DOSEN PEMBIMBING
Ustadz Hipzul Arifi S.sos
Oleh
Muhammad Nizomi
Imam Saokani
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
nikmat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ADAB DI DALAM MAJLIS” untuk memenuhi tugas dari materi ADABUT TA’ALLUM
yang dibimbing oleh dosen Ustadz Hipzul Arifi S.Sos. Sholawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada panutan kita, Rasulullah saw.
Sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan lupa, maka tentulah dalam
penulisan makalah ini sangat besar kemungkinan terdapat kekurangan baik dari segi
penulisan ataupun isi dan sebagainya, oleh karena itulah maka penulis sangat mengharapkan
kritik serta saran yang membangun dari para pembaca guna perbaikan untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan sebagai kata pengantar, penulis sangat
berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan dapat memperkaya
keilmuan kita, atas semuanya penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terbatas, bagi
semua pihak yang telah membantu dalam terselesainya penulisan makalah ini,
“Jazakumullah Khairan jaza’.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA……...……………………......................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Adab dalam bermajelis adalah hal yang sangat penting di ketahui oleh seorang
penuntut ilmu, karena kualitas ilmu yang masuk akan terpengaruhi oleh adab yang
mengirinya. Seperti halnya beras tak akan berubah menjadi nasi jika tak di iringi dengan air.
Dalam makalah kali ini telah di jelaskan secara rinci dan singkat adab dalam bermajelis,mulai
dari pengertian tentang adab dan majelis. Dalam penjelasan tesebut telah di jelaskan secara
jelas apa yang di maksud dengan adab dalam bermajelis.
Kemudian di lanjutkan dengan hal- hal yang harus di perhatikan ketika bermajelis
seperti halnya menghormati guru. Dalam bermajelis menghormati guru adalah hal yang
sangat di utamakan. Hal itu juga di jelaskan dalam al qur`an
,Adapun bunyi bacaan surat Al Isra ayat 23 dan terjemahannya yakni di antaranya
ا00 ْل لَ ُه َم0ُا فَاَل تَق00 ُد ُه َما َأ ْو ِكاَل ُه َم0سانًا ۚ ِإ َّما يَ ْبلُ َغنَّ ِع ْن َد َك ا ْل ِكبَ َر َأ َح
َ ض ٰى َربُّ َك َأاَّل تَ ْعبُدُوا ِإاَّل ِإيَّاهُ َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن ِإ ْح
َ ََوق
ُأفٍّ َواَل تَ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْواًل َك ِري ًما
Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah
engkau mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”.
Dalam ayat di atas, kita diperintahkan untuk senantiasa menjaga omongan kita kepada
orang tua, dan ketika berada dalam madrasah atau majelis ta`lim, yang menjadi orangtua itu
adalah seorang guru dan tentu perlakukan lah gurumu sperti perlakuan kita kepada orang tua.
BAB II
PEMBAHASAN
islam sangat mengedepankan adab di atas dengan ilmu, kita sebagai muslim di
perintahkan untuk beradab sebelum menuntut ilmu yang lain.
Sebagaimana perkataan ulama yang sering kita dengar : Al-Adabu Fauqol Ilmi
Dan sebagaimana pula yang dikatakan oleh ibnu sirin rohimahullah ta’ala :
ُ ِ ِه ثُ َّم يَ ْجل0س
س ِ ِ َل ِمنْ َم ْجل0 ُل ال َّر ُج0 “الَ يُقِ ْي ُم ال َّر ُج: لم00ه و س00لى هللا علي00 ْو ُل هَّللا ِ ص0س ُ قَا َل َر:َو َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر رضي هللا عنه قَا َل
ٌ َ” ُمتَّف.س ُع ْوا
.ق َعلَ ْي ِه َّ َ َولَ ِكنْ تَف،ِف ْي ِه
َّ س ُح ْوا َوتَ َو
Al-Hāfizh Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Imām Bukhāri
dan Imām Muslim.”
1. Memberi salam
Salam adalah penanda keramahanm seorang muslim. Memberi salam sama
dengan mendoakan para hadirin di majelis ilmu lainnya.
Maksud hadis yang mengatakan yang pertama lebih baik dari pada yang
selanjutnya adalah mengucapkan salam ketika datang atau yang pertama kali itu
lebih di anjurkan dari pada mengucapkan salam setelahnya baik untuk pulang atau
untuk idzin sebentar.
