Anda di halaman 1dari 4

Tuntunan Adzan dan Iqomah

Tiga Madzhab selain madzhab Hanbali sepakat bahwa adzan hukumnya sunah, sementara madzhab Hanbali
berpendapat adzan hukumnya fardlu kifayah. (Al-fiqhu alal-madzhabil arba’ah, abdurrahman al-Jaziri, bab
Adzan).
Secara umum Adzan berfungsi “Sebagai panggilan untuk shalat.” yang biasa dilakukan dalam pelaksanaan
sholat wajib ataupun sholat sunnah seperti sholat gerhana. Namun perlu kta ketahui bahwa redaksi adzan
untuk shalat gerhana berbeda dengan adzan untuk shalat fardlu. Di bawah ini adalah beberapa permasalahan
adzan yang berkembang di masayakat:

Adzan pada jenazah saat pemakaman.


Sebagian orang ada yang mengamalkan adzan untuk jenazah saat pemakaman dengan berdasar sebuah hadis
dari Ibnu Mas’ud:
‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليه و آله وسلّم ال يزال امليت يسمع األذان مامل يطنّي قربه‬
Rasulullah saw. Bersabda: “Mayit senantiasa mendengar adzan selama kuburnya belum ditutupi tanah”

Hadist ini Maudlu’ (Palsu) karena dalam sanadnya ada Rawi yang bernama al-Hasan yang tidak pernah
mendengarnya dari Ibnu Mas’ud, kemudian ada juga Rawi yang bernama Abu Muqatiil, Ibnu Mahdiy
mengatakan “Haram meriwayatkan Hadis dari Abu Muqatiil karena dia seorang pemalsu hadis”

Adzan untuk bayi yang baru lahir


Dalil – dalil yang dijadikan argumen mengadzani bayi yang baru lahir adalah:
‫تضره أم الصبيان‬
ّ ‫من ولد له مولود فأذّن يف أذنه اليمىن واقام يف أذنه اليسرى مل‬
Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Sunniy dalam kitab A’malul Yaumi wa Lailah, juga Ibnu Asyakir
meriwayatkan dari jalan Abu Ya’la dan Ibnu Musyran. Sementara Syaikh Muhammad Nashirudin Al-baniy
mengatakan sanad hadis ini Maudlu’ (Palsu).

‫علي حني ولدته‬


ّ ‫ رايت رسول اهلل صلى اهلل عليه و آله وسلم أذّن يف أذن احلسن بن‬: ‫قال أبو رافع رضى اهلل عنه‬
‫فاطمة رضى اهلل عنها‬
Abu Rafi’ berkata “Aku melihat rasulullah saw. Adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika ia baru lahir.
(HR. Tirmidzy)

Hadist ini Dha’if, dan Syaikh Nashirudin Al-baniy mengatakan sanad hadist ini sangat dha’if. (A. Yazid
Qasim koho, Himpunan Hadist Lemah dan palsu, Bina Ilmu, Surabaya 1977.).

Adzan untuk menolak angin/dingin.


‫قل بردها‬
ّ ‫ما من مدينة يكثر أذاهنا اال‬
Tidaklah suatu kota yang banyak adzanya melainkan sedikit dinginya

Hadis ini maudhu/ palsu, riawayat senada juga terdapat dalam kitab al-Maqaasidul khasanah diriwayatkan
oleh Ad-Dailaamy tetapi sanadnya terputus.
 
Adzan Ketika Hujan.
Disunahkan ketika hujan mengganti lafaz ‫ي َعلَى الصَّاَل ِة‬ ِ
َّ ‫ َح‬dengan lafaz ‫ َأاَل َصلُّوا يِف ِّالر َح ِال‬atau ‫صلُّوا يِف ِر َحال ُك ْم‬
َ atau
‫صلوا يف بيوتكم‬
ٍ ‫ات َبْر ٍد َو ِر‬
ِ َ‫َأن ابن عمر َأذَّ َن بِالصَّاَل ِة يِف لَيلَ ٍة ذ‬ ِ ٌ ِ‫َأخَبَرنَا َمال‬ ِ
‫يح مُثَّ قَ َال َأاَل‬ ْ َ َ ُ َ ْ َّ ‫ك َع ْن نَاف ٍع‬ ْ ‫ف قَ َال‬ ُ ُ‫َح َّدثَنَا َعْب ُد اللَّه بْ ُن ي‬
َ ‫وس‬
ُ ‫ات َب ْر ٍد َو َمطَ ٍر َي ُق‬
‫ول َأاَل‬ ُ َ‫ت لَْيلَةٌ ذ‬
ِ
ْ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َكا َن يَْأ ُمُر الْ ُمَؤ ذِّ َن ِإذَا َكان‬
ِ َ ‫الرح ِال مُثَّ قَ َال ِإ َّن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َ ِّ ‫صلُّوا يِف‬ َ
‫الر َح ِال‬
ِّ ‫صلُّوا يِف‬ َ
Diriwayatkan oleh Bukhari, kutubuttis’ah hadist ke 636.

