Anda di halaman 1dari 13

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL

Latar Belakang
Sistem berasal dari bahasa Yunani ”systema” yang dapat diartikan sebagai
keseluruhan yang terdiri dari macam-amacam bagian. Dalam suatu sistem yang baik tidak
boleh terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak
boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem
mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya.

Bagian-bagian dari hukum merupakan unsur-unsur yang mendukung hukum sebagai


suatu kesatuan (integral) dalam suatu jaringan dengan hubungan yang fungsional, resiprosal
dan interdepedensi. Misal antara HTN, HAN, hukum pidana, hukum perdata, dst yang
mengarah pada tujuan yang sama yaitu menciptakan kepastian hukum keadilan dan kegunaan.
Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada
dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan
kerjasama ke arah tujuan kesatuan. Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Hukum
bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada
kepentingan daya guna dankemanfaatan.
Ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban lembaga tertinggi negara,
lembaga-lembaga tinggi negara, semua pejabat negara, setiap warga Indonesia agar semuanya
dapat melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan demi terwujudnya
tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu terciptanya masyarakat yang terlindungi oleh hukum,
cerdas, terampil, cinta dan bangga bertanah air Indonesia dalam suasana hidup makmur dan
adil berdasarkan falsafah Pancasila.
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
1. Pengertian Sistem Hukum
Sistem hukum merupakan suatu proses atau rangkaian hukum yang melibatkan
berbagai alat kelengkapan hukum dan berbagai unsur yang terdapat di dalamnya, mulai dari
hokum itu dibuat, diterapkan dan dipertahankan.

2. Penggolongan Hukum
# Berdasarkan Wujudnya
- Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan
dalam berbagai peraturan negara.
- Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan
masyarakat tertentu (hukum adat). Alam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut
konvensi (Contoh: pidato kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus)
# Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya
- Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat
Manggarai-Flores, hukum adat Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau, dan sebagainya.
- Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia,
Mesir dan sebagainya).
- Hukum internasional, yaiu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih
(hukum perang, hukum perdata internasional, dan sebagainya).

# Berdasarkan Waktu yang Diaturnya


- Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum positif
- Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum).
- Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hukum
yang beraku saat ini dan hukum yang berlaku pada masa lalu.

# Berdasarkan Pribadi yang Diaturnya


- Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi golongan
tertentu saja.
- Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi semua golongan.
- Hukum antargolongan yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih yang masing-
masingnya tunduk pada hukum yang berbeda.
# Berdasarkan Isi Masalah yang Diaturnya
Berdasarkan isi masalah yang diaturnya, hukum dapat dibedakan menjadi: hukum
publik dan hukum privat.
- Hukum Publik, yaitu hukum yang mengaur hubungan antara warga negara dan negara
yang menyangkut kepentingan umum. Dalam arti formal, hukum publik mencakup Hukum
Tata Negara Hukum Administrasi Negara, hukum Pidana dan Hukum Acara.
a. Hukum Tata Negara
Hukum Tata Negara mempelajari negara tertentu, seperti bentuk negara, bentuk
pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, alat-alat perlengkapan negara, dan sebagainya.
Singkatnya mempelajari hal-hal yang bersifat mendasar bagi negara.
b. Hukum Administrasi Negara
Adalah Seperangkat peraturan yang mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan
negara termasuk cara melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap
organ negara. Singkatnya mempelajari hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
c. Hukum Pidana
Adalah hukum yang mengatur pelangaran-pelanggaran dan kejahatan-
kejahatan terhadap kepentingan hukum yang diancam dengan sanksi piana tertentu. Dalam
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), pelanggaran (Ovrtredingen) adalah perbuatan
yang melanggar (ringan) dengan ancaman denda. Sedangkan kejahaan (misdrijven) adalah
perbuatan yang melanggar (berat) seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan dan
sebagainya.
d. Hukum Acara
Disebut juga hukum formal (Pidana dan Perdata), hukum acara adalah
seperangkat aturan yang berisi tata cara menyelesaikan, melaksanakan atau mempertahankan
hukum material. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No.8/1981
diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan dan penuntutan. Selain iu juga diatur
siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan, pengadilan yang berwenang,
dan sebagainya.
- Hukum Privat (Hukum Perdata), adalah hukum yang mengatur kepentingan orang-
perorangan. Perdata, berarti warga negara pribadi, atau sipil. Sumber pokok hukum perdata
adalah Buergelijk Wetboek (BW). Dalam arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga
Hukum Dagang dan hukum Adat. Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut:
a. Hukum Perorangan
Adalah himpunan peraturan yang mengatur manusia sebagai subjek hukum
dan tentang kecakapannya memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan
hak-haknya itu. Manusia dan Badan Hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan
“pembawa hak” atau sebagai “subyek hukum”.
b. Hukum Keluarga
Adalah hukum yang memuat serangkaian peraturan yang timbul dari
pergaulan hidup dalam keuarga (terjadi karena perkawinan yang melahirkan anak). Hukum
keluarga dapat dibagi sebagai berikut:
- Kekuasaan Orangtua, yaitu kewajiban membimbing anak sebelum cukup umur.
Kekuasaan Orangtua putus ketika seorang anak telah dewasa (21 tahun), terlalu nakal
putusnya perkawinan.
- Perwalian, yaitu seseorang/perkumpulan terenu yang bertindak sebagai wali untuk
memelihara anak yatim piatu sampai cukup umur. Hal ini terjadi, misalnya, karena
perkawinan kedua orangtuanya puus. Di Indonesia, wali pengawas dijalankan oleh pejabat
Balai Harta Peninggalan.
- Pengampuan, yaitu seseorang/perkumpulan tertentu yang ditunjuk hakim untuk menjadi
kurator (pengampun) bagi orang dewasa yang diampuninya (kurandus) karena adanya
kelainan; sakit ingatan, boros, lemah daya, tidak sanggup mengurus diri, dan berkelakuan
buruk.
- Perkawinan yaitu mengatur perbuaan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya antara dua
pihak (laki-laki dan perempuan) dengan maksud hidup bersama untuk jangka waku yang
lama menurut undang-undang. Di Indonesia, diatur dengan UU No. 1/1974.

