Dosen Pengampu:
Ust. Helmi Candra, S.Ud, MA.
Disusun oleh:
Arya Rizaldi
NIM: 11830114595
Uzzi Fadhli
NIM: 11930111224
Zikril Maulana
NIM : 11930111002
Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa senantiasa kita
ucapkan. Atas rahmat dan karunianya berupa iman dan kesehatan, akhirnya dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tercurah pada Rasulullah saw
semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak.
Makalah ini dengan judul “Kitab Shahih Ibnu Hibban”. pada makalah ini
membahas mengenai Kitab Shahih Ibnu Hibban.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan
penulisan. demikian kata pengantar ini penulis sampaikan. penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kodifikasi hadis telah dimulai pada akhir abad pertama hijriah yang
dilakukan oleh Ibnu Syihab al-Zhuhri (124 H/742 M). usaha kodifikasi hadis baru
gencar dilakukan oleh ulama hadis abad ke-2 dan ke-3 Hijriah. yang mana ada
abad ke-2, kitab hadis yang populer adalah kitab al-Muwaththa’. kemudian pada
abad ke-3, kodifikais hadis mengalami masa puncaknya, yang mana pada masa ini
bermunculan ulama hadis terkenal sebagai penyususn kitab hadis.
Salah seorang pakar hadis pada abad ke-3 H adalah Ibnu Hibban dengan
karya monumentalnya At-Taqasim wa Al-Anwa’ yang merupakan buah karyanya
dari menuntut ilmu kepada ahli hadis dimasanya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Ibnu Hibban ?
2. Bagaimana isi kitab Shahih Ibnu Hibban ?
3. Bagaimana Marwiyat Mu’tamad kitab Shahih Ibnu Hibban ?
4. Apa saja macam-macam Nuskhat Shahih Ibnu Hibban ?
BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkapnya adalah Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad
bin Hibban bin Mu’adz At-Tamimi Al-Bustiy. Gelar At-Tamimi adalah karena
nasab beliau yang bersambung kepada kabilah besar yang ada di Arab yaitu
Tamim. beliau digelari al-Hafiz al-Jalil. Sedangkan Al-Bustiy adalah tempat
kelahiran beliau yaitu Bust yang merupakan kota kecil di Afganistan pada tahun
270-an Hijriyah.
Beliau baru mulai menuntut ilmu di usianya yang lebih dari 20 tahun ke
berbagai tempat seperti Khurasan, Iraq, Hijaz, Syam, Mesir, Al-Jazirah serta
negeri-negeri lainnya dengan berguru kepada Hasan bin Idris Al-Harawi, Abu Al-
Khalifah, An-Nasa`i, ‘Imran bin Musa, Abu Ya’la Al-Mushiliy, Al-Hasan bin
Sufyan, Ibnu Khuzaimah, As-Sarraj serta guru-guru lainnya yang tak bisa
dihitung. Bahkan dijelaskan di dalam muqaddimah kitab beliau mengatakan “aku
telah belajar kepada 2000 orang guru dari Isbijab hingga Al-Iskandariyah. 1
Namun, disebutkan bahwa Ibnu Hibban lebih banyak meriwayatkan hadis dari
guru-gurunya yang ada di mesir2.
1) Al-Hakim An-Naisaburi
2) Abdurrahman Al-Sakhtiyani
3) Abu Al-Hasan Muhammad Al-Zawzani
4) Muhammad bin Ahmad Al-Nawqoni, serta murid-murid lainnya.
1
Abu Hatim Muhammad bin Hibban, Shahih Ibnu Hibban, (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2012), hlm. 13
2
Muhammad Abu Zahwu, al-Hadits wal Muhadditsun, (Mesir: Dar al Fikr al Arabi, 1378 H), hlm.
425.
Berikut adalah pujian ulama tentang Ibnu Hibban :
1) Abu Sa’id Al-Idris berkata tentang Ibnu Hibban : “Beliau adalah seorang
yang fakih terhadap agamanya, memelihara atsar-atsar, ahli pengobatan,
ahli nujum dan kesenian. Beliau adalah orang yang paling fakih di
Samarkand.”
