Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH ULUMUL HADITS

BAB HADITS HASAN

Mata Kuliah : Ulumul Hadits


Dosen : Ust. Faishal Arbi, Lc., MM
Kelas : 3A - IN
Kelompok :2
Anggota :
1. Achmad Haryanto
2. Aris Riswandi
3. Maulana Alfarisi
4. Muhammad Syahadillah Umar
5. Rifqi Azam Nasution
6. Samsul Muarif
7. Syahrul Fajar
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

Rumusan Masalah
A. Pengertian, Syarat, dan Hukum Hadits Hasan
B. Tingkatan Hadits Hasan
C. Penjelasan “Hadits ini hasan sanadnya” dan “Hadits ini hasan shahih”
D. Contoh-contoh Hadits Hasan
E. Kitab-kitab Hadits Hasan
F. Kesimpulan

2 | Page
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

A. Pengertian, Syarat, dan Hukum Hadits Hasan


Secara bahasa, al-Hasan adalah sifah musyabbahah dari kata al-husnu yang berarti
keindahan. Sedangkan secara istilah, hadits hasan berada di pertengahan antara hadits shahih
dan hadits dhaif. Oleh karena itu, para ulama memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai
hadits hasan. Menurut Ibn Hajar, pendapatnya ini adalah yang terpilih, hadits hasan adalah
hadits yang bersambung sanadnya, dan diriwayatkan oleh rawi adil yang sedikit lemah
hafalannya dari yang semisalnya hingga akhir (sanad), tanpa ada perselisihan (syadz) dan cacat
(‘illah).
● Syarat hadits hasan
1. Sanadnya bersambung.
2. Diriwayatkan oleh perawi yang adil; dalam hal ini perawi memiliki sifat-sifat sebagai
seorang muslim, baligh, berakal, tidak fasik, dan tidak tercela perilakunya.
3. Diriwayatkan oleh perawi yang dhabith, namun lemah.
4. Tidak ada penyimpangan (syadz).
5. Tidak ada cacat (‘illah).

● Hukum hadits hasan


Hukum hadits hasan seperti hadits shahih dalam landasan hukum, walaupun sedikit
rendah kekuatannya dibandingkan hadits shahih, namun tetap dijadikan sebagai hujjah. Hadits
hasan juga dijadikan sebagai landasan hukum oleh mayoritas pakar fiqh, pakar hadits, dan
pakar ushul fiqh.

B. Tingkatan Hadits Hasan


Imam Adz-Dzahabi telah membagi hadits hasan ke dalam dua tingkatan :
1. Tingkatan yang paling tinggi: Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya; Amru bin
Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya; Ibnu Ishak dari at-Taimi. Contoh-contoh seperti ini
ada yang mengatakan shahih, hanya saja derajat ke-shahihan-nya paling rendah.
2. Setelah itu merupakan (sanad-sanad) yang diperselisihkan ke-hasan-an dan ke-dla’ifan-
nya; seperti haditsnya Harist bin Abdullah, ‘Ashim bin Dlamrah, Hajjaj bin Arthah, dan
semacamnya.

3 | Page
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

C. Penjelasan “Hadits ini hasan sanadnya” dan “Hadits ini hasan shahih”
● Hadits ini hasan sanadnya
Dalam hal ini, ulama hadits hanya menjamin adanya tiga syarat pada hadits tersebut,
yakni sanadnya bersambung, rawi yang adil, dan dhabith. Sedangkan terkait adanya syadz dan
‘illah, mereka belum bisa menjamin hal itu. Berarti ada kesempatan luas bagi para peneliti
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai apakah ada syadz dan ‘illah-nya.
● Hadits ini hasan shahih
Ibnu Hajar Al Asqalani berpendapat yang juga dibenarkan oleh Al Imam As-Suyuthi.
- Pertama, jika hadis tersebut memiliki dua jalur sanad atau lebih maknanya hadis
tersebut hasan berdasarkan satu jalur sanad dan shahih berdasarkan jalur sanad
lainnya.
- Kedua, jika hadis itu hanya punya satu jalur sanad maka maknanya, hadis itu hasan
menurut suatu kaum dan shahih menurut kaum lainnya.

