Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ASBABUL WURUD (HADIS 13, 14, DAN 16

Oleh:
Elsa Tania (1900027033)
Alvin junison (1900027031)
Faizin jabibil haq Amahoroe (1900027037)
Waldi Juma (1900027038)

A. HADIS 13

، ‫ َح' َّدثَنَا َم ْع َم' ٌر‬: ‫'ال‬ ٍ ‫ َح' َّدثَنَا يَ ِزي' ُد بْنُ ُز َري‬: ‫ قَا َل‬، ‫ب‬
َ َ‫ ق‬، ‫ْ'ع‬ ِ ‫ك ْب ِن أَبِي ال َّش َو‬
ِ ‫ار‬ ِ ِ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َع ْب ِد ْال َمل‬
‫ " إِ َذا‬: ‫ص'لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي' ِه َو َس'لَّ َم‬ َ ِ ‫ قَا َل َر ُس'و ُ'ل هَّللا‬: ‫ ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل‬، َ‫ ع َْن أَبِي َسلَ َمة‬، ‫ي‬ ُّ ‫ع َِن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬
َّ ‫ َو َعلَ ْي ُك ُم‬، َ‫ َولَ ِك ِن ا ْئتُوهَ''ا َوأَ ْنتُ ْم تَ ْم ُش 'ون‬، َ‫صاَل ةُ فَاَل تَأْتُوهَا َوأَ ْنتُ ْم تَ ْس َعوْ ن‬
‫ فَ َم''ا أَ ْد َر ْكتُْ'م‬،ُ‫الس ' ِكينَة‬ َّ ‫ت ال‬ ِ ‫أُقِي َم‬
‫صلُّوا' َو َما فَاتَ ُك ْم فَأَتِ ُّموا‬
َ َ‫" ف‬.
I. TERJEMAH HADIS:
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Asy Syawarib
berkata: telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai' berkata: telah menceritakan
kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah ia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika shalat telah didirikan maka
janganlah kalian datangi dengan tergesa-gesa, akan tetapi datangilah dengan berjalan dan
tenang. Apa yang kalian dapati maka shalatlah dan apa yang kalian tertinggal maka
sempurnakanlah.
II. TAKHRIJ
Hadis ini terdapat dalam kitab sunan Tirmidzi dalam bahasan Ash-Shalah bab Ma Ja’a Fi-
Al masyyiila Al-Masjid. Hadis ini juga diriwayatkan oleh oleh Al-Bukhari dalam bahasan
Al-Adzan Ma bab Ma Yas’a Ila Ash-Shalah musta’jilan wal yaqum bi as-sakinah wa-al
waqar. Muslim dalam bahasan Al-Masjid bab Istihbah Ityan Ash-Shalah bi Waqar Wa
Sakinah Wan-Nahyu'an Ityaniha Sa’yan, Abu Dawud dalam bahasan Ash-Shalah bab As-
Sa'yu Ila Ash-Salah. An-Nasai dalam bahasan Ash-Shalah bab as-sa'yu ila as-shalah. Ibnu
Majah dalam bahasan al-masjid wa-al jama’ah bab Al-Masyyu Ila Ash-Shalah, Hadis ini
juga dilansir oleh Ad-Darimi dalam bahasan Ash-Shalah bab Al-Masyyu ila Ash-Shalah,
dan Ahmad dari hadis Abu Qatadah dari Ayahnya, serta Malik dalam bahasan Ash-
Shalah bab Ma Ja’a Fi An-Nida' li Ash-Shalah.
III. ANALISIS SANAD

Kualitas periwayat

a. Abu Hurairah

Nama: Abdurrahman bin Shakr, wafat 57 H, kuniyah Abu hurairah, kualitas rawi
Shahabat

b. Abu Salamah

Nama: Abdullah bin Abdurrahman bin Auf, wafat 94 H, kalangan Tabi’in, kuniyah Abu
Salamah, kualitas rawi: tsiqah maksur (ibn Hajar), tsiqah (ibn Hibban).

