Anda di halaman 1dari 9

1

KEUTAMAAN ‘AALIM DAN MU’ALLIM

A. Pendahuluan
Sebagai manusia tentunya kita tidak terlepas dari yang namanya ilmu.
Karena ilmu merupakan hal terpenting bagi manusia dalam menjalani
kehidupannya sehari-hari. Apalagi bagi umat islam, bahwa ilmu itu diibaratkan
seperti cahaya, tanpanya kita akan seperti orang buta yang tak bisa melihat apa-apa.
Laksana bulan yang senantiasa menerangi bumi di malam yang gelap gulita.
Pada hakikatnya semua ilmu itu berasal dari Allah Swt. baik itu ilmu dunia
maupun ilmu akhirat. Tanpa petunjuk dari Allah manusia tidak akan mampu
meningkatkan pemahamannya tentang alam semesta kecuali dengan ilmu
pengetahuan. Dengan akal yang telah diberikan oleh Allah, manusia dapat
mengembangkan ilmu tersebut dan dapat memahami tentang alam semesta ini, akan
tetapi ilmu pengetahuan akan dapat berkembang di dalam keterbatasan manusia itu
sendiri. 1
Sesungguhnya ilmu adalah imannya amal, karena setiap amal perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang harus berpedoman kepada ilmu. Hal itu berarti
bahwa setiap orang yang melakukan aktivitas dalam keseharian apapun bentuknya,
harus mengetahui ilmunya terlebih dahulu agar terhindar dari kesalahan, dan nilai
ibadahnya kepada Allah Swt. tidak tertolak.2
Ilmu merupakan inti kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, dan buah dari
ilmu adalah meraih kedekatan kepada Allah, ilmu dapat menimbulkan kemuliaan
di dunia dan akhirat.3
Betapa mulianya seorang ‘aalim dan mu’alim (ulama) yang mempelajari,
memperdalami, memahami ilmu agama islam, serta senantiasa mengamalkan dan
mendakwahkan ilmunya kepada orang lain, sampai-sampai ia disebut sebagai
waroosatul ‘anbiya, yaitu pewaris para nabi. Karena mereka senantiasa meneruskan

1
Fuad Amsary, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang Iptek. Jakarta: Gema Insani
Press, 1997. Jilid 1, hal. 192.
2
Taufik Ahmad dkk. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Direktorat Jendral
Pendidikan Islam RI, Cetakan ke-1, 2019. hal. 68.
3
Imam Ghazali, Minhazul Abidin. (Wasiat Imam Ghazali). Jakarta: Darul ‘Ulum Press,
hal. 5.
2

perjuangan Rosulullah Saw. dalam menyampaikan kalaamullah dan


mendakwahkan ajaran agama islam setelah wafatnya Rosullah Saw.

B. Keutamaan ‘Aalim dan Mu’allim

ْ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ َّ َ ُّ َ ْ َّ َ ْ َ ْ ْ َ ُ ْ ُ َ ُ َ َ َّ َ
‫اء حدثنا الو ِليد بن ج ِمي ٍل‬ َّ
ٍ ‫حدثنا محمد بن عب ِد اللأعلىى الصنع ِاني حدثنا سلمة بن رج‬

ٰ َّ َ ٰ
ُ‫اّلل‬ ْ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ َُ َ ْ َ َ ْ ْ
َ
َ ُ ُ َ ْ َ ََّّ َ
‫اّلل صلى‬ َ َ
ِ ‫ ذ ِكر ِلرسو ِل‬:‫اه ِلي قال‬ ْ َّ
‫اسم أبو عب ِد الرحم ِن عن أ ِبي أمامة الب‬
ِ ِ ِ ‫حدثنا الق‬

َّ َ َ ْ َ َ ُ ٰ َّ َ ٰ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َّ
َ َ َ ُ ُ َ ُ ََْ
: ‫اّلل صلى اّلل علي ِه وسلم‬ ِ ‫علي ِه َو َسل َم َرجل ِان أحدهما ع ِابد والآخر عا ِلم فقال رسول‬
ُ

َ َّ َ َ ْ َ َ ُ ٰ َّ َ ٰ ُ ْ ُ َ َ َ َُّ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ ََ َْ َ َ َْ ُ ْ َ
: ‫اّلل صلى اّلل علي ِه وسلم‬ ْ
ِ ‫ ثم قال رسول‬. ‫فضل العا ِل ِم على الع ِاب ِدكفض ِلي على أدناكم‬

َ ُْْ َّ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ْ َّ َّ َ ْ َ َ ْ َ َ َّ ُ ْ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ٰ َّ
‫ات والأر ِضي ِن حتى النملة ِفي جح ِرها وحتى الحوت‬
ِ ‫ِإن اّلل وملآ ِئكته وأهل السمو‬