D. Contoh-contoh Hadits Hasan


● Contoh ke-1

,‫خل َ ٍد ب َِم ْعنَى ال ْ ِإ ْسنَا ِد‬


ْ ‫اع بْ ُن َم‬
ُ ‫ج‬ َ ‫ان بْ ُن أَبِي َشيْبَ َة َو ُش‬ ُ ‫عث َْم‬ُ ‫ِيع بْ ُن نَا ِف ٍع َو‬
ُ ‫الرب‬َّ ‫ان َو‬
َ ‫عث َْم‬ ُ ‫َح َّدثَنَا َع ْم ُرو بْ ُن‬
‫ع ْن‬َ ,‫ع ْن ُز َهيْ ٍر يَ ْع ِني ابْ َن َسالِ ٍم ال َْعن ْ ِس َّي‬ َ ‫ي‬ ِ ‫عبَيْ ٍد الْكَل‬
,ّ ِ ‫َاع‬ ُ ‫عبَيْ ِد الل َّ ِه بْ ِن‬
ُ ‫ع ْن‬ َ ‫عيَّ ٍاش َح َّدثَ ُه ْم‬َ ‫أ َ َّن ابْ َن‬
‫عل َيْ ِه‬َ ‫ع ْن النَّب ِ ِّي َصلَّى الل َّ ُه‬ َ ,‫ان‬ َ َ‫ َع ْن ثَ ْوب‬-‫ِيه‬ ِ ‫ع ْم ٌرو َو ْح َد ُه َع ْن أَب‬ َ ‫َال‬
َ ‫ ق‬-‫الر ْح َم ِن بْ ِن ُجبَيْ ِر بْ ِن نُفَيْ ٍر‬ َّ ‫عبْ ِد‬ َ
.‫ع ْم ٍرو‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫غ‬ ِ
‫ِيه‬ ‫ب‬َ ‫أ‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ُر‬ ‫ك‬‫ذ‬ ‫ي‬ ‫َم‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫م‬ ِ ‫ل‬‫س‬‫ي‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ان‬ ‫ت‬ ‫د‬ ‫ج‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫س‬ ‫ُل‬ ‫ك‬ ِ ‫ل‬ ‫َال‬
َ ‫ق‬ ‫م‬َ
َ ُْ َ ْ ّ
ْ َ ْ َ ْ َ ُ َُ َ َ َْ ََ ْ َ ٍْ َ ِ
. ِ ّ : َ َ ‫َو‬
ّ ‫ل‬‫س‬
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin ‘Utsman, Ar-Rabi’ bin Nafi’, ‘Utsman bin Abu Syaibah
dan Syuja’ bin Makhlad, menceritakan kepada kami dengan sanad yang sama bahwa Ibnu
‘Ayyasy menceritakan kepada mereka dari ‘Ubaidullah bin ‘Ubaid Al Kala’i, dari Zuhair - yakni
Ibnu Salim Al Ansi- dari ‘Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, ‘Amru secara tersendiri berkata:
dari ayahnya, dari Tsauban, dari Nabi SAW yang bersabda, “Setiap kelupaan harus dilakukan
sujud dua kali setelah salam.” Tidak ada yang menyebut kata “dari ayahnya” selain ‘Amr.
[HR. Abu Dawud (874), HR. Ibn Majah (1209), HR. Ahmad (21382). Lihat “Aunul Ma’bud” (441).
Hadits ini hasan]