c. Az-zuhri

Nama: Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin Syihab, wafat 124 H,
kalangan Tabiut Tabi’in, kuniyah Abu Bakar, kualitas rawi: Faqih hafidz mutqin (Ibn
Hajar), seorang tokoh (adz dzahabi).

d. Ma’mar

Nama: ma’mar bin Rasyid, wafat 154 H, kuniyah Abu Urwah, kalangan tabiut tabi’in,
kualitas perawi: Tsiqah tsabat (Ibn hajar), Shalihul hadis (Abu hatim) Tsiqah ma’mun
(an Nasai)

e. Yazid ibn zuraij

Nama: Yazid ibn Zuraij, wafat 182 H, kuniyah Abu Muawiyah, kalangan tabiut tabi’in,
kualitas perawi: Shaduuq Tsiqa ma’mun (Yahya bin Main), tsiqah tsabat (ibn hajar)

f. Muhammad bin abdulmalik bin abi asy-syawarib

Nama: Muhammad bin Abdul Malik bin Abi AsySyawarib bin Muhammad, wafat 224
H, kuniyah Abu Ubaidillah, kalangan tabiut tabi’in, kualitas perawi: tsiqah, la ba’sa bih
(an Nasai), Shaduuq (ibn Hajar)

IV. ASBABUL WURUD


Ahmad Al-Bukhari, dan Muslim meriwayatkan dari Abu Qatadah dari Ayahnya ia
berkata: ketika kami sholat bersama Nabi SAW, tiba-tiba beliau mendengar suara gaduh
orang-orang. Setelah selesai, beliau bertanya “ ada apa dengan kalian?” Mereka
menjawab, “ kami tergesa-gesa mendatangi sholat.” Beliau pun bersabda, janganlah
kalian berbuat seperti itu! Jika kalian mendatangi sholat maka datangilah ia dengan
tenang. Rakaat berapa saja yang kalian dapatkan maka kerjakanlah, dan berapa yang
kalian tinggal maka sempurnakanlah.”
V. SYARAH HADIS
Para ulama berkata, hikmah menghadiri salat dalam keadaan tenang dan larangan untuk
mendatanginya dengan tergesa-gesa adalah orang yang pergi untuk mengerjakan salat
sebenarnya bertujuan untuk melaksanakan ibadah tersebut dengan baik. Oleh karena itu,
hendaklah ia menerapkan semua etika dengan baik pula dan dengan cara yang sempurna.
Inilah sebenarnya makna yang terkandung dalam riwayat hadits kedua yang artinya, “jika
seseorang diantara kalian telah bermaksud untuk menunaikan ibadah salat, maka ia
dianggap dalam rangkaian ibadah salat tersebut.”

‫(اذا اقيمت الصالة‬jika iqamah telah dikumandangkan) Rasulullah Saw sengaja menyebutkan
istilah iqamah dalam sabdanya untuk strerssing agar tidak dipahami sebagai tanda ajakan
salat lainnya. Kalau seseorang saja dilarang tergesa-gesa untuk mendatangi salat ketika ia
mendengar kumandang iqamah hanya khawatir tertinggal jama’ah dengan imam masih
tersedia cukup luang. Hal ini diperkuat sabda Nabi Saw, “jika salah seorang diantara
kalian telah sengaja untuk menunaikan ibadah salat, maka setelah itu ia telah dianggap
berada dalam rangkaian salat.”

‫( وما فا تكم فاءتموا‬dan raka’at yang tertinggal dari kalian, maka sempurnakanlah) kalimat
hadits tersebut mengandung dalil bahwa seseorang telah berbicara dengan redaksi, “kami
terttinggal waktu salat” kalimat ini tidak dikategorikan sebagai kalimat yang makruh
diucapkan. Demikianlah pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama, berbeda dengan
pendapat ibnu sirin yang memakruhkan kalimat seperti itu. Menurutnya, hendaklah
seseorang berbicara dengan redaksi, “kami tidak sempat menjumpai waktu salat.”

