Anda di halaman 1dari 29

Adab menurut bahasa adalah kesopanan, tingkah laku yang baik, kehalusan budi dan tata susila.

Adab juga berarti pengajaran dan


pendidikan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "(Sesungguhnya Allah telah mendidikku dengan adab yang baik
dan jadilah pendidikan adabku istimewa)." Islam tak hanya menekan pentingnya ilmu. Akhlak mulia juga sangat penting,
bahkan lebih penting lagi.

Sabda Rasulullah menegaskan hal itu, 'sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia." Imam Malik bin Anas
adalah salah satu ulama besar. Beliau adalah guru dari Imam Syafi`i dan sahabat berdiskusi Imam Abu Hanifa. Semua kejeniusan
Imam Malik tidak lepas dari peran ibunya. Ibunya ingin agar Imam Malik menjadi seorang ulama, maka ia mengirimnya untuk
belajar di rumah seorang ulama besar bernama Rabi`ah biin Abdurrahman.

Sebelum berangkat ibunya berpesan "pelajarilah adab Syaikh Rabi`ah sebelum belajar ilmu darinya." Adab memiliki
kedudukan yang sangat tinggi dalam menuntut ilmu , terlihat dari kisah Abdurrahman bin Al-Qasim, salah satu murid Imam
Malik. Ia bercerita bahwa "aku mengabdi kepada Imam Malik selama 20 tahun, 2 tahun diantaranya untuk mempelajari ilmu
dan 18 tahun untuk mempelajari adab. seandainya saja aku bisa jadikan seluh waktu tersebut untuk mempelajari adab (tentu
aku lakukan)."

Begitu pentingnya adab dalam diri seseorang sehingga ulama berkata "belajar satu bab adab lebih baik daripada engkau
belajar 70 bab ilmu." Terdapat kisah, suatu hari Ubay bin Ka'ab sedang menggunggu kendaraan, maka Ibnu Abbas (saudara
sepupu nabi) segera mengambil hewan kendaraannya agar Ubay bin Ka'ab menaikannya kemudian Ibnu Abbas berjalan
bersamanya.

Maka berkatalah Ubay bin Ka'ab kepadanya, "Apa ini, Wahai Ibnu Abbas?", Ibnu Abbas menjawab, "Beginilah kami
diperintahkan untuk meghormati ulama kami." Ubay menaiki kendaraan sedangkan Ibnu Abbas berjalan dibelakang hewan
kendaraannya. Ketika turun, Ubay bin Ka'ab mencium tangan Ibnu Abbas. Lalu Ibnu Abbas bertanya, "apa ini?"

Ubay bin Ka'ab menjawab, "Begitulah kami diperintahkan untuk menghormati keluarga Nabi kami." Adab merupakan pondasi
agama. Orang yang beradab akan dicintai  masyarakat, orang yang tidak beradab hidupnya tidak diberkahi Allah dan ilmunya
juga tidak bermanfaat. Sekarang kita berada pada  suatu zaman degradasi moral, mereka hanya mengutamakan memperbanyak
ilmu, hafalan dan membaca saja namun meremehkan adab atau sopan santun.

Ibnu Mubarak mengatakan, "Barangsiapa meremehkan adab, niscaya dihukum dengan tidak memiliki hal-hal sunnah.
Barang siapa meremehkan sunnah-sunnah, niscaya dihukum dengan tidak memiliki (tidak mengerjakan) hal-hal yang
wajib. Dan barang siapa meremehkan hal-hal yang wajib, niscaya dihukum dengan tidak memiliki makrifah." Wallahu
a`lam.

Adab sebelum Ilmu


 4 Juli 2019 adab, Dakwah, nafsiyah

Karena tanpa adab, ilmu yang dikumpulkan hanyalah tumpukan pengetahuan, tidak mencerminkan keindahan dan

kelezatan.

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman (Khadim Ma’had Syaraful Haramain)

Pentingnya Adab
MuslimahNews.com — Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) rahimahu–Llah, menyatakan, bahwa belajar adab itu artinya

mengambil akhlak yang mulia [Lihat, Ibn Hajar, Fath al-Bari,  Juz X/400]. Begitu pentingnya belajar adab itu, sampai Sufyan at-

Tsauri (w. 161 H) mengatakan, “Ketika seseorang ingin menulis hadits, maka dia terlebih dulu belajar adab, dan ibadah,

dua puluh tahun, sebelumnya (menulis hadits).” [Abu Nu’aim, Hilyatu al-Auliya’, Juz VI/361]

Hal yang hampir senada juga disampaikan oleh Ibn Mubarak. Beliau menyatakan:

ِ ‫ب أَحْ َو ُج ِمنَّا إِلَى َكثِي ٍْر ِمنَ ْال َح ِد ْي‬


)‫ث‬ ِ ‫ (نَحْ نُ إِلَى َكثِي ٍْر ِمنَ األَ َد‬:‫ال لِ ْي َم ْخلَ ُد ب ِْن ْال ُح َس ْي ِن‬
َ َ‫ق‬

“Makhlad bin al-Husain berkata kepadaku, “Kami lebih membutuhkan banyak adab, ketimbang kebutuhan kami akan

banyak hadits.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/80]

Bahkan, dalam kitab yang sama, Ibn Mubarak (w. 181 H), menyatakan:

(‫ْرفَ ِة‬ ِ ِ‫اونَ بِ ْالفَ َرائ‬


َ ِ‫ض ُعوْ ق‬
ِ ‫ب بِ ِحرْ َم‬
ِ ‫ان ال َمع‬ ِ ِ‫ان ْالفَ َرائ‬
َ َ‫ َو َم ْن تَه‬،‫ض‬ َ ِ‫ َو َم ْن تَهَا َونَ باِل ُّسن َِن ُعوْ ق‬،‫ب بِ ِحرْ َما ِن ال ُّسنَ ِن‬
ِ ‫ب بِ ِحرْ َم‬ ِ ‫اونَ بِاألَ َد‬
َ ِ‫ب ُعوْ ق‬ َ َ‫) َم ْن تَه‬

“Siapa saja yang meremehkan adab, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan [amalan] sunah. Siapa saja yang

meremehkan amalan sunah, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan [amalan] fardhu. Siapa saja yang

meremehkan amalah fardhu, maka dia akan disiksa dengan kekurangan akan makrifat. ” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’

li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/80]

Menunjukkan begitu pentingnya adab, sebelum ilmu. Karena tanpa adab, ilmu yang dikumpulkan hanyalah tumpukan

pengetahuan, tidak mencerminkan keindahan dan kelezatan.

Apa Sesungguhnya Adab?

Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H) menyatakan:

‫صيَانَتِ ِه ع َِن ْالخَ طَأ ِ َو ْالخَ لَ ِل‬ ِ َ‫ َوتَحْ ِسي ِْن أَ ْلف‬،‫صابَ ِة َم َواقِ ِع ِه‬
ِ ‫ َو‬،‫اظ ِه‬ ِ ‫ح اللِّ َسا ِن َو ْال ِخطَا‬
َ ِ‫ َوإ‬،‫ب‬ ِ َ‫ هُ َو ِع ْل ُم ِإصْ ال‬:‫ب‬
ِ ‫ِع ْل ُم األَ َد‬

“Ilmu adab: adalah ilmu untuk memperbaiki lisan [tutur kata], seruan, ketepatan dalam menempatkan pada posisinya,

pemilihan kata yang baik dan tepat, serta menjaganya dari kesalahan dan cacat. ” [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Madzariju

as-Salikin, Juz II/368]

Menurut Syaikh Shalah Najib ad-Daqq, adab itu ada dua: Pertama, adab alami [ tabhî’i], yaitu adab yang Allah ciptakan pada diri

manusia, dengan ciri dan karakteristik itu. Kedua, adab hasil belajar [ iktisâbi], yaitu adab yang diperoleh oleh seseorang karena

belajar dari orang yang memiliki ilmu dan kemuliaan.


Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Zari’, yang ketika itu menyertai delegasi ‘Abdu al-Qais, beliau menyatakan:

ِ :‫ أنا أتخلَّق بهما ِأم هللاُ جبَلني (خلقني) عليهما؟ قال‬،‫ يا رسول هللا‬:‫ قال‬،)‫ واألَنَاة‬،‫الح ْلم‬
ُ‫(بل هللا‬ ِ ‫ (إن فيك خَ لَّتين يحبهما هللا؛‬:‫أن النب َّي صلى هللا عليه وسلم قال للمنذر األشج‬

‫ الحمد هلل الذي جبلني على خَلَّتين يحبُّهما هللا ورسوله؛‬:‫ قال‬،(‫جبَلك عليهما‬

“Nabi sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama bersabda kepada al-Mundzir al-Asyaj, “Sesungguhnya di dalam dirimu ada watak

alami yang keduanya dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu sifat “hilm ” [kelapangan dada] dan “anât”

[kesabaran].” Beliau bertanya, “Ya Rasulullah, apakah aku berakhlak dengan keduanya [karena belajar], atau Allah

yang telah menciptakan aku memiliki watak seperti itu?” Baginda sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama menjawab, “Bukan

[kamu], tetapi Allahlah yang telah menciptakan kamu memiliki watak seperti itu.” Beliau menimpali, “Segala puji hanya

milik Allah, Dzat yang telah menciptakan aku dengan dua watak alami yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. ” [Hr. Abu

Dawud, hadits hasan. Lihat, al-Albani, Shahîh Abî Dâwud, hadits no. 4353]

Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah menuturkan:

‫ وال استُجلِب حرمانُهما بمثل قلة األدب‬،‫ فما استُجلِب خي ُر الدنيا واآلخرة بمثل األدب‬،‫اره‬
ِ ‫ عنوان شقاوته وبَ َو‬:‫ وقلة أدبه‬،‫ عنوانُ سعادته وفالحه‬:‫أدب المرء‬.

“Adab seseorang itu adalah alamat kebahagiaan dan keberuntungannya. Sedangkan minimnya adab merupakan alamat

kenestapaan dan kerugiaannya. Tidak ada kebaikan di dunia dan akhirat yang diharapkan untuk diperoleh seperti

memperoleh adab. Begitu juga, tak ada yang sudi mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat sebagaimana minimnya

adab.” [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, Juz II/368]

Tolok Ukur Adab

Sufyan bin ‘Uyainah [w. 198 H], guru Imam as-Syafii [w. 204 H], menyatakan:

Baca juga:  Kita Layak Optimis!

