Penjelasan
Arba’in
Nawawiyyah
Nur Fajri Romadhon
Mukadimah
1
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (no. 3012), dan Musnad Abi Ya’la (no. 7202). Lihat Silsilah al-
Ahadits al-Shahihah (no. 1483) dan Shahih Jami’ al-shaghir (no. 1058).
1
Alhamdulillah, Allah telah menganugerahi saya untuk menghafalkan kutaib
ini di awal masa saya serius menuntut ilmu syar’i. Sejak kelas X SMA senior
kami, Kak Zulhamidi –semoga Allah menjaga beliau-, membimbing kami
mengkaji dan menghafalnya. Setelahnya maka saya pun mendengarkan via
audio syarah para ulama atas kutaib ini (seperti syarah Syaikh Muhammad
Shalih Alu Syaikh dan Syaikh Ibnu Utsaimin). Kitab berbahasa Arab
pertama yang saya beli pun adalah syarah Arbain Nawawiyyah ini yang
ditulis oleh Imam Al-Nawawi, Al-Hafidzh Ibnu Daqiq al-‘Id, Syaikh Al-
Sa’di, dan Syaikh Shalih Alu Syaikh). Allah pun mengaruniai saya sanad
sama’ kitab ini secara keseluruhan dari Syaikhuna Muhammad Idris Ashim
asal Pakistan, Sayyid Muhammad Qamaruddin asal India, Syaikh Hamid
Akram Al-Bukhari, Syaikh Ahmad Yunus Al-Mishri. Begitu juga sama’
sebagiannya dan ijazah untuk sisanya dari Syaikhuna Dr. Hisyam As-Sa’id.
Setelahnya pun walillahil hamd saya diberi anugerah mengajarkan kutaib ini
sampai selesai beberapa kali ataupun menjelaskan sebagian hadits-haditsnya
di hadapan kawan-kawan SMA kami maupun mahasiswa-mahasiswi UI,
PNJ, dan UG Depok.
Syaban 1439 H
Nur Fajri Romadhon
2
Hadits Pertama
KEDUDUKAN NIAT DALAM AMAL
ول اللَِّه
َ َِس ْعت َر ُس:ال َ َاب قِ َّص عُمر بْ ِن ا ْلَط
ََ ٍ ف
ْ ح
َ َِب ِأ ني
َ
ِعن أ َِم ِري الْم ْؤِمن
ُ َْ
ت ِه ْجَرتُهُ َإَل ِ ِ
ْ َ فَ َم ْن َكان، َوإَِّّنَا ل ُك ِّل ْام ِر ٍئ َما نَ َوى،ال بِالنِّ يَّاتُ " َّإّنَا ْاْل َْع َم:ولُ يَ ُق
ٍصيب ها أَو امرأَة ِ ِ ِ َ ومن َكان،اللَّ ِه ورسولِِه فَ ِهجرتُه َإَل اللَّ ِه ورسولِِه
َْ ْ َ ُ ُت ه ْجَرتُهُ ل ُدنْيَا ي ْ ْ َ َ ُ ََ ُ َْ ُ ََ
."اجَر إلَْي ِه ِ
َ يَْنك ُح َها فَ ِه ْجَرتُهُ َإَل َما َه
ني أَبُو َعْب ِد اهللِ ُمَ َّم ُد ب ُن إِ ْسَا ِعيل بن إِبْ َر ِاهيم بن الْ ُمغِ َرية ب ن ِ
َ َرَواهُ إِ َم َاما الْ ُم َحدِّث
اسَ َّج ان ب ن ُم ْن لِم الْ ُق َش ِْري ع
ُ ْ ني ُم ْن لِم ب ُن ِ ْ اسُن
َ ْ و َُب
أوَ ع
ِ اِع
ف ْ ُْ ُع ِ بَرِدزبَ ه الْبُ َر ا
ر ْ
ِ ِ " ِ ُ ر ِض اهلل عْن هم ا
ِ َُص عك الْ ُك َ يحْي ِه َما" الل هي ِن َُ ا أ َ صح َ ِ
َ ُ َ ُ َ َ الن َّْي َن ابُور ع
.صنَّ َف ِة
َ الْ ُم
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin al-Khaththab, ia berkata: “Aku
mendengar Rasulullah ﷺbersabda:
‘Sesungguhnya amal-amal itu (tergantung) pada niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang akan memperoleh (dari Allah) sesuai dengan apa yang
diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-
Nya, maka (pahala) hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan
barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk kepentingan harta dunia yang
hendak dicapainya atau karena seorang wanita yang hendak dinikahinya,
maka hijrahnya menurut apa yang ia hijrah kepadanya.’” [HR. Al-Bukhari
dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya yang merupakan dua kitab hadits
paling shahih]
Penjelasan
Syarah Hadits
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata: “Niat adalah ruh, inti, dan
sendinya amal. Amal mengikuti niatnya. Amal menjadi benar karena niat
yang benar dan amal menjadi rusak karena niat yang rusak.”7 Jelaslah bahwa
niat merupakan barometer sah atau tidaknya suatu perbuatan.