# Berdasarkan Tugas Dan Fungsinya


- Hukum Material, yaitu hokum yang berisi perintah dan larangan (terdapat dalam KUHP,
KUHP, KUHD)
- Hukum Formal, yaitu hukum yang berisi tentang tata cara melaksanakan dan
mempertahankan hokum material (terdapat dalam Hukum Acara Pidana, Hukum Acara
Perdata, Hukum Acara Dagang)
3. Sumber Hukum

Terdapat beberapa pengertian tentang sumber hukum : segala sesuatu yang berupa
tulisan, dokumen, naskah, dsb yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman
hidupnya pada masa tertentu.
Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah sumber terjadinya hokum, atau sumber
yang menimbulkan hukum. C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
sumber hukum ialah, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan
sanksi yang tegas dan nyata. Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber
kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum itu dapat
ditemukan, dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di mana hakim
dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya.
Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:
a. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari
berbagai perspektif, seperti segi ekonomi, sosiologi, dan lainnya.
 Segi ekonomi: seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-
kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya
hukum. Seperti hukum elastisitas (hukum permintaan dan penawaran)
 Segi sosiologi (ahli masyarakat): akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber
hukum, semua peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
b. Sumber-sumber hukum formal, yakni sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan
hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hokum, antara
lain terdapat di dalam UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin.

i. Undang-Undang : ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat


yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.
ii. Kebiasaan (costum) : ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga
menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang
dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
iii. Keputusan-keputusan hakim (jurisprodensi) : ialah Keputusan hakim pada masa
lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada
masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu
tidak diatur sama sekali di dalam UU.
iv. Traktat (treaty) : ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih.
Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini
juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
v. Pendapat Sarjana hukum ( doktrin) : Doktrin adalah pendapat pakar senior yang
biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada
pakar tersebut.Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan
juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber
hokumyang paling penting. Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia,
khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber
hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan
sebagainya.
4. Tata Hukum Indonesia
Tata hokum Indonesia menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 dapat diuraikan sebagai
berikut:
i. Undang-Undang Dasar 1945: merupakan hokum dasar tertulis Negara Republik
Indonesia, yang memuat garis-garis besar hokum dalam penyelenggaraan negara.
ii. Ketetapan MPR : merupakan putusan MPRyang mengikat kedalam dan keluar
sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam siding-sidang
majelis.
iii. Undang-Undang : dibuat oleh DPR bersama Presiden (legeslatif) untuk
melaksanakan UUD 1945 dan Ketetapan MPR Republik Indonesia.
iv. Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang (PERPU): dibuat
oleh Presiden dalam kondisi kepentingan yang memaksa dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. PERPU harus diajukan ke DPR pada persidangan yag berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak PERPU dengan tidak mengadakan
perubahan,
c. Jika diltolak DPR, PERPU itu harus cabut.
v. Peraturan Pemerintah (PP): dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan
perintah UU.
vi. Keputusan Presiden (Keppres) : keputusan Presiden yang bersifat mengatur
dibuat Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya, yakni mengatur
pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.
vii. Peraturan Daerah (Perda) : merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan
hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.
Peraturan Dareah ada 2, yaitu :
a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat DPRD Provinsi dan Gubernur.
b. Peraturan Daerah Kabupaten dibuat DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Wali
Kota.