Redaksi kalimat diatas juga kalimat redaksi yang disebutkan dalam matan hadits Al-
Imam Muslim dan kebanyakan perawi yang lain. Namun dalam riwayat yang lain ada
yang menyebutkan dengan menggunakan redaksi:waqdhi maa
sabqaka(qadha’lah{raka’at}salat yang tertinggal darimu). Para ulama bebrbeda pendapat
mengenai masalah ini, meururt imam syafi’i dan mayoritas ulama generasi salaf dan
khalaf menyebutkan bahwa rak’at yang dilakukan oleh makmum masbuq bersama imam
dianggap sebagai raka’at awalnya. Sedangkan raka’at yang ia kerjakan setelah salam
dianggap sebagai akhir salatnya. Hal ini bebrbeda dengan pendapat yang disampaikan
oleh Abu Hanifah dan sekelompok ulama yang lain. Sedangkan pendapat yang
disampaikan oleh malik dan murid-muridnya adalah dua riwayat yang disampaikan oleh
kedua pendapat diatas.

HADIS 14

َ ‫ ع َْن أَبِي إِ ْس' َحا‬، َ‫َّاج ب ِْن أَرْ طَ''اة‬


‫ ع َْن‬، ‫ق‬ ِ ‫ َع ِن ْال َحج‬، ‫'اربِ ُّي‬
ِ '‫ َح' َّدثَنَا ْال ُم َح‬: ‫ قَ''ا َل‬، ‫س ْال ُك''وفِ ُّي‬
َ ُ‫َح َّدثَنَا ِه َشا ُم بْنُ يُون‬
ُ ‫ص 'لَّى هَّللا‬ َ 'َ‫ ق‬: ‫ ع َْن ُم َعا ِذ ب ِْن َجبَ ٍل قَااَل‬، ‫ َع ِن ا ْب ِن أَبِي لَ ْيلَى‬، َ‫ َوع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ُم َّرة‬، ‫ ع َْن َعلِ ٍّي‬، َ‫هُبَي َْرة‬
َ ‫'ال النَّبِ ُّي‬
‫ فَ ْليَصْ نَ ْع َك َما يَصْ نَ ُع اإْل ِ َما ُم‬،‫ال‬ َّ ‫ إِ َذا أَتَى أَ َح ُد ُك ُم ال‬: ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ٍ ‫صاَل ةَ َواإْل ِ َما ُ'م َعلَى َح‬

I. TERJEMAH HADIS

“Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Yunus Al Kufi telah menceritakan kepada
kami Al Muharibi dari Al Hajjaj bin Arthah dari Abu Ishaq dari Hubairah bin Maryam
dari Ali dan dari Amru bin Murrah dari Ibnu Abu Laila dari Mu'adz bin Jabal Rasulullah
Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seseorang diantara kalian pergi ke masjid
untuk shalat berjama'ah lalu kalian mendapati imam sedang melakukan suatu gerakan
dalam shalat, hendaknya ia langsung mengikuti gerakan imam."

II. TAKHRIJ

HR. At-Tirmidzi dalam bahasan ash-shalah bab ma dzukira fi Ar-rajuli Yudrika Al-Imam
Sajidan Kaifa Yashna’u. Abu isa berkata, ‘status hadits gharib. Kami tidak mengetahui
adanya seseorang yang meriwayatkan secara tersambung sanadnya kecuali yang
diriwayatkan dari jalur riwayat ini,” Mereka mengatakan bahwa apabila seseorang tiba di
masjid saat imam sedang sujudd, maka hendaklah ia bersujud namun rakaat tersebut tidak
terhitung baginya manakala ia terlewatkan rukuk bersama imam.Hadis ini juga dilansir
abu dawud dalam bahasa ash-shalah bab ma dzukira fi Ar-Rajuli Yudrika Al-iman
sajidan kaifa yasnha’u dengan redaksi-redaksi yang berlainan. Demikian pula imam
Ahmad dan dari anas. Hadits ini juga dilansir Ahmad dan dari anas juga dengan redaksi-
redaksi yang berdekatan.

