KEPEDULIAN SOSIAL
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah pengantar psikologi
Disusun oleh:
NIM : 09410063
FAKULTAS TARBIYAH
YOGYAKARTA
2009
KATA PENGANTAR
Segala puji bagu Allah SWT, tuhan semesta alam yang telah memberikan segala karunia
dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “memori” ini.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada baginda nabi agung
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Semoga
kita termasuk kedalam orang-orang yang mendapatkan syafaat beliau di yaumil hisab.
Amin… amin… amin… Ya Robbal’alamin.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah “memori” ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT.
Penulis yakin bahwa makalah “memori” ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi terpenuhinya tujuan penyusunanan
makalah “memori” ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Allah telah mengatur segala sesuatu termasuk rizki manusia satu dengan yang lainnya.
Tak bisa dielakkan lagi, kita hidup di dunia memerlukan segala sesuatu termasuk harta.
Mencari rizki merupakan usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan, dalam pemenuhan
kebutuhannya tentu saja dengan cara usaha dengan berbagai cara. Tetapi perlu diingat,
sebagai seorang muslim dalam usaha mencari rizki harus dengan cara yang benar, dalam arti
dihalalkan hukum Islam baik prosesnya maupun hasilnya.
Bekerja dan berusaha dalam kehidupan duniawi merupakan bagian penting dari
kehidupan seseorang dalam mempraktekkan Islam, karena Islam sendiri tidak menganjurkan
hidup hanya semata-mata hanya untuk beribadah dan berorientasi pada akhirat saja, namun
Islam menghendaki terjadi keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi.
Dan untuk dapat memahami pentingnya peningkatan kepedulian sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, secara sistematis terlebih dahulu perlu memahami permasalahan dan
urgensinya. Selanjutnya memahami pengertian kepedulian sosial, dimensi sosial
kemasyarakatan dan bagaimana prakteknya dalam berbagai kehidupan bermasyarakat.
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial, Artinya hidup menyendiri, tetapi
sebagian besar hidupnya saling ketergantungan, yangpada gilirannya tercapainya kondisi
keseimbangan relative. Kondisi nyata dalam kehidupan manusia yaitu ada yang kaya –
miskin, kuat – lemah, besar – kecil, dll.
Kita terbang lima belas abad kebelakang. Di suatu tempat terlihat Rasulullah saw
berkumpul bersama para sahabatnya yang kebanyakan orang miskin. Sekedar menyebut
beberapa nama sahabat yang hampir semuanya bekas budak, yaitu Salman al-Farisi, Ammar
bin Yasir, Bilal, Suhayb Khabab bin Al-Arat. Pakaian mereka lusuh, berupa jubah bulu yang
kasar. Tetapi mereka adalah sahabat senior Nabi, para perintis perjuangan Islam.
Serombongan bangsawan yang baru masuk islam datang ke majelis Nabi. Ketika melihat
orang-orang di sekitar Nabi, mereka mencibir dan menunjukkan kebenciannya. Mereka
berkata kepada Nabi, "Kami mengusulkan kepada Anda agar Anda menyediakan majelis
khusus bagi kami. Orang-orang Arab akan mengenal kemuliaan kita. Para utusan dari
berbagai kabilah arab akan datang menemuimu. Kami malu kalau mereka melihat kami
duduk dengan budak-budak ini. Apabila kami datang menemui Anda, jauhkanlah mereka dari
kami. Apabila urusan kami sudah selesai, bolehlah anda duduk bersama mereka sesuka
Anda."
Uyainah bin Hishn menegaskan lagi, "Bau Salman al-Farisi mengangguku (Ia menyindir
bau jubah bulu yang dipakai sahabat nabi yang miskin). Buatlah majelis khusus bagi kami
sehingga kami tidak berkumpul bersama mereka. Buat juga majelis bagi mereka sehingga
mereka tidak berkumpul bersama kami."
Tiba-tiba turunlah malaikat jibril menyampaikan surat al-An'am [6] ayat 52:
"Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di
petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka. Begitu pula mereka tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir
mereka, sehingga kamu termasukorang-orang yang zalim."
Sejak itu, apabila kaum fukara ini berkumpul bersama Nabi, beliau tidak meninggalkan
tempat sebelum orang-orang miskin itu pergi. Apabila beliau masuk ke majelis, beliau
memilih duduk dalam kelompok mereka.Seringkali beliau berkata, "Alhamdulillah, terpuji
Allah yang menjadikan di antara umatku kelompok yang aku diperintahkan bersabar bersama
mereka. Bersama kalianlah hidup dan matiku. Gembirakanlah kaum fukara muslim dengan
cahaya paripurna pada hari kiamat. Mereka mendahului masuk surga sebelum orang-orang
kaya setengah hari, yang ukurannya 500 tahun. Mereka bersenang-senang di surga sementara
orang-orang kaya tengah diperiksa amalnya.