‫ وما خالفها فهو الباطل‬،‫ فما وافقها فهو الحق‬،‫ على ُخلقه وسيرته وهَديه‬،‫عرض األشياء‬
َ ُ‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم هو الميزان األكبر؛ فعليه ت‬
َ ‫إن‬

“Sesungguhnya Rasulullah sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama merupakan mizan [neraca/tolok ukur] besar. Kepadanya semua

perkara diajukan [dibentangkan untuk diukur], berdasarkan akhlak, perjalanan hidup dan tuntunan baginda. Mana yang

sesuai, maka itu merupakan kebenaran. Mana yang menyimpang, maka itu merupakan kebatilan. ” [al-Khathib al-

Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/79]


Karena itu, Muhammad bin Syihab az-Zuhri [w. 124 H] menyatakan:

( ‫ فمن سمع عل ًما فليجعله‬،‫ أمانة هللا إلى رسوله ليؤديه على ما أُدِّي إليه‬،‫ وأدَّب النبي صلى هللا عليه وسلم أ َّمته‬،‫إن هذا العلم أدبُ هللا الذي أدَّب به نبيه صلى هللا عليه وسلم‬

‫؛)أمامه حجةً فيما بينه وبين هللا عز وجل‬

“Sesungguhnya ilmu ini merupakan adab Allah, yang Dia gunakan untuk mendidik Nabi-Nya, sha-Llahu ‘alaihi wa

Sallama, yang juga digunakan oleh Nabi sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama, untuk mendidik umatnya. Merupakan amanah

Allah kepada Rasul-Nya agar baginda tunaikan sebagaimana yang telah disampaikan kepada baginda. Maka, siapa saja

yang mendengarkan ilmu, maka hendaknya dia menjadikan ilmunya itu menjadi hujah di hadapannya, antara dia dengan

Allah ‘Azza wa Jalla.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/78]

Rasulullah sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama itu sendiri merupakan sumber yang luar biasa. Alquran, yang diturunkan kepada kita,

yang terkumpul dalam mushaf, mulai dari Q.s. al-Fatihah hingga Q.s. an-Nas, itu benar-benar telah dihidupkan oleh baginda

Nabi sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama sebagai sebuah peradaban selama 23 tahun kehidupan risalah dan nubuwwah baginda sha-

Llahu ‘alaihi wa Sallama. Semuanya itu direkam oleh para sahabat. Ada yang kemudian diriwayatkan secara lisan, baik

menuturkan ucapan, tindakan maupun diamnya baginda Nabi sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama  sehingga menjadi hadits. Ada juga

yang diriwayatkan dalam bentuk Ijmak Sahabat, karena mereka semuanya tahu seluk-beluk kehidupan baginda sha-Llahu

‘alaihi wa Sallama.

Maka, dari kehidupan para sahabat, kita juga bisa menimba adab. Begitu juga dari generasi berikutnya, yang mewarisi peradaban

agung dan mulia dari mereka. Wajar, jika konvensi penduduk Madinah, sampai dijadikan oleh Imam Malik sebagai salah satu

sumber hukum. Lihatlah, sampai hari ini, penduduk Madinah merupakan penduduk yang paling tinggi akhlaknya.

Bagaimana Mereka Belajar Adab?

Muhammad bin Sirin [w. 110 H] menceritakan karakteristik Tabiin, “ Mereka itu mempelajari tuntunan hidup [adab],

sebagaimana mereka mempelajari ilmu.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/79]

Imam Malik bin Anas [w. 179 H] pernah menyatakan kepada seorang pemuda Quraisy, “ Wahai putra saudaraku, pelajarilah

adab, sebelum kamu belajar ilmu.” [Abu Nu’aim, Hilyatu al-Auliya’, Juz VI/330]. Beliau juga menyatakan, “Hak yang

menjadi kewajiban bagi siapa yang menuntut ilmu, agar dia memiliki penghormatan, ketenangan, dan rasa takut [kepada

Allah]. Hendaknya dia juga mengikuti jejak orang-orang sebelumnya .” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-

Rawi, Juz I/156]
Ibn Wahab menyatakan, “Adab Imam Malik yang kami nukil, yaitu apa yang kami pelajari, lebih banyak ketimbang

ilmunya.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz VIII/113]

Ad-Dahabi juga menuturkan, bahwa Ismail bin ‘Uliyyah berkata, “ Dulu orang berkumpul di Majlis Imam Ahmad ada kira-

kira 5000, atau lebih, hingga 500 orang. Mereka menulis. Sisanya, mereka belajar dari beliau mengenai kemuliaan adab

dan perilaku.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz XI/316]

Para murid dan pengikut ‘Abdullah bin Mas’ud, sahabat Nabi, pergi dan datang untuk berguru kepada beliau. Mereka melihat

bagaimana kemuliaan perilaku beliau, dan tuntunan hidup [yang terkait dengan respek, penghormatan dan ketenangan] beliau.

Mereka pun menduplikasikannya, sebagaimana ‘Abdullah bin Mas’ud. [al-Qasim bin Salam, Gahrib al-Hadits,  Juz I/384]

Begitu juga para murid dan pengikut ‘Ali bin al-Madini [w. 234 H], guru Imam al-Bukhari, sebagaimana diceritakan oleh ‘Abbas

al-‘Anbari, “Mereka menulis tentang berdirinya ‘Ali bin al-Madini [guru Imam al-Bukhari], begitu juga duduknya,

pakaiannya, dan apa saja yang beliau sampaikan, dan lakukan. Atau hal-hal seperti itu .” [al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh

Baghdad, Juz XIII/321]

Baca juga:  Kegelisahan Nabi SAW

An-Nakha’i [w. 96 H] mengatakan, “Mereka [generasi Salaf], ketika mendatangi seseorang [ulama’] untuk mengambil ilmu

darinya, maka mereka akan perhatikan perilakunya, shalat dan keadaannya, baru setelah itu mereka mengambil ilmu

darinya.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi,  Juz I/28]

Beliau juga menuturkan, “Jika kami ingin mengambil ilmu dari seorang guru [Syaikh], maka kami akan menanyakan

tentang makanan dan minumam beliau, tentang tempat keluar dan masuknya. ” [al-Jurjani, al-Kamil fi Dhu’afa’ ar-

Rijal, Juz I/602]

Maka, sebagian orang bijak mengatakan, “Adab dalam perbuatan [perilaku] merupakan indikasi diterimanya amal

[perbuatan].” [Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Madarij as-Salikin, Juz II/360]

Membersamai Ulama’

Membersamai ulama’ dalam waktu yang lama merupakan cara terbaik untuk mendapatkan adab dan ilmu. Begitulah dahulu para

sahabat dan generasi setelahnya belajar adab dan ilmu.

Imam al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan dari al-A’raj, berkata, “ Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata:
( ،‫ أخ ُد ُم رسول هللا صلى هللا عليه وسلم على ِملْ ِء بطني‬،‫كنت رجاًل مسكينًا‬
ُ ،‫ وهللاُ الموعد‬،‫إنكم تزعمون أن أبا هريرة يُكثر الحديث عن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬

ُ ‫ص ْف‬
‫ فلن ينسى شيئًا سمعه‬،‫ ( َمن يبسط ثوبه‬:‫ فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬،‫ وكانت األنصار يَش َغ لهم القيام على أموالهم‬،‫ق باألسواق‬ َّ ‫وكان المهاجرون يَشغَلهم ال‬

‫ فما نسيت شيئًا سمعته منه‬،‫ ثم ضممتُه إل َّي‬،‫ فبسطت ثوبي حتى قضى حديثه‬،)‫؛)مني‬

“Kalian mengira, bahwa Abu Hurairah itu memiliki banyak hadits dari Rasulullah sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama? Allah

Dzat Maha Tahu dan Membuat perhitungan [jika aku berbohong]. Aku adalah lelaki miskin. Aku membantu Rasulullah

sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama dengan batas kemampuanku. Sementara kaum Muhajirin mereka sibuk dengan berdagang

di pasar. Kaum Anshar sibuk mengurus harta mereka. Maka, Rasulullah sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama bertanya, “Siapa

yang bersedia membentangkan bajunya, maka dia tak akan pernah lupa sedikit pun apa yang dia dengarkan dariku.”

Maka, akupun membentangkan bajuku, hingga baginda pun menyampaikan haditsnya. Lalu, aku pun menghimpunnya di

dalam diriku. Sejak itu, aku tak pernah lupa sedikitpun tentang apa yang aku dengarkan dari baginda sha-Llahu ‘alaihi

wa Sallama.” [Hr. Bukhari dan Muslim]

Begitulah, kisah tentang Abu Hurairah, yang datang ke Madinah, setelah peristiwa Perang Khaibar, setelah Sulh Hudaibiyah,

tahun 6 H. Dengan kata lain, beliau hanya bersama Nabi tidak kurang dari 4 tahun. Tetapi, karena tekadnya membersamai

Nabi sha-Llahu ‘alaihi wa Sallama itulah yang membuatnya menguasai banyak hadits, dan karamah, karena doa dari Nabi sha-

Llahu ‘alaihi wa Sallama.

Imam Abu Hanifah (w. 148 H) menuturkan, “Aku membersamai Hamad bin Abi Sulaiman selama 12 tahun. ” [al-Khathib al-

Baghdadi, Tarikh Baghdad, Juz XV/444]. Beliau melanjutkan, “Aku tidaklah shalat, sekali saja, sejak Hamad wafat, kecuali

aku memintakan ampunan untuknya dan kedua orang tuaku. Aku juga memintakan ampunan untuk mereka yang aku telah

belajar ilmu darinya, atau murid yang aku ajari ilmu.” [al-Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Juz XV/444].

