanya adalah Imam Muslim
menyatakan cukup adanya bukti seorang guru dan murid dalam zaman yang sama
maka riwayat hadist dinyatakan bersambung secara sanad.15
Sedangkan Imam Bukhari menyatakan harus ada bukti bahwa guru
dan murid pernah bertemu secara langsung sebagai syarat sanad periwayatan
hadistnya bersambung.
mengkabarkan kepada kami. Cuma sebagian ahli hadis ada yang membedakannya, istilah pertama
(haddasana) digunakan bila si murid menerima langsung ucapan dari gurunya, istilah yang kedua
(akhbarana) digunakan si murid untuk diajukan kepada gurunya.
15
Syamsuddin adz-Dzahabi, al-Muqidzah fi Ilmi Mushtalah al-Hadits, hal. 44
8
11. Hadist Shahih tapi tidak dimasukkan dalam kitab
Hadist Shahih muslim juga tidak memuat semua hadist shahih , ada
banyak hadist lain yang shahih tapi beliau tidak memasukkan dalam kitab
shahihnya , karena beliau hanya menulis hadist yang menurut beliau disepakati
kesahihannya oleh para ulama, sebagaimana pernyataan beliau:

:‫ ِل َم لَم ت ََض ع ُه َه ا ُهنَ ا؟ ق ال‬:‫ ه َُو ِعن ِدي حَص ِ ٌيح فق ال‬:‫ ه َُو حَص ِ ٌيح يَعيِن َو َذا قَ َرَأ فََأ ِنص ُتوا فقال‬....‫قال مسمل‬
‫ِإ‬
16 ِ َ ‫عل‬
ُ َ‫لَ َيس لُك َّ يَش ّء ِعن ِدي حَص ِ ٌيح َوضَ ع ُت ُه هَا ُهنَا ن َّ َما َوض‬
‫عت هَا ُهنَا َما َأ َمج ُعوا َ يه‬
‫ِإ‬
Hadits tersebut Shahih yakni “Dan apabila imam membacakan maka diamlah
kalian”, Imam Muslim berkata: la shahih disisiku. Lalu Abu Bakar yang
meriwayatkannya berkata: Kenapa tidak engkau tulis disini (dalam shahih).
Imam
Muslim menjawab: Tiadalah segala sesuatu yang menurutku shahih itu aku
letakkan di dalam shahihku ini, hanya yang aku letakkan di sini yang sudah Ijma
ulama dengan keshahihannya. (HR. Muslim)

12 . Syarat shahih dalam shahih Muslim


Dalam menilai hadits yang akan dimuat ke dalam kitab Sahihnya,
Imam Muslim menggunakan kriteria yang sama seperti yang digunakan oleh
Imam
Bukhari. Syarat keshahihan riwayat hadist secara umum yang dipegang oleh
Imam Muslim adalah:
1. Ketersambungan sanad antar perawinya.
2. Para perawinya adalah pribadi yang shaleh dan terjaga kepribadiannya
(‘adalah) lagi kuat hafalannya (dhabith).
3. Selain itu pada matannya tidak terdapat kejanggalan (syadz) dan cela
(‘illat).
4. Mengenai persambungan antara sanad yang meriwayatkan (rawi) dengan
yang menerimanya (marwi ‘anhu) menurut Muslim hanya cukup syarat
mua’sharah (sezaman) saja, tidak harus terjadi pertemuan atau liqa’ antara
keduanya. Di sini Muslim lebih longgar daripada syarat Bukhari.
16
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Bayrut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.), juz 1, hlm. 63
9
Perbedaan shahih Muslim dan shahih Bukhori dalam melihat syarat
pertama hadist shahih , Imam Bukhori menggunakan syarat keharusan para perawi
benar-benar untuk saling bertemu (tsubutul liqa’) sebagai kriteria ketersambungan
sanad dalam Shahih-nya, sedangkan Imam Muslim adanya kemungkinan para
perawi untuk bertemu secara masa dan tempat (imkaniyatul liqa’)di pandang
sudah memenuhi syarat ketersambungan
sanad .
Dalam shahih Muslim salah satu syarat yang dipertimbangkan ketat
adalah bahwa beliau menggunakan hadist -hadist yang disandarkan pada Nabi
(mar fu’)lebih banyak. Sehingga riwayat kitab Shahih Muslim yang disandarkan
pada sahabat (mauquf) maupun generasi setelahnya jumlahnya hanya sedikit.