َ ْ َْ َّ َ ُ َ َ َ ْ ُّ َ ُ َ
}‫ {رواه الترمذي‬. ‫ليصلون على مع ِل ِم النا ِس الخير‬

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdul A’la ash-Shan’ani,


ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Salamah bin Roja’, ia berkata: Telah
menceritakan kepada kami al-Walid bin jamil, ia berkata: Telah menceritakan
kepada kami al-Qashim Abu ‘Abdurrahman, dari Abu Umamah al-Bahili, ia
berkata: “Pernah disebutkan kepada Rosulullah Sallallahu alaihi Wa Sallam
bersabda, mengenai dua orang yang salah satunya adalah seorang ahli ibadah dan
yang lainnya adalah seorang yang berilmu.” Maka bersabda Rosullah Sollallaahu
‘alaihi Wa Sallam, “Keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah, seperti
keutamaanku atas orang yang paling rendah diantara kalian.” Selanjutnya
Rosulullah Sallallahu alaihi Wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya, serta penghuni langit dan bumi, sampai semut di lubangnya dan ikan
(dilautan) benar-benar bersholawat bagi para pengajar kebaikan kepada manusia” 4

4
Al-Mundziri, Kitab at-Targhib wa at-Tarhib. Baitul Afkar ad-Daulat, 2008.
3

Dari hadits ini kita dapat mengetahui bahwa ada dua keutamaan bagi
seorang ‘Aalim, yaitu orang yang berilmu dan memahami syari’at agama islam
serta senantiasa mengamalkan ilmunya.
Pertama keutamaan ‘Aalim atas ahli ibadah (orang-orang yang senantiasa
selalu melaksanakan perintah-perintah ibadah dari Allah Swt, serta diiringi dengan
rasa cinta kepada-Nya) seperti keutamaan dan kemuliaan Rosulullah sollallahu
‘alaihi wa sallam atas orang paling rendah keutamaan dan kemuliaannya diantara
para sahabat (karena kata kalian di dalam hadits ini ditujukan kepada para sahabat).
Kedua keutamaan ‘Aalim menurut pandangan Allah, malaikat serta para
penghuni langit dan bumi. Yaitu Allah dan malaikat-Nya, serta penghuni langit dan
bumi, sampai semut di lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bersholawat
bagi para pengajar kebaikan kepada manusia.
Shalawat dari Allah, malaikat serta para penghuni langit dan bumi
maknanya berbeda satu sama lain. Kalau shalawat dari Allah maknanya rahmat
(kasih sayang) dan ridho-Nya, kalau shalawat dari malaikat maknanya istigfar
(memohon pengampunan), kalau shalawat dari para penghuni langit dan bumi
maknanya doa dan pujian. Maka sungguh beruntung orang-orang yang berilmu dan
senantiasa mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya.
Dari hadits ini kita juga dapat mengetahui bahwa seorang ‘Aalim yang
bertaqwa kepada Allah Swt. dan memilki rasa cinta dan khouf kepada-Nya, dalam
keadaan diamnya pun Allah merahmati dan meridhoinya, para malaikat memohon
ampunan kepada Allah untuknya, serta para penghuni langit dan bumi senantiasa
selalu mendo’akannya.
Menurut sya’ir Muhammad bin Hasan bin Abdillah dalam kitab Ta’lim
Muta’lim:
َ َ
َ ْ َ ْ َّ َ َ ُّ َ َ ‫َفإَّن َفق ْيها َواح ْيدا ُم َت‬
‫ان ِمن أ ِلف ع ِاب ِد‬
ِ ‫ط‬ ‫ي‬‫الش‬ ‫ى‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫د‬ ‫ش‬ ‫أ‬ * ‫ا‬‫ع‬ ‫ر‬ِ ‫و‬ ِ ِ ِ
4