2) Al-Hakim An-Naisabury berkata : “Beliau adalah ahli dalam ilmu fikih,
bahasa dan hadis. Selain itu beliau adalah orang yang sangat bijak.”
3) Ibnu As-Sam’ani berkata : “Abu Hatim adalah seorang imam pada
masanya. Beliau rihlah untuk menuntut ilmu dari Syasy hingga
Samarkand.”
Pada 22 Syawal tepatnya malam Jum’at tahun 354 Hijriyah beliau wafat di
kediamannya rahimahullah ta’ala dengan meninggalkan beberapa kitab yaitu:
Sebenarnya masih banyak kitab karangan Ibnu Hibban yakni sekitar 100
kitab lebih, akan tetapi yang sampai kepada kita hanya kitab-kitab di atas.
Nama lengkap kitab ini adalah Al-Musnad Al-Shahih ‘ala Al-Taqasim wal
Anwa’ min ghairi Wujud Qith’ fi Sanadiha wala Tsubut Jarh fi Naqiliha. Ibnu
Hibban membagi kitab ini yang berisi sunnah-sunnah Nabi menjadi 5 sunan dan
setiap sunan tersebut dibagi lagi menjadi beberapa anwa’ (macam-macam) yaitu:
Ibnu Hibban sangat berkontribusi pada bidang hadis, diantara salah satu
buktinya ialah karya-karya beliau yang berbicara mengenai hadis maupun itu
matan hadis atau rijal hadis. dapat diketahui bahwasanya Ibnu Hibban mempunyai
kriteria tersendiri dalam menilai sebuah hadis shahih, diantaranya :
1) Adil dalam agama dengan tertutupnya aib.
3
Abdul Majid Khon, Ulumu Hadis, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 269.
2) Jujur dalam meriwayatkan hadis yaitu dengan tolak ukur yang dikenal
dengannya.
3) Berakal dengan apa yang dia sampaikan dari hadis.
4) Mengetahui makna-makna yang samar dalam hadis.
5) Hadis nya terhindar dari tadlis.
Dari lima kriteria ini yang ditetapkan Ibnu Hibban tersebut secara eksplisit
hanya ditujukan pada sanad yang meriwayatkan hadis. tidak ada satu persyaratan
pun yang menyatakan bagaimana dalam memperlakukan matan, termasuk di
dalamnya melihat syadz, dan ‘illat dari matan hadis. Namun demikian meski tidak
menjelaskan ketentuan hadis shahih berdasarkan matan, Ibnu Hibban juga
menekankan pentingnya seorang perawi atau rijal hadis untuk memiliki ilmu
pendamping lain sebagai ilmu yang dapat memahami makna dan kandungan
matan. dan dapat diketahui, jika dari lima kriteria ini ada pada perawi, maka
hadisnya bisa dijadikan hujjah, akan tetapi jika tidak ada, maka hadisnya ditolak.
Itulah sebabnya Ibnu Hibban menetapkan al-aql dan al-ilm, tampaknya
Ibnu Hibban juga mempercayai bahwa perawi-perawi yang berkualitaslah yang
akan terjaga dan terlestarikannya hadis shahih. pedoman ini pula yang terkadang
membuatnya terlalu mudah mentarjih, karena matan bagi Ibnu Hibban adalah
sesuatu yang mesti tepat dan benar. dengan demikian Ibn Hibban dalam menilai
hadis ia berusaha seakurat mungkin menghindari matan-matan hadis yang terlihat
bertentangan.
Ibnu Hibban lebih menekankan kepada pribadi dari perawi tersebut
dibandingkan dengan kualitas dari hadis nya secara umum. artinya bahwa hadis
yang dibawakan oleh seorang perawi dapat diterima jika salah satu dari perawi
mereka mempunyai kriteria yang Ibn Hibban syaratkan.
Ibnu Hibban mensyaratkan perawi sudah mumayyiz ketika bertemu
dengan gurunya (Liqa’), kerena anak kecil belum dikatakan seorang yang dhabit.