Jabir bin Samurah telah menuturkan: “Adalah kami, apabila kami datang kepada
Nabi SAW maka masing-masing kami duduk di tempat yang masih tersedia di
majelis.” (HR. Abu Daud).
Dalam hadist ini di perintahkan ketika ia telat datang ke majlis, hendaknya
ia mencari tempat duduk yang kosong tanpa mengambil temoet duduk yang lain.
Karena itu akan mendatangi perasaan tidak senang dan tidak nyaman. Seperti
yang di sabdakan oleh nabi ﷺ
Nabi SAW telah bersabda, “Seseorang tidak boleh memindahkan orang lain dari
tempat duduknya, lalu ia menggantikannya, akan tetapi berlapanglah dan
perluaslah.” (Muttafaq’alaih)
3.Tidak duduk di tengah (antara dua orng)
Seorang yang memiliki adab tentu tidak akan mengambil posisi di tengah
majelis, apalagi jika ia datang terlambat. Tidak boleh seseorang duduk di antara
orang lain tanpa izin orang di sekitarnya.
4.Ikhlas.
Hendaklah kepergian dan duduknya seorang penuntut ilmu ke majelis ilmu, hanya
karena Allah semata. Tanpa disertai riya’ dan keinginan dipuji orang lain. Seorang
penuntut ilmu hendaklah bermujahadah dalam meluruskan niatnya. Karena ia akan
mendapatkan kesulitan dan kelelahan dalam meluruskan niatnya tersebut. Oleh karena
itu Imam Sufyan Ats Tsauri berkata,“Saya tidak merasa susah dalam meluruskan
sesuatu melebihi niat.1
Kesungguhan dan semangat yang tinggi dalam menghadiri majelis ilmu tanpa
mengenal lelah dan kebosanan sangat diperlukan sekali. Janganlah merasa cukup
dengan menghitung banyaknya. Akan tetapi hitunglah berapa besar dan banyaknya
kebodohan kita. Karena kebodohan sangat banyak, sedangkan ilmu yang kita miliki
hanya sedikit sekali.
Lihatlah kesemangatan para ulama terdahulu dalam menghadiri majelis ilmu. Abul
Abbas Tsa’lab, seorang ulama nahwu berkomentar tentang Ibrahim Al Harbi,“Saya
tidak pernah kehilangan Ibrahim Al Harbi dalam majelis pelajaran nahwu atau bahasa
selama lima puluh tahun”.
Lantas apa yang diperoleh Ibrahim Al Harbi? Akhirnya beliau menjadi ulama besar
dunia. Ingatlah, ilmu tidak didapatkan seperti harta waris. Akan tetapi dengan
kesungguhan dan kesabaran.
1
Tadzkiratus Sami’ Wal Mutakallim, hal.68.
Alangkah indahnya ungkapan Imam Ahmad bin Hambal,“Ilmu adalah karunia yang
diberikan Allah kepada orang yang disukainya. Tidak ada seorangpun yang
mendapatkannya karena keturunan. Seandainya didapat dengan keturunan, tentulah
orang yang paling berhak ialah ahli bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”.
Demikian juga Imam Malik, ketika melihat anaknya yang bernama Yahya keluar dari
rumahnya bermain,“Alhamdulillah, Dzat yang tidak menjadikan ilmu ini seperti harta
waris”.
Abul Hasan Al Karkhi berkata,“Saya hadir di majelis Abu Khazim pada hari Jum’at
walaupun tidak ada pelajaran, agar tidak terputus kebiasanku menghadirinya”.
Lihatlah semangat mereka dalam mencari ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Sampai
akhirnya mereka mendapatkan hasil yang menakjubkan.
6. Bersegera Datang Ke Majelis Ilmu Dan Tidak Terlambat, Bahkan Harus Mendahuluinya
Dari Selainnya.
Seseorang bila terbiasa bersegera dalam menghadiri majelis ilmu, maka akan
mendapatkan faidah yang sangat banyak. Sehingga Asy-sya’bi ketika ditanya,“Dari
mana engkau mendapatkan ilmu ini semua?”, ia menjawab,“Tidak bergantung kepada
orang lain. Bepergian ke negeri-negeri dan sabar seperti sabarnya keledai, serta
bersegera seperti bersegeranya elang”.2
7. Mencari Dan Berusaha Mendapatkan Pelajaran Yang Ada Di Majelis Ilmu Yang Tidak
Dapat Dihadirinya.
