Anda di halaman 1dari 4

 

‫ َفَأحْ َس َن‬ ‫ب َن ِب َّي ُه م َُح َّم ًدا ﷺ‬ َ ‫ َوه َُو الَّ ِذيْ َأ َّد‬،‫هللا‬ ِ ‫ِص ِام ِب َحب ِْل‬ َ ‫هلل الَّ ِذيْ َأ َم َر َنا ِبااْل ِعْ ت‬ ِ ‫ اَ ْل َح ْم ُد‬،‫هلل‬
ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد‬
‫ َوَأ ْش َه ُد َأنَّ َس ِّي َد َنا م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُ ُه الَّ ِذيْ اَل‬،ُ‫ْك َله‬ َ ‫ َأ ْش َه ُد َأنْ اَل ِا َل َه ِإاَّل هللاُ َوحْ دَ هُ اَل َش ِري‬،ُ‫َتْأ ِد ْي َبه‬
ُ‫صحْ ِب ِه َو َم ِن ا َّت َب َع ُهدَاه‬ َ ‫ َو َع َلى آلِ ِه َو‬،‫هللا‬ ِ ‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َع َلى َس ِّي ِد َنا م َُح َّم ٍد َخي ِْر َخ ْل ِق‬ َ ‫ اَللَّ ُه َّم َف‬،ُ‫َن ِبيَّ َبعْ دَ ه‬
‫ أما بعد‬،ِ‫ِإ َلى َي ْو ِم ْالقِ َيا َمة‬
 
 7.‫از ال ُم َّتقُ ْون‬
َ ‫ َف َق ْد َف‬،‫هللا‬ ِ ‫ ُأ ْوصِ ْينِي َن ْفسِ يْ َو ِإيَّا ُكم ِب َت ْق َوى‬،‫فيا أيها الحاضرون‬
 
‫هَّللا‬
‫ ِب َحب ِْل ِ َجمِيعًا َواَل َت َفرَّ قُوا‬7‫ َواعْ َتصِ مُوا‬،‫ بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫قال هللا تعالى في كتابه الكريم‬
‫وب ُك ْم َفَأصْ َبحْ ُت ْم ِب ِنعْ َم ِت ِه ِإ ْخ َوا ًنا َو ُك ْن ُت ْم َع َلى َش َفا‬ ِ ُ‫ف َبي َْن ُقل‬ َ َّ‫ت هَّللا ِ َع َل ْي ُك ْم ِإ ْذ ُك ْن ُت ْم َأعْ دَا ًء َفَأل‬َ ‫َو ْاذ ُكرُوا ِنعْ َم‬
َ ‫ار َفَأ ْن َق َذ ُك ْم ِم ْن َها َك َذل َِك ُي َبيِّنُ هَّللا ُ َل ُك ْم آ َيا ِت ِه َل َعلَّ ُك ْم َت ْه َت ُد‬
‫ون‬ ِ ‫ُح ْف َر ٍة م َِن ال َّن‬
 
Ma’asyiral hadirin, jamaah Jumat, hafidhakumullâh, 
 
Pada kesempatan yang mulia ini, yaitu di saat kita diberikan anugerah oleh
Allah subhanahu wa ta’ala dapat menjalankan ibadah shalat Jumat, khatib berwasiat
kepada pribadi kami sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita
senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu
berusaha melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangannya.
Semoga ketakwaan kita akan selalu terbawa sehingga dapat menghantarkan kita kelak
saat dipanggil Allah dalam keadaan mati husnul khatimah, âmîn yâ rabbal ‘âlamîn. 
 
Hadirin hafidhakumullâh,
 
Kita sebagai umat Islam yang berada di Indonesia sudah sepantasnya dan seharusnya
selalu bersyukur tiada kira kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Atas berkat rahmat-Nya
lah kita diberikan kehidupan menjadi warga negara Indonesia yang kita cintai ini. Di
negeri yang kita huni sekarang ini, kita sebagai umat Muslim bebas melaksanakan
ibadah dengan aman dan nyaman, tidak ada larangan dari siapa pun. Hampir tidak ada
daerah yang tidak ada masjidnya. Adzan berkumandang keras di semua masjid dan
mushala, tidak ada aturan negara yang melarang. Hari besar agama Islam dihormati
bahkan sampai meliburkan jam kerja kantor dan sekolah: hari raya Idul Fitri, Idul Adha,
peringatan Maulid Nabi, Isra’ dan Mu’raj, tahun baru Hijriah,  dan lain sebagainya.
 