ِّ ‫ي النَّيِب‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ُ ‫َأخَبَرنَا ُقَتْيبَةُ قَ َال َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ِدينَا ٍر َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن َْأو ٍس َي ُق‬
َ ‫ول َأْنبََأنَا َر ُج ٌل م ْن ثَقيف َأنَّهُ مَس َع ُمنَاد‬ ْ
‫صلُّوا يِف ِر َحالِ ُك ْم‬ ِ
َ ‫ول َح َّي َعلَى الصَّاَل ة َح َّي َعلَى الْ َفاَل ِح‬ َّ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َي ْعيِن يِف لَْيلَ ٍة َم ِط َري ٍة يِف‬
ُ ‫الس َف ِر َي ُق‬ َ
Diriwayatkan oleh Nasa’i dalam sunanya, Kutubuttis’ah hadis ke 647.
‫ان ابن عباس قال ملؤذنه يف يوم مطري اذا قلت اشهد ان ال اله اال اهلل و اشهد ان حممدا رسول اهلل فال تقل حي على‬
‫الصالة قل صلوا يف بيوتكم قال فكأن االس استنكروا ذلك فقال اتعجبون من ذا؟ قد فعل من هو خري مين يعين النيب‬
‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ
Ibnu Abbas mengatakan kepada Mu’adzinya “apabila kamu telah mengucapkan ‘Asyhadu….. maka jangan
kamu ucapkan ‘Hayya ‘alashshalah’ tetapi ucapkanlah ‘Shalluu fii buyuutikum’, beliau berkata seolah-olah
orang-orang mengingkari hal ini lalu beliau berkata “Herankah kalian dengan hal ini? Sungguh telah
melakukan hal ini orang yang lebih baik dariku yaitu Rasulullah saw. (HR. Bukhari Muslim)

Dalam Syarah Muslim Imam Nawawi mengatakan “di dalam hadis Ibnu Abbas hendaklah Mu’adzin
mengucapkanya ketika di tengah adzan sedangkan hadis Ibnu Umar menunjukan bahwa beliau
mengucapkanya setelah selesai adzan.” Imam syafi’i dalam kitab Al-Umm menyatakan kedua-duanya boleh
dan ini diikuti madzhab kami. Maka boleh mengucapkan kalimat itu setelah atau di tengah adzan karena
kedua-duanya sah dalam sunah.
Akan tetapi mengucapkanya setelah adzan lebih bagus supaya tidak mengubah alunan adzan yang
dikumandangkan” (Fiqh al-Jam’i baina ash-Shalataini fii Hadhar bi udzril mathar, Syaikh masyhur bin
Hasan Alu Salman: 267-268).

Adzan Jum’at
Di masa Rasulullah saw., Abu Bakar, dan masa Umar bin al-Khatab adzan jum’at hanya satu kali yaitu
setelah imam naik ke mimbar hal ini dijelaskan dalam riwayat berikut:
‫عن السائب بن يزيد قال كان النداء يوم اجلمعة ّاوله اذا جلس اإلمام على املنرب على عهد رسول اهلل صلى اهلل عليه‬
‫فلما كانعثمان وكثر الناس زاد النداء الثالث على الزوراء و مل يكن للنيب صلى اهلل عليه‬
ّ ‫وآله و سلم و أيب بكر و عمر‬
‫وآله و سلم مؤذن غري واحد‬

Dari Saib bin Yazid, ia berkata “Adzan pada hari jum’at pada awalnya apabila Imam telah duduk di atas
mimbar. Demikian dilakukan di masa Rasulullah saw., masa Abu bakar, dan di masa Umar. Di masa
(khalifah) Ustman dan telah banyak manusia beliau menambah adzan yang ketiga di atas Zaura. Dan Nabi
saw. Tidak mempunyai Mu’adzin kecuali satu” Diriwayatkan oleh Bukhari, An Nasai, dan Abu Daud.