Kata Imam Malik, “Dulu, ada orang [alim] yang bolak-balik kepada seorang [alim] selama 30 tahun, untuk menimba ilmu

darinya.” Beliau juga menceritakan, “Nu’aim al-Mujimar membersamai Abu Hurairah selama 20 tahun .” [ad-

Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz XI/108]

Tsabit al-Bunani mengatakan, “Aku telah membersamai Imam Anas bin Malik selama 40 tahun. Aku tidak melihat ada

orang yang ahli ibadah melebihi beliau.” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz V/222]. Bagitu juga Nafi’ bin

‘Abdillah menuturkan, “Aku membersamai Malik selama 40 tahun, atau 35 tahun .” [Abu Nu’aim, Hilyatu al-Auliya’, Juz

VI/320]

Bahkan, kata Ibn Hibban, “Hamid bin Yahya al-Balkhi, termasuk orang yang telah menghabiskan umurnya dengan

membersamai Sufyan bin ‘Uyainah.” [Ibn Hibban, at-Tsiqqat, Juz VIII/218]


Mereka bertahun-tahun membersamai ulama’, tak hanya belajar adab, ilmu, tetapi juga mengharapkan keberkahan. Di antara

keberkahan membersamai ulama’ itu, sebagaimana diceritakan oleh ‘Abdullah bin Abi Musa at-Tasturi, “ Ada yang memberi

nasihat kepadaku, “Di mana pun kamu berada, dekatlah dengan orang yang faqih. ” Maka, aku pun datang ke Beirut,

menemui Imam al-Auza’i. Ketika aku sedang bersamanya, tiba-tiba beliau bertanya tentang urusanku, dan aku pun

memberitahukannya kepada beliau. Beliau bertanya, “Apakah kamu mempunyai ayah?” Aku jawab, “Iya. Aku

meninggalkannya di Irak dalam keadaan Majusi.” Beliau bertanya, “Apakah kamu bisa kembali kepadanya, siapa tahu

Allah memberikan hidayah melalui kedua tanganmu?” Aku bertanya, “Apakah Anda menyarankan itu kepadaku?” Beliau

menjawab, “Iya.” Maka, aku pun mendatangi ayahku. Aku mendapatinya sedang sakit. Beliau berkata kepadaku, “ Wahai

putraku, apa yang menjadi keyakinanmu?” Maka, aku pun menceritakan kepada beliau, bahwa aku telah memeluk Islam.

Beliau bertanya kepadaku, “Coba jelaskan agamamu itu kepadaku.” Aku pun menceritakan Islam dan pemeluknya kepada

beliau. Beliau kemudian berkata, “Aku bersaksi, bahwa aku benar-benar telah memeluk Islam. ” Beliau pun wafat dalam

sakitnya itu. Aku menguburkannya, kemudian aku kembali menemui Imam al-Auza’i, lalu aku menceritakannya kepada beliau.”

[Ibn ‘Asyakir, Tarikh Dimasyqa, Juz XXX/231]

Baca juga:  Generasi Terbaik

Begitulah, kebiasaan generasi terbaik umat Nabi Muhammad ini di masa lalu. Mereka membersamai ulama’, dan benar-benar

mengharapkan keberkahan dengan membersamai mereka.

Contoh Adab Ulama’

Thawus bin Kisan berkata, “Di antara perkara sunah [tuntunan Nabi] adalah menghormati orang ‘alim [yang berilmu] .”

[Ibn ‘Abd al-Barr, Jami’ Bayan al-‘Ilm,  Juz I/519]

Al-Hasan al-Bashri menuturkan, “Ibn ‘Abbas tampak menuntun tunggangan Ubay bin Ka’ab. Kemudian ada yang bertanya

kepada beliau, “Anda adalah putra dari paman Rasulullah, Anda menuntun tunggangan seorang lelaki Anshar?” Beliau

menjawab, “Sudah menjadi keharusan bagi tinta [sumber ilmu] untuk diagungkan dan dimuliakan. ” [al-Khathib al-

Baghdadi, al–Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/108]

‘Amir as-Sya’bi juga berkata, “Ibn ‘Abbas telah memegangi tungangan Zaid bin Tsabit, lalu beliau berkata, “Anda

memegangi untukku, sementara Anda adalah putra dari paman Rasulullah?” Beliau menjawab, “Beginilah kami

seharusnya memperlakukan ulama’.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/108] Dalam riwayat lain, Ibn

‘Abbas memuji beliau dengan mengatakan, “Zaid bin Tsabit merupakan orang-orang yang ilmunya mendalam .” [ad-

Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz II/437]


‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Yahya bin Sa’id telah membersamai Rabi’ah bin Abi ‘Abdurrahman at-Taimi.

Jika Rabi’ah berhalangan, Yahya menyampaikan hadits kepada mereka dengan sempurna. Beliau adalah murid yang

banyak menguasai hadits. Tetapi, jika Rabi’ah hadir, maka Yahya pun menahan diri, karena menghormati Rabi’ah.

Bukan karena Rabi’ah lebih tua darinya, padahal usianya sama. Masing-masing saling menghormati .” [ad-Dzahabi, Siyar

al-A’lam an-Nubula’, Juz VI/92]

‘Ubaidillah bin ‘Umar berkata, “Yahya bin Sa’id biasa menyampaikan hadits kepada kami. Beliau pun menyampaikan

kepada kami, ibarat mutiara. Tetapi, ketika Rabi’atu ar-Ra’yi muncul, seketika Yahya menghentikan penjelasannya,

karena menghormati Rabi’ah dan memuliakannya.” [al-Khathib al-Baghdadi, al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi, Juz I/320]

Muhammad bin Rafi’ berkata, “Aku bersama Imam Ahmad dan Ishaq di tempat Imam ‘Abdurrazzaq. Hari Raya Idul Fitri

menghampiri kami. Kami keluar bersama ‘Abdurrazzaq ke tempat shalat. Kami bersama banyak orang. Ketika kami

kembali, ‘Abdurrazzaq mengajak kami makan. Beliau berkata kepada Imam Ahmad dan Ishaq, “Hari ini aku melihat ada

yang aneh pada diri kalian berdua. Mengapa kalian tidak mengumandangkan takbir?” Imam Ahmad dan Ishaq

menjawab, “Wahai Abu Bakar [Imam ‘Abdurrazzaq], kami menunggu, apakah Anda mengumandangkan takbir atau

tidak? Maka, kami pun akan mengumandangkan takbir. Ketika kami melihatmu tidak mengumandangkan takbir, maka

kami pun menahan diri.” Beliau berkata, “Aku juga melihat kalian berdua. Apakah kalian berdua mengumandangkan

takbir, atau tidak?” Maka, aku pun akan mengumandangkan takbir. ” [ad-Dzahabi, Siyar al-A’lam an-Nubula’, Juz IX/566]

Lihatlah, adab Imam Muslim kepada Imam al-Bukhari, gurunya, “ Biarkanlah aku mencium kedua kakimu, wahai guru para

guru, penghulu para ahli hadits, dan dokter hadits yang menguasai segala macam penyakitnya. ” [ad-Dzahabi, Siyar al-

A’lam an-Nubula’, Juz XII/432]

Begitulah, adab dan akhlak para ulama’ di masa lalu.[]

Kenapa Adab Lebih Utama Daripada


Ilmu?
Rusman H SiregarMinggu, 23 Agustus 2020 - 21:23 WIB
views: 35.167
Salah satu adab umat Islam adalah memuliakan ulama dan memenuhi hak saudara sesama
muslim serta menghormati non muslim. Foto/dok Ustaz Miftah el-Banjary
Nawas Ibnu Sam'an radliyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
(SAW) tentang kebaikan dan kejahatan. Beliau SAW bersabda: "Kebaikan ialah akhlak yang baik dan
kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya."
(Riwayat Imam Muslim)

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik" demikian sabda Rasulullah SAW .


(Baca Juga: Indahnya Akhlak Rasulullah SAW Terhadap Non Muslim )

Begitu pentingnya akhlak dan adab hingga Allah Ta'aala menempatkanya sebagai hal yang paling utama.
Sebab, kepintaran tidak ada artinya apabila seseorang tidak memiliki adab (etika). Ilmu menjadi
berbahaya bagi pemiliknya dan orang lain karena tidak dihiasi akhlak.

Ketika seseorang memiliki ilmu tanpa akhlak , maka dia akan lupa siapa dirinya yang sesungguhnya, lupa
akan akhlak Rasulullah SAW . Bahkan lupa bahwa dia adalah makhluk yang sangat lemah dan bodoh.
Kalaulah merasa punya ilmu, tentulah Allah tidak memberinya kecuali hanya secuil (sangat sedikit). Yaa

Baca Juga:
 Mimpi Guru Habib Muhammad Al-Haddad Tentang Sosok Habib Rizieq
 Berlaku Adillah! Ini Pesan Rasulullah SAW kepada Penegak Hukum

Itulah kenapa Abdullah ibnu Mubarak yang sangat dalam ilmunya mengatakan: "Aku belajar adab 30
tahun dan aku mencari ilmu 20 tahun." (Baca Juga: Saat Rasulullah Ditanya Tentang Akhlak yang Baik, Ini
Kata Beliau )

Imam Malik bin Anas berkata: "Saat ibuku memasangkan imamah untukku, beliau mengatakan, Pergilah
engkau ke Rabi'ah, dan belajarlah tentang adab sebelum ilmu."

Berikut contoh adab (akhlak) yang diajarkan Rasulullah SAW kepada kita sebagaimana diriwayatkan
Imam Muslim. Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hak seorang muslim terhadap
sesama muslim ada ada enam, yaitu:
1. Apabila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam.
2. Apabila ia memanggilmu penuhilah.
3. Apabila ia meminta nasihat kepadamu berilah nasihat.
4. Jika ia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah, balaslah dengan ucapan Yarhamukallah (ssemoga
Allah memberi rahmat kepadamu).
5. Apabila dia sakit, jenguklah.
6. Apabila dia meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya).