5. Dasar Hukum Lembaga Peradilan Nasional


Dalam bidang kekuasaan kehakiman, pasal 27 ayat 1 UUD 1945 tersebut selanjunya
dibuat dalam pasal-pasal tersendiri di dalam UUD 1945 seperti pasal 24, 24 A, 24 B, 24 C, 25
dan dijabarkan ke dalam beberapa produk perundang-undangan diantaranya:
a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman, jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang No 4 Tahun 2004.
b. Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
d. Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
e. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan Hak Asasi Manusia.

LEMBAGA PERADILAN
Perangkat Lembaga Peradilan beserta pengertiannya
1. Mahkamah Agung :
Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia, yang
berkedudukan di Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (Jakarta) atau dilain tempat
yang ditetapkan oleh Presiden.Daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah Indonesia dan
kewajibannya terutama untuk melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala
pengadilan lainnya di seluruh Indonesia, dan menjaga/menjamin agar supaya hokum
dilaksanakan dengan sepatutnya.
Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, seorang wakil ketua, beberapa orang
anggota (7 orang anggota) dan dibantu oleh seorang panitera dan beberapa orang panitera
pengganti. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
Hakim Mahkamah Agung atau Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada
DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh
Presiden. Hakim Mahkamah Agung hanya ditangkap, ditahan, dituntut, digeledah dan disita
barangnya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan dari Presiden.
2. Pengadilan Umum/Sipil :
Pengadilan umum adalah badan pengadilan yang mengadili rakyat Indonesia pada
umumnya atau rakyat sipil.
3. Pengadilan Agama :
Pengadilan agama adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-
perkara yang timbul antara orang-orang Islam yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak
(perceraian), nafkah, waris, dan lain-lainnya. Dalam hal tertentu keputusan pengadilan agama
dapat dinyatakan berlaku dalam pengadilan negeri.
4. Pengadilan Militer :
Pengadilan militer adalah pengadilan yang mengadili anggota-anggota /TNI yang
meliputi angkatan udara, laut, darat.anggota kepolisian sekarang ini tidak tunduk pada
pengadilan militer, tetapi pada pengadilan umum.
5. Pengadilan Tata Usaha Negara :
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah badan pengadilan yang mengadili perkara-
perkara yang berhubungan dengan administrasi pemerintah.

1. Klasifikasi Lembaga Peradilan :


a. Pengadilan Sipil:
 Pengadilan Umum :
- Pengadilan Negeri
- Pengadilan Tinggi
- Pengadilan Agung
b. Pengadilan Khusus :
- Pengadilan Agama
- Pengadilan Adat
- Pengadilan Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
c. Pengadilan Militer:
- Pengadilan Tentara
- Pengadilan Tentara Tinggi
- Pengadilan Tentara Agung

2. Tingkatan Lembaga Peradilan


Tingkatan Lembaga Peradilan di Indonesia sebagai berikut :
a. Pengadilan Tingkat Pertama : Pengadilan tingkat pertama untuk Pengadilan
Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer
berkedudukan di daerah tingkat Kabupaten/Kota.
b. 2. Pengadilan Tingkat Kedua : Pengadilan tingkat kedua disebut juga
Pengadilan Tinggi yang dibentuk dengan Undang-Undang. Daerah hukum
Pengadilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi) berkedudukan di ibu kota provinsi.
c. 3. Pengadilan Tinggi Ketiga : Mahkamah Agung sebagai pemegang pengadilan
negara tertinggi, berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia atau di lain
tempat yang ditetapkan oleh Presiden. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang
Ketua Muda yang dibantu oleh beberapa Hakim Anggota.