Maka sesungguhnya satu (orang) ahli fiqih yang wara’ lebih berat atas
syetan dari pada seribu (orang) ahli ibadah. (Orang yang ahli agama dan bersifat
wara’ lebih berat bagi syetan daripada menggoda seribu ahli ibadah tapi bodoh)5
Syair tersebut mengandung maksud bahwa orang yang ahli ilmu, ahli
agama, ahli fiqih yang menjaga (wara’) terhadap ilmunya, itu lebih utama
dibandingkan ahli ibadah yang ahli ibadahnya tidak didasari dengan ilmunya.
Bahkan syetan pun lebih berat atau lebih sulit menggoda satu orang ahli fiqih yang
wara’ daripada menggoda seribu orang ahli ibadah. Karena seorang ahli ilmu agama
dan seorang ahli fiqih yang wara’ pasti sudah mengetahui cara-cara dan celah-celah
bagi syetan untuk menggoda manusia, sehingga ia senantiasa selalu memperkuat
dirinya dengan iman dan taqwa kepada Allah Swt. bahkan sebagian ulama ada yang
setiap detik, setiap detakkan jantung, setiap denyutan nadi, dan setiap hembusan
nafasnya selalu diiringi dengan menyebut nama Allah Swt. di dalam hatinya,
sehingga tidak ada ruang sedikitpun bagi syetan untuk menggodanya.
Maka ketika kita beribadah harus dilandasi dengan ilmu, karena
sebagaimana disebutkan dari Mu’adz bin Jabal r.a bahwa Rosulullah Saw. pernah
bersabda :
َ ُ َ َ ُ ْ َ َ ْ ْ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُّ َ َ َّ َ ْ ْ ْ َّ َ َ
‫استه ت ْس ِب ْيح َوال َبحث عنه ِج َهاد َوطل َبه ِع َبادة‬ ِ ِ ‫تعل ُموا ال ِعل َم ف ِإن تعل َمه‬
‫ّلل حسنة و ِدر‬

َ َ
َ‫ام َو ُم َذاك َر َت ُه َت ْعد ُل ْالق َيام‬
َ ‫َو َت ْعل ْي َم ُه َص َد َقة َو َب ْذل ُه لأَ ْهله ُق ْر َبة َو ْلف ْك َر فى ْالع ْلم َي ْعد ُل الص َي‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ

Pelajarilah ilmu, sebab mempelajari ilmu karena Allah adalah kebaikan,


memperdalami ilmu sama dengan bertasbih, membahas ilmu sama dengan
berjuang, mencari ilmu adalah ibadah, mengajarkan ilmu adalah sedekah6,
memberikan ilmu kepada yang memerlukan adalah pendekatan diri kepada Allah,
memikirkan ilmu sebanding dengan pahala puasa dan memusyawarahkan ilmu
sebanding pahala shalat malam.

5
Syekh Az-Zarnuji dkk, Terjemah Ta’lim Muta’lim. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009. hal. 7.
6
Abu Nu’aim Al Ashfahani,Kitab Hilyatul Auliya (Jakarta:Pustaka Azzam : 2014)
5

Keutamaan ‘aalim disebutkan juga oleh Allah Swt. di dalam al-qur’an surat
al-Mujadalah ayat 11:

َ َ َ ْ ْ ُ ْ ُ َ ْ َّ َ ْ ُ ْ ْ ُ َ َ ْ َّ ُ ٰ َ ْ َ
.....‫ يرف ِع اّلل ال ِذين امنوا ِمنكم وال ِذين اوتوا ال ِعلم درج ٍت‬.....

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman


diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. } Q.S. al-Mujadalah
: 11 {
Kata ‘aalim biasanya selalu disandingkan dengan kata mu’allim, yaitu orang
yang mengajarkan atau mendakwahkan ilmu. Dan biasanya kata ‘aalim dan kata
mu’allim ini seperti dua sisi mata uang, yang tidak bisa dipisahkan.
Keutamaan seorang mu’allim disebutkan oleh Rosulullah Saw. dalam
sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud :
َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َّ َ ُ َ ْ َ َ َ َّ ‫َحَّدثَ َنا‬
‫الر ِب ْي ُع ْب ُن ُسل ْيمان ال ُمؤ ِذن حدثنا ْاب ُن َوه ٍب ع ْن ُسل ْيمان َيع ِن ْي ْاب ُن ِبل ٍال ع ِن‬

َ‫اّلل َع َل ْي ِه َو َسَّلم‬ ٰ َ ْ ُ َ َّ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ ُ َ ْ َّ ْ َ ُ ْ َ َ ْ
ُ ٰ ‫اّلل َصَّلى‬
ِ ‫ررة أن رسول‬ ‫العل ِاء بن عب ِد الرحم ِن أراه عن أ ِبي ِه عن أ ِب ْي ه ي‬

ْ َْ َ َ َ َ َ ْ َ
َ
ْ َ َ َ ْ َّ ُ ُ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ ْ ْ َ َ َ َ َ
َ
‫ ِإذا مات ال ِإنسان انقطع عنه عمله ِإلا ِمن ثلاث ِة أشياء ِمن صدق ٍة ج ِاري ٍة أو ِعل ٍم‬:‫قال‬