Terdapat sinergi antara aturan agama dan negara. Belum lagi tentang peribadatan haji
di Makkah yang dimediatori oleh pemerintah, penentuan awal bulan Ramadhan,
Syawal, dan lain-lain, hingga urusan menikah dengan adanya KUA, undang-undang
perkawinan, pengadilan agama dan lain halnya. Semua ini kita akui atau tidak adalah
sesuatu yang sangat mendukung keberislaman kita di atas bumi pertiwi ini. Maka
marilah kita ucapkan alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. 
 
Hadirin… 
 
Sudah menjadi fakta bahwa bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang mempunyai
penduduk majemuk, tidak hanya terdiri dari satu agama, satu suku, dan satu ras saja,
tapi multiagama, multisuku, dan multiras. Sementara ini, alhamdulillah kita diberikan
pertolongan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk hidup yang relatif damai, rukun
berdampingan tanpa ada perseteruan berarti.
 
Perlu diketahui bahwa Rasulullah Muhammad ‫ ﷺ‬dalam menjalani kehidupannya baik di
Makkah maupun di Madinah juga di tengah kondisi sosial masyarakat yang majemuk.
Mereka ada yang Muslim dan kafir. Di Makkah, Rasulullah ‫ ﷺ‬dicemooh, dihina,
diludahi, dilempari batu saat shalat, dianggap berbohong, dituduh sebagai tukang sihir,
dan lain sebagainya, karena tidak ada perintah dari Allah, Rasulullah bertahan dalam
kondisi demikian selama 13 tahun, tanpa melawan.
 
Begitu pula saat di Madinah. Masyarakat Madinah juga tidak seratus persen Muslim.
Kabilah dan suku pun beragam. Semuanya bisa hidup berdampingan dengan
Rasulullah. Bahkan, dalam kisah yang masyhur, saat Rasulullah ‫ ﷺ‬kembali ke
rahmatullah, ada satu pakaian zirah atau baju perang milik Rasul yang masih
digadaikan kepada seorang Yahudi. Artinya, Rasulullah bisa berdampingan dengan
mereka dalam urusan tatanan sosial kemasyarakatan. Adapun urusan tauhid, sudah
jelas bahwa Rasulullah selalu mengajak mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala, tidak
hanyut atau terbawa dengan masyarakat sekitar, akan tetapi dalam ranah berkehidupan
dalam masyarakat, Rasulullah ketika berkuasa, tidak lantas menumpas habis orang
kafir yang ada. 
 
Ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬ditawari malaikat untuk menimpakan gunung Uhud kepada orang-
orang yang membangkang, Rasulullah tidak berkenan. Kata Rasul, barangkali nanti,
apabila tidak orang tuanya yang masuk Islam, anak-anaknya kelak akan masuk Islam.
Padahal, Rasulullah bisa saja berdoa sebagaimana doanya Nabi Nuh supaya umatnya
tenggelam, atau tertimpa bencana besar. Namun, beliau tidak melakukan hal tersebut.
 
Melalui akhlak Nabi-lah, Umar bin Khattab yang semula sangat memusuhi Islam, Khalid
bin Walid yang ganas melawan Islam, begitu pula Wahsyi, seorang budak yang
membunuh paman Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬saat perang Uhud, akhirnya juga masuk Islam
di kemudian hari. Tak hanya itu, Umar bin Khattab juga menjadi mertua Rasulullah, juga
menjadi amirul mu’minin, khalifah kedua setelah Rasulullah tiada. Khalid bin Walid di
kemudian hari justru menjadi panglima perangnya umat Islam waktu itu. 
 
Belum lagi Abu Thalib, paman Nabi yang secara lahiriah belum beriman hingga wafat.
Selama hidupnya, Abu Thalib justru sangat akrab, malam menjadi pelindung dakwah-
dakwah Baginda Nabi Muhamamd ‫ﷺ‬. Hingga ajal menjemput, tidak ada sejarahnya
Nabi Muhammad membenci atau memusuhi sang paman atas dasar kekafirannya.
Paman beliau yang lain, Abu Lahab, diperangi bukan murni karena tidak iman kepada
Allah, melainkan karena ia memerangi Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. 
 
Hadirin hafidhakumullâh, 
 
Pada masa Rasulullah, terjadinya peperangan bukan murni karena perbedaan
keyakinan. Buktinya, dalam konsep kewarganegaraan di antaranya dikenal dengan
istilah kafir harbi yang menyerang keselamatan jiwa orang Muslim; ada pula
kafir dzimmi yang wajib mendapat perlindungan pemerintah lantaran taat pada aturan
masyarakat yang berlaku dan tidak melawan orang Islam. Kafir dzimmi layak
mendapatkan hak-hak jaminan keselamatan dari orang Muslim.
 