Kata akhlak dalam bahasa Arab disebut juga khuluq. Kalau bercermin kita dianjurkan berdoa:

‫اللَّ ُه َّم َكمَا حَ َّس ْنتَ َخ ْلقِي َفحَ سِّنْ ُخلُقِي‬

Allahumma Kamaa hassanta Kholqii Fahassii Khuluqii

"Ya Allah sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku (rupaku), maka baguskanlah akhlakku."
(HR. Ahmad)

Demikian pentingnya mempelajari adab sebelum ilmu. Semoga Allah memberi kita taufik agar menjadi
pribadi yang berakhlak mulia. (Baca Juga: 3 Macam Akhlak Penghuni Surga )

Akhlak dulu Baru Ilmu


1. “ Wa innaka la ‘alaa khuluqin ‘azhiim “ , “ Dan sesungguhnya engkau
( Muhammad ) mempunyai akhlak yang mulia. “ ( Al Qalam , 68 : 4 ) , “ Dan
hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu ( ialah ) orang-
orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati ( tidak sombong ) dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka , mereka mengucapkan kata-kata ( yang
mengandung ) keselamatan “ ( Al Forqan , 25 : 63 ) ( TAWADHU’ ) ,
“ Maka janganlah kamu mengatakan ( memuji) diri kamu suci (bersih) , Dialah
yang lebih mengetahui orang yang bertaqwa. “ ( An Najm , 53 : 32 ) ( Terus
menerus memperbaiki diri dan amalnya dan mensucikan hati)
2. “ Bahwasanya aku ( Muhammad ) diutus Allah untuk menyempurnakan
keluhuran Akhlak ( Budi Pekerti ) “ ( H.R. Ahmad ) ( bagi hamba Allah yang
beriman dan berusaha untuk terus bertaqwa dan mengembangkannya maka salah
satu usahanya adalah terus memperbaiki dan mengembangkan kwalitas akhlaqnya
untuk menuju kepada Akhlaq yang dimiliki Rasulullah saw. )
3. Ketika Siti Aisyah ra ditanya tentang Akhlak Rasulullah Saw , maka ia
menjawab , “ Akhlak-nya adalah Al Qur’an “ ( Abu Dawud & Muslim )
4. “ Siapakah diantara mereka hamba-hamba Allah ini yang lebih dicintai oleh
Allah ? “ Rasulullah menjawab, “ Yaitu orang yang paling baik akhlak-nya “
(HR.Tabrani )
5. “ Siapakah diantara orang mukmin yang paling sempurna imannya ? “
Rasulullah menjawab : “ yaitu orang yang paling baik akhlak - nya “
( HR.Tabrani )
6. Apakah sesuatu yang lebih baik yang diberikan kepada manusia ? , Rasulullah
menjawab , yaitu “ akhlak yang baik “ ( H.R. Ibnu Hibban )
7. Kemuliaan seorang mukmin itu adalah agamanya , harga dirinya itu adalah
akalnya , dan perhitungannya ( nanti di hari kiamat ) itu adalah akhlak- nya. ( HR.
Hakim )
8. Dari Abdullah bin Amir : Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda , “
Maukah kalian kuberitahu tentang orang yang paling kucintai dan paling dekat
duduknya dengan aku nanti di hari kiamat ? “ Diulanginya perkataan itu dua kali
tiga kali. Mereka menjawab : “ Baiklah ya Rasulullah , Beliau bersabda , “ Yaitu
orang yang paling baik akhlak – nya” ( HR.Ahmad )
9. “ Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangannya tentang orang mukmin
nanti dihari kiamat , selain akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang perbuatannya keji dan rendah , dan sesungguhnya orang yang
berakhlak luhur itu akan sampai ke derajat orang yang puasa dan sholat “
(HR.Ahmad )
( Mu’min - muslim yang benar sholat dan Puasanya tentunya baik dan benar juga
akhlaqnya , insyaallah atau orang yang memiliki/pengamal akhlaq yang baik dia
juga memiliki /pengamal sholat dan puasa yang benar , masyaalllah ! / jika bisa
seperti ini , Allahu Akbar ! / pen. )
10. ” Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlak-nya yang baik akan dapat
mencapai derajat orang yang berdiri ( sembahyang ) dimalam hari dan puasa di
siang hari ( HR. Abu Daud )
11. Sesungguhnya manusia dengan akhlaknya yang baik akan bisa mencapai
derajat yang tinggi di akhirat dan tempat yang mulia , padahal ia lemah ibadahnya :
Sesunggunya dia dengan Akhlak- nya yang jelek itu akan sampai kepada derajat
yang paling rendah dineraka jahanam. ” ( HR. Tabrani )
12. Aku mendengar Rasulullah bersabda :“ Sesungguhnya seorang muslim yang
terpimpin akan mencapai derajat orang yang ahli puasa yang menegakan ayat-ayat
Allah , lantaran akhlak-nya yang baik & watak - nya yang mulia “ ( HR.Ahmad )
13. Sungguh beruntung orang yang mengikhlaskan hatinya kepada iman ,
menjadikan hatinya selamat , lidahnya benar , jiwanya tentram dan Akhlak - nya
lurus.( HR. Ibnu Hibban)
14. “ Akhlak yang baik dapat menghapus kesalahan , bagaikan air yang
menghancur kan tanah yang keras. Dan akhlak yang jahat merusak amal , seperti
cuka merusak manisnya madu. “ ( H.R. Baihaqi ) ,
15. Rasulullah bersabda : “ Sesungguhnya Akhlah yang baik melelehkan kesalahan
sebagaimana matahari melelehkan es “ ( Al Hadits )
16. Kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan harta-mu tetapi
dengan wajah yang menarik ( simpati ) dan dengan akhlak yang baik .( HR. Abu
Yu’la dan Al Baihaqi )
17. Seorang mu’min menjadi mulia karena agamanya, ( mempunyai ) kepribadian
karena akalnya , dan ( menjadi terhormat ) karena akhlak - nya.” ( HR. Al Hakim )
18. Diantara akhlak seorang mukmin adalah berbicara dengan baik , bila
mendengar -kan pembicaraan tekun , bila berjumpa dengan orang dia menyambut
dengan wajah ceria dan bila berjanji ditepati. ( HR. Adailami )
19. “ Saya dapat menjamin satu rumah dibagian yang tinggi disurga bagi orang
yang baik Akhlak / budi pekertinya. ” ( HR. Abu Dawud )
20. Orang yang paling tinggi kedudukan disisi Allah pada hari kiamat ialah yang
paling banyak berkeliling dimuka bumi dengan bernasehat kepada manusia
(makhluk Allah) ( HR. Athahawi )
21. Rasulullah bersabda , “ Baguskanlah Akhlak-mu ! “ , Sabda Rasulullah saw. , “
Kebaikan itu adalah kebiasaan “ ( Al Hadits ) ,Akhlak yang baik membawa
kebaikan untuk kehidupan dunia dan akhirat. ( HR. Athabrani )
Beberapa Sikap Akhlaq Yang Baik.
1. Amanah.
2. Sidqu. ( benar/jujur )
3. Wafa’ . ( menepati janji )
4. Adil.
5. Ifafah. ( memelihara kesucian diri )
6. Haya’. ( malu )
7. Arief / Bijaksana.
8. Syajayah. ( berani karena benar)
9. Sehat dan Kuat (Al-Quwwah.)
10. Sabar , Lemah – lembut , Kasih-sayang.
11. Hemat.
12. Ikhlas.
13. Pemaaf.
14. Khusyuk.
15. Syakha’. ( murah hati )
16. Berilmu.
17. Tawaddu’. ( rendah hati )
18. Syukur Nikmat.
19. Tawakal Allah.
20.Zuhud. ( tidak diperbudak dunia / harta )
21. Dll
“ Dan hamba-hamba yang baik dari Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati (tidak sombong) dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka , mereka mengucapkan kata-kata ( yang
mengandung ) keselamatan “ ( Al Forqan , 25 : 63-65 ) ,
“ Dan berilah peringatan kepada kerabat-mu , dan lemah – lembutlah terhadap
orang-orang yang mengikuti-mu dari orang –orang mukmin “ ( Asysyu’araa’ , 26 :
215-223 ) ,
“ Dan bicaralah dengan dia ( fir’aun ) dengan lemah lembut (bijaksana) , mudah-
mudahan dia sadar atau takut ( Thaahaa , 20 : 44 ) ( dengan fir’aun saja halus
lemah-lembut apalagi kepada keluarga,saudara dll ) ,
“ Sesungguhnya Allah telah mewahyukan untuk bertawadhu’ hingga tidak ada
seorangpun yang menyombongkan dirinya terhadap yang lainnya , dan tidak
seorangpun yang menganiaya terhadap yang lainnya.” ( HR. Muslim ) ,
“ Sedekah itu bukannya mengurangi harta, dan malah Allah tidak akan menambah
pemberian kepada seorang hamba karena berlaku pemaaf kecuali akan
dimuliakan , dan tiada seorang yang tawadhu’ kepada Allah kecuali Allah akan
meninggikan derajat-nya.” ( HR. Muslim )
Akhlak yang baik membawa kebaikan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
(HR.Athabrani ) , Ketahuilah bahwa keramahan itu terpuji . Keramah – tamahan
itu merupakan buah dari akhlak yang baik . Kebalikan dari keramah tamahan
adalah kata – kata kasar , kotor , kebengisan dan kekejaman. Rasulullah saw
berkata kepada Siti ‘ Aisyah , “ Barang siapa yang diberikan kepada nya
keramahan , maka telah diberikan baginya kebaikan dunia dan akhirat. Barang
siapa yang diharamkan bagi-nya keramahan , maka telah diharamkan bagi-nya
kebaikan dunia dan akhirat “ ( Al Hadits )
BERKASIH – SAYANG DAN LEMAH – LEMBUT ANTAR SESAMA ,
KHUSUSNYA ANTAR SAUDARA SEIMAN.
1.. “ BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIM “ , “ Dengan menyebut nama
ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. ( Al Faatihah , 1 : 1 ) , “ Dan
Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” ( Ali Imran , 3 : 30 ) , “
Sesungguhnya Allah sangat berbelas kasihan dan suka kasih-sayang , lemah
lembut dalam segala hal.” ( HR. Bukhari & Muslim ) , Walladziina aamanuu
assyaddu hubban lillaah = “ Dan Orang – orang beriman itu sangat cinta kepada
Allah . “ ( Al baqarah , 2 : 165 , dibuktikannya dengan mengikuti Rasululloh saw.
baca Alii’imraan’ , 3 : 31 ! ! )
2. “ Allah adalah sebaik-baik penjaga dan DIA adalah Maha Penyayang diantara
para penyayang .” ( Yusuuf , 12 : 64 )
3. “ Sesungguhnya telah datang kepada-mu seorang Rasul dari kaum-mu sendiri ,
berat terasa oleh-nya penderitaan-mu , sangat menginginkan ( keimanan dan
keselamatan ) bagi-mu , amat belas-kasihan lagi penyayang bagi orang-orang
mu’min.” ( At Taubah , 9 : 128 ) , “ Sesungguhnya Ibrahim adalah sangat lembut
hatinya lagi penyantun.” ( At taubah , 9 : 114 ) ,
4. Kemudian termasuk golongan orang-orang yang beriman dan nasehat –
menasehati ( supaya ) sabar dan nasehat - menasehati supaya berkasih sayang. ( Al
Balad , 90 : 17 )
5. Katakanlah : “ Aku tidak meminta kepada-mu sesuatu upahpun atas seruanku
kecuali kasih-sayang dalam kekeluargaan. “ ( Asy Syuura , 42 : 23 )
6. “ Sesungguhnya orang – orang yang beriman dan beramal soleh , Yang Maha
Pengasih akan membuat kasih – sayang bagi mereka “ ( Maryam , 19 : 96 )
7. “ Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” ( Ali Imran , 3 : 30 )
, “ Dan Orang yang beriman sangat cinta kepada Allah “ ( Al Baqarah , 2 : 165 ) ,
Katakanlah , “ Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah , ikutilah aku
( Muhammad ) , niscaya Allah mencintai-mu dan mengampuni dosa-dosa-mu .“
( Aali ‘Imran , 3 : 31)