III. ANALISI SANAD

Kualitas Perawi
a. Ali bin Abi Thalib

Nama: Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib, wafat 40 H, kuniyah Abu Hasan,
kualitas Perawi: Shahabat, kalangan Shahabat

b. Hubairah

Nama: Hubairah bin Yarim, wafat 66 H, kuniyah Abu Harist, kalamgan shahabat,
kualitas perawi: la ba'sa bihi (Ibn Hajar dan Ahmad bin Hambal), Tsiqah (AdzDzahabi)

c. Abu Ishaq

Nama: Amru bin Abdullah bin Ubaid, Wafat 127 H, kuniyah Abu Ishaq, kalangan
Tabi’in, kualitas perawi: Tsiqah (Yahya bin Ma’in), Tsiqah (Ahmad bin Hambal)

d. Hajjaj bin Arthah

Nama: Hajjaj bin Arthah bin Tsaur bin Hubairah, wafat 145 H, kuniyah Abu Arthah,
kalangan tabiut tabi’in, kualitas perawi: Shaduuq (Yahya bin Ma’in),

e. Al Muharibi

Nama: Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Bakar Ziyad, wafat 195 H, kuniyah Abu
Muhammad, kalangan tabiut tabi’in, kualitas perawi: Tsiqah (Yahya bin Main), Tsiqah
(an Nasai), Tsiqah (ad Daruqutni)

f. Hisyam bin Yusnus al khufiyyu

Nama: Hisyam bin Yunus bin Wabil, wafat 252 H, kuniyah Abu Qasim, kalangan tabiut
tabi’in, kualitas perawi: tsiqah (an Nasa’i), Tsiqah (adz Dzahabi), Tsiqah (Ibn Hajar)

IV. ASBABUL WURUD

Ath-Thabrani meriwayatkan dari muadz, ia berkata: Orang-orang pada zaman Rasulullah


SAW, apabila salah seorang dia antara mereka tertinggal sebagian dari shalat maka ia
bertanya kepada jamaah, lalu ia memasuki shalat bersama mereka. Kemudian datanglah
muadz saat para jamaah sedang duduk dalam shalat mereka, lalu ia ikut duduk bersama
mereka. Ketika Rasulullah SAW telah salam, maka ia berdiri untuk mengqadah rakaat
yang terlawatkan baginya. Rasulullah SAW bersabdah “lakukanlah apa yang dilakukan
oleh muadz”. Dalam riwayatkan lain miliknya disebutkan: lalu aku berkata, “aku tidak
mendapati imam dalam posisi melainkan aku mengikutinya sehingga aku mengikuti
posisi yang aku dapati dari mereka.” Rasulullah SAW bersabda ,”Muadz telah
menetapkan sunnah bagi kalian, maka ikutilah ia. Apabila salah seorang di antara kalian
datang pada waktu ia tertinggal sebagian dari shalat, maka hendaklah ia mengerjakan
shalat bersama imam dengan mengikuti shalatnya. Apabilla imam telah selesai, maka
hendaklah ia mengqadha yang terlewatkankan baginya.”

V. SYARAH HADIS
Syarah ini diambil dari buku tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ Tirmidzi.
Makna dari matan hadis adalah jika seseorang dari kalian mengerjakan shalat dan imam
pada keadaan tertentu, seperti sedang berdiri, ruku’, sujud, atau duduk, maka ikutilah
imam tersebut sebagaimana keadaan iamam tersebut saat shalat dan jangan menunggu
imam untuk berdiri (mendahului imam saat berdiri dari sujud) seperti yang dilakukan oleh
orang awam. Dalam riwayat Ibnu Syaibah dari seorang lelaki dari kaum Anshar secara
marfu berbunyi “barangsiapa yang melihatku ruku’ atau berdiri atau sujud maka
hendaklah ia melakukan hal tersebut bersamaku pada keadaan yang aku lakukan saat itu”
sedangkan apa yang dikeluarkan oleh Said bin Mansur dari Anas yang merupakan
penduduk Madinah seperti lafadz dari riwayat Ibnu Syaibah.