Terkadang seseorang tidak dapat menghadiri satu majelis ilmu karena alasan
tertentu. Seperti: sakit dan yang lainnya. Sehingga tidak dapat memahami pelajaran
yang ada dalam majelis tersebut. Dalam keadaan seperti ini hendaklah ia mencari dan
berusaha mendapatkan pelajaran yang terlewatkan itu. Karena sifat pelajaran itu
seperti rangkaian. Jika hilang darinya satu bagian, maka dapat mengganggu yang
lainnya.
2
Rihlah Fi Thalabil Hadits, hal.196.
Mencatat faidah pelajaran dalam kitab tersebut atau dalam buku tulis khusus.
Faidah-faidah ini akan bermanfaat jika dibaca ulang dan dicatat dalam
mempersiapkan materi mengajar, ceramah dan menjawab permasalahan. Oleh karena
itu sebagian ahli ilmu menasihati kita. Jika membeli sebuah buku, agar tidak
memasukkannya ke perpustakaan. Kecuali setelah melihat kitab secara umum.
Caranya dengan mengenal penulis. Pokok bahasan yang terkandung dalam kitab
dengan melihat daftar isi dan membuku-buka sesuai dengan kecukupan waktu
sebagian pokok bahasan kitab.
Ini termasuk adab yang penting dalam majelis ilmu. Imam Adz Dzahabi
menyampaikan kisah Ahmad bin Sinan, ketika beliau berkata,“Tidak ada seorangpun
yang bercakap-cakap di majelis Abdurrahman bin Mahdi. Pena tak bersuara. Tidak
ada yang bangkit. Seakan-akan di kepala mereka ada burung atau seakan-akan mereka
berada dalam shalat”3 Dan dalam riwayat yang lain,“Jika beliau melihat seseorang
dari mereka tersenyum atau berbicara, maka dia mengenakan sandalnya dan keluar”4
Terkadang sebagian kita telah hadir di suatu majelis ilmu dalam waktu yang
lama. Akan tetapi tidak dapat memahaminya kecuali sedikit sekali. Lalu timbul dalam
diri kita perasaan putus asa dan tidak mau lagi duduk disana. Tentunya hal ini tidak
boleh terjadi. Karena telah dimaklumi, bahwa akal dan kecerdasan setiap orang
berbeda. Kecerdasan tersebut akan bertambah dan berkembang karena dibiasakan.
Semakin sering seseorang membiasakan dirinya, maka semakin kuat dan baik
kemampuannya. Lihatlah kesabaran dan keteguhan para ulama dalam menuntut ilmu
dan mencari jawaban satu permasalahan! Lihatlah apa yang dikatakan Syeikh
Muhammad Al Amin Asy Syinqiti, “Ada satu masalah yang belum saya pahami. Lalu
saya kembali ke rumah dan saya meneliti dan terus meneliti. Sedangkan pembantuku
3
Tadzkiratul Hufadz 1/331
4
Siyar A’lam Nubala 4/1470.
meletakkan lampu atau lilin di atas kepala saya. Saya terus meneliti dan minum the
hijau sampai lewat 3/4 hari, sampai terbit fajar hari itu”. Kemudian beliau
berkata,“Lalu terpecahlah problem tersebut”.
Termasuk adab yang harus diperhatikan dalam majelis ilmu yaitu tidak
memotong pembicaraan guru atau penceramah. Karena hal itu termasuk adab yang
jelek. Rasulullah n mengajarkan kepada kita dengan sabdanya.
Artinya: Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih
tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama. [Riwayat
Ahmad dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’].
Imam Bukhari menulis di Shahihnya, bab Orang yang ditanya satu ilmu dalam
keadaan sibuk berbicara, hendaknya menyempurnakan pembicaraannya. Kemudian
menyampaikan hadits.