8. “ DAN SEDERHANAKANLAH DALAM BERJALAN DAN LUNAKKAN
SUARAMU SESUNGGUHNYA SEBURUK – BURUK SUARA ADALAH
SUARA KELEDAI.” (Lukman , 31 : 19 )
9. “ Maka karena rahmat dari Allah , engkau bersikap lemah lembut terhadap
mereka , sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar , tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekitar-mu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun
bagi mereka , dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam suatu urusan. Maka
apabila kamu telah membulatkan tekad bertawakallah kepada Allah. Sesung
-guhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.”( Aali ‘Imraan , 3 : 159 )
10. “ Dan berilah peringatan kepada kerabat-mu, dan lemah lembutlah terhadap
orang-orang yang mengikuti-mu dari orang-orang mukmin.” ( Asy Syu’araa’ , 26 :
214 – 217 )
11. Amal perbuatan yang paling disukai Allah sesudah yang fardhu (wajib) ialah ,
memasukkan kesenangan kedalam hati seorang muslim. ( Athabrani )
12. Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi
yang lebih muda , dan tidak menghormati orang yang lebih tua , dan tidak beramar
makruf dan nahi- munkar.( HR. Attimidzi )
13. “ Barang siapa tidak mengasihi dan menyayangi manusia maka dia tidak
dikasihi dan tidak disayangi Allah “ ( HR. Al Bukhari )
14. Seorang pemuda yang menghormati orang tua karena memandang usianya
yang lanjut maka Allah mentakdirkan baginya pada usia lanjut orang akan meng -
hormati-nya. ( HR. Attirmidzi )
15. Diriwayatkan dari Abu Hamzah, Anas Bin Malik r.a. Sabda Nabi Muhammad
SAW : “ Tiada sempurna Iman salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai
saudaranya seperti cinta nya kepada dirinya sendiri. “ ( HR Bukhari & Muslim )
16. “ Sungguh berbahagialah orang yang mampu bergaul dengan orang-orang baik
dan berilmu , serta memberikan kasih-sayang kepada orang-orang yang hina dan
miskin “ HR.Bukhari )
17. Berjama’ah Menjaga dan memelihara Dunia / Alam ( keseimbangannya ) dan
memanfaatkannya secara benar , Allah SWT. telah ciptakan dengan baik dan
sempurna Alam Dunia ini , dan wajjib dijaga dan dipelihara sebaik – mungkin ,
dijaga dari pengrusakan. Dll. ( Bekasih sayang dengan Alam )
18. DLL.
WALLAHU TA'ALA A'LAM BISH SHAWAB.
mas iman
Catatan :
Akhlakul Karimah dan Pengertiannya
Pengertian Akhlak
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi
pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di
artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun
kata akhlak berasal dari Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak
terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan kata akhlak dijumpai dalam
hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al
Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al
Qalam ayat 4: Wa innaka la'ala khuluqin 'adzim, yang artinya:
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang
agung. Sedangkan hadis yang sangat populer menyebut akhlak adalah
hadis riwayat Malik, Innama bu'itstu liutammima makarima al akhlagi,
yang artinya: Bahwasanya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain
adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.
Perjalanan keilmuan selanjutnya kemudian mengenal istilah-istilah
adab (tatakrama), etika, moral, karakter disamping kata akhlak itu
sendiri, dan masing-masing mempunyai definisi yang berbeda.
Menurut Imam Gazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana
dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa
dihitung resikonya (al khuluqu haiatun rasikhotun tashduru 'anha al
afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri hqjatin act_ fikrin wa
ruwiyyatin. Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang
baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari definisi itu maka dapat
difahami bahwa istilah 17 •
akhlak adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al akhlaq al
mahmudah) dan ada akhlak yang tercela (al akhlaq al mazmumah). Ketika
berbicara tentang nilai baik buruk maka muncullah persoalan tentang
konsep baik buruk. Dari sinilah kemudian terjadi perbedaan konsep
antara akhlak dengan etika.
Etika (ethica) juga berbicara tentang baik buruk, tetapi konsep baik
buruk dalam ethika bersumber kepada kebudayaan, sementara konsep baik
buruk dalam ilmu akhlak bertumpu kepada konsep wahyu, meskipun akal
juga mempunyai kontribusi dalam menentukannya. Dari segi ini maka
dalam ethica dikenal ada ethica Barat, ethika Timur dan sebagainya,
sementara al akhlaq al karimah tidak mengenal konsep regional,
meskipun perbedaan pendapat juga tak dapat dihindarkan. Etika juga
sering diartikan sebagai norma-norma kepantasan (etiket), yakni apa
yang dalam bahasa Arab disebut adab atau tatakrama.
Sedangkan kata moral meski sering digunakan juga untuk menyebut
akhlak, atau etika tetapi tekanannya pada sikap seseorang terhadap
nilai, sehingga moral sering dihubungkan dengan kesusilaan atau
perilaku susila. Jika etika itu masih ada dalam tataran konsep maka
moral sudah ada pada tataran terapan.Melihat akhlak, etika atau moral
seseorang, harus dibedakan antara perbuatan yang bersifat tempe
ramental dengan perbuatan yang bersumber dari karakter kepriba
diannya. Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap
berbagai rangsang yang berasal dari lingkungan dan dari dalam diri
sendiri.
Temperamen berhubungan erat dengan kondisi biopsikologi
seseorang, oleh karena itu sulit untuk berubah. Sedangkan karakter
berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkahlaku seseorang
didasari oleh bermacam-macam tolok ukur yang dianut masyarakat.
Karakter seseorang terbentuk melalui perjalanan hidupnya, oleh karena
itu ia bisa berubah. dan pengendalinya adalah ber AKHALQUL KARIMAH
karena ALLAH
PENTING NYA AKHLAKUL KARIMAH
Oleh Hannani, M. Ag
Mengamalkan akhlaqul karimah merupakan bagian dari ibadah kepada Allah
secara horizontal kepada sesama manusia, lingkungan masyarakat, bangsa dan
Negara ( Ibadah ghoiru mahdloh).
I. Pengertian Akhlaqul Karimah
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa arab ( ‫ )أخالق‬dalam bentuk
jama’, sedang mufradnya adalah khuluq ( ‫) خلق‬, yang dalam Kamus Munjid berarti
budi pekerti atau perangai atau tingkah laku. Akhlak bersinonim dengan etika dan
moral. Etika dan moral berasal dari bahasa latin, yakni etos dan mores yang
memiliki arti sama: kebiasaan. Sedang budi pekerti dalam bahasa Indonesia
merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti. Kata budi berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti yang sadar, pekerti berasal dari bahasa Indonesia sendiri
yang berarti kelakuan (Djatnika, t.t.: 25). Secara terminologis, budi pekerti
merupakan perilaku manusia yang didasari oleh kesadaran berbuat baik yang
didorong keinginan hati dan selaras dengan pertimbangan akal.
Dari pengertian di atas timbul pertanyaan, siapakah objek akhlaqul karimah? Yang
menjadi objek aklaqul karimah adalah seluruh lapisan masyarakat baik
kelembagaan maupun peorangan, pejabat maupun masyarakat biasa, keluarga
maupun bukan keluarga, kalangan muslim maupun non muslim, lingkungan, alam
semesta dan semua yang berinteraksi sosial dengan kita.
Melakukan akhlaqul karimah tidak hanya mengikuti agama aturan agama, tapi juga
menetapi aturan perundangan dan norma etika yang berlaku dalam masyarakat.
Substansi misi Rasulullah itu sendiri adalah untuk menyempurnakan akhlak
seluruh umat manusia agar dapat mencapai akhlak yang mulia. Yang menjadi
persoalan di sini adalah bagaimana substansi akhlak Rasulullah itu. Dalam hal ini,
para sahabat pernah bertanya kepada isteri Rasulullah, yakni Aisyah r.a. yang
dipandang lebih mengetahui akhlak rasul dalam kehidupan sehari-hari, maka
Aisyah menjawab:
‫ان ْالقُرْ آن‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َك‬ َ ‫هللا‬ ِ ‫َفإِنَّ ُخلُ َق َرس ُْو ِل‬
Artinya: “Akhlak Rasulullah itu adalah al-qur’an”
II. Tujuan
Tujuan akhlak adalah mencapai kebahagiaan hidup umat manusia dalam
kehidupannya, baik di dunia maupun akhirat. Jika seseorang dapat menjaga
kualitas mu’amalah ma’allah ( Hubungan dengan Allah) dan mu’amallah ma’annas
( Hubungan dengan sesame manusia) , insya Allah akan memperoleh rida-Nya.
Orang yang mendapat rida Allah niscaya akan memperoleh jaminan kebahagiaan
hidup baik duniawi maupun ukhrawi.
III. Akhlakul Karimah dalam kehidupan modern
Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media, revolusi iptek tidak hanya
mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan hidup bagi manusia
modern, melainkan juga mengundang serentetan permasalahan dan kekhawatiran.
Teknologi multimedia misalnya, yang berubah begitu cepat sehingga mampu
membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas ragamnya, serta lebih
mudah dan enak untuk dinikmati. Namun, di balik semua itu, sangat potensial
untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah dapat merambah ke
bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila .
Urgensi akhlak semakin terasa jika dikaitkan dengan maraknya aksi perampokan,
penjambretan, penodongan, korupsi, manipulasi, dan berbagai upaya untuk cepat
kaya tanpa kerja keras. Untuk mengatasi semua kenyataan tersebut tidak cukup
hanya dilakukan tindakan represif akan tetapi harus melalui penanaman akhlakul
karimah. Tanpa upaya prefentif, segala bentuk upaya represif tidak akan mampu
menyelesaikan masalah, karena semua pelaku kejahatan selalu patah tumbuh
hilang berganti.
Di dalam menyongsong kemajuan zaman, bangsa Indonesia harus memiliki moral
kualitas unggul. Bangsa yang unggul dalam perspektif Islam adalah bangsa yang
berakhlakul karimah. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah:
‫أَ ْك َم ُل ْالم ُْؤ ِم ِني َْن إِ ْي َما ًنا أَحْ َس ُن ُه ْم ُ ُخلُ ًقا‬
Artinya: “Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah orang yang