Lantas apa niat itu sendiri? Imam Al-Baidhawi berkata: “Niat adalah
dorongan hati ke arah sesuatu yang dilihat oleh hati sesuai dengan suatu
2
Nail al-Authar (I/403), cet. Dar Ibnil Qayyim.
3
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim (XIII/53).
4
Fath al-Bari (I/11).
5
‘Iqaz al-Himam (hlm. 29).
6
Al-Minhaj Syarh Shabih Muslim (XIII/53) dan Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/61).
7
I’lam al-Muwaqqi’in (VI/106), tahqiq Syaikh Masyhur Hasan Salman.
4
tujuan, berupa mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, yang
sekarang atau yang akan datang.”8
2. Untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lain yang
sama jenisnya.
Misalnya seseorang mengerjakan shalat empat rakaat. Apakah diniatkan
shalat Zhuhur ataukah shalat sunnah (ataukah diniatkan untuk shalat
‘Ashar)? Maka, yang membedakannya adalah niat. Demikian juga
8
Fath al-Bari (I/13).
5
dengan orang yang memerdekakan seorang hamba (budak), apakah ia
niatkan untuk membayar kafarah (tebusan) ataukah ia niatkan untuk
nadzar atau yang lainnya.
9
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 56) dan Muslim (no. 1628).
10
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6704), Ahmad (IV/168), Abu Dawud (no. 3300), dan al-Thahawi
dalam Syarah Musykilil Atsar (no. 2167).
11
Majmu’Fatawa (X/460).
12
Diringkas dan ditambah dari Qawa’id wa Fawa-id min al-Arba'in al-Nawawiyyah (hlm. 34-35).
6
Oleh karena itu, barangsiapa yang berniat mendekatkan diri kepada
Allah melalui amal-amal mubah, hendaknya ia pastikan syarat-syarat di atas,
agar tidak menghalalkan segala cara dan agar bernilai di sisi Allah.
Tapi ingat pula bahwa ini hanya berlaku pada hal yang mubah, bukan
pada hal yang haram. Niat baik tidak dapat mempengaruhi yang haram,
sebaik apa pun niatnya dan semulia apa pun tujuannya. Niatnya tidak dapat
menghalalkan sesuatu yang haram.
Begitu juga dengan perbuatan haram dan keliru berupa bid’ah dan
penyimpangan yang tidak lantas menjadi kebaikan hanya dengan niat yang
baik. Insyaallah akan ada penjelasannya di hadits kelima dari kitab ini.
Dari sinilah kita mengetahui bahwasanya Islam menolak prinsip
Machiavelli, yaitu tujuan menghalalkan segala cara. Islam juga tidak
menerima berbagai cara kecuali yang bersih untuk mencapai tujuan yang
mulia. Jadi, niat yang baik harus disertai juga dengan cara yang benar dan
baik.
Allah telah menyebutkan dua syarat ini dalam beberapa ayat, di antaranya:
13
Tafsir Ibnu Katsir (I/389), tahqiq Sami Salamah, cet. Dar Thayyibah.
14
Hilyatul ‘Auliya’ (VIII/98, no. 11487). Lihat Tafsiral-Baghawi (IV/340), Jami’ al-‘Ulum wa al-
Hikam (I/72), dan Madarij al-Salikin (I/95).
7
“Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia
berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Rabbnya dan tidak ada rasa takut
pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. ” (Qs. Al-Baqarah [2]: 112)
Siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas
berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan dan mengikuti
agama Ibrahim yang lurus.... ” (Qs. An-Nisa’ [4]: 125)
15
Ibid (hlm. 36).
16
Jami’ al-‘Ulum wa al- Hikam (I/74-75) dan ‘Iqaz al-Himam (hlm. 37).
8
‘innamal a’malu’ disebabkan karena kisah tersebut (karena Ummu Qais).
Aku tidak melihat sedikit pun dari jalur-jalur hadits yang jelas tentang
masalah tersebut.”17
Syaikh Salim bin led al-Hilali hafizhahullah membenarkan perkataan
al-Hafizh Ibnu Rajab bahwa kisah asbdbul wurud hadits di atas tidak
benar.18
17
Fath al-Bari (I/10).