ِّث ا ْلقَ ْو َم َجا َءهُ َأ ْع َرابِ ٌّي فَقَا َل َمتَى ٍ ِسلَّ َم فِي َم ْجل
ُ س يُ َحد َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َوَ عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل بَ ْينَ َما النَّبِ ُّي
ْساِئ ُل عَنَّ ضى َح ِديثَهُ قَا َل َأيْنَ ُأ َراهُ ال َ َِّث َحتَّى ِإ َذا ق
ُ سلَّ َم يُ َحد
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو
َ ِ سو ُل هَّللا ُ ضى َر َ سا َعةُ فَ َمَّ ال
ِّ ضا َعتُ َها قَا َل ِإ َذا ُو
س َد َّ ضيِّ َعتْ اَأْل َمانَةُ فَا ْنتَ ِظ ْر ال
َ سا َعةَ قَا َل َكيْفَ ِإ ُ سا َع ِة قَا َل هَا َأنَا يَا َر
ُ سو َل هَّللا ِ قَا َل فَِإ َذا َّ ال
َسا َعةَّ اَأْل ْم ُر ِإلَى َغ ْي ِر َأ ْهلِ ِه فَا ْنتَ ِظ ْر ال
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini berpaling dan tidak
memperhatikan penanya untuk mendidiknya.
Bertanya adalah kunci ilmu. Juga diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
firmannya
ِّ فَسَْئلُوا َأ ْه َل
َالذ ْك ِر ِإن ُكنتُ ْم الَتَ ْعلَ ُمون
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui. [An Nahl/16 : 43].
Imam Ibnul Qayim berkata,”Ilmu memiliki enam martabat. Yang pertama, baik dalam
bertanya Ada di antara manusia yang tidak mendapatkan ilmu, karena tidak baik
dalam bertanya. Adakalanya, karena tidak bertanya langsung. Atau bertanya tentang
sesuatu, padahal ada yang lebih penting. Seperti bertanya sesuatu yang tidak merugi
jika tidak tahu dan meninggalkan sesuatu yang mesti dia ketahui.”5
Oleh karena itu perlu dijelaskan beberapa adab yang harus diperhatikan dalam
bertanya, diantaranya:
Hal ini dijadikan syarat pertanyaan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
firmanNya.
ِّ فَسَْئلُوا َأ ْه َل
َالذ ْك ِر ِإن ُكنتُ ْم الَتَ ْعلَ ُمون
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak
mengetahui. [An Nahl/16 : 43].
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan syarat pertanyaan adalah
tidak tahu. Sehingga seseorang yang tidak tahu bertanya sampai diberi tahu. Tetapi
seseorang yang telah mengetahui suatu perkara diperbolehkan bertanya tentang
perkara tersebut, untuk memberikan pengajaran kepada orang yang ada di majelis
tersebut. Sebagaimana yang dilakukan Jibril kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits Jibril yang mashur.
2.Tidak boleh menanyakan sesuatu yang tidak dibutuhkan, yang jawabannya dapat
menyusahkan penanya atau menyebabkan kesulitan bagi kaum muslimin.
سْؤ ُك ْم وَِإن تَسَْئلُوا َع ْن َها ِحينَ يُنَ َّز ُل ا ْلقُ ْر َءانُ تُ ْب َد لَ ُك ْم ْ يَاَأيُّ َها الَّ ِذينَ َءا َمنُوا الَتَسَْئلُوا عَنْ َأ
ُ َشيَآ َء ِإن تُ ْب َد لَ ُك ْم ت
َعفَا هللاُ َع ْن َها َوهللاُ َغفُو ٌر َحلِي ُم
5
Miftah Daris Sa’adah 1/169.
6
Al Faqiih Wal Mutafaaqih 1/143.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-
hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu
menanyakan di waktu Al Qur’an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan
kepadamu. Allah mema’afkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun. [Al Maidah/5 : 101].
سَألَتِ ِه
ْ َي ٍء لَ ْم يُ َح َّر ْم فَ ُح ِّر َم ِمنْ َأ ْج ِل َم
ْ سَأ َل عَنْ ش ْ ِإنَّ َأ ْعظَ َم ا ْل ُم
َ ْسلِ ِمينَ ُج ْر ًما َمن
Seorang Muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya sesuatu
yang tidak diharamkan, lalu diharamkan karena pertanyaannya. [Riwayat Bukhari,
Muslim, Abu Daud dan Ahmad].
Oleh karena itulah para sahabat dan tabi’in tidak suka bertanya tentang sesuatu
kejadian sebelum terjadi. Rabi’ bin Khaitsam berkata,“Wahai Abdullah, apa yang
Allah berikan kepadamu dalam kitabnya dari ilmu maka syukurilah, dan yang Allah
tidak berikan kepadmu, maka serahkanlah kepada orang ‘alim dan jangan mengada-
ada. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada NabiNya,
ٍ قُ ْل َمآَأسَْئلُ ُك ْم َعلَ ْي ِه ِمنْ َأ ْج ٍر َو َمآَأنَا ِمنَ ا ْل ُمتَ َكلِّفِينَ ِإنْ ه َُو ِإالَّ ِذ ْك ٌر لِ ْل َعالَ ِمينَ َولَتَ ْعلَ ُمنَّ نَبََأهُ بَ ْع َد ِح
ين
3.Diperbolehkan bertanya kepada seorang ‘alim tentang dalil dan alasan pendapatnya.