3. Peran Lembaga Peradilan


Salah satu hal yang penting untuk diingat dalam membahas peranan lembaga
peradilan adalah pelaksanaan fungsi dan wewenang lembaga peradilan di Indonesia yang
disinyalir adanya kemungkinan terjadinya tirani hukum. Tirani hukum dapat terjadi ketika
hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang tidak baik dan tidak adil, karena tidak
memperlihatkan penghargaan terhadap hak azasi manusia.

Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya tirani hukum:


- Faktor perangkat aturan hukum yang substansinya mencerminkan ketidakadilan
- Faktor penegak hukum, khususnya lembaga peradilan (mafia peradilan)
Tirani hukun dapat dicegah dengan jalan memberi kesempatan bagi rakyat untuk mengontrol
proses pembuatan hukum. Menurut pendapat dari M. Fajrul Falaakh, menyatakan bahwa
kemandirian lembaga peradilan dapat membawa ekses terjadinya penindasan oleh kalangan
professional (hakim). Ekses inilah yang kemudian berkembang menjadi istilah mafia
peradilan.
Ada tiga hal yang harus dilakukan agar lembaga kehakiman (peradilan) tetap mandiri namun
tidak lalim atau tidak ada mafia peradilan:
1. menetapkan mekanisme pertanggungjawaban kehakiman kepada publik.
2. menetapkan mekanisme pemilihan hakim yang lebih demokratis.
3. hakim dalam memutuskan perkara pidana menggunakan peraturan perundangan yang besar
hukuman dengan batas minimal bukan batas maksimal.

1. Lembaga Peradilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)


Memeriksa dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang,
khusus tentang:
 Sah atautidasknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
tuntutan.
 Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan.
2. Lembaga Peradilan Tingkat Kedua (Pengadilan Tinggi)
Fungsi pengadilan tingkat kedua:
 Memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili antar
Pengadilan Negeri di dalam wilayah hukum kerjanya (dalam satu provinsi).
 Memberi pimpinan kepada Pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya.
 Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah hukumnya dan
menjaga supaya peradilan itu diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
 Perbuatan Hakim Pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya diawasi dengan teliti
oleh Pengadilan Tinggi
 Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat memberi peringatan,
tegoran dan petunjuk yang dipandang perlu kepada Pengadilan Negeri dalam daerah
hukumnya.
Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua:
 Untuk memerintah pengiriman berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk memberi
penilaian tentang kecakapan dan kerajinan para hakim, sebagai catatan.
 Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam hukumnya yang
dimintakan banding.
3. Lembaga Peradilan Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung)
Fungsi Pengadilan Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung):
 Sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua
lingkungan peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang
bersangkutan.
 Melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan
peradilan di seluruh Indonesia dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan
seksama dan sewajarnya.
 Mengawasi dengan cermat semua perbuatan-perbuatan para hakim di semua lingkungan
peradilan
 Untuk kepentingan negara dan keadilan. Mahkamah Agung memberi peringatan,
teguran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri maupun dengan
surat edaran.
Selain keempat fungsi Mahkamah Agung (Lembaga Peradilan Tingkat Ketiga) di atas,
Mahkamah Agung juga memliki fungsi untuk memberi keterangan, pertimbangan dan nasihat
tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum apabila hal itu diminta oleh Pemerintah.
Wewenang Pengadilan Tingkat Ketiga atau Kasasi (Mahkamah Agung):
 Mengadili semua perkara yang dimintakan kasasi
 Meminta keterangan dari semua pengadilan di semua lingkungan peradilan. Mahkamah
Agung dalam hal ini dapat memerintahkan agar berkas-berkas perkara dan surat-surat
disampaikan untuk dipertimbangan
Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah membatalkan atau
menyatakan tidak sah putusan hakim karena putusan itu salah atau tidak sesuai undang-
undang. Hal tersebut dapat terjadi karena:
 Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan
 Melampaui batas wewenang
 Salah menerapkan atau karena melanggar peraturan-peraturan hukum yang berlaku
Permohonan suatu kasasi dapat dilakukan oleh orang-orang dalam perkara berikut:
 Dalam hal perkara perdata, oleh pihak-pihak yang berpekara. Permohonan demikian
hanya dapat diterima apabila upaya-upaya hukum biasa yang dapat digunakan telah
dimanfaatkan
 Dalam perkara pidana, dapat dilakukan oleh terpidana atau jaksa yang bersangkutan
sebagai pihak-pihak ketiga yang dirugikan