- Supaya kita bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari pentingnya kepedulian sosial
- Biar kita bisa mencontohkan sifat Nabi pada zaman dahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
Hadits tentang mencari rizqi
Sebelum menelusuri lebih jauh tentang hadits-hadits yang menerangkan tentang rizki yang
halal, tidak ada salahnya jika kita mengetahui lebih dahulu tentang arti dari rizki itu sendiri,
adapun arti rizki ialah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup. Hal kedua
yang perlu kita ketahui adalah kata halal. Kata halal berasal dari kata kata yang berarti
“lepas” dari ikatan atau “tidak terkait”. Sesuatu yang halal adalah lepas dari ikatan bahaya
duniawi dan ukhrawi.
Jadi rizki yang halal adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya dan boleh
dikerjakan atau dimakan dengan pengertian bahwa yang melakukannya tidak mendapat
sanksi dari Allah. Selain itu memohon dan berdo’a juga termasuk salah satu bagian dalam
usaha mencari rizki.
Hadits di bawah ini akan dibahas hadits-hadits mengenai dorongan mencari rizki yang
halal.
a. Hadits Abdullah bin Umar tentang orang memberi lebih baik dari orang yang
menerima
Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan halal, tetapi boleh disini diartikan bila
seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu
dalam keadaan mendesak atau sangat terpaksa sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu
dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan
dirinya sendiri baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti.
Orang yang dermawan lebih utama dari pada orang yang kerjanya hanya meminta-minta saja.
Jadi bagi mereka yang memperoleh banyak harta harus diamalkan orang yang membutuhkan,
sebab Islam telah memberi tanggung jawab kepada orang muslim untuk memelihara orang-
orang yang karena alasan tertentu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu melalui
zakat dan shadaqah dan Islam tidak menganjurkan hidup dari belas kasihan orang lain atau
dengan kata lain Islam tidak menyukai pengangguran dan mendorong manusia untuk
berusaha.
Dalam hadits ini juga berkaitan dengan kisah Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari
dan Muslim dari Ibnu Khizam yang mana terjadi dialog antara Nabi dengan sahabat yang
bernama Hakim, di situ dalam percakapannya hakim meminta sesuatu dari Rasulullah, maka
di situ beliau memberikannya hingga dua kali, yang mana terakhir disertai dengan sabdanya :
“Hai Hakim, sesungguhnya harta itu sesuatu yang manis dan menyenangkan, maka barang
siapa yang mengambilnya dengan sikap kedermawanan diri tentu diberkati Allah apa yang
diperolehnya, barang siapa mengambilnya dengan sikap diri yang menghambur-hamburkan
tidaklah harta itu diberkati dan dinamakan tiada menyenangkan. Tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah”.
b. Hadits Abu Hurairah tentang menjual kayu bakar lebih baik dari pada meminta-minta
ب عن أبي عبيد مععولى عبععد ٍ حدثنا يحي بن بكير حدثنا الليث عن عقيل عن ابن شها
الرحمن بن عوف أنه سمع ابا هريرة رضي ال عنه يقول قال رسول ال صلى الع
عليه وسلم لن يحتطب احدكم حزمة على ظهره خير له من ان يسععال احععد فيعطيععه
{او يمنعه }اخرجه البخارى في كتاب المساقة
Artinya :
Bercerita kepada kita Yahya bin Bakir bercerita kepada kita Laits dari Uqail dari
Ibnu Syihab dari Abi Ubaid Maula Abdurrahman bin Auf sesungguhnya telah
mendengar dari Abu Hurairah r.a. dia berkata : Rasulullah bersabda “Mencari
kayu bakar seberkas lalu dipikul di atas punggungnya terus dijual itu lebih baik
bagi seseorang dari pada mengemis kepada orang lain yang kadang-kadang
diberinya atau tidak”.
Makna hadits tersebut adalah bahwasanya Rasulullah SAW menganjurkan untuk kerja dan
berusaha serta makan dari hasil keringatnya sendiri, bekerja dan berusaha dalam Islam adalah
wajib, maka setiap muslim dituntut bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidup ini.
Selain itu jika mengandung anjuran untuk memelihara kehormatan diri dan menghindarkan
diri dari perbuatan meminta-minta karena Islam sebagai agama yang mulia telah
memerintahkan untuk tidak melakukan pekerjaan yang hina.