4 | Page
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

Sanad hadits
1. ‘Amr bin ‘Utsman bin Sa’id – Al-Qurasyiy Al-Himshiy – Abu Hafsh – Tabi’ul atba
(kalangan tua) – w. 250 H – hidup di Syam – shaduq
2. Ar-Rabi’ bin Nafi’ – Abu Taubah - Tabi’ul atba (kalangan tua) – w. 241 H – hidup & wafat
di Thabariyah – tsiqah shaduq
3. ‘Utsman bin Muhammad bin Ibrahim ‘Utsman – Al ‘Abasy – Abul Hasan - Ibn Abi Syaibah
- Tabi’ul atba (kalangan tua) – w. 239 H – hidup di Kufah – tsiqah
4. Syuja’ bin Makhlad – Al-Fulas Al-Baghawiy – Abu Al-Fadhal - Tabi’ul atba (kalangan tua) –
w. 235 H – hidup & wafat di Baghdad
5. Isma’il bin Ayyasy bin Sulaim – Al-‘Anasiy Al-Himshiy – Abu ‘Utbah – Tabi’ut tabi’in
(kalangan pertengahan) – w. 181 H – hidup di Syam – alimnya ahli Syam
6. ‘Ubaidullah bin ‘Ubaid – Al-Kala’iy Ad-Damsyiqiy – Abu Wahab – Tabi’in (tidak berjumpa
dengan sahabat) – w. 132 H – hidup di Syam – shaduq
7. Zuhair bin Salim – Al-‘Anasiy – Abu Al-Mukhariq – Tabi’in (kalangan biasa) – hidup di
Syam – tsiqah
8. ‘Abdurrahman bin Jubair bin Nufair – Al-Hadiramiy Al-Himshiy – Abu Humaid – Tabi’in
(kalangan biasa) – w. 118 H – hidup di Syam – tsiqah
9. Jubair bin Nufair bin Malik – Abu ‘Abdurrahman – Tabi’in (kalangan tua) – w. 80 H –
hidup & wafat di Syam – tsiqah
10. Tsauban bin Bajdad – Abu ‘Abdullah – Shahabat – w. 54 H – hidup di Syam – wafat di
Halwan

Penjelasan hadits

‫َال َع ْم ٌرو‬
َ ‫‘( ق‬Amr berkata), yaitu ‘Amru bin Utsman, guru dari Imam Abu Dawud, ‫َو ْح َد ُه‬
(secara tersendiri), maksudnya tanpa Ar-Rabi’ bin Nafi’, Utsman bin Abu Syaibah dan Syuja’ bin
Makhlad, yang kesemuanya juga para guru dari Imam Abu Dawud.

ِ ‫ع ْن أَب‬
‫ِيه‬ َ (dari ayahnya), ialah ayahnya Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, yakni Jubair
bin Nufair bin Malik, dari Tsauban. Sedangkan para perawi lain tidak menyebutkan “dari
ayahnya”, mereka hanya menyebutkan “dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari Tsauban”.

‫ان بَ ْع َد َما يُ َس ِل ّ ُم‬ ْ ‫( ِلك ّ ُِل َس ْه ٍو َس‬untuk setiap kelupaan ada dua sujud setelah salam). Al-
ِ َ‫ج َدت‬
Hafizh dalam “Bulugul Maram” berkata, “sanadnya dha’if”. Sedangkan dalam “Faidh Al-Qadir
Syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir”, “Al-Baihaqi dalam “Al-Ma’rifah” mengatakan: hadits ini hanya
melalui jalur Isma’il bin Ayyasy, dan dia bukanlah perawi yang kuat. Adz-Dzahabi mengatakan:
menurut Al-Atsram, ini sudah mansukh. Sedangkan Zain bin Al-Iraqi berkata, “hadits ini
mudhtharib” (hadits yang diriwayatkan dalam beberapa bentuk yang berbeda dan saling
bertentangan antara satu dengan lainnya, dimana perbedaan tersebut tidak dapat ditarjih
karena masing-masing sama kuatnya). Ibnu Abdil Hadi dan Ibnu Al-Jauzi setelah keduanya

5 | Page
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

menyebutkan hadits ini dari Ahmad menganggap bahwa Ismail bin Ayyasy ini ada cacat
padanya. Ibnu Hajar mengatakan, “dalam sanadnya ada perbedaan”.
Dalam “Subul As-Salam” disebutkan, “mereka berkata, dalam sanadnya ada Ismail bin
Ayyasy yang ada masalah pada dirinya serta perselisihan. Al-Bukhari mengatakan “kalau dia
menceritakan hadits dari penduduk negerinya sendiri (orang-orang Syam) maka haditsnya
shahih.” Dan hadits ini riwayatnya dari orang-orang Syam sehingga pen-dha’if-annya perlu
dikritisi.” Hadits ini menunjukkan 2 hal ,antara lain :