18
‘Iqaz al-Himam al-Muntaqa min Jami’i al-Ulum wa al-Hikam (hlm. 37).
9
HADITS KEDUA
SYARAH HADITS JIBRIL TENTANG ISLAM,
IMAN, DAN IHSAN
ات يَ ْوٍم ،إ ْذ طَلَ َع ال " :ب ي نَما ََْنن جلُوس عِْن َد رس ِ ِ
ول اللَّه َذ َ َُ ضا قَ َ َْ َ ُ ُ َع ْن عُ َمَر أَيْ ً
الن َف ِر، الش ْع ِرَ ،ل يَُرى َعلَْي ِه أَثَُر َّ يد َس َو ِاد َّ ابَ ،ش ِد ُ اض الثِّي ِ
يد بَيَ ِ َ َعلَْي نَا َر ُجل َش ِد ُ
ض َع َك َّفْي ِه ِ ِ
َسنَ َد ُرْكبََ ْيه َإَل ُرْكبََ ْيهَ ،وَو َب .فَأ ْ س َإَل النَِّ ِّ َ ل
َ ج
َ َّت
َّ ح
َ . د َح
َ أ َّا
ن وَل ي ع ِرفُه ِ
م َ َْ ُ
ول اللَّ ِه ا ِْل ْس ََل ُم أَ ْن ال َر ُس ُ ال ْس ََلِم .فَ َق َ َخِ ِْبِِن َع ْن ِْ ال :يَا ُمَ َّم ُد أ ْ َعلَى فَ ْر َهيِْهَ ،وقَ َ
الزَكاةَ، الص ََلةََ ،وتُ ْؤِِت ََّّ يم ول اللَِّه ،وتُِ
ق َن ُمَ َّم ًدا َر ُس ُ تَ ْش َه َد أَ ْن َل إلَهَ َّإل اللَّهُ َوأ َّ
َ َ َ
ِ اسَطَ ْعت إلَْي ِه َسبِ ًيَل .قَ َ
ص َدقْت .فَ َعجْب نَا لَهُ الَ : ت إ ْن ْ ضا َنَ ،وََتُ َّج الْبَ ْي َ وم َرَم َ صَ َوتَ ُ
ال :أَ ْن تُ ْؤِم َن بِاَللَّ ِه َوَم ََلئِ َكِ ِه َوُكُبِ ِهالميَا ِن .قَ َ َخِ ِْبِِن َع ْن ِْ ال :فَأ ْ ص ِّدقُهُ! قَ َ يَ ْنأَلُهُ َويُ َ
َخِ ِْبِِن َع ْن ص َدقْت .قَا َل :فَأ ْ الَ : َوُر ُسلِ ِه َوالْيَ ْوِم ْاْل ِخ ِرَ ،وتُ ْؤِم َن بِالْ َق َد ِر َخ ِْريهِ َو َشِّرهِ .قَ َ
ال: ال :أَ ْن تَ ْعبُ َد اللَّهَ َكأَنَّك تََراهُ ،فَِإ ْن ََلْ تَ ُك ْن تََراهُ فَِإنَّهُ يََراك .قَ َ ان .قَ َ الحن ِ ِ
ْ َْ
َخِ ِْبِِن ال :فَأ ْ النائِ ِل .قَ َ ول َعْن َها بِأَ ْعلَ َم ِم ْن َّ الَ :ما الْ َم ْنئُ ُ اع ِة .قَ َ َخِ ِْبِِن َع ْن َّ
الن َ فَأ ْ
ال :أَ ْن تَلِد ْاْلَمةُ ربَّ ها ،وأَ ْن تَرى ا ْس َفاةَ الْعراةَ الْعالَةَ ِرعاء الش ِ
َّاء َع ْن أ ََم َار ِاِتَا؟ قَ َ
َ َ َ َ َ َ َ ُ َُ َ َ َ
النائِ ُل؟. ال :يَا عُ َمُر أَتَ ْد ِرُ َم ْن َّ انُُ .ثَّ انْطَلَ َق ،فَلَبِثْ نَا َملِيًّاُُ ،ثَّ قَ َ ي َطَاولُو َن ِ الْب ْن ي ِ
َُ َ َ
ال :فَِإنَّهُ ِج ِِْبي ُل أَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِدينَ ُك ْم "َ .رَواهُ ُم ْنلِم ت :اللَّهُ َوَر ُسولُهُ أ َْعلَ ُم .قَ َ قَلَ ْ
10
menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah
haji ke Baitullah jika engkau telah mampu melakukannya.’ Laki-laki itu
berkata: ‘Engkau benar.’ Maka kami terheran-heran, ia yang bertanya ia pula
yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: ‘Beritahukan kepadaku tentang Iman.’