Adzan yang ‘ketiga’ maksudnya menambah satu adzan lagi sehingga menjadi tiga adzan yaitu dua adzan dan
satu iqamat. (Tanya Jawab 2 Agama Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih: 85.) dari riwayat tersebut jelas
bahwa adzan yang diajarkan oleh Rasulullah untuk shalat jum’at hanya sekali ketika Imam sudah naik ke
mimbar sementara adzan dua kali lebih-lebih ditambah dengan bacaan hadis di antara dua adzan tersebut
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw.
Dalam Assunan wa Mubtada’at al Muta’alliqah bi al Adzkar wa as Shalawat yang diterbitkan oleh “Dar al-
Fikr” dijelaskan Pembacaan hadist ‘apabila khatib…dst’ sebelum adzan jum’at seperti yang berkembang
dewasa ini adalah bid’ah karena yang berhak memberi nasihat hanya khatib saat itu.
Melagukan Adzan.
Melagukan adzan seperti yang terjadi dewasa ini tidak ada ketetapanya dalam syari’at, berikut pandangan
para imam madzhab:
Imam Syafi’i : ”Melagukan berarti berpindah dari lagu yang satu ke lagu yang lain, yang sunah adalah
melangsungkan adzan dalam satu lagu / irama.”
Imam Hanbali : ”Melagukan atau mengiramakan adzan adalah makruh.”
Imam Hanafi : ”Melagukan itu baik selama tidak merubah huruf atau harokat, tapi kalau sudah membawa
perubahan kalimat baik itu huruf maupun bertambahnya harakat maka hukumnya haram dan tidak halal
mendengarnya.”
Imam Malik : ”Makruh melagukan adzan, lebih-lebih jika semata-mata mengikuti adat kebiasaan maka
hukumnya haram.” (Al-fiqhu alal-madzhabil arba’ah, abdurrahman al-Jaziri, bab Adzan).

Mengeraskan suara dan menutup telinga dengan jari.


ِ
َ ِ‫ص ْوت‬
‫ك‬ ِ ِ ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم َأمر بِاَل اًل َأ ْن جَي عل ِإ‬
َ ‫صَب َعْيه يِف ُأذُ َنْيه َوقَ َال ِإنَّهُ َْأرفَ ُع ل‬
ْ َ َْ ََ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ‫اَ َّن َر ُس‬
Bahwasanya Rasulullah saw. Memerintahkan kepada Bilal agar meletakan dua jarinya pada telinganya dan
Ia (Rasulullah saw.) bersabda “sesungguhnya yang demikian itu lebih meninggikan suaramu” Riwayat Ibnu
Majah dalam Sunan Ibnu Majah kitab al-Adzan wa as-Sunnatu fiihi hadis ke 702.

Memutar leher ke kanan dan ke kiri.


Dalam syarah Nailul Authar bab ’Muadzin meletakan jari ke dalam telinga dan memutar leher ketika
membaca ”Hayya ’alatain” bahwa riwayat tentang memutar leher berbeda-beda ada yang mengatakan Bilal
memutar lehernya dan ada yang mengatakan Bilal tidak berputar.

Menurut al-Hafiz Ibnu Hajar yang dimaksud riwayat yang mengatakan berputar adalah memutar leher,
sedang riwayat yang mengatakan tidak berputar maksudnya tidak memutar seluruh badan. Selanjutnya
Syarih Nailul Authar mengatakan hadis tentang memutar leher hanya diriwayatkan dari dua jalan yaitu Hajaj
dan Idris A-Audi dan kedua rawi tersebut lemah/ dha’if.

Wudhu sebelum adzan dan Mu’adzin menghadap kiblat.


Dalam kitab Al-fiqhu alal-madzhabil arba’ah karya Abdurrahman al-Jaziri, bab Adzan di katakan Muadzin
hendaknya suci dari hadats besar dan kecil serta menghadap kiblat kecuali jika diperlukan untuk
memperdengarkan kepada penduduk yang yang tidak bisa mendengar adzan apabila Muadzin menghadap
kiblat. Artinya berwudhu dan menghadap kiblat bukan merupakan keharusan.

Wanita adzan.
Tiga Imam madzhab selain Malikiyah sepakat bahwa Mu’adzin harus laki-laki jadi tidak sah wanita atau
banci adzan, sementara Malikiyah berpandangan bahwa untuk menerima berita masuknya waktu shalat harus
dari orang Islam yang adil sekalipun itu wanita jadi adzanya seorang wanita tetap sah.
A. Hasan dalam soal jawabnya mengatakan tidak ada larangan wanita manjadi Mu’adzin tetapi perlu
diketahui bahwa suara wanita termasuk aurat yang harus dijaga dan tidak boleh diumbar. Kami melihat
hadis-hadis tentang adzan semua Mu’adzin itu laki-laki dan perintah adzan itupun Rasulullah saw. tujukan
kepada laki-laki jadi menurut syariat tidak ada contohnya wanita menjadi Mu’adzin.

Lain halnya jika dalam keadaan darurat misalnya dalam satu komunitas masyarakat tidak ada satupun laki-
laki sehingga kalau wanita tidak adzan maka tidak ada yang adzan sama sekali dan masyarakat tidak tahu
kapan masuknya waktu shalat.