paling baik akhlaknya” (H.R. Bukhari).
IV. Akhlaqul Karimah Sebagai Ajaran Agama Islam.
Seiring dengan kemajuan zaman, khususnya terkait dengan globalisasi telah terjadi
pergeseran nilai-nilai budi pekerti di masyarakat. Sesuatu sikap/perbuatan yang
tadinya dipandang tabu seperti berpakaian seronok(sexy), karena dampak
globalisasi telah menjadi sesuatu yang biasa, yang tadinya dipandang sebagai hal
yang memalukan seperti kawin di luar nikah, karena iblis pandainya mengemas
godaannya sekarang telah menjadi hal yang biasa, dll. Akan tetapi kita sebagai
orang iman harus memahami bahwa akhlaqul karimah, bukanlah kultur yang bisa
berubah karena kondisi, waktu dan tempat. Akhlaqul karimah harus dipandang dan
difahami sebagai ibadah yang menjadi perintah Allah dan Rasulullah, saw. Firman
Allah:
)٤( ‫ك لَ َعلى ُخلُ ٍق عَظِ ٍيم‬
َ ‫َوإِ َّن‬
Terjemahnya:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) niscaya di atas budi pekerti yang agung
/Akhlaqul karimah” (QS: Alqolam:4)
V. Penerapan Akhlaqul karimah pada Lingkungan Keluarga
Beberapa contoh akhlaqul karimah anak kepada kedua orang tua:
1. Bertutur kata dengan bahasa yang halus.
2. Mohon ijin ketika akan bepergian dan pamitan dengan mencium tangan sewrta
memohon doa mereka.
3. Bila disuruh segera melaksanakan, selama tidak maksiat.
4. Bila dinasehati, anak mendengarkan dengan baik dan tidak memotong
pembicaraan.
5. Bila berbicara supaya dengan nada yang rendah dari orang tua/ tidak
membentak, atau mengeluarkan kalimat yang kasar.
6. Senang membantu pekerjaan orang tua di rumah
7. Mendahulukan kepentingan/ perintah orang tuanya dari pada kepentingan diri
sendiri.
8. Apabila makan bersama orang tuanya / keluarga orang tua
diutamakan/didahulukan atau orang tuanya diambilkan dulu dan tidak
meninggalkan tempat sebelum orang tuanya selesai makan.
9. Jujur dan amanah, tidak bohong dan tidak berkhianat kepada orang tua.
10. Apabila berselisih pendapat dengan orang tuanya anak tetap menghargai
pendapat orang tuanya.
11. Selalu mendoakan baik kepada orang tuanya.
12. Merawat orang tuanya ketika sedang sakit.
13. Meramut orang tuanya, utamanya ketika sudah tua.
14. Bila dipanggil segera memenuhi panggilannya sambil mendekat.
VI. Penerapan Akhlaqul karimah pada Lingkungan Masyarakat
Berikut beberapa contoh akhlaqul karimah dalam masyarakat:
1. Apabila bertemu dengan tetangga menyapanya.
2. Apabila melewati sekelompok masyarakat menyapa dengan sopan dan permisi.
3. Apabila naik kendaraan di dalam kampung dengan kecepatan rendah dan tidak
menggeberkan gasnya atau melepas sarangan knalpotnya.
4. Melayar warga yang meninggal dan memberikan sumbangan.
5. Membantu dan menjenguk warga yang sakit.
6. Memberikan sumbangan untuk pembangunan/ perbaikan rumah ibadah, pos
kamling, jalan, jembatan dll yang bersifat kepentingan umum.
7. Ikut serta dalam kegiatan gotong royong/ kerja bakti.
8. Membantu warga yang terkena musibah.
9. Mengikuti pertemua RT dan aktif memberikan ide-ide yang baik.
10. Menjaga keamanan lingkungan misalnya ronda.
11. Minta ijin apabila tidak dapat mendatangi undangan pada acara yang sudah
rutin.
12. Berusaha menjadi penengah dalam masyarakat dan tidak memihak.
13. Apabila memiliki rezki yang lebih memberikan santunan kepada tetangga yang
memerlukan.
14. Menyadari kekurangan kita dan mudah memaafkan orang lain.
AKHLAQUL KARIMAH/AKHLAQUL
Bismillahirrohamanirrohiim,
Allah telah mengangkat derajat seseorang manusia, yang mana mereka itu suka
mengendalikanHAWA NAFSU, sehingga Nabi pun memandang orang itu orang-
orang yang melakukan"Jihadul Akbar" perang besar, hal ini disabdakan oleh Nabi
dikala perang di TabukArtinya:"Marilah kita kembali dari perang kecil menuju
perang besar, yaitu perang dengan nafsu yang benar-benar musuhmu, yang selalu
terisi didalam dadamu"Adapun maksudnya supaya umat-umat berAkhlaqul
Karimah/Budi yang mulia/AkhlaqulMahmudah/Alhlaq yang terpuji hingga
menyingkirkan Akhlaq Madzmumah, ya'ni akhlaq yangtercela dan bina. Orang-
orang cerdik pandai berpendapat, terutama Ulama Ulama sufi,
sungguhmulia manusia yang selalu boleh mengendalikan hawa nafsunya. Sebab
manusia yang demikian benar-benar tangguh, kuat iamnnya,.Ulet menghadapi
musuhnya yang jadi penyakit didalam hatinya, dimana Allah swt.
Berfirman:Artinya: Adapun manusia yang diisi penyakitpenyakit batin (hati) ya ni
bujukan nafsu, godaansyetan sepertui takabur, iri, dengki, jahat dendam, serakah,
memfitnah dsb, Berakibat amal lakuyang kotor (yang dapat menimbulkan bencana
kepada keluarga dan masyarakat) begitulahmemuncak menjadi amal laku yang keji
(dapat menimbulkan mala petaka terhadap masyarakatdan Negara) bahkan huru
hara kepada seluruhummat manusia.
Mereka itu matinya tergolong orang-orang kafir"Begitulah gambaran yang telah
dijelaskan Al Quran Kalam Qodim Allah swt. Yang tidak bolehdirubah dan
diragukan lagi. Demikianlah terjadinya peperangan fisik yang membunuh ribuan
jiwa, sehingga kehidupan manusia menjadi sengsara, ini dikarnakan tidak dapat
mengendalikanhawa nafsu, juga kezaliman kecuranganpun akibat manusia yang
dijajah oleh hawa nafsunyaatau penyakit hati. Seandainya keadaan penyakit batin
(hati) itu dibiarkan berjalan dan berkembang terus, maka pembangunan umat
manusia, khususnya pembangunan Bangsa kita pasti akanterganggu bahkan
mungkin akan gagal, terutama tujuan pembangunan bangsa kita adalah untuk
mencapai kesejahteraan hidup yang seimbang antara kemakmuran dazhiriyah dan
kebahagiaan batinniyah, alias dengan kata lain sifat pembangunan Negara kita
adalah pembangunan yangseimbang antara jasmani dan rohani, antara kehidupan
dunia dan akhirat. Tentu saja disampingitupun boleh merembet terhadap para
remaja sendiri sebagai calon penerus kita, sehingga bagimereka merasa hari
depannya kabur, kacau, suram, kadang-kadang mereka ingin juga mengatasi
perasaan yang tidak menyenangkan itu dengan jalan berbahaya dipandang Agama
dan Negara, berbuat yang menyesatkan yang akibatnyamerugikan Bangsa dan
Negara, disebabkan orang-orang tuanya, seperti halnya Nabi
kitamenjelaskanArtinya: "Setiap manusia yang dilahirkan adalah fitrah suci, akan
tetapi ayah bundanya(pemimpin) yang mewarnai anak itu, hingga jadi Yahudi atau
Nasrani dan Majusi. Dengan katalain ayah bunda (pemimpin) itu yang membawa
dan memberi contoh baik buruknya sang putra.Oleh kerana itu kita arahkan dengan
ajaran agama yang tepat boleh meluruskan arah batin yangtelah rusak itu.Kerana
agama itu merupakan fitrah yang sudah melekat pada manusia semenjak ia
dilahirkan,dan telah berurat berakar yang sangat dalam pada jiwanya; sebagaimana
firman Allah swt.:Artinya: "Hadapkanlah dirimu dengan keadaan lurus kepada
Agama Allah swt. Atas kesucianAgama Allah yang telah mewujudkan manusia
menurut Fitrah itu".Jadi agama Islam itu (Fitrah) merupakan pedoman Illahi bagi
umat manusia untuk membinatentanghidup dan kehidupannya didunia dan
diakhirat; bahkan dimana aqal fikiran dan perasaanseseorang bebas dari segala
macam khurufat dan tahayal-tahayul (penyakit batin), juga kehendak dan kegiatan
tiap pribadi terlepas dari segala belenggu nafsu, dan dari rintangan godaan syetan.
Maka daripada itu ia menjadi manusia yangtidak mau menggantungkan dirinya
kepada yang lain, kecuali hanya kepada Allag swt. Yangdengan istilah sekarang
disebut "WIRASWASTA", yaitu orang yang percaya terhadap diri sendiri yang
penuh rasa tanggung jawab atas memanfaatkansegala anugerah Illahi, yang serba
lengkap bagi kepentingan sesame manusia dan alamsekitarnya.Di bumi ini ada
tanda-tanda, sebagaimana digamabarkan Allah dalam Al Quran surat Adz-
Dzariyat:Artinya: "Kebesaran Allah swt. Yang serba lengkap bagi orang-orang
yang yakin, dan begitu juga didalam diri kamu sendiri, kenapakah kamu tidak mau
memperhatikan.
Padahal segala anggota dan amal laku yang dianugerahkan Allah swt. Akan
meminta pertanggung jawabnya:firman Allah swt. :Artinya: “Sesungguhnya
pendengaran dan penglihatan hati begitu juga pandangan perasaannya,semuanya
itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.Seseorang yang berani bertanggung
jawab, baik kepada Allah Khooliqul Alam maupun kepadasesame manusia, itu
dikarenakan kuat imannya teguh tauhidnya. Iman inilah yang telahmensucikan
jiwa-jiwa para muminin, bersih dari sifat-sifat dengki, iri hati,
sombong,membanggakan diri, maksiat, kekejaman, kezaliman dan lain sebagainya.
Dan iman inilah yangtelahy mensucikan jiwa-jiwa para muminin, bersih dari sifat-
sifat dengki, iri hati, sombong, membanggakan diri, maksiat, kekejaman,
kedholiman dan lain sebagainya. Dan imanini pulalah yang telah mempertinggi
cita-cita manusia sehingga dapat memperbaiki kehidupanyang akan membawa
kemakmuran, kebahagiaan,kebajikan dan kemajuan zahir batin serta keadilan yang
merata dan juga dapat memberikenikmatan dan kebahagiaan kepada seseorang
sebagai pribadi khususnya dan kepadamasyarakat padaumumnya; sebagai Firman
Allah swt.
Dalam Al Quran surat Al-Maidah ayat 2 :-Artinya: "Kamu orang-orang yang
beriman harus menjadi manusia yang saling tolong menolongdiatas kebenaran dan
ketaqwaan.
"Firman Allah swt. Dalam Al Quran surat Al Imran ayat 134 :-Artinya: “Mereka
orang-orang beriman yang memberikan harta bendanya (menolong) baik diwaktu
lapang maupun diwaktu sempit dan kuat menahan amarah juga suka
memaafkankesalahan orang lain, bahwa Allah kasih kepada orang yang berbuat
baik.
”Firman Allah swt. Dalam surat Al-Khafi :-Artinya: “Adapun orang-orang beriman
dan mengerjakan amal saleh, maka ia akan mendapat pembalasan yang baik. Dan
kami akan sampaikan kepadanya segala sesuatu dengan mudahdaripada urusan
kami ini.”Unsur-unsur yang menjadi syarat bagi kemajuan lahir batin dunia dan
akhirat hanya bolehdidapat dibawah naungan hati yang tenteram, tenang, yang