13. Kitab Penjelas Shahih Muslim


Banyak ulama yang mensyarah kitab Shahih Muslim. Diantaranya
adalah:
1. al-Muallim bi Fawaid Muslim karya al-Maziri (w. 536 H)
2. Ikmal al-Muallim karya Qadhi Iyadh al-Maliki (w. 544)
3. Shiayanat Shahih Muslim min al-Ikhlal wa al-Ghalath karya Ibnu Shalah
as-Syafi’i (w. 643 H)
4. Al-Mufhim Syarah Talkhis Shahih Muslim karya Abu al-Abbas al-
Qurthubi al-Maliki (w. 656 H)
5. Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim karya Yahya bin Syaraf an-Nawawi as-
Syafi’i (w. 676 H)
6. Ad-Dibaj ala Shahih Muslim karya Jalaluddin as-Suyuthi (w. 911 H)

14. Hadits Dhaif dalam Shahih Muslim


Shahih Muslim adalah kumpulan kitab hadist yang oleh penulisnya
disebutkan bahwa isinya adalah hadist-hadist shahih . Para ulama’ setelahnya juga
secara garis besar mengakui bahwa memang isinya adalah hadist shahih . Imam
Muslim menulis shahih Muslim setelah memilih sekitar 300.000 hadist. Ia pernah

10
berujar “Aku susun kitab Shahih ini yang disaring dari 300.000 hadist yang saya
dengar”17
Mayoritas ulama’ menyebutkan bahwa kitab shahih Muslim
menempati urutan setelah Imam Bukhori dalam keshahihannya. Hanya saja bukan
hal yang keliru mengkritisi ulang hasil usaha orang lain . Para ulama’ dahulu
terbiasa mengkritisi ulang hasil usaha dari ulama lain sebelumnya, nanti hasil
kritik itu bisa diterima dan bisa pula dibantah dan dikritik oleh ulama setelahnya .
Maka shahih Muslim secara mujmal atau keseluruhan diakui berisi
hadist shahih, hanya ada beberapa hadist yang dianggap masih diperselisihkan
keshahihannya, tentu yang mengkritisi keshahihahn Shahih Muslim adalah ulama
yang kompeten juga. Ada beberapa kitab yang ditulis oleh ulama’ setelah Imam
Muslim yang mengkritisi beberapa hadist dalam shahih Muslim diantaranya :
1. Al-Ilzamat wa at- Tatabbu karya Imam Ad- Daraquthni (w. 385 H ) kitab
ini mengkritisi sekitar 200an hadist yang dianggap memuat illat oleh ad –
Daraquthni, meski kritikan dari ad-Daraquthni ini banyak dibantah ulang
oleh Ibnu Hajar al-Asqalani. Kitab lain yang menjawab ad-Daraquthni
adalah al-Ajwibah ala ma Asykala ad-Daraquthni ala Shahih Muslim
karya Abu Mas’ud bin Muhammad ad-Dimasyqi
2. Ilal Al Hadist fi Shahih Muslim karya Abu Al -Fadhl Muhammad bin Abu
Al Husain Al-Jarudi ( w. 317 H )
3. Ghurar Al Fawaid Al Majmu’ah fi Bayan ma Waqa’a fi Shahih Muslim
min Al-Ahadist Al-Maqthu’ah Karya Yahya bin Ali Rasyid Al Atthar (w.
662 H)

Kitab di atas mengkritisi keshahihan beberapa hadits dalam kitab


Shahih Muslim dari segi kualitas sanadnya. Biasanya karena adanya illat dalam
periwayatan hadits.
Contoh hadist dalam Shahih Muslim yang dianggap dhaif oleh
beberapa ulama’ karena sanad dan matannya adalah :
 Hadist Umrahnya Nabi dari Ji’ranah

17
Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyqi, juz 58, hlm. 92
11
‫ ذكر عن دما بن معر معرة‬: ‫ حدثنا اسوي عن انفع قال‬، ‫حدثنا حامد بن زيد‬، ‫حدثنا امحد بن عبدة الصيب‬
‫ مل يعمتر مهنا حصيح مسمل‬: ‫رسول هللا صىل هللا عليه وسمل من اجلعرانة فقال‬
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdah Adl Dhabbhi, telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid, telah menceritakan kepada kami
Ayyub dari Nafi, ia telah berkata , suatu ketika disebutkan di sisi Ibnu Umar
perihal umrah Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam dari Ji’ranah, maka dia
berkata, “Beliau belum pernah umrah darinya”.

Muhammad bin Abu al-Husain al-jarudi (w. 317 H) berkomentar


bahwa hadits ini tidak shahih. Alasannya:

18
‫َو َه َذا َح ِديث مل يروه غري ا ْبن عَبدة َعن مَح َّاد َوه َُو غري حَص ِ يح‬
Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Ibnu Abdah dari Hammad, ini tidak shahih.