Komentar para ulama terhadap kitab shahih Ibnu Hibban, Bahwasanya
kitab yang paling shahih setelah shahihain, adalah kitab Ibnu Khuzaimah
dikarnakan Ibnu Hibban meriwayatkan secara tidak ketat (Tasahul) dalam
menshahihkan sebuah hadis akan tetapi tasahulnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan al-Hakim.4
Selain itu Ibnu Hibban juga menyatakan bahwa seseorang yang tidak
diketahui jarhnya maka dia adalah orang yang dhabit, karena jarh lawan kata dari
dhabit, sedangkan ibnu hajar mengomentari hal tersebut dengan mengatakan
mazhab Ibnu Hibban yang mengatakan seorang yang tidak diketahui jarh
4
Ibid, hlm, 425.
termasuk orang yang adil ini merupakan pendapat yang aneh dan menyelisihi
pendapat ulama.5
Nama kitab: Shahih Ibnu Hibban bi at-Tartib Ibni Balban ( ) ابن حبّان ابن لبان
Kemudian dapat diketahui bahwa dahulu naskah kitab ini pertama terbit
pada akhir abad ke-8. Penertbitan kitab tersebut dari Dar Al-Kutub Al-
Mishriyah. Pada naskah tersebut, tidak terdapat nama dan tanggal
penyalinan. Kitab tersebut kembali sembilan jilid
5
Ibid, hlm, 426.
9) Abu bakar Umar bin Sa’ad bin Ahmad bin Sa’ad Ath-Tha’i
16) Abu Ali Husain bin Abdullah bin Yazid al-Qaththan Ar-Raqqi
17) Husain Muhammad bin Abdullah bin Ja’far bin Abdullah bin
Junaidi ar-Razi
18) Abdan Abdullah bin Ahmad bin Musa bin Ziyad al-Jawaliqi Al-
Ahwazi
20) Abu Abdillah Ahmad bin Husain bin Abdul Jabbar bin Rasyid Al-
Baghdadi
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nama lengkapnya ialah Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin
Hibban Abu Hatim at-Tamimi al-Busti as-Sijistani. “At-Tamimi” adalah
nisbat kepada Tamim, moyang kabilah Arab yang terkenal dan yang
bersambung nasabnya sampai kepada Adnan. Dengan demikian Ibnu
Hibban seorang keturunan Arab Asli yaitu Arumiyah, hanya saja ia di
lahirkan di Afghanistan.
Ibnu Hibban menghasilkan karya yang fenomenal yaitu Kitab
Shahihnya. Sebelum menjadi kitab yang berjudul Shahih Ibnu Hibban
yang dikenal saat ini, judul asli dari kitab ini ialah At-Taqasim wa Al-
Anwa`. Nama lengkap kitab ini sesuai yang diberi oleh penulisnya ialah
Al-Musnad Ash-Shahih ‘Ala At-Taqasim wa Al-Anwa` min Gairi Wujud
Qath’in fi Sanadiha wa La Tsubut Jarhin fi Naqiliha (Musnad yang shahih
berdasarkan pembagian-pembagian dan jenis-jenis tanpa ada keterputusan
dalam sanadnya dan tanpa tetapnya cacat pada orang-orang yang
meriwayatkannya). Judul kitab ini terdapat pada naskah yang ada di Dar
Al-Kutub Al-Mishriyah.
Nama inilah disebutkan oleh ‘Ala`uddin yang menata dan membagi bab-
bab kitab ini, akan tetapi dia hanya membatasi pada lafazh At-Taqasim wa
Al-Anwa`.
Syarat-syarat Ibnu Hibban dalam menentukan status periwayat
hadis yaitu menilai tsiqah orang yang kondisinya tertutup. Yaitu selama
tidak ada penilaian aib dan penilaian ‘adil (‘adalah) terhadapnya, setiap
syaikh dan periwayat yang meriwayatkan darinya adalah orang yang
tsiqah, dan dia tidak pernah mendatangkan hadis yang munkar.
Adapun sistem penyusunan kitabnya, Ibnu Hibban menerapkan gaya qism-
qism dan nau’-nau’. Selanjutnya menurut ulama kedudukan kitab ini lebih
baik daripada al-Mustadrak karya Al-Baihaqi. Wallahua’lam
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hatim Muhammad bin Hibban, Shahih Ibnu Hibban, Beirut: Dar Ibnu Hazm,
2012.
Muhammad Abu Zahwu, al-Hadits wal Muhadditsun, Mesir: Dar al Fikr al Arabi,
1378 H.