1. Jika kelupaan dalam shalat itu lebih dari satu, maka untuk setiap kelupaan dilakukan
masing-masing 2 kali sujud. Ada riwayat dari Ibn Abi Laila dan jumhur berpendapat
bahwa sujud sahwi itu tidak berbilang sesuai kelupaannya. Karena Nabi SAW dalam
hadits Dzul Yadain, salam lalu berbicara dan berjalan karena lupa, dan beliau hanya
sujud 2 kali. Pemahaman kedua lebih baik daripada yang pertama, demi
mengkompromikannya dengan hadits Dzul Yadain. Jadi, hadits ini mengandung
pengertian bagi siapa saja yang lupa dalam shalatnya, apapun jenis kelupaan itu, maka
harus sujud 2 kali setelah salam.
2. Hadits ini menjadi dalil bagi yang mengatakan bahwa sujud sahwi itu setelah salam”.
Al-Mundziri berkata, “hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibn Majah. Dalam sanadnya ada
Isma’il bin Ayyasy dan dia masih diperbincangkan kredibilitasnya”. Abu Bakr Al-Atsram
berkata, “hadits Abu Ja’far dan Tsauban tidaklah shahih”.
Alasan hadits ini hasan adalah lantaran ada salah seorang perawi, yakni Isma’il bin Ayyasy,
yang masih diperdebatkan kredibilitasnya (tsiqah-nya).
● Contoh ke-2

‫َال َح َّدثَ ِني ابْ ُن‬ َ ‫ع ْم ٍرو ق‬َ ‫ح َّم ٍد يَ ْع ِني ابْ َن‬َ ‫ع ْن ُم‬ َ ‫ح َّم ُد بْ ُن أَبِي َع ِد ٍ ّي‬ َ ‫ح َّم ُد ْب ُن ال ُْمثَن َّى َح َّدثَنَا ُم‬ َ ‫َح َّدثَنَا ُم‬
‫الل ََها النَّب ُِّي‬َ َ‫اض َفق‬
ُ ‫ح‬َ َ‫ت تُ ْست‬ َ ‫تأَبِي ُحبَيْ ٍ أ‬
ْ َ ‫شن ّ ََها ك َان‬ ِ ْ ‫َاط َم َة ِبن‬ ِ ‫ع ْر َو َة بْ ِن ال ّزُبَيْ ِر َع ْن ف‬ ُ ‫اب َع ْن‬ ٍ ‫ِش َه‬
َّ ‫َان َذلِ َكفَأ َ ْم ِس ِكي َع ِن‬
‫الصل َا ِة َف ِإذَا‬ َ ‫ف ِإذَا ك‬ ‫َان َد ُم ال َْحيْ َض ِة َف ِإن ّ َُه أ َ ْس َو ُد يُ ْع َر ُ َف‬
َ ‫َصلَّى الل َّ ُه َعل َيْ ِه َو َسل َّ َم ِإذَا ك‬
‫ض ِئي َو َص ِل ّي َف ِإن ّ ََما ُه َو ِع ْر ٌق‬ َّ ‫َان ال ْآ َخ ُر َفتَ َو‬
َ ‫ك‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna, (ia berkata) telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Abi Adiy dari Muhammad, yaitu bin ‘Amr ia berkata: telah
menceritakan kepadaku Ibnu Syihab dari Urwah bin az-Zubair dari Fathimah binti Abi Hubaisy
bahwasanya ia mengalami istihadhah. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Darah haid
itu kehitaman sudah dikenal. Jika darahnya seperti itu janganlah melakukan sholat. Jika ciri
darahnya tidak seperti itu, berwudhu’lah dan sholatlah karena itu adalah urat (yang terluka)”
[HR. Abu Dawud, dihasankan oleh Ibnul Arobiy dan dinyatakan sanadnya hasan oleh Syaikh al-
Albaniy]