Terjadinya perang Badar bukanlah berawal dari permusuhan Muslim dan non-Muslim,
tapi kelompok Nabi Muhammad yang sedang ingin mengambil hak-haknya yang
dirampas kafir Quraisy di Nakhlah, tepatnya di dekat sumur Badr. Sekitar seribu
pasukan kafir Makkah menyerang Nabi Muhammad yang tidak bersiap perang dengan
jumlah teman sekitar 312 orang saja dengan pasukan berkuda sekitar 2 orang. Karena
dari awal, kelompok Nabi Muhammad bukan dalam rangka siap perang. Meskipun 1
lawan 3-4 orang, Allah memberikan kemenangan kepada Nabi Muhammad beserta
para sahabatnya. 
 
Berikutnya adalah perang Uhud. Perang Uhud tidak berawal murni dari sentimen
agama, tapi karena kafir Makkah ingin membalas dendam kekalahan yang mereka
derita dalam perang Badar. 
 
Belum lagi misalnya perang Khandaq, atau perang parit. Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬berserta
orang-orang Madinah mengalami embargo ekonomi, kehidupan Madinah dibuat
paceklik oleh orang kafir dari luar. Pada saat orang Madinah akan diserang, atas usul
Salman Al-Farisi, Nabi dan para sahabat bergotong royong membuat parit, mengelilingi
kota Madinah dengan tujuan kuda perang yang dibawa musuh, ketika hendak masuk
Madinah, pasti akan terjun ke parit terlebih dahulu sehingga mudah dikendalikan. Selain
embargo, ada pula perang yang dipicu lantaran orang kafir mengingkari janji
perdamaian yang dibuat, dan lain sebagainya. 
 
Artinya, peperangan yang terjadi pada masa Rasulullah tidak murni karena sentimen
agama. Dari segi keyakinan, Muslim di Indonesia memang harus yakin seyakin-
yakinnya bahwa Islam adalah agama yang benar. Namun, dalam tataran sosial, kita
perlu berinteraksi atau bermuamalah dengan baik kepada siapa saja, apa pun
keyakinannya. Demikian lah yang dicontohkan di masa Rasulullah.
 
Hadirin hafidhakumullâh, 
 
Dengan adanya contoh seperti ini hendaknya kita semua sebagai warga negara
Indonesia, mari, jangan mudah  kita terprovokasi dengan sentimen-sentimen
keagamaan, suku maupun ras. Kita menjalankan syariat agama kita di Indonesia
terlindungi undang-undang, kita diberi kebebasan. Oleh karena itu, marilah kita terus
jaga Indonesia. 
 
Jika kita menjaga Indonesia, secara otomatis kita sedang melindungi umat Muslim se-
Indonesia untuk bebas melaksanakan ajaran agamanya. Namun apabila kita mudah
tersulut emosi sesaat sehingga kita mudah terprovokasi dengan pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab, apabila terjadi perang saudara, yang rugi adalah kita semua. Kita
tidak bisa bebas leluasa menjalankan ibadah kita, semua diawasi, dikekang, ada jam
malam dan lain sebagainya. 
 
Kasus Papua belakangan ini, seharusnya memberikan pelajaran bagi kita, sekecil apa
pun perbedaan pandangan, sebagai masyarakat sipil biasa, jangan mudah melawan
dengan jalan-jalan inkonstitusional. Mari kita bersatu dalam bingkai keislaman kita yang
terwadahi dengan wadah rumah bernama Indonesia.
 
ِّ ‫ َو َج َع َل ِنيْ َوِإيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن اآْل َياِت َو‬،‫آن ْال َعظِ يْم‬
‫ ِإ َّن ُه ه َُو‬.‫الذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َو َل ُك ْم فِي ْالقُر‬ َ ‫ار‬َ ‫َب‬
ِ
‫ر‬7ِ ْ‫ َو ْال َعص‬،‫ بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫ْطان الرَّ ِجيْم‬ ِ ‫هلل م َِن ال َّشي‬ ُ ‫ أع‬.‫ال َبرُّ ال َّت َّوابُ الرَّ ُؤ ْوفُ الرَّ ِح ْي ُم‬
ِ ‫ُوذ ِبا‬
َ ‫ص ْوا ِب ْال َح ِّق َو َت َو‬
‫اص ْوا‬ ِ ‫ِين آ َم ُنوا َو َع ِملُوا الصَّال َِحا‬
َ ‫ت َو َت َوا‬ َ ‫) ِإاَّل الَّذ‬٢( ‫ان َلفِي ُخسْ ٍر‬ َ ‫) ِإنَّ اِإْل ْن َس‬١(
‫) ـ‬٣( ‫صب ِْر‬ َّ ‫ِبال‬
 
 ‫ت َأرْ َح ُم الرّ ا ِح ِمي َْن ـ‬َ ‫اغفِرْ َوارْ َح ْم َوَأ ْن‬
ْ ِّ‫َوقُ ْل َرب‬

Anda mungkin juga menyukai