Nabi menjawab: ‘Iman adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-
malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman
kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.’ Ia berkata: ‘Engkau benar.’
Kemudian dia bertanya lagi: ‘Beritahukan kepadaku tentang Ihsan.’
Rasulullah ﷺmenjawab: ‘Hendaklah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak melihat-Nya,
sesungguhnya Dia melihatmu.’
Laki-laki itu berkata lagi: ‘Beritahukan kepadaku kapan terjadinya
Kiamat.’ Nabi menjawab: ‘Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang
bertanya.’ Ia pun bertanya lagi: ‘Beritahukan kepadaku tentang tanda-
tandanya!’ Nabi menjawab” ‘Jika seorang budak wanita telah melahirkan
tuannya, jika engkau melihat orang yang telanjang kaki tanpa memakai baju
miskin papa serta penggembala kambing telah saling berlomba dalam
mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.’ Kemudian laki-laki
tersebut segera pergi. Aku pun terdiam sehingga Nabi m bertanya kepadaku:
‘Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?’ Aku menjawab:
‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Beliau bersabda: ‘Sesungguhnya ia
adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang urusan
agama kalian.’ [HR. Muslim]
Syarah Hadits
19
Syarah Shahih Muslim (I/158).
20
Syarah Arba’in al-Nawawiyyah (hlm. 31) oleh Ibnu Daqiq al-Ied.
11
masjid, maka aku dan sahabatku menggandeng tangannya satu di kanan yang
lain di kiri. Aku mengira sahabatku menyerahkan pembicaraan kepadaku,
maka aku berkata: ‘Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya telah muncul di
kalangan kami orang-orang yang membaca al-Qur-an dan menuntut ilmu—
lalu ia menyebutkan perkara mereka—dan mereka beranggapan bahwa
takdir tidak ada, sesungguhnya ini adalah perkara yang tidak didahului oleh
Qadar dan tidak diketahui oleh Allah melainkan sesudah terjadinya.’21 Ibnu
Umar berkata: ‘Jika engkau bertemu dengan mereka, maka beritahukan
bahwa Ibnu Umar berlepas diri dari mereka dan mereka juga berlepas diri
dariku. Demi Allah, kalau seandainya salah seorang dari mereka
menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, sungguh Allah tidak akan
menerimanya hingga ia beriman kepada qadar.’ Kemudian ia (Ibnu Umar)
melanjutkan: ‘Ayahku— Umar bin al-Khathab—menceritakan kepadakulalu
ia menyebutkan hadits di atas.”
Dalam kisah yang diriwayatkan Muslim dari Yahya bin Ya’mar, ada
beberapa faedah yang bermanfaat, yaitu:
1. Bid’ah yang terjadi pertama kali tentang peniadaan qadar timbul di
Bashrah pada masa Sahabat Abdullah bin Umar yang wafat tahun 73
H.
2. Para Tabi’in selalu bertanya kepada para Sahabat untuk mengetahui
hukum dari perkara-perkara yang musykil, baik yang berkaitan dengan
masalah aqidah maupun yang lainnya.
Hal ini adalah wajib atas setiap Muslim dan Muslimah untuk
mengembalikan seluruh urusan agama mereka kepada para ulama.
Allah berfirman:
21
Syarah ShahihMuslim (I/156).
22
Syarah Tsalatsatil Ushul (hlm. 68-69) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
12
adalah perbuatan badan (tubuh), zakat adalah amalan pada harta, dan haji
adalah amalan pada badan dan harta.
Islam adalah agama yang dilandaskan atas lima dasar, yaitu:
1. Mengucapkan dua kalimat Syahadat:
“Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan
benar selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah
utusan Allah.”
2. Menunaikan shalat wajib pada waktunya, dengan memenuhi syarat,
rukun dan memperhatikan adab dan hal-hal yang wajib dan sunnah.
3. Mengeluarkan zakat
4. Puasa di bulan Ramadhan
5. Haji sekali seumur hidup bagi yang mampu, mempunyai biaya untuk
pergi ke tanah suci dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang
ditinggalkan.
Karena dalam hadits ketiga ada pembahasan khusus tentang rukun Islam,
maka pembahasan rukun Islam akan dibahas di sana.
13
ilaha illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan. Dan malu termasuk cabang dari iman.”23
Menyingkirkan gangguan merupakan bentuk perbuatan dan Nabi
memasukkannya ke dalam iman.
