A. Bunyi Hadits
يب ِ
ُ س َحدَّثَنَا َحب ٍ ُّوس بْ ُن بَ ْك ِر بْ ِن ُخنَ ْي ِ َْحَ ُد بْ ُن َمنِي ٍع َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ ُقد
ْ َحدَّثَنَا أ
ِ بن سلَي ٍم الْعب ِسى عن بِالَِل ب ِن ََيَي الْعب ِسى عن ح َذي َفةَ ب ِن الْيم
ان قَ َال إِ َذا َ َ ْ ْ ُ ْ َ ِّ َْ َ ْ ْ ْ َ ُّ َْ ْ ُ ُ ْ
صلى- ول اللَّ ِو ِ ِ ُّ ِم
َ ت َر ُس ُ اف أَ ْن يَ ُكو َن نَ ْعيًا فَِإ ِِّّن ََس ْع
ُ َخ َ ت فَالَ تُ ْؤذنُوا ِب إِ ِِّّن أ
ٌ َى َذا َح ِد. يَْن َهى َع ِن الن َّْع ِى-اهلل عليو وسلم
.1يث َح َس ٌن
Artinya :Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah
menceritakan kepada kami Abdul Quddūs bin Bakr bin Khunais, telah
menceritakan pada kami Habib bin Sulaim al-'Absi dari Bilal bin Yahya al-
'Absi dari Hudzaifah bin al-Yamān berkata : "Jika aku mati, janganlah kalian
mengumumkan kematianku, karena aku takut hal tersebut termasuk dari an-
Na'yu. Aku pernah mendengar Rasulullah saw. melarang an-Na'yu". Ini
merupakan hadits Hasan Shahih.
1
Muhammad bin Isa bin Sarwah al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, (Beirut : Darul
Gharbi al-Islami, 1998), hlm. 191, Juz. 4, no. Hadits : 1002, cet. Ke-2.
2
Ibrahim Musthafa, Ahmad az-Ziyad, Hamid Abdul Qadir, dan Muhammad an-Najjar,
al-Mu'jam al-Wasît, (Dar ad-Da'wah, T.t), Jld. 2, hlm. 891. Lihat juga karya Ahmad Warson
Munawwir, Kamus Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), cet.
Ke-14, hlm. 1365.
1
Adapun kata fa lā tu'ẓinu bî ( )فال جؤذوىا بيadalah bentuk kata kerja
larangan (ً )وهyang satu forma dengan kata lā tuf'il ( ْ)ال جُ ْف ِعل. Bentuk kata
kerja lampau kata tersebut adalah Āẓana ( )آذنyang memiliki arti
menetapkan ()وقري. Namun jika kata kerja tersebut disertakan huruf ba'
(huruf Khafad ba') seperti kata āẓana bi ( )آذن بــmaka artinya adalah
memanggil atau mengumumkan ()وادي و أعلم.3Makna yang tepat adalah
makna yang kedua, yakni mengumumkan, dengan adanya indikasi kata
penghubung ba' yang berada setelahnya.
Kata akhāfu ( )أخافadalah bentuk kata kerja mendatang ( الفعل
)المضارعdengan bentuk khāfa ( )خافsebagai forma kata kerja lampaunya.
Adapun bentuk nomina kata tersebut adalah khaufun, makhāfatun, dan
khîfatun ( خيفة، مخافة، )خىفyang memiliki arti keinginan atau harapan
supaya terlepas dari sesuatu yang ia benci atau kehilangan sesuatu yang
dicintai.4Dengan demikian, makna dari kata tersebut adalah bentuk
kecemasan dan kekhawatiran yang dialami seseorang.
Kata na'yan ( )وعياberupakan bentuk nomina yang berasal dari kata
kerja na'ā (ً )وعyang bisa dikonjungsikan dengan huruf lām atau ilā ( وعً لىا
)أو إليىا فالوا, yang artinya memberitahu atas wafatnya. Dengan demikian,
makna nomina sebelumnya adalah pemberitahuan kematian.5
Adapun kata yanhā 'an ( )يىهً عهadalah bentuk verba yang
memiliki arti melarang, mencegah, dan mengharamkan. Arti kata tersebut
diperoleng dari gabungan verba dengan konjungsi 'an ()عه. Hal itu akan
berbeda maknanya jika kata terja tersebut dikonjungsikan dengan huruf
yang lain semisal ilā ( )وعً إليً الخبرyang berarti telah sampai berita itu,
sama dengan kata kerja balagha ()بلغ.6
3
Ibrahim Musthafa, Ahmad az-Ziyad, Hamid Abdul Qadir, dan Muhammad an-Najjar,
al-Mu'jam al-Wasît, Jld. 1, hlm. 11.
4
Ibid, Jld. 1, hlm 262.
5
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Munawwir Arab-Indonesia, hlm. 1439-1440.