Dalam menari rizki harus mengenal ketekunan dan keuletan. Rasulullah memerintah
mereka bekerja dengan kemampuan kerja dan memberinya dorongan agar tidak merasa
lemah dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Dalam al-Qur’an menyatakan bahwa
pertolongan Allah hanya datang kepada mereka yang berusaha dengan komitmen dan
kesungguhan. Dalam surat al-Isra’ ayat 84 menyatakan bahwa seseorang harus bekerja sesuai
dengan bakat dan kemampuan :
Artinya : Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing." Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya”. (al-Isra’ : 84)
c. Hadits Miqdam bin Ma’dikariba tentang Nabi Daud makan dari usahanya sendiri
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa rizki yang paling baik adalah rizki yang di dapat dari
jalan yang dihalalkan Allah SWT, serta dari usaha diri sendiri.
Dengan mengambil contoh, bahwasanya Nabi Daud as adalah seorang Nabi, akan tetapi
beliau makan dari hasil tangannya sendiri. Dengan cara membuat pakaian (rompi/baju
perang) dari besi dan diperjual belikan kepada kaumnya.
d. Hadits Abu Hurairah r.a tentang Nabi Zakariya seorang tukang kayu
عن ابى هريععرة، عن أبي رافٍع، حدثنا حمادبن سلمة عن ثابت.حدثناهّداب بن خالٍد
جععارا
ّ رضي ال عنه يقول قال رسول ال صلىال عليععه وسععلم قععال كععان زكريععاء ن
{}اخرجه مسلم في كتاب الفضائل
Artinya :
Telah bercerita pada kita Haddab bin Kholid telah bercerita pada kita Khammad bin
Salamah dari Tsabit dari Abi Raafi’ dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda : “Bahwa Nabi Zakariya as, adalah seorang tukang kayu”
Dalam hadits di atas memberi ketegasan bahwa pekerjaan apapun tidak dipandang
rendah oleh Islam, hanya perlu ditekankan bahwa dalam berusaha harus memperhatikan
prosesnya yang terkait dengan halal dan haram.
{168 : ن }البقرة
ِ طا
َ شْي
ّ ت ال
ِ طَوا
ُخُ ل َتّتِبُعوْا
َ طّيبًا َو
َ ل
ًلَح
َ ض
ِ لْر
َ س ُكُلوْا ِمّما ِفي ا
ُ َيا َأّيَها الّنا
Artinya :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;” (QS. Al-Baqarah : 168)
Nabi adalah contoh dan suritauladan bagi umatnya seperti yang tertera pada hadits ini
bahwa Nabi pun mengajarkan kita bahwa bekerja apapun asalkan halal, maka kita boleh
melakukannya.
Nabi Muhammad sendiri pun pernah menggembala kambing milik penduduk Makkah
sebelum menjadi Nabi. Hal ini menunjukkan bahwa prosesi Nabi dan Rasul itu tidak
merintangi tugasnya sebagai pembawa risalah kebenaran dari Allah SWT.
Yang artinya : Tiadalah kalian di Bantu dan di beri rezeki kecuali oleh orang-orang yang
lemah di antara kalian. “Riwayat Said bin Abi Waqqash”.
Hadis ini mengajarkan agar memperhatikan nasib kaum lemah karena sesungguhnya
kita mendapat bantuan dan rezeki berkat peranan mereka. Seandainya di dunia ini semua
orang menjadi kuat, maka tak dapat kita bayangkan apa yang terjadi. Dalam hadis lain di
sebutkan sekira-kiranya artinya : Bersedekahlah sebelum dating suatu masa yang pada
saat itu seorang berjalan dengan membawa harta zakatnya untuk diberikan kepada
mustahaqqin, akan tetapi ia tidak dapat menemukannya. Jawaban mereka sama, yaitu
seandainya kamu dating kemarin niscaya kami mau menerimanya.
Bermurah hati, berdermawan dan berinjak dalam kebaikan yang artinya sebagai berikut :
“Allah Ta’ala berfirman dan terhadap apa saja yang kami nafkahkan aka Allah
menggantinya” (Saba’ 34 : 34)
Dari Abu Hurairah ra., Nabi Saw bersabda, "Barangsiapa melepaskan kesusahan hidup
seorang mukmin di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesusahan di hari kiamat
darinya. Barangsiapa memudahkan urusan (mukmin) yang sulit, niscaya Allah akan
memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat. ………..Allah akan senantiasa
menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya." (HR
Muslim)
Seseorang baru dapat meringankan atau bahkan melepaskan kesulitan orang lain,
setelah dia memperhatikan kesulitan orang itu.