6 | Page
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

Seluruh perawi dalam riwayat hadits itu tsiqoh berada dalam standard perawi yang
shahih, kecuali Muhammad bin ‘Amr (bin ‘Alqomah). Al-Imam adz-Dzahabiy menukil pendapat
Ulama tentang dia:

‫غيْ ُر ُه ل َيْ َسب ِِه بَأْس‬


َ ‫َالالن ّ ََسا ِئي َو‬
َ ‫َوق‬
Imam an-Nasai dan ulama lainnya menyatakan (tentang Muhammad bin ‘Amr): “Ia tidak
mengapa” (al-Kaasyif fii Ma’rifati Man Lahu Riwaayah fil Kutubis Sittah no. perawi 5087
(2/207))

Artinya, level kekokohan perawi tersebut tidak berada dalam tingkatan shahih, tapi pada
level hasan. Ia juga masih berada di atas level lemah (dhaif). Setidaknya cukup satu perawi
berada di level hasan sedangkan yang lain berada di level shahih untuk membawa hadits itu
pada derajat hasan.

● Contoh ke-3

َ ‫ أَ ْكثِرُوا ِم ْن َشهَا َد ِة أَ ْن ال إِلَهَ إِال هَّللا ُ قَ ْب َل أَ ْن ي َُح‬: ‫ قَا َل‬، ‫م‬0َ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَي ِه َو َسل‬
‫ال‬ َ ِ ‫ ع َْن َرسُو ِل هَّللا‬، َ‫ع ْن أَبِي هُ َر ْي َرة‬
‫ َولَقِّنُوهَا َموْ تَا ُك ْم‬، ‫بَ ْينَ ُك ْم َوبَ ْينَهَا‬
Dari Abi Hurairoh radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallama
bersabda: “Perbanyaklah bersyahadat Laa ilaaha illallahu (Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah) sebelum kalian terhalangi darinya. Dan ajarilah syahadat tersebut
kepada orang yang sedang menghadapi sakaratul maut diantara kalian”.
Hadits ini derajatnya hasan karena di sanadnya ada rowi yang bernama Dhimam bin
Isma’il. Al Hafizh Adz Dzahabi rahimahullah berkomentar tentang dirinya : “Shalihul hadits,
sebagian ulama melemahkan dirinya tanpa hujjah”. Abu Zur’ah Al ‘Iroqy rahimahullah dalam
kitab “Dzailul Kaasyif” (hal. 144) menukil komentar Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
terhadap Dhimam bin Isma’il : “Shalihul hadits”. Dan juga komentar Abu Hatim rahimahullah :
“Shoduq dan ahli ibadah”. Dan juga komentar An-Nasa’i rahimahullah : “Laa ba’sa bihi”. Al
Hafizh Ibnu Hajar berkomentar tentangnya : “Shoduq tapi terkadang salah (hafalannya)”.
Maka hadits seperti ini minimal berderajat hasan. (Disarikan dari At Ta’liqaat Al
Atsariyyah ‘alal Manzhumah Al Baiquniyyah, karya Syaikh Ali Hasan Al Halabi hafizhahullah hal.
22-23, cet. Daar Ibnul Jauzy)

E. Kitab-kitab Hadits Hasan


1. Jami’ at-Tirmidzi
2. Sunan Abu Dawud
3. Sunan ad-Daruquthni

7 | Page
STIU DARUL HIKMAH BEKASI

F. Kesimpulan
Hadits hasan dalam hal statusnya sebagai hujjah sama seperti hadits shahih, yakni sama-
sama bisa dipakai sebagai hujjah, meskipun kekuatannya lebih lemah daripada hadits shahih.
Oleh karena itu, seluruh fuqoha berhujjah dengan hadits hasan dan beramal dengannya.
Mayoritas para ahli hadits dan ulama ushuliyyun juga berhujjah dengan hadits hasan.

8 | Page

Anda mungkin juga menyukai