6
Ibid, hlm. 1471.
2
2. Kajian Tematis Komprehensif
Terhadap kajian Na'yu di atas, penulis ingin memaparkan beberapa
hadits yang setema dan semakna dengan hadits di atas. Fungsi pemaparan
hadits lain yang semakna adalah untuk memperoleh informasi dan
pemahaman yang komprehensif dan mendalam.
Adapun hadits-hadits yang senada dengan hadits uatama di atas
adalah :
a. Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah
َحدَّثَنَا َح َّك ُام بْ ُن َس ْل ٍم َوَى ُارو ُن بْ ُن: ي قَ َال َّ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ُْحَْي ٍد
ُّ الرا ِز
7
Muhammad bin Isa bin Sarwah al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, Jld. 2, hlm. 303
3
ف ِبِِ ْم َوَكبَّ َر ِ ِ اشي ِِف الْي وِم الَّ ِذي م
ِ نَعى الن
َ ات فيو َخَر َج إِ ََل الْ ُم
َ َصلَّى ف
َّ ص َ َ ْ َ َّ َّج َ َ
8
.أ َْربَ ًعا
Artinya : telah menceritakan kepada kami Ismail berkata : telah
menceritakan kepadaku Malik dari Ibnu Syihab dari Said bin al-Musayyab
dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah telah memberi kabar kematian
seorang Najasyi pada hari kematiannya, beliau keluar menuju mushala
kemudian membuat shaf dengan para sahabat lalu takbir (shalat jenazah)
empat kali.
8
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut : Dar Ibnu Katsir, 1987),
Jld. 1, no. 1174, bab al-Jana'iz, hlm. 349
9
Muslim bin al-Hujjaj, Shahih Muslim, (Beirut : Dar Ihya' al-Turats, T.t), jld. 1, no.
1594, hlm. 603
4
perempuan sangat hitam yang menyapu masjid atau seorang pemuda,
kemudian Rasulullah kehilangan dia dan bertanya perihal dia, mereka
menjawab : "ia telah mati". Lalu nabi bersabda : "kenapa kalian tidak
mengabariku?", Abu Hurairah berkata :"seolah-olah mereka meremehkan
perannya", lalu nabi bersabda : "tunjukkan padaku kuburannya!!", mereka
lalu menunjukkannya dan nabi shalat di atas kuburannya lalu beliau
bersabda :"Kuburan ini dipenuhi kegelapan karena keluarganya,
sesungguhnya Allah akan meneranginya karena mereka sebab shalatku
atas mereka".
3. Kajian Konfirmatif
Adapun ayat-ayat al-Quran yang dijadikan penulis sebagai bagian
dari konfirmasi hadits di atas adalah Q.S Jum'ah ayat 10 :
10
Ibnu Jarir at-Thabari, Jāmi'ul Bayan fî Tafsîri al-Quran, (Mesir : Dār Hajr, T.t), Juz.
12, hlm. 644.
5
ُّ ِ ص
اِب َحدَّثَنَا ٍ يم بْ ُن ُُمَ َّم ِد بْ ِن ِع ْرٍق َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َح ْف
َ ص الْ ُو
ِ ِ
ُ َحدَّثَنَا إبْ َراى
ُُمَ َّم ُد بْ ُن ِْحْيَ َر َع ْن َح ِري ِز بْ ِن عُثْ َما َن َع ْن َخالِ ِد بْ ِن َم ْع َدا َن َع ْن أَِِب أ َُم َام َة
Arti dari isi matan hadits tersebut adalah barang siapa yang shalat
Jum'ah, puasa pada hari Jum'ah, menjenguk orang sakit, menyaksikan
jenazah, dan menyaksikan pernikahan maka ia berhak memperoleh surga.
Penulis menganggap bahwa kegiatan menyaksikan jenazah tidak
akan bisa terealisir dan terlaksana jika sebelumnya tidak ada kabar dan
berita tentang kematian seseorang. Dengan demikian adalah hal yang pasti
bahwa media seseorang untuk mengetahui adanya kabar kematian itu
melalui, diantaranya, berita atau kabar kematian yang diumumkan oleh
orang lain.
11
Abu al-Qāsim at-Thabrani, Musnad al-Syāmiyyîn, (Beirut : Mu'assasah al-Risālah,
1984), Juz. 2, hlm. 131
6
yang senada dan terdapat konteks penngecualian pada istilah na'yu itu
sendiri.12
Dengan demikian, penulis menganggap bahwa pemahaman yang
dilakukan oleh Hudzaifah adalah pemahaman yang bersifat kebahasaan.