Sabda (wa la tujzi’u…) dalam arti jika seorang makmum sampai kepada ruku’ bersama
imam, maka ia dihitung masuk kepada rakaat tersebut, ini adalah madzhab jumhur,
mereka berpendapat sesungguhnya orang yang sampai kepada ruku’ bersama imam, maka
ia masuk dalam rakaat tersebut meskipun tidak mendapatkan qiraah imam (saat keadaan
berdiri). Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa ia tidak mendpatkan rakaat tersebut jika
tertinggal bacaan fatihah imam saat berdiri, walaupun ia masih bisa membersamai imam
dalam ruku’, pendapat ini yang dipakai oleh ahli dzahir, Ibnu Khuzaimah dan Abu Bakar
Ad-Dhab’I. Ibnu Sayyid An-Nas meriwayatkan pendapat tersebut dalam Syarah Tirmidzi
dan menyebutkan di dalamnya seraya bercerita tentang apa yang telah driwayatkan oleh
Ibnu Khuzaimah, bahwasanya ia berargumen demikina berdasarkan apa yang telah
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda
“Barangsiapa yang mendapati imam dalam keadaan ruku’, maka hendaklah ia ruku’
bersamanya dan mengulangi rakaat tersebut”. Imam Bukhari meriwayatkannya dalam bab
bacaan di belakang imam dari Hadis Abu Hurairah bahwa ia berkata jika suatu kaum
mendapati ruku’, maka ia tidak mendapatkan rakaat tersebut.
HADIS 16

‫'رو ْب ِن ُس'لَي ٍْم‬ ِ '‫ ع َْن َع ْم‬، ‫'ر‬ ُّ ‫ ع َْن َع''ا ِم ِر ب ِْن َعبْ' ِد هَّللا ِ ب ِْن‬، ‫ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن َس' ِعي ٍد‬، ‫َح َّدثَنَا ْال َم ِّك ُّي بْنُ إِ ْب َرا ِهي َم‬
ِ '‫الزبَ ْي‬
‫ إِ َذا‬: ‫ص'لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي' ِه َو َس'لَّ َم‬
َ ‫'ال النَّبِ ُّي‬
َ 'َ‫ ق‬: ‫'ال‬ َ 'َ‫ ق‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْن'ه‬
ِ ‫ي َر‬َّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ َس ِم َع أَبَا قَتَا َدةَ ْبنَ ِرب ِْع ٍّي اأْل َ ْن‬، ‫الز َرقِ ِّي‬ ُّ
‫ُصلِّ َي َر ْك َعتَي ِْن‬ ِ ‫َد َخ َل أَ َح ُد ُك ُم ْال َمس‬
َ ‫ْج َد فَاَل يَجْ لِسْ َحتَّى ي‬

I. TERJAMAH HADITS

“Telah menceritakan kepada kami Al Makkiy bin Ibrahim dari 'Abdullah bin Sa'id dari
'Amir bin 'Abdullah bin Az Zubair dari 'Amru bin Sulaim Az Zuraqiy dia mendengar Abu
Qatadah bin Rib'iy Al Anshariy radliyallahu 'anhu berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Jika seorang dari kalian masuk ke dalam masjid maka janganlah dia
duduk sebelum shalat dua raka'at."

II. TAKHRIJ HADIS

Hadis tersebut adalah lafadz milik al-Bukhari dalam kitab : at-Taqshir bab: ma Ja’a fi at-
Tathawwu’ Matsna-matsna (Hadis-hadis tentang Shalat Sunnah Dua-dua rakaat). Juga
dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab: al-Masajid bab: Tahiyyat al-Masajid wa al-Imam
Yakhtubu, wa Jawazu at-Ta’lim fi al-Khutbah (Tahiyyatul masjid ketika imam sedang
berkhutbah). Dan juga oleh Ibnu Majah dalam kitab: Iqamat ash-Shalah wa as-Sunnatu
fiha, bab: Man Dhakalah al- Masjid fa la yajlis hatta yarka’ (Barangsiapa masuk masjid
maka janganlah dia duduk hingga ia shalat).