Berkata juga Imam Nawawi;


‫هذا محمول عىل نفي علمه أي أنه مل يعمل ذكل وقد ثبت أن النيب صىل هلال عليه وس مل اعمتر من اجلعران ة‬
19
.‫واإلثبات مقدم عىل النفى ملا فيه من زايدة العمل‬
“Hadits di atas itu dimungkinkan, tidak tahu bukan tidak ada. Maksudnya bisa jadi
Ibnu Umar tidak tahu jika Nabi pernah berumrah dari Ji’ranah. Karena dalam
hadits lain yang shahih disebutkan bahwa Nabi pernah berumrah dari Ji’ranah.
Hal yang menyebutkan ada lebih didahulukan daripada yang tidak ada, karena
lebih tahu.
Imam Muslim sendiri juga meriwayatkan hadist bahwa Nabi pernah
umrah dari Ji’ranah, sebagaimana hadist:
‫ "أن رس ول هلال‬: ‫ أخ ريه‬،‫ أن أنس ا ريض هلال عن ه‬،‫ ح دثنا قت ادة‬،‫ حدثنا هامم‬،‫حدثنا هداب بن خادل‬
‫ أوزمن‬،‫ معرة من احلديبي ة‬: ‫ إال اليت مع جحته‬،‫صىل هلال عليه وسمل اعمتر أربع معر لكهن يف ذي القعدة‬

18
Muhammad bin Abu al-Husain al-Jarudi, Ilal al-Ahadits fi Shahiih Muslim, hlm. 92
19
Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 11, hlm. 126

12
‫ ومعرة من جعران ة هيث قس م غن امئ‬،‫ ومعرة من الع ام املقب ل يف ذي القع دة‬،‫اح د يبي ة يف ذي القع دة‬
( 2/916 ،‫ ومعراة مع جححته")حصيح مسمل‬،‫حنني يف ذي القعدة‬
Dari Anas bin malik – radhiyallahu anhu- berkata : “Rasullah -shallahu ‘alaihi
wa
sallam- melakukan umrah sebanyak 4 kali, semuanya dilakukan pada bulan Dzul
Qa’dah kecuali umrah yang digabungkan dengan hajinya: umrah hudaybiyah
atau
zaman (perjanjian) hudaybiyah dibulan Dzul Qa’dah, umrah pada tahun
berikutnya dibulan Dzul Qa’dah,umrah dari ji’narah setelah pembagian
ghanimah perang Hunain dibulam Dzul Qa’dah, dan umrah yang dilaksanakan
bersaman dengan hajinya”. ( HR. Muslim).

 Shalat gerhana 3 dan 4 kali Ruku’


Beberapa ulama mengkritisi keshalihan hadist shahih muslim dari segi
matannya. Diantaranya ibnu Taimiyyah ( w. 728 H) mengkritisi hadist bilangan
ruku’ shalat gerhana . Imam muslim meriwayatkanbeberapa hadist tentang
bilangan ruku’ shalat gerhana. Kadang 2 ruku’, 3 ruku’, 4 ruku’ dalam satu rakaat.
Hadistnya adalah:

‫ يوم مات إبراهمي ابن‬، ‫ انكسفت الشمس يف عهدى رسول هلال صىل هلال عليه وسمل‬: ‫ قال‬،‫عن جابر‬
‫ فقام النيب صىل هلال علي ه‬،‫ إمنا انكسفت ملوت إبراهمي‬: ‫ فقال الناس‬،‫رسول هلال صل هلال عليه وسمل‬
) 2/623 ،‫ )حصيح مسمل‬.‫احلديث‬...‫ فصىل اب لناس ست ركعات بأربع جسدات‬،‫وسمل‬
Dari (Jabir) ia berkata: pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasullahu’
alaihi wassalam bertepatan dengan hari wafatnya ibrahim bin Rasullulah
shallahu ‘alahi wasallam, maka orang-orangpun mengatakan, “Terjadinya
gerhana matahari adalah karena kematiannya Ibrahim..” maka Rasulullah ‘
alaihi wassalam berdiri menunaikan shalat (gerhana) bersama para sahabat
sebanyak enam raka’at dengan empat kali sujud... (HR Muslim).
Maka Ibnu Taymiyah(w. 728H) mengkritisi dari sudut pandang matan
atau isinya. Ibnu Taimiyyah menyebutkan :

13
‫ كام روى يف‬،‫مسمل ابن احلجاج فإنه نوزع ىف عدة أح اديث مما خرهجا واكن الص واب فهيا م ع من ان زع ه‬
‫حد يث الكسوف أن النيب صىل هلال علي ه وس مل ص ىل بث الث ركوع ات وب أربع ركوع ات كام روى أن ه‬
‫ والص واب أن ه مل يص ل إال برك وعني وأن ه مل يص ل الكس وف إال م رة واح دة ي وم م ات‬.‫صىل بركوعني‬
20
.‫إبراهمي‬

Imam muslim dikritisi dalam beberapa hadist yang beliau keluarkan. Hal yang
benar bersama orang yang mengkritisinya. Salah satunya adalah hadist tentang
shalat gerhana. Imam muslim menyebutkan bahwa Nabi shalat gerhana dengan 3
ruku’, 4 ruku’ sebagaimana juga diriwayatkan nabi shalat gerhana dwngan 2
ruku’. Hal yang benar adalah Nabi shalat gerhana hanya dengan 2 ruku’ dalam
satu rakaat. Nabi shalat gerhana hanya sekali ketika meninggalkan Ibrahim.