َ َ َ َْ
ُ ْ ُ َْ َ َ ْ
} ‫ُينف ُع ِب ِه أو ول ٍد صا ِل ٍح يدعوله { رواه أبو داود‬

Telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi’i bin Sulaiman al-Muadzdzin,


telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb dari Sulaiman bin Bilal dari al-‘Ala’
bin Abdurrahman, dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw.
bersabda: “Apabila seorang muslim meninggal, maka amalannya terputus kecuali
dari tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang
mendoakannya.”
Keutamaan seorang mu’allim di dalam hadits ini yaitu walaupun dirinya
telah meninggal, tetapi ilmu yang pernah diajarkan kepada muridnya, lalu muridnya
mengajarkan kembali kepada orang lain dan seterusnya, maka selama orang yang
6

mendapatkan ilmu dari seorang mu’allim itu masih mengamalkan dan


mendakwahkan ilmunya maka pahalanya terus mengalir kepada mu’allim tersebut.
Betapa mulianya seorang ‘aalim dan mu’allim (ulama) sampai-sampai ia
disebut sebagai waraasatul ‘anbiya, yaitu pewaris para nabi. Sebagaimana yang
telah disabdakan Rosulullah Saw. di dalam haditsnya :
َ ْ ْ ُ َ َّ َ ََ َ ْ ْ ُ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ َّ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َّ
‫اد ْرهما ِإنما َوَّرث ْوا ال ِعل َم ف َم ْن‬
ِ ‫ل‬‫و‬ ‫ا‬‫ر‬‫ا‬‫ن‬ ‫اء ِإن الأن ِبياء لم يو ِرثوا ِدي‬
ِ ‫ِإن العلماء ورثة الأن ِبي‬

َ َ
َ َ َ َ ُ َ َ
‫أخذه أخذ ِبح ٍظ و ِاف ٍر‬

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak
mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu.
Barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”
} H.R. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam
Musnadnya 5/169 {
Bahkan keutamaan ‘aalim dan mu’allim (ulama) juga disebutkan oleh Allah
Swt. di dalam al-qur’an surat fathir ayat 28
ُ َ َ َ ٰ َّ ُ َ ُ ْ َ ٰ ‫إَّن َما َيْخ َشى‬.....
‫اّلل ع ِزْيز غف ْور‬ ‫اّلل ِم ْن ِع ِب ِاد ِه العلمؤا ِإن‬ ِ

“Sesungguhnya (manusia) yang paling takut kepada Allah diantara hamba-


hamba-Nya ialah para ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” } Q.S. Fathir : 28 {
Dalam ayat ini Allah Swt. menyebutkan salah satu keutamaan seorang
‘aalim dan Mu’allim (ulama) sekaligus pujian dari Allah Swt. kepada para ‘aalim
dan mu’allim (ulama) atas perjuangannya, pengabdiannya, keistiqomahannya, dan
ketaqwaannya kepada Allah Swt. yang senantiasa diiringi dengan rasa cinta dan
rasa khauf kepada-Nya.

C. Perbedaan ‘Aalim dan ‘Aabid


Kata ‘aalim berasal dari bahasa Arab, dan merupakan isim faa’il dari lafadz
‘ilmun yang artinya mengetahui. Sedangkan ‘aalim artinya orang yang mengetahui.
7

Secara istilah ‘aalim adalah orang yang mempelajari, memperdalami, memahami


ilmu agama islam, serta senantiasa mengamalkan ilmunya, baik dalam beribadah
maupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Imam as-Syirazy mengungkapkan dalam kitab ta’lim muta’lim, Guru-
guruku berkata: “Barangsiapa yang ingin menjadi orang ‘aalim, maka dia harus
menghormati para ahli ilmu/ahli fiqih, dan memberikan sedekah kepada mereka.
Jika ternyata anaknya tidak menjadi orang ‘aalim, maka cucunya yang akan
menjadi orang ‘aalim.7
Seperti para sahabat yang menghormati Rosulullah Saw. maka kita juga
harus menghormati para ‘aalim ulama sebagai penerus para nabi. Jika kita
menghormati para ‘aalim ulama maka Allah akan memberikan keberkahan dalam
hidup kita. Salah satunya adalah dikarunia anak atau cucu yang nantinya akan
menjadi seorang ‘aalim.
Sedangkan kata ‘aabid berasal dari bahasa Arab, ‘abada-ya’budu-
‘ibaadatan, yang bermakna beribadah, hamba sahaya, atau budak. 8 dan kata ‘aabid
artinya orang yang beribadah. Menurut istilah ‘aabid adalah seorang ahli ibadah,
yaitu orang yang senantiasa selalu melakukan ibadah karena Allah Swt. Tetapi
seorang ahli ibadah atau ‘aabid ini terkadang tidak memiliki pemahaman ilmu
agama khususnya ilmu fiqih seperti ‘aalim, sehingga dalam praktik ibadahnya tidak
sesempurna seorang ‘aalim.
Istilah ‘aalim dilekatkan pada orang yang mempunyai kompetisi keilmuan,
sedangkan abid adalah istilah yang dilekatkan pada orang yang memiliki kompetisi
dalam hal ibadah. Dengan kata lain, secara khusus alim adalah orang yang memiliki
kesempurnaan ilmu agama dan abid adalah orang yang sempurna ibadahnya9
Jadi perbedaan ‘aalim dan ‘aabid itu terletak pada pemahaman tentang ilmu
agamanya, kalau ‘aalim ketika beribadah senantiasa selalu diiringi dengan ilmunya
karena memiliki pemahaman tentang ilmu agama khususnya ilmu fiqih yang