III. ANALISIS SANAD


a. Abu Qathadah
Nama: Abu Qatadah bin Rib’iy al Anshary, wafat 54 H, kuniyah Abu Qathadah,
kalangan Shahabat, kualitas perawi: Shahabat.
b. Amru bin Sulaim Az Zuraiq
Nama: Amru bin Sulaim bin Amru bin Khaldah bin Makhlad bin Amir bin Zuraiq,
wafat 104 H, kuniyah (tidak diketahui), kalangan Tabi’in, kualitas perawi: Tsiqah (an
Nasa’i), Tsiqah (adz dzahabi),Tsiqah (ibn Hajar)
c. Amir bin Abdullah bin Zubair
Nama: Amir bin Abdullah bin Zubair al Awwam, wafat 121 H, kuniyah Abu al
Harist, tingkatan tabi’in, kualitas perawi: Tsiqah (Yahya bin Ma’in), tsiqah (Ahmad
bin Hambal), ahli ibadah (Adz Dzahabi)
d. Abdullah ibn Said
Nama: Abdullah bin Said bin Abi Hind, wafat 147 H, kuniyah Abu Bakar, kalangan
Tabi’in (tidak jumpa sahabat), kualitas perawi: tsiqah (Yahya bin main), Tsiqah
Tsiqah (Ahmad bin Hambal), Shaduuq (Ibn Hajar)
e. Al Makkiy ibn Ibrahim
Nama: Makkiy bin Ibrahim bin Basyrir bin Farqad, wafat 215 H, kuniyah Abu as
Sakan, tingkatan tabi’in, kualitas perawi: shalah (Yahya bin Main), laisa bihi ba’s (an
Nasa’i) Tsiqah Tsabat (ibn Hajar)

IV. ASBABUL WURUD

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, dan Ahmad, Muslim, dari Jabir bin Abdillah, bahwa
Sulaik datang ke masjid, sedang Nabi SAW sedang berkhotbah, lalu ia duduk, melihat itu
Nabi SAW memerintahkannya untuk Sholat dua rokaat, kemudian Beliau menghadap ke
orang-orang dan berkata, “Apabila salah seorang diantara kalian masuk masjid dan
imam sedang berkhutbah maka shalatlah dua rakaat dengan meringankan keduanya”.

Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari, Muslim dari Abu Qatadah ia berkata: aku masuk
masjid sementara Rasulullah SAW sedang duduk diantara orang-orang, lalu aku duduk,
maka Rasulullah SAW bersabda: “apa yang menghalangimu untuk melakukan shalat dua
rakaat sebelum engkau duduk? aku menjawab: “aku melihat engkau duduk, begitu juga
dengan orang-orang”. Beliau berkata: “dan apabila salah seorang diantara kalian
masuk masjid maka janganlah ia duduk hingga ia sholat dua rakaat”.