SIKAP YANG SESUAI DENGAN HUKUM


1. Perbuatan yang sesuai dengan hukum.
Ada beberapa upaya yang memadai untuk mengetahui secara kualitatif, tinggi atau rendahnya
kesadaran hukum masyarakat adanya kesadaran hukum masyarakat sehingga pengamatan
seksama dapat terungkap adanya petunjuk-petunjuk daripada kesadaran hukum seperti :
a. Pengetahuan houkum
b. Pemahaman terhadap kaidah-kaidah/norma-norma hukum
c. Sikap terhadap kaidah-kaidah/norma-norma hukum
d. Perilaku terhadap hukum

2. Perbuatan yang bertentangan dengan hukum dalam bentuk pelanggaran


Yang dimasud dengan pelanggaran hokum di dalam KUHP (KItab Undang – Undang
HUkum Pidana) adalah hal – hal kecil atau ringan yang diancam dengan hukuman denda.
Seperti mengendarai sepeda motor melanggar rambu – rambu lalu lintas, mengendarai sepeda
motor tidak memakai helm, tidak membawa SIM atau STNK dan sebagainya.
Tindak kejahatan seperti, pembunuhan berencana, pembunuhan pemberatan dan pembunuhan
biasa, ada pula pencurian dengan berencana, pencurian pemberatan dan pencurian biasa dan
banyak lagi perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP.

3. Menurut pasal 10 KUHP macam – macam hukuman adalah sebagai berikut :


a. Hukuman Pokok
 Hukuman Mati
 Hukuman Penjara yang terdiri dari :
o Hukuman Penjara seumur hidup
o Hukuman Penjara Sementara waktu (setinggi – tingginya 20 tahun dan sekurang –
kurangnya 1 tahun)
o Hukuman Kurungan (setinggi – tingginya 1 tahun dan sekurang – kurangnya 1
hari)

b. Hukuman Tambahan
Hukuman Tambahan ini terdiri dari :
- Pencabutan Hak – hak tertentu
- Perampasan (penyitaan) barang – barang tertentu
- Pengumuman Keputusan Hakim

PEMBERANTASAN KORUPSI
1. Pengertian korupsi
Korupsi berarti [enyelewengan atau penggelapan uang (negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Perilaku korup menunjuk pada sikap suka menerima uang suap dan memakai kekuasaan yang
dimilikinya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sendiri.

2. Dasar Hukum pemberantasan korupsi


a. Tap MPR-RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b. Tap MPR-RI No. VIII/MPR/2001 tentang rekomendasi arah dan kebijakan
pemberantasan dan pencegahan korupsi , kolusi, dan nepotisme.
c. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
d. Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no.31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

3. Klasifikasi penyebab terjadinya perbuatan korupsi

a. Tanggungjawab profesi, moral dan sosial yg rendah


b. Sanksi yg lemah dan penerapan hukum yg tidak konsisten dari institusi
penegak hukum, institusi pemeriksa/pengawas yg tidak bersih/independen
c. Rendahnya disiplin/kepatuhan terhadap Undang-undang dan Peraturan
d. Kehidupan yg konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri)
e. Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas, pokok
dan fungsi (TUPOKSI) pekerjaan
f. Kurangnya keteladanan dari atasan/pimpinan
g. Hilangnya rasa malu ber KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
h. Wewenang yg besar tidak diikuti evaluasi laporan kinerja
i. Kesempatan yg terbuka
j. Lemahnya pengawasan eksternal
k. Belum efektifnya pengawasan masyarakat lembaga legislatif, terutama di
daerah
l. Aturan tidak jelas
m. Budaya memberi upeti/tips
n. Pengaruh lingkungan social
o. Penghasilan yg rendah dibandingkan dgn kebutuhan hidup yg layak
p. Sikap permisif/serba membolehkan dalam masyarakat, dan sungkan utk saling
mengingatkan
q. Rendahnya kepedulian terhadap kehidupan masyarakat
r. Lemahnya penghayatan Pancasila dan pengalaman agama.

4. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

1. Upaya Pencegahan (Preventif)


a. Menanamkan aspirasi,semangat ,dan spirit nasional yang positif dengan
mengutamakan kepentingan nasional, kejujuran serta pengabdian pada bangsa dan
negara melalui sistem pendidikan formal, non-formal, dan pendidikan agama.
b. Melakukan sistem penerimaan pegawai berdasarkan perinsip achievement atau
keterampilan teknis dan tidak lagi berdasarkan norma ascription yang dapat membuka
peluang berkembangnya nepotisme. (Rekruitmen pejabat secara adil dan terbuka).
c. Para pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan keteladanan, dengan
mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial yang tinggi.
(Pengawasan dari atasan terkait semakin ditingkatkan)
d. Memiliki kelancaran layanan administrasi pemerintah, untuk para pegawai selalu
diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
(Peningkatan kualitas kerja)
f. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi; dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Kekuasaan herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan “pejabat”
yang mencolok.
h. Berusaha untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan,
melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan dibawahnya.
i. Keterlibatan media massa dalam upaya mengurangi terjadinya KKN
j. Pembentukan UU dan lembaga yang mempersempit terjadinya KKN.

2. Upaya Penindakan (Kuratif/Refresif):


Dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, pemecatan
tidak hormat, dan dihukum pidana. Bebrapa contoh penanganan kasus :
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik
Pemda NAD (2004)
b. Menahan konsul jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan
pubngutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian
c. Dugaan korupsi dalam proyek program pengadaan BUsway pada pemda DKI Jakarta
(2004)
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merigiksn keuangan
Negara Rp. 10 Miliyar lebih (2004)
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placementdeposito
dari BI kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004)

Adapun upaya penindakan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :


1. Pelaku KKN ditindaj tegas dan adil
2. Pemberian hukuman sosial kepada pelaku KKN
3. Menekankan kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk segera
memproses secara hukum terhadap pelaku KKN
4. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa :
a. Memiliki rasa tanggung jawab
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh
c. Melakukan kontrol sosial
d. Membuka wawasan seluas-luasnya
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan
5. Upaya Edukasi LSM
Beberapa organisasi tentang korupsi
a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah sebuah organisasi non pemerintah
yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada public mengenai
aksi korupsi di Indonesia,
b. Transparancy International (TI) adalah sebuah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik.

Peran Serta Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia

1. Praktik KKN Dalam Penyelenggaraan Negara

Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi.
Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak
cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada , diketahui
ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara yang cukup besar.
Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung
hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara
bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya.
Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah satu pejabat
Jampidsus baru- baru ini.
Kasus perbankan lain yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah LC fiktif
yang merugikan Negara sampai 1.7 Triliun, jumlah uang yang cukup fenomental jika dilihat
dari jumlah pelaku yang beberapa gelintir saja. Ini lebih besar dari laba bersih setahun yang
bisa diraih BNI tahun 2004.
Peraturan yang mengatur bisnis perbankan sudah cukup lengkap. Sebut saja UU No.
10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurnaan dari UU No.7 Tahun 1992, sudah
sedemikian detail mengatur tentang segala definisi pelanggaran perbankan beserta sanksi
yang diancamkan. Sistem audit baik Internal maupun eksternal juga sudah sedemikian
lengkap mengatur pengawasan operasional perbankan. Namun masih saja bisa di cari-cari
celah untuk melakukan penyimpangan.

2. Akibat dari KKN

Ekonomi
1. Anggaran Negara membengkak
2. Uang Negara ada yang hilang
3. Kepercayaan investor baik dalam negeri maupun luar negeri kepada pemerintah
semakin berkurang
4. Pertumbuhan ekonomi terganggu
5. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak efektif
6. Kondisi ekonomi makro tidak stabil

Sosial Politik
1. Keridakmampuan berbagai kebijakan menjawab permasalahan
2. Munculnya kebijakan yang justru akan membebani masyarakat
3. Kewibawaan pemerintah semakin berkurang
4. Kebutuhan masyarakat semakin terabaikan
5. Norma-norma dalam masyarakat semakin hilang
6. Mekanosme pemerintahan semakin rusak
7. Kekerasan politik semakin merajalela
8. Sulit melakukan rekrutmen pejabat yang bersih

Budaya
1. Profesionalisme kurang dihargai
2. Kreativitas semakin berkurang
3. Pola hidup konsumtif dan suka menempuh jalan pintas
4. Rusaknya moral masyarakat
5. Maraknya kekerasan yang terorganisir