Mengkritisi Shahih Muslim bukanlah hal yang pasti keliru, karena


penilaian shahih dalam kitab Imam Muslim adalah hasil ijtihad Imam Muslim.
Shahih Muslim secara mujmal atau keseluruhan diakui berisi hadist shahih. Hanya
ada beberapa hadist yang dianggap masih diperselisihkan keshahihannya. Itu tak
mengurangi kedudukan Shahih Muslim srbagai kitab hadist shahih. Tentu yang
bisa
dan boleh mengkritisi keshahihan Shahih Muslim adalah ulama yang kompeten
juga.

C. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa penempatan kitab Shahih Muslim pada tingkatan ke 2 dalam deretan kutub
al-Sittah, menunjukkan tingginya nilai dan kualitas yang dimiliki oleh kitab
Shahih Muslim.
Bahkan dalam segi-segi tertentu, menurut para ulama, terdapat
beberapa aspek yang tergolong lebih baik, dibandingkan pada kitab Shahih
Bukhari. Namun karena pertimbangan dan penilaian para ulama terhadap kedua
kitab ini, tidak terbatas dalam satu segi saja, melainkan dalam semua segi dan
aspeknya, sehingga keduanya memang harus diletakkan pada posisi yang berbeda,

20
Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, juz 1, hlm. 256
14
yaitu Shahih Bukhari pada peringkat pertama dan Shahih Muslim pada peringkat
kedua.
Beberapa keunggulan yang terdapat pada kitab Shahih Muslim adalah
pada tataran sistematika pembahasannya. Jika sistematika yang digunakan Imam
Bukhari terkesan kurang sistematis dibandingkan sistematika yang digunakan
Imam Muslim. Efek yang timbul sebagai akibat dari kurang sistematis tersebut
adalah memerlukan waktu yang lebih panjang bagi penggunanya, dibandingkan
kitab Shahih Muslim.

DAFTAR PUSTAKA

1. An-Nawawi, Yahya bin Syaraf. 2005. Tahdzib al-Asma Wa al-Lughat. Beirut:


Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
2. Al-Abbad, Abdul Muhsin. al-Imam Muslim wa Shahihuhu,
3. Abu Syu’bah, Muhammad ibn. 1389 H. Fi Rihabi as-Sunnah al-Kutub as-
Shahih as-Sittah. Kairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah
4. Al-Katib, M. ‘Ajjaj. 1409 H. Ushul al-Hadits Ulumuhu wa Musthalatuhu.
Beirut: Dar al-Fikr
5. Al-Asqalani, Abu al-Fadl Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-. 1415 H. Tahdzib at-
Tahdzib. Beirut: Dar al-Fikri
6. Asakir, Ibnu. 2012. Tarikh Madinat Dimasyqi. Beirut: dar al-Kutub al-
Ilmiyyah.
7. Al-Jarudi, Muhammad bin Abu al-Husain. Ilal al-Ahadits fi Shahiih Muslim,
8. Dzahabi, Syamsu al-Din Muhammad al-. 1955. Tadzkirah al-Huffadz. Beirut:
Dar al Kutub al-Ilmiyyah
9. Dzahabi, Syamsu al-Din Muhammad al-. al-Muqidzah fi Ilmi Mushtalah al-
Hadits
10. Ismail bin Katsir ad-Dimasyqi, Abu al-Fida. 2007. Al-Bidayah wa an-
Nihayah. Darul Ma’rifah.
11. Ibnu Taimiyyah, Abu al-Abbas. 1998. Majmu’ al-Fatawa. Riyadh: Maktabah
al-Ubaikan.
12. Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyqi,

15
13. Nasri, Abd Rahman bin Utsman Abu Amar an-. 1326. Muqaddimah Ibnu as-
Shalah. Mesir:Maktabah al-Sa’adah.
14. Naisaburiy, Abi al-Hasan Muslim al-Hajjaj al-Qusyairiy al-. 2001. Shahih
Muslim. Al-Qahirah: Dar Ibn al-Haitam.
15. Nawawi, Abu Yahya bin Syaraf an-. 1392 H. Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih
Muslim. Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi.
16. Syamsuddin adz-Dzahabi, al-Muqidzah fi Ilmi Mushtalah al-Hadits
17. Tim Penulis. 1996. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve.

16

Anda mungkin juga menyukai