7
Jami’ Bayanil Filmi Wa Fadhlihi 2/136.
Hal ini disampaikan Al Khathib Al Baghdadi dalam Al Faqih Wal Mutafaqih 2/148
,“Jika seorang ‘alim menjawab satu permasalahan, maka boleh ditanya apakah
jawabannya berdasarkan dalil ataukah pendapatnya semata”.
4.Diperbolehkan bertanya tentang ucapan seorang ‘alim yang belum jelas. Berdasarkan
dalil hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
Saya shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau memanjangkan
shalatnya sampai saya berniat satu kejelekan? Kami bertanya kepada Ibnu
Mas’ud,“Apa yang engkau niatkan?” Beliau menjawab, “Saya ingin duduk dan
meninggalkannya”. [Riwayat Bukhari dan Muslim].
5.Jangan bertanya tentang sesuatu yang telah engkau ketahui jawabannnya, untuk
menunjukkan kehebatanmu dan melecehkan orang lain.
Tujuan hadir di majelis ilmu, bukan hanya terbatas pada faidah keilmuan semata. Ada
hal lain yang juga harus mendapat perhatian serius. Yaitu melihat dan mencontoh
akhlak guru. Demikianlah para ulama terdahulu. Mereka menghadiri majelis ilmu,
juga untuk mendapatkan akhlak dan budi pekerti seorang ‘alim. Untuk dapat
mendorong mereka berbuat baik dan berakhlak mulia.
Diceritakan oleh sebagian ulama, bahwa majelis Imam Ahmad dihadiri lima ribu
orang. Dikatakan hanya lima ratus orang yang menulis, dan sisanya mengambil faidah
dari tingkah laku, budi pekerti dan adab beliau.8
8
Siyar A’lam Nubala 11/316.
Abu Bakar Al Muthaawi’i berkata,“Saya menghadiri majelis Abu Abdillah – beliau
sedang mengimla’ musnad kepada anak-anaknya- duabelas tahun. Dan saya tidak
menulis, akan tetapi saya hanya melihat kepada adab dan akhlaknya”.
Dari Abu Hurairah ra berkata; sesungguhnya Rasulullah sawb bersabda; Barang siapa
duduk di antara majlis dan banyak bercanda, dan sebelum selesai majlis berkata
subhanaka Allahumma wa bihamdika asyahadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa
atuubu ilaika maka dosa-dosa yang diperbuat di majlis tersebut akan diampuni. HR.
Tirmidzi.
Dari Ibn ‘Umar ra berkata; Tiap kali Rasulullah saw berdiri dari suatu majlis hingga
mendoaakn sekalian sahabat-sahabatnya sembari berdoa Allahumma aqsim lana min
khasyatik maa yahuulu bainana wa baina ma’ashiik, wa min tha’atik ma tuballighuna
bihi jannatak, wa minal yaqiin maa tahuunu bihi ‘alaina mushibaatid dunia, wa
matti’na bi asmaa’ina wa absharina wa quwwatina maa ahyaytana waj’alhu al-waritsa
minna waj’al tsa’rana ‘ala man dzalamana wanshurna ‘ala man ‘aadaana wala taj’al
mushibatana fii diinina wala taj’al dunia akbara hammina wala mablagha ‘ilmina wala
tusallith ‘laina man laa yarhamuna. HR. Tirmidzi
9
Inabatur Ruwaat ‘ala Anbain Nuhaat, 2/119. Dikutip dari Kaifa Tatahammasu li Tholabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 26
BAB III
KESIMPULAN
1.Memberi salam
4.Ikhlas
7.Mencari Dan Berusaha Mendapatkan Pelajaran Yang Ada Di Majelis Ilmu Yang
Tidak Dapat Dihadirinya.
DAFTAR PUSTAKA
https://almanhaj.or.id/3060-adab-majelis-ilmu.html
Imam Badruddin ibnu jama’ah al qinani as-syafi’i, tadzkirotus sami’ wal mutakallim