3. Macam-macam Gerakan atau Organisasi Anti Korupsi

Untuk mengembangkan teknik pengorganisasian rakyat ada baiknya jika melihat


metode yang dikembangkan Paulo Freire, berupa lingkaran penyadaran, pendidikan
penyadaran dan aksi-aksi kultural. Metode yang dikembangkan Freire ini berangkat dari
prinsip belajar dari masalah. Rakyat bukan manusia tanpa pengalaman, melainkan pihak
dengan pengalaman yang kaya, yang karena itu rakyat tidak bisa dijadikan sebagai sasaran
penampungan gagasan-gagasan yang keluar dari pengalaman rakyat sendiri. Yang diperlukan
adalah bagaimana memfasilitasi agar rakyat dapat membebaskan diri serta menyadari apa
yang terjadi dilingkungannya.
Cara yang dipakai oleh Freire dengan pengajaran melek huruf, yang menggunakan
prinsip tersebut. Jadi pelajaran melek huruf bukan semata-mata untuk keperluan membuat
orang bisa membaca, melainkan juga mengantarkan mereka untuk menyadari situasi
ketertindasan atau ketidakberdayaan (didalam praktek-praktek korupsi) yang ada serta sebab-
sebab mengapa mereka dalam kondisi yang demikian.
Metode ini dimulai dari tahap:
1. menjadikan pengalaman nyata sebagai dasar. Para peserta pelatihan diminta
mengemukakan pengalaman mereka yang paling aktual, atau yang paling
penting;
2. setelah pengalaman dikumpulkan (diinventarisir), kemudian dibahas,
dianalisis untuk melihat kaitan antara suatu fakta (pengalaman) dengan
pengalaman yang lain;
3. menyimpulkan hasil analisis tersebut untuk kemudian dijadikan dasar untuk
melakukan tindakan tertentu; dan
4. membuat agenda baru untuk melakukan tindakan tertentu. Selanjutnya proses
diulang kembali, sesuai dengan pengalaman baru yang ada.
Formulasi dasar dari Freire adalah suatu proses pengorganisasian (dimana pendidikan
ada di dalamnya), adalah proses yang ditempa dan dibangun bersama dan karena itu berdiri
diatas prinsip aksi dan refleksi. Tindakan yang dibangun tidak lepas dari upaya-upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan daya kritis, sehingga tidak terjebak dalam bentuk-bentuk
dominasi baru yang pada dasarnya membelenggu rakyat. Prinsip dasar dari pengorganisasian
anti korupsi ini adalah membangun kekuatan rakyat untuk melawan praktek-praktek korupsi.
Pengalaman rakyat yang terlalu jamak menemukan dan menjadi korban praktek-
praktek korupsi ditempatkan sebagai basis utama untuk menggugah kesadaran rakyat akan
situasi ketidakberdayaan. Jadi praktek pengorganisasian bukan sejenis pekerjaan indoktrinasi,
melainkan kerja-kerja yang membenturkan rakyat dengan problem keseharian, dan
mendorong rakyat untuk bisa memahami apa yang sudah terjadi dan mungkin terabaikan oleh
mereka sendiri.
Pengorganisasian rakyat berbeda dengan membuat organisasi yang lengkap dengan
anggaran dasar dan susunan pengurus yang sistematis. Pengorganisasian dalam konteks ini
diabdikan untuk mengubah keadaan yang menindas, tidak memberdayakan, menjadi keadaan
dimana rakyat sebagai konsumen layanan institusi publik pada saat yang bersamaan
mendapat ruang mengawasi pengelolaan urusan publik. Dengan demikian, pengorganisasian
bukan sekedar jalan membentuk solidaritas untuk membentengi rakyat, melainkan untuk
merubah keadaan.

KESIMPULAN:
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan yang bersifat
memaksa dan mengikat dengan disertai sanksi bagi pelanggarnya yang bertujuan untuk
mengatur ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk mencapai ketentraman dan
ketertiban dalam masyarakat dibutuhkan sikap masyarakat yang sadar hukum. Selain
masyarakat pemerintahpun juga harus sadar hukum. Maka tercapailah ketentraman dan
ketertiban itu. Untuk mengantisipasi berbagai pelanggaran hukum yang terjadi maka di
Indonesia telah ada berbagai macam Pengadilan. Dari yang mengadili masyarakat sampai
dengan pemerintah dan para pejabat.

SUMBER : http://itikanaka.blogspot.com/2012/12/sistem-hukum-dan-peradilan-nasional_17.html

Anda mungkin juga menyukai