dijiwai oleh iman kepada Allah swt.Yang murni, dimana manusia-manusianya
mendapat Inayah dan karunianya, boleh mencapaitingkat kesempurnaan lahir batin
yang dicitacitakan,. Jadi hati timan itulah yang kita harus pupuk benar-benar
jangan sekali-kali disusupi sikap keragu-raguan, kemunafikan, kesombongan yang
jadi pokok utama merajalelanya penyakit hati: baik dalam mengatur rumah
tangganya, maupundalam mengatur masyarakatnya/umatnya. Alhamdulillah
bagaimanapun besarnya dosadosadan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh manusia
yang hatinya berpenyakit namun TuhanMaha Pemurah,pengampun telah
menjadikan obat yang mustajab untuk menyembuhkan penyakithati itu,
sebagaimana Sabda Nabi Muhammad saw.:-Artinya:
“Ingat kepada Allah itu menjadi obat yang mustajab guna menyembuhkan segala
penyakit hati”.Dan disediakan pula resep untuk membersihkannya, seperti sabda
Rasulullah saw. :
Artinya: “Sesungguhnya untuk segala perkara itu ada alat pencucinya, sedangkan
pencuci hati ituadalah zikir kepada Allah swt.”Jelaslah bahwa sebab dari segala
penyakit hati itu adalah Ghaflatun Iallah atau lupa kepadaAllah, lupa hati, lupa
ingatannya kepada Tuhan, sebab hati dan ingatannya telah ditimbunimelulu oleh
yang lain selain Allah. Hati dan ingatannya terisi oleh pamrih lainnya seperti
hartakekayaan, kemuliaan, pengkat serta jabatan/kedudukan, pujian sanjungan dan
lain-lain
Sepintas lalu ini merupakan perintah-perintah sederhana dan remeh. Namun pada
hakikatnyamempunyai tujuan yang jauh, berpengaruh sangat kuat dan nyata, yang
dapat dirinci sbb:
1. Tujuan pemberian peringatan agar siapapun yang menyalahi keridhoan Allah di
dunia inidiberi perngiatan tentang akibatnya yang pedih di kemudian hari, dan
yang pasti akanmendatangkan kegelisahan dan ketakutan di dalam hatinya.
2. Tujuan mengagung kan rob, agar siapapun yang menyombongkan diri di dunia
tidak dibiarkan begitu saja melainkan kekuatannya akan dipunahkan dan
keadaannya akan dibalik total, sehinggatidak ada kebesaran yang menyisa di dunia
selain kebesaran Allah.
3. Tujuan membersihkan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa, agar
perbuatan lahir dan batin benar-benar tercapai, begitu pula dalam membersihkan
jiwa dari segala noda dan kotoran bisa mencapai titik kesempurnaan agar jiwa
manusia berada di bawah lindungan rahmat Allah, penjagaan, pemeliharaan,
hidayah dan cahaya Nya, sehingga ia menjadi sosok ideal di tengahmasyarakat
manusia, mengundang pesona semua hati dan decak kekaguman.
4. Tujuan larangan mengharap yang lebih banyak dari apa yang diberikan, agar
seseorang tidak mengangap perbuatan dan usahanya sesuatu yang besar lagi hebat,
agar dioa senantiasa berbuatdan berbuat, lebih banyak berusaha dan berkorban,
lalu melupakannya. Bahkan dengan perasaannya di hadapan Allah, dia tidak
merasa telah berbuat dan berkorban.
5. dalam ayat yang terakhir terdapat isyarat tentang gangguan, siksaan, ejekan dan
olok-olok yng bakal dilancarkan orang-orang orang yang menentang, dan bahkan
mereka akan berusahamembunuh beliau dan membunuh para sahabat serta
menekan setiap orang yang beriman disekitar beliau. Allah memerintahkan agar
beliau bersabar dalam menghadapi semua itu, denganmodal kekuatan dan
ketabahan hati, bukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, tapi
karenakeridhoan Allah semata.”
d. Hubungan dakwah Rosul SAW dalam pembentukan akhlaqul karimah
Setelah membaca dari awal tulisan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan
diutusnya RosulSAW adalah menjadikan manusia bertauhid. Bertauhid artinya ia
mengesakan Allah dalamsegala bentuk ibadah.Allah Ta’ala berfirman:(( “Artinya:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-
Nya”.(An-Nisaa: 36)Sementara ibadah adalah segala macam perbuatan yang
dicintai Allah SWT meliputi Islam(Syahadat, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji), Iman,
Ihsan, Do’a, Khauf (takut), Raja’(pengharapan), Tawakkal, Raghbah (penuh
minat), Rahbah (cemas), Khusyu’ (tunduk),Khasyyah (takut), Inabah (kembali
kepada Allah), Isti’anah (memohon pertolongan), Isti’adzah(meminta
perlindungan), Istighatsah (meminta pertolongan untuk dimenangkan atau
diselamatkan), Dzabh (penyembelihan), Nadzar dan macam-macam ibadah lainnya
yangdiperintahkan.Seluruh bentuk ibadah itu kaitannya adalah dengan Allah SWT
dan manusia seluruhnya. Maka barang siapa memiliki tauhid yang paling lurus
maka dialah yang paling bertaqwa.
Barangsiapayang paling bertaqwa maka dialah yang paling baik akhlaqnya. Insan
yang berakhlaq mulia(Akhlaqul Karimah) adalah ia yang memiliki pakaian taqwa.
Jika taqwa itu adalah mematuhi perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya,
maka manusia yang paling bertaqwa adalah iayang paling memiliki kemuliaan
akhlaq. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang palingtaqwa di antara kamu” (Qs. Al Hujuroot:
13)Rasululloh SAW ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukan orang
ke syurga, maka beliau SAW bersabda, “Bertakwa kepada Allah dan Akhlak yang
baik” (Diriwayatkan At Tirmidzi yang menshahihkannya).Islam yang dibawa oleh
Rosul SAW adalah peraturan yang membina akhlaq. Atau dengan katalain
pembinaan akhlaqul karimah adalah tujuan diutusnya Rosul SAW di atas muka ini.
Iniadalah inti dari pada seruan dakwah Rosul SAW.Karena hanya Islamlah yang
akan menuntun manusia dan jin sehingga menjadi makhluk yangmulia dan pantas
ditinggikan derajatnya. Dia, manusia itu, akan menjadi sesosok figur yangmampu
mempertanggung-jawabkan hak dan kewajiban dirinya sendiri kepada Allah,
dalamkeluarga dan bahkan dalam tatanan masyarakat yang lebih luas. Sebab figur
akhlaq tertinggiadalah dia, manusia mulia, pilihan sang Rabb pemilik langit dan
bumi beserta segala yang ada diantara keduaannya, sebagai mana firman Allah
yang ditujukan kepada nabi “Dan sesungguhnyakamu
Muhammad SAW: benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Qs. Al Qolam:
04Realisasi dari semua ini adalah ittiba’ur Rosul SAW, sebaik baik suri tauladan
bagi umatnya,figur akhlaq paling ideal, dan idola paling mulia di kolong langit
ini.Mengikuti Rosul SAW berarti mengikuti pula seluruh jalan para shahabatnya,
para manusia yang berakhlaq mulia dan generasi terbaik yang kemudian diikuti
oleh para tabiiinya. Mereka adalahgenerasi-generasi awal Islam yang berhasil
merubah kebrobrokan aqidah, kebejadan akhlaq,kekotoran muammalah dan
hinanya masa manusia jahiliyah menjadi masyarakat muslim yang berkibar
peradabannya denagn aqidah lurus dan akhlaq yang luhur.Walhasil, akhlaq bangsa
ini bisa diselamatkan hanya jika kita mengikuti pola dakwah generasigenerasi awal
terdahulu, generasi-generasi yang shalih, yang sulit dicari tandingannya.Maka satu-
satunya jalan untuk mengembalikan kemuliaan kaum muslimin adalah dengan
meniti jalan yang telah di tempuh oleh para pendahulunya.
Berkata Imam Malik dalam kitabnya, Al Muwattho’: “Tidak akan menjadi baik
urusan ummat ini kecuali dengan apa-apa yang telah membuaturusan ummat ini
baik pada awal mulanya”Fenomena wahn, lemah dan kebobrokan akhlaq manusia
terutama generasi muda di masyarakatkita pada saat ini, terutama realita kehidupan
keseharian mereka, maka hal itu disebabkan karena jauhnya mereka dari cahaya
Islam.Melesatnya era globalisasi dan kemajuan tekhnologi telah membuat manusia
tidak mengimbangidengan percepatan tatanan moral yang semakin tinggi dan
luhur. Namun akhlaq sebaliknya, semakin melesat mundur dengan cepatnya.
Dan kaum muslimin sesungguhnya telah kalah danakan hancur eksistensinya
kecuali mereka kembali kepada ajaran Islam, kembali mengikuti fitrohmereka,
kembali kepada ajaran tauhid yang bersih dari syirik.Adapun metode dakwah yang
tepat pada saat ini adalah pola dakwah yang mengikuti pola RosulSAW. Dan jalan
dakwah Rosul sesunguhnya berada di atas pola tasfiyah (pembersihan dan
pemurnian) ummat dari akhlaq jahiliyah berupa kemusryikan, kebathilan dan
kejahilan,kemudian di bina dan di tarbiyahnya ummat itu dengan ahkhlaq Islam
berupa tauhid.Harapan penulis, semoga risalah kecil ini dapat bermanfaat bagi bagi
kita semua, menjadi pelengkap perpustakaan Islam, dan menjadi amal sholih bagi
penulis kelak.
.Akhirnya, segala kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, segala cacat
dan kekuranganitu hanyalah ada pada diri manusia, dan dikarenakan tiada gading
yang retak, penulis sangatmenyadari akan banyaknya kekurangan dalam penulisan
dan pembuatan paper ini, karenanyakami membuka pintu selebar-lebarnya bagi
sidang pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang membangun guna
perbaikan dan muhasabah bagi penulis di masa yang akan datang.
Referensi:
1.Al Hilay, Abu Usamah Salim ‘Ied 2002 Mengapa Memilih Manhaj Salaf, Solo,
PustakaImam Bukhary
2.Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir 2003 Ensiklopedi Muslim, Jakarta, Darul Falah
3.Al Mubarrokfuri, Abdurrohman Tt Sieroh Nabawiyah, Jakarta, Download Al
Sofwah
4.Al Mubarrokfuri, Abdurrohman 1997 Sieroh Nabawiyah, Jakarta, Pustaka Al
Kautsar
5.Al Utsaimin, Muhammad 2002 Panduan Kebangkitan Islam, Jakarta, Darul Haq
6.At Tamimy, Syaikh Muhammad 2002 Kitab Tauhid, Jakarta, Darul Haq
7.At Tamimy, Syaikh Muhammad 2002 Tiga Landasan Utama, Solo, At Tibyan
8.Ashr, Syaikh Ibrohim Isma’il 2003 Manhaj Ibnu Taimiyah Beramar Ma’ruf
NahiMunkar, Jakarta, Darul Haq
9.Daeroby, Ahmad Drs, H., M. Ag 2001, Kesempurnaan Akhlaq, Majalah
Risalah,Bandung
10.Poerwadarminta, W.J.S 2002 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka
11.Ya’qub, Hamzah, Dr. H. 2002 Etika Islam Bandung, cv. Diponegoro
12.Zaidalah, Alwisral Imam, Drs 2002 Strategi Dakwah dalam membentuk da’i
dan khotib professional, Jakarta, Kalam Mulia
PENGERTIAN , PERSAMAAN , DAN PERBEDA ANANTARA AKHLAQ,
ETIKA , MORAL, DAN SUSILA