Dari pemahaman tersebut ia tarik pada keumuman makna na'yu. Hal itu
juga bisa dilihat dari kisah yang diceritakan oleh as-Shan'ani dalam
kitabnya, Subulus Salām, bahwa ketika orang-orang datang pada
Hudzaifah,13 ia mengatkan demikian :
إذا مت فال يؤذن أحد إِن أخاف أن يكون نعياً فإِن َسعت رسول هلل
12
Abu al-Ula, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarkhi Jāmi'i at-Turmudzi, al-Maktabah al-
Syamilah, Juz. 3, hlm. 42
13
Konteks berita ini adalah ketika Hudzaifah sedang menghadapi sakaratul maut,
sehingga banyak para sahabat untuk datang men-talqin-nya. Hal senada juga terjadi pada
kisah 'Alqamah bin Qais bin Abdillah ketika para sahabat datang menemuinya dan mereka
men-Talqin-nya seraya Alqamah berwasiat :"ketika nanti datang ajalku, maka duduklah
kalian seraya men-talqin-ku dengan Lā ilāha Illallāh, segeralah kalian menaruhku pada
liang kubur, janganlah kalian memberi kabar kematianku kepada orang lain, karena saya
khawatir hal itu merupakan bagian dari na'yu orang-orang jahili".
14
Muhammad bin Ismail al-Shan'ani, Subulus Salam, (Maktabah Musthafa al-Babi al-
Halbi, 1960), Maktabah al-Syamilah,juz 2, hlm. 100-101
15
Waliyuddin at-Tabrizi, Misykatul Mashabih, Maktabah al-Syamilah, Juz. 5, hlm.
747-749
7
5. Analisis Generalisasi
Adapun makna unuversal hadits di atas adalah bahwa kegiatan
pemberian kabar kematian seseorang kepada khalayak umum tidaklah
serta merta dilarang, selama tidak mengandung unsur-unsur kemegahan,
kesombongan, apalagi adanya unsur ratapan yang ditujukan pada mayat
yang bersangkutan.
Larangan yang dimaksudkan pada hadits tersebut adalah bentuk
na'yu yang ditradisikan oleh orang-orang jahiliyah. Dimana ketika ada
seseorang yang meninggal dunia, terlebih yang meninggal adalah para
pembesar kaumnya, maka yang dilakukan mereka adalah dengan
mengirimkan orang untuk mengumumkan kematian di pintu-pintu masjid
dan pasar dengan adanya unsur kemegahan, kegaduhan, kesombongan,
dan sejenisnya yang diselipkan pada pengumunan kematian tersebut.
Dalam ham ini Ibnu Hajar al-Atsqallani menyebutkan setidaknya
ada tiga kategori dalam istilah na'yu yang memiliki konskuensi hukum
yang berbeda. Pertama, pemberian berita atau kabar kematian para ahli
ilmu dan orang-orang saleh hukumnya boleh, bahkan sunnah. Kedua, jika
di dalamnya mencakup undangan untuk merayakan kematian dengan
bermegah-megahan maka hukumnya makruh. Ketiga, jika di dalamnya
terdapat ajakan pada seseorang untuk meratapi mayat, maka hukumnya
haram.16
16
Ibnu Hajar al-Atsqallani, Fathul Bari, (Beirut : Dar al-Ma'rifa, 1379 H), juz. 3,
hlm. 117.
8
Daftar Pustaka
Al-Quran al-Karim.
Al-Turmudzi, Muhammad bin Isa bin Sarwah, Sunan al-Turmudzi,
Beirut : Darul Gharbi al-Islami, 1998.
Al-Hujjaj, Muslim bin, Shahih Muslim, Beirut : Dar Ihya' al-Turats, T.t.
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, (Beirut : Dar Ibnu
Katsir, 1987.
Musthafa, Ibrahim, Ahmad az-Ziyad, Hamid Abdul Qadir, dan
Muhammad an-Najjar, al-Mu'jam al-Wasît, Dar ad-Da'wah, T.t.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Munawwir Arab-Indonesia,
Surabaya : Pustaka Progresif, 1997. cet. Ke-14
At-Thabari, Ibnu Jarir, Jāmi'ul Bayan fî Tafsîri al-Quran, Mesir : Dār
Hajr, T.t.
At-Thabrani Abu al-Qāsim, Musnad al-Syāmiyyîn, (Beirut : Mu'assasah
al-Risālah, 1984.
Al-Ula, Abu, Tuhfatul Ahwadzi bi Syarkhi Jāmi'i at-Turmudzi, al-
Maktabah al-Syamilah.
Al-Shan'ani, Muhammad bin Ismail, Subulus Salam, Maktabah
Musthafa al-Babi al-Halbi, 1960, Maktabah al-Syamilah.
At-Tabrizi, Waliyuddin, Misykatul Mashabih, Maktabah al-Syamilah.
Al-Atsqallani, Ibnu Hajar, Fathul Bari, Beirut : Dar al-Ma'rifa, 1379 H.
9
10