Adzan Secara Berjamaah


‫يما َرفِي ًقا‬ ِ
ً ‫ين لَْيلَةً َو َكا َن َرح‬
ِ ِ ِ ِ ‫يِف‬ ِ
َ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم نَ َف ٍر م ْن َق ْومي فََأقَ ْمنَا عْن َدهُ ع ْش ِر‬
ِ ِِ
ُ ‫َع ْن َمالك بْ ِن احْلَُويْ ِرث َأَتْي‬
َ َّ ‫ت النَّيِب‬
ِ ِ ِ
َ ‫ت الصَّاَل ةُ َف ْلُيَؤ ذِّ ْن لَ ُك ْم‬
‫َأح ُد ُك ْم‬ ْ ‫ضَر‬َ ‫صلُّوا فَِإذَا َح‬ َ ‫وه ْم َو‬ُ ‫َفلَ َّما َرَأى َش ْو َقنَا ِإىَل ََأهالينَا قَ َال ْارجعُوا فَ ُكونُوا في ِه ْم َو َعلِّ ُم‬
‫َولَْيُؤ َّم ُك ْم َأ ْكَبُر ُك ْم‬
Dari Malik bin al-Huwairits sesungguhnya Nabi saw. Bersabda “Apabila waktu shalat telah tiba maka
hendaklah salah seorang diantara kamu adzan untuk kalian dan hendaknya yang tertua diantara kamu
menjadi imam” di riwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim hadis ini juga terdapat dalam kitab Nailul
authar bab adzan dan Sunan Abu Daud hadis ke 592.

Dari hadis ini jelas bahwa Rasulullah menyuruh satu orang untuk adzan, juda pada hadis yang terdapat point
adzan Jum’at (selanjutnya) dikatakan bahwa “….Dan Nabi saw. Tidak mempunyai Mu’adzin kecuali satu”
menunjukan bahwa Muadzin cukup dengan satu orang dan memang adzan dengan berjama’ah itu tidak kami
temukan riwayat/hadis yang mencontohkanya.
 
Bagaimanakah Tuntunan Iqamat dalam Islam
َ‫س قَ َال ُِأمَر بِاَل ٌل َأ ْن يَ ْش َف َع اَأْلذَا َن َوَأ ْن يُوتَِر اِإْل قَ َامةَ ِإاَّل اِإْل قَ َامة‬
ٍ َ‫َع ْن َأن‬
Dari Annas ia berkata ”Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamah kecuali al
iqamah (lafaz qad qaamatisshalaah)” diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab shalat Kutubuttis’ah hadis ke
570. juga dalam Shahih Muslim hadis ke 571.

Adapun lafaz iqamah tersebut sebagaimana hadis terdahulu pada point dua (Fungsi adzan) sebagai berikut.
….‫ول اللَّ ِه َح َّي َعلَى الصَّاَل ِة َح َّي َعلَى الْ َفاَل ِح قَ ْد‬
ُ ‫َأن حُمَ َّم ًدا َر ُس‬ َّ ‫اللَّهُ َأ ْكَبُر اللَّهُ َأ ْكَبُر َأ ْش َه ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل اللَّهُ َأ ْش َه ُد‬

ُ‫ت الصَّاَل ةُ اللَّهُ َأ ْكَبُر اللَّهُ َأ ْكَبُر اَل ِإلَهَ ِإاَّل اللَّه‬ْ ‫ت الصَّاَل ةُ قَ ْد قَ َام‬ ْ ‫…قَ َام‬.
Ada sebuah hadis yang menceritakan tentang menjawab iqomah
…‫فلما ان قال قدقامة الصالة قال اليب صلى اهلل عليه وآله و سلم اقامها اهلل و ادمها‬
ّ ‫ا ّن بالال اخذ يف القامة‬
Sesungguhnya Bilal pernah iqamah maka ketika dia mengucapkan ‘Qad qaamatisshalaah’ Nabi saw.
Mengucapkan ‘QaamahAllahu wa adaamaha’.

Tidak kami temukan hadis yang lain menyatakan masalah ini begitu juga A. Hasan mengatakan dalam tanya
jawabnya tidak ada hadis lain melainkan itu saja hanya kalau ada riwayat atau ungkapan lain tentang
menjawab iqamah berarti itu suatu yang diada – adakan (bid’ah). Kemudian berdasarkan penelitian ternyata
hadis inipun lemah/dhaif karena dalam sanadnya ada seorang yang majhul dan seorang yang lemah, A. Yazid
pun memasukkan hadis ini dalam bukunya Himpunan hadis-hadis lemah dan palsu.

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/tuntunan-adzan-dan-iqamat/

Anda mungkin juga menyukai