7
Syekh Az-Zarnuji, Terjemah Ta’lim Muta’lim. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009. hal. 29.
8
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pusat
Bahasa, 2008. hal. 518.
9
Abi’al-‘Ula Muhammad ‘Abd al-Rohman ibn ‘Abd al-Rohim, Tukhfah al-ahwazi bi
syarah jami’ al Tirmizi(Beirut: Dar al-Fikr, 1995 M/ 1415H), jilid VII: hlm. 426.
8

mendalam, sehingga ibadahnya bisa lebih sempurna, karena mengikuti apa yang
diajarkan Allah dan Rosul-Nya. Sedangkan ‘aabid walaupun ibadahnya rajin (kuat
dalam beribadah) tetapi kalau tidak diiringi dengan pemahaman ilmunya, maka
ibadahnya menjadi kurang sempurna.

D. Kesimpulan
‘Aalim dan Mu’allim adalah seperti dua sisi mata uang yang selalu
disandingkan dan tidak bisa dipisahkan.‘Aalim adalah orang yang mempelajari,
memperdalami, memahami ilmu agama islam, serta senantiasa mengamalkan
ilmunya, sedangkan mu’allim adalah orang yang mengajarkan dan mendakwahkan
ilmunya. Berbeda dengan ‘aabid, kalau ‘aabid yaitu orang yang senantiasa selalu
melakukan ibadah karena Allah Swt. Tetapi seorang ‘aabid terkadang tidak
memiliki pemahaman ilmu agama khususnya ilmu fiqih, sehingga dalam praktik
ibadahnya menjadi kurang sempurna.
Keutamaan ‘Aalim atas ahli ibadah seperti keutamaan dan kemuliaan
Rosulullah sollallahu ‘alaihi wa sallam atas orang paling rendah keutamaan dan
kemuliaannya diantara para sahabat, bahkan Allah dan malaikat-Nya, serta
penghuni langit dan bumi, sampai semut di lubangnya dan ikan (di lautan), benar-
benar bersholawat bagi para pengajar kebaikan (‘aalim ulama ). Seorang Mu’allim
pahalanya akan terus mengalir walaupun ia telah tiada, karena ilmunya yang
bermafa’at.
‘Aalim dan mu’allim memilki keutamaan dan kemuliaan disisi Allah Swt.
karena mereka adalah orang yang paling hebat perjuangannya, pengabdiannya,
keistiqomahannya, dan ketaqwaannya kepada Allah Swt. juga senantiasa diiringi
dengan rasa cinta dan rasa khauf kepada-Nya.
9

DAFTAR PUSTAKA

Abi’al-Ula. M, ’Abd al-Rohman ibn al-Rohim, Tukhfah al-ahwazi bi syarah jami’al


Tirmizi, (Beirut : Dar al-Fikr) 1995 M/1415 H, Jilid VII.
Abu Nu’aim Al Ashfahani, Kitab Hilyatul Auliya (Jakarta: Pustaka Azzam)2014
Ahmad, Taufik, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Direktorat Jendral
Pendidikan Islam RI, 2019.
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pusat
Bahasa, 2008.
Al-Ghazali, Imam, Minhazul Abidin. (Wasiat Imam Ghazali). Jakarta: Darul ‘Ulum
press.
Al-Mundziri, Kitab at-Targhib wa at-Tarhib. Baitul Afkar ad-Daulat, 2008.
Amsary, Fuad, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah tentang Iptek. Jakarta: Gema
Insani Press, 1997.
Az-Zarnuji, Terjemah Ta’lim Muta’lim. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009.
Az-Zarnuji, Terjemah Ta’lim Muta’lim. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009.

Anda mungkin juga menyukai