A. PENGERTIAN AKHLAQ, ETIKA, MORAL, DAN SUSILA1.


1.Akhlaq
Akhlaq secara etimologi merupakan bentuk jamak dari khulq artinya perangai,
tabiat, pekerti. Sedang secara terminologi akhlak adalah kemampuan /kondisi jiwa
yang merupakan sumber dari segala kegiatanmanusia yang dilakukan secara
spontan tanpa pemikiran. Akhlaq terbentuk dari latihan dan praktek berulang
(pembiasaan). Sehingga jika sudahmenjadi akhlaq tidak mudah dihapus.
Akhlaq memiliki kedudukan utama,bahkan menjadi puncak kesempurnaan
manusia.Ibn Miskawaih mengatakan bahwa akhlaq adalah sifat yangtertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatantanpa memerluka
pemikiran dan pertimbangan.Imam Al Ghazali mendefinisikan akhlaq sebagai sifat
yangtertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengangampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.Mu’jam al Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlaq
adalahsifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dengannya lahirlah macam-
macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.
Dalam kitab Dairatul Ma’arif secara singkat akhlaq diartikan sifat-sifat manusia
yang terdidik.Akhlaq memiliki cakupan yang luas, yaitu mencakup
hubungankepada Sang Pencipta (Allah), sesama manusia, terhadap diri
sendiri,maupun dengan lingkungan atau sesama makhluk Tuhan yang lain.Akhlaq
dalam Islam tidak lepas dan terkait erat dengan aqidah dan syariah,ia merupakan
buah dan sekaligus puncak dari keduanya. Akhlaqmenekankan keutamaan, nilai-
nilai, kemulian dan kesucian (hati dan perilaku), Akhlaq Islami harus diupayakan
agar menjadi sistem nilai(etika/moral) yang mendasari budaya masyarakat.Akhlaq
yang baik berpangkal dari ketaqwaan kepada Allah dimanapun berada. Selain itu
akhlaq yang baik merupakan manifestasi darikemampuan menahan hawa nafsu dan
adanya rasa malu. Agar kitasenantiasa berakhlaq baik maka harus selalu
menimbang perbuatandengan hati nurani yang bersih. Salah satu tanda atau ciri
akhlaq yang baik yaitu mendatangkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan
pelakunya. Tapisebaliknya jika mendatangkan keraguan, kecemasan dan “ingin
tidak diketahui orang lain” merupakan isyarat akhlaq yang buruk. Banyak sekali
akhlaq mulia (akhlaqul karimah) yang harus menjadi hiasan seorangmuslim,
demikian juga banyak akhlaq buruk (akhlaqul madzmumah) yangharus dihindari.
2.Etika
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yangberarti watak
kesusilaan atau adat. Dalam KBBI etika diartikan ilmupengetahuan tentang asas-
asas akhlaq (moral).Secara terminologi, etika mempunyai banyak ungkapan
yangsemuanya itu tergantung pada sudut pandang masing-masing ahli.Ahmad
Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskanarti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan olehmanusia di dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai,kesusilaan tentang
baik-buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai danmerupakan juga nilai-nilai
itu sendiri Ki Hajar Dewantara menjelaskan etika merupakan ilmu
yangmempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup
manusiasemuanya, teristimewa yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa
yangdapat merupakan pertimbangan dan perasaan sdampai mengenai tujuanyang
dapat merupakan perbuatan.Austin Fogothey (seperti yang dikutip Ahmad Charris
Zubair)mengatakan bahwa etika berhubungan dengan seluruh ilmu
pengetahuantentang manusia dan masyarakat sebagi antropologi, psikologi,
sosiologi,ekonomi, ilmu politik dan hukum.
Frankena (seperti juga dikutip Ahmad Charris Zubair) menyatakanbahwa etika
sebagi cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiranfilsafat tentang moralitas,
problem moral, dan pertimbangan moral.Dalam Encyclopedia Britanica , etika
dinyatakan sebagai filsafatmoral, yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar
dan konsep-konsepnilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya.Dari
beberapa definisi tersebut, etika berhubungan erat dengan empat hal:
a.Dilihat dari obyek formal (pembahasannya), etika berupaya membahasperbuatan
yang dilakukan manusia. Dan sebagai obyek materialnyaadalah manusia.
b.Dilihat dari sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.Sebagai
hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut, danuniversa. Akan tetapi
terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan,kelebihan, dan sebagainya.
c.Dilihat dari fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu danpenetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia, yaituapakah perbuatan itu akan
dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. dengan demikian etika
lebih berperan sebagikonseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilakukan
manusia.
d.Dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai
dengan tuntutan zaman.Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, etika lebih
merupakan ilmupengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yangdilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk.
Berbagai pemikiranyang dilakukan para filsof barat mengenai perbuatan yang baik
atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari
hasilberpikir. Dengan demikian etika bersifat humanistis dan anthropocentris,yakni
berdasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia.Dengan kata
lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yangdihasilkan oleh akal manusia.
3.Moral
Dari segi bahasa moral berasal dari bahasa Latin, mores (jamak dari kata mos)
yang berarti adat kebiasaan. Dalam KBBI dikatakan bahwamoral adalah penentuan
baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.Secara istilah moral merupakan istilah
yang digunakan uantuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak,
pendapat atauperbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik,
atauburuk.Di dalam buku The Advanced Leaner's Dictionary of Current English
moral mengandung pengertian:
a.Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik danburuk.
b.Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
c.Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalahistilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitasmanusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jikadalam kehidupan sehari-hari
dikatakan bahwa orang tersebut bermoral,maka yang dimaksudkan adalah bahwa
orang tersebut tingkah lakunyabaik.
4.Susila
Secara bahasa kesusilaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu sudan sila yang
mendapat tambahan ke-an. Su berarti baik, bagus dan silaberarti dasar, prinsip,
peraturan hidup atau norma. Susila juga dapat berartisopan beradab, baik budi
bahasanya. Sehingga kesusilaan berartikesopanan. Dengan demikian kesusilaan
lebih mengacu pada upayamembimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan
danmemasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yangberlaku
dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan di mana orang selalu
menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
B.PERSAMAAN-PERSAMAAN
Diantara akhlaq, etika, moral, dan susila memiliki obyek yang sama,yaitu sebagai
obyek materialnya adalah manusia dan sebagai obyek formalnyaadalah perbuatan
manusia yang kemudian ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.Dari segi
fungsinya sama dalam menentukan hukum atau nilai darisuatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya.5
Dari segi tujuannya sama-sama menghendaki terciptanya keadaanmasyarakat yang
baik, teratur, aman, damai, dan tenteram sehingga sejahterabatiniah dan lahiriah.
C.PERBEDAAN-PERBEDAAN
Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atauburuk
menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalammoral dan susila
menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh danberkembang dan
berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalamakhlaq menggunakan
ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya. Dalam hal ini
etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan beradadalam dataran konsep-konsep
(bersifat teoretis), sedangkan moral beradadalam dataran realitas dan muncul
dalam tingkah laku yang berkembang dimasyarakat (bersifat praktis).Etika dipakai
untuk pengkajian system nilai yang ada, sedangkan moral dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai.Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, tapi
moral dansusila lebih bersifat local dan individual.
Akhlaq yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Hadis maka akhlaq bersifat
mutlak, absolut, dan tidak dapat diubah. Sementara etika, moral, dansusila berdasar
pada sesuatu yang berasal dari manusia maka lebih bersifat terbatas dan dapat
berubah sesuai tuntutan zaman.

Anda mungkin juga menyukai