Kapal tidak akan ditenggelam, tidak akan dilubangi oleh orang yang berada di bagian
bawah kapal, jika orang yang di bagian atas kapal mengetahui kebutuhan orang yang
berada di bagian bawah kapal. Kebutuhan orang yang berada di bagian bawah kapal
adalah air.
Kita mungkin sama-sama maklum, bila mendengar cerita bahwa kepala negara
berlangganan koran amat banyak. Mengapa? Karena dia mengetahui kesulitan, kebutuhan
dan kesusahan yang dialami rakyatnya. Mulai dari masalah perumahan, pangan, pakaian,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, keamanan (harta, kehormatan, akal dan nyawa).
Kepedulian sosial merupakan suatu rangkaian ibadah, ini telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW,dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Tabroni dari Anas bin Malik
yang Artinya: Budi pekerti yang luhur adalah termasuk amalan ahli surga.
Selanjutnya kepedulian sosial yang menjadi ibadah itu tidak lepas dari budi pekerti
yang luhur/baik sesuai dengan norma-norma agama, adat istiadat serta norma-norma
yang diatur oleh UUD/Peraturan Pemerintah. Dalam konteks ini kita harus peka dan
proaktif untuk mewujudkan rasa solidaritas kita dengan membantu saudara-saudara kita
yang tertimpa musibah, misalnya bencana alam di NAD dan Sum-ut atau kepedulian
kita terhadap masyarakat dalam bidang pendidikan dengan memberikan pengajaran-
pengajaran yang bisa bermanfaat bagi masyarakat luas secara umum dan bagi anak
turun kita pada khususnya.
Contoh yang dapat kita ambil dari salah satu sifat manusia dalam meringankan
penderitaan orang lain :
2. aspek kepedulian
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa mencari rizki yang halal itu wajib.
Sedangkan rizki yang halal adalah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya baik diri sendiri
maupun keluarganya. Dan dalam mencari rizki yang halal, Islam mendorong umatnya untuk
tidak memperhatikan jenis pekerjaan, asalkan pekerjaan itu halal. Dalam artinya bahwa yang
melakukannya tidak mendapat sanksi dari Allah SWT.
Melakukan kegiatan sosial adalah hal yang positif. Memberi sumbangan kepada korban
bencana gempa misalnya, akan membantu meringankan penderitaan korban, dan tentunya itu
adalah hal yang baik. Tetapi kegiatan sosial jika dipublikasikan juga memberikan efek lain.
Disadari atau tidak, diinginkan atau tidak, dilakukan secara ikhlas maupun tidak, kegiatan
sosial akan meningkatkan citra di mata masyarakat. Dengan melihat sebuah kegiatan sosial,
masyarakat cenderung untuk menilai kegiatan lain dari entitas yang melakukannya hanya dari
aksi kegiatan sosial tersebut.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka…”
Daftar Pustaka
M. Ali Usman, dkk., Hadits Qudsy, CV. Diponegoro, Bandung, 1995, hlm. 263
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Mizan, Bandung, 2000, hlm. 148
Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz I, Daarul Fikr, Beirut Libanon, 1981, hlm. 117-118
Usman as-Sakir al-Khaubawiyi, Butir-butir Mutiara Hikmah, Durratun Nasihin, Alih Bahasa
Dr. Abdul Ghani, Wicaksana, Semarang, 1985, hlm. 214
Imam Bukhari, Shahih Bukhari Juz 3, Daarul Kutub al-Ilmiyah, Beirut Libanon, 1992, hlm.
112. Hadits tersebut dibahas dalam bab 14, hadits ini merupakan hadits ke 2074 yang
diriwayatkan dalam Shahih Bukhari.
Musthoya Muhammad Imaroh, Jawahir al-Bukhari dan Syekh al-Qostholani, Sarah an-Nur,
Asia, 1271 H, hlm. 233
Imam Muslim, Shohih Muslim Juz 8, Daarul Kutub al-Ilmiyah, Beirut Libanon, t.th, hlm.
142. Hadits ini dibahas dalam bab 45 yang merupakan hadits ke 237
Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir al-Quran al-Hakîm (Tafsir al-Manar), Dar al-Ma’rifah li al-
Thiba’ah wa al-Nasyr: Beirut, cet. II, vol. XI, h. 23-24.
file:///D:/data/Mustofa/hadits/makalahQ/96-agar-rizki-mendapat-keberkahan.html
http://makalah-ibnu.blogspot.com/2008/10/dorongan-mencari-rizki-yang-halal.html
http://kulimijit.blogspot.com/2009/06/kepedulian-sosial.html
http://www.mail-archive.com/assunnah_2@yahoogroups.com/msg00142.html