V. SYARAH HADIS
(Bab tentang shalat sunnah dua rakaat-dua rakaat) yakni dalam shalat malam dan siang
hari. Ibnu Rasyid berkata, “maksud imam Bkhari dengan hadis-hadis yang disebutkannya
di bab ini adalah untuk menjelaskan bahwa makna perkataannya adalah “dua rakaat-dua
rakaat adalah mengucapkan salam setiap dua rakaat.”
( ِّ‫وجابِ ِر ْب ِن زَ ْي' ٍد َو ِع ْك ِر َم' ةَ َوال ٌّز ْه''ري‬
َ ‫س‬ٍ َ‫ار َوأبِ ْي َذرٍّ َوأَن‬
ٍ ‫( ) َوي ُْذ ًكل ُر ع ًْن َع َّم‬Hal demikian disebutkan dari
Ammar, Abu Dzar, Annas, Jabir bin Zahid, Ikrimah dan Zuhri). Adapun Ammar, seakan-
akan Imam Bukhari mengisyaratkan riwayat yang dikutip oelh Ibnu Abi Syaibah melalui
jalur Abdurrahman bin Al-harits, bin Hisyam dan Ammar bin Yasir, (‫صلِّئ‬ َ َ‫أنَّهُ َد َخ َل ْال َم ْس ِج َد ف‬
‫)ر ْك َعتَي ِ'ْن خَ فِ ْيفَتَي ِْن‬
َ (bahwasannya dia masuk mesjid lalu shalat dua rakat yang ringan /
ringkas, sanadnya tergolong hasan. Sedangkan Abu Dzar, maka seqakan-akan Imam
Bukhari menyetir riwayat yang dikutip oleh Ibnu Abi Syaibah melalaui jalur Malik bin
Aus dari Abu Dzar, (‫صلِّي ِع ْن َدهَا َر ْك َعتَ ْي ِن‬ ِ ‫( )أنَّهُ َد َخ َل ْأل َم ْس ِج َد فَأَتَئ َس‬bahwasannya dia masuk
َ ‫اريَةً َو‬
mesjid lalu mendekati tiang dan shalat disana dua rakaat). Sementara Annas, maka
sepertinya Imam Bukhari menyitir hadis Annas yang masyhur sehubungan dengan shalat
Nabi SAW saatr itu adalah dua rakaat. Riawayat ini telah disebutkan pada pembahasan
tentang shaf (barisan shalat). lalu beliau menyebutkan di bab ini secara ringkas. Adapun
Jabir Bin Zaid, yaitu Abu Sya’tsa Al Bashri, Aku belum menemukan riwayat darinya
yang mengindikasikan pendapat seperti di atas. Mengenai Ikrimah, telah diriwayatkan
ُ ‫َرأَي‬
oleh Ibnu Syabibah dari Harami bin Umarah, dari Abu Khaldah, dia berkata (َ‫ْت ع ْك ِر َمة‬
َ َ‫) َد َخ َل ْأل َم ْس ِج َد ف‬
ِ ‫صلَّئ فَ ْي ِه َر ْك َعت‬
‫َين‬
(Aku melihat Ikrimah masuk masjid, lalu shalat di sana dua rakaat).
Sedangkan Zuhri, maka aku tidak menemukan riwayat dari beliau yang mengindikasikan
pendapat di atas.
Maksud imam bukhari menyebutkan hadis-hadis tersebut adalah sebagai bantahan bagi
mereka yang berpendapat bahwa melaksanakan shalat sunnah di siang hari adalah empat
rakaat sekaligus. Sementara mayoritas ulama cenderung memilih untuk salam setiap dua
rakaat shalat sunnah, baik di malam maupun siang hari. Sehingga Abu Hanifah dan kedua
muridnya mengatakan, bahwa seseorang diberi kebebasan untuk memilih dua rakaat atau
empat rakaat sekaligus pada shalat sunnah di siang hari. Lalu para ulama menganggap
makruh apabila lebih dari yang demikian itu.
Di bagian pembahasan witir telah dinukil tentang sebagian orang yang berdalil dengan
sabdanya “shalat malam dua rakaat” untuk mengatakan shalat siang dan shalat malam.
Untuk Ibnu Al-Manayyar berkata dalam Al-Hasyiyah, “disebutkannya secara khusus
karena adanya shalat witir maka, tidak boleh mengkhiaskan (menganalogikan) shalat lain
kepada shalat witir, sehingga orang yang shalat malam melakukannya dengan jumlah
ralaat yang ganjil. Oleh sebab itu, tidak ada dua kali witir dalam sehari, adapun shalat
malam selain witir dilakukan dua rakaat-dua rakaat.”
Apabila sudah jelas faedah disebutkan malam secara khusus, maka kesimpulannya
adalah, shalat sunnah selain witir dilakukan dua rakaat-dua rakaat, yang mencakup shalat
malam dan siang hari.

Anda mungkin juga menyukai