23
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 9) dan Muslim (no. 35 [58]). Lafazh ini milik Muslim dari Abu
Hurairah.
24
‘Aqidaht al-Tauhid (hlm. 46) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan.
14
Sungguh Allah tidak akan ridha apabila dipersekutukan dengan
sesuatu apa pun. Apabila ibadah itu dipalingkan kepada selain Allah, maka
pelakunya jatuh kepada syirkun akbar (syirik besar) dan tidak diampuni
dosanya. Sebagaimana firman Allah :
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Maha Melihat. ” (Qs. Asy-Syura’ [42]: 11)
Lafazh ayat: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia,”
merupakan bantahan kepada golongan yang menyamakan sifat-sifat Allah
dengan makhluk-Nya. Sedangkan lafazh ayat: “Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Maha melihat,” adalah bantahan kepada orang-orang yang
menafikan atau mengingkari sifat-sifat Allah.
itiqad Ahlus Sunnah dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat Allah
didasari atas dua prinsip, yaitu:
1. Bahwa Allah wajib disucikan dari semua sifat kurang secara mutlak,
seperti mengantuk, tidur, lemah, bodoh, mati dan lainnya.
2. Allah mempunyai sifat-sifat sempurna yang tidak ada kekurangan
sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari sifat makhluk-Nya yang
menyamai sifat-sifat Allah.26
“Diciptakan Malaikat dari cahaya, diciptakan jin dari api yang menyala-
nyala dan diciptakan Adam dari apa yang telah disifatkan kepada kalian.”27
25
Lihat penjelasannya dalam buku Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (hlm. 163, cet. VIII)
oleh Ust. Yazid فظه هللا
ح, penerbit Pustaka Imam asy-Syafi’i.
26
Lihat Minhajus Sunnah (II/111, 523), tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim.
27
Shahih: HR. Muslim (no. 2996).
15
Malaikat memiliki sayap. Allah berfirman:
“Segala puji bagi Allah pencipta langit dan bumi, yang menjadikan
Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan)
yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. ”
(Qs. Fathir [35]: 1)
Shahih: HR. Ahmad (I/395), dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq
29
17
Kedua Mengimani nama-nama Rasul yang sudah kita kenali, baik
yang telah Allah sebutkan dalam al-Qur-an dan yang telah disebutkan dalam
as-Sunnah yang shahih.
Jumlah Nabi dan Rasul banyak sekali. Menurut riwayat bahwa jumlah
Nabi ada 124.000 orang dan jumlah Rasul ada 315 orang. 30 Adapun yang
terkenal ada 25 Rasul.
Allah menyebutkan tentang para Nabi dan Rasul di dalam al Qur-an
ada 25, yaitu Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth: Ismail, Ishaq,
Ya’qub, Yusuf, Syu’aib, Ayyub, Dzulkifli, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman,
Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya: Isa dan Muhammad. Lihat al-Qur-an
surah Ali ‘Imran ayat 33, Hud ayat 50, 61, 84, Al-Anbiya’ ayat 85, Al-
An’am ayat 83-86 dan Al-Fat-h ayat 29.
Adapun terhadap para Rasul yang tidak diketahui namanya, maka
wajib kita imani secara global. Allah berfirman:
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum engkau
(Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di
antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. ” (Qs. Al-
Mu’min [40]: 78)
Ketiga: Membenarkan berita-berita dari para Rasul yang shahih
riwayatnya.
Keempat: Mengamalkan syari’at Rasul yang diutus kepada kita.
Beliau adalah Muhammad yang diutus Allah kepada seluruh manusia dan
penutup para Nabi. Allah berfirman:
“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan
engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. ” (Qs. An-Nisa’ [4]: 65)
30
Shahih lighairihi: HR. Ahmad (V/178, 179, 265-266), Ibnu Hibban (no. 94, 2085 - Mawarid) dan
al-Hakim (II/262). Lihat Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibdd (I/43-44) dan Silsilah al-Ahadits al-
Shahihah (no. 2668).
18
Kiamat. (Lalu kepada malaikat diperintahkan): “Masukkanlah Fir’aun dan
kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Qs. Al-Mu’min [40]: 46)
31
Lihat hadits tentang haudh (telaga) Nabi dalam riwayat Imam al-Bukhari (Kitab “ar-Riqaq” Bab
fi al-Haud 53), Muslim (Kitab “al-Fadha-il” Bab “Itsbat Haudhi Nabiyyina wa Shifatihi”).
32
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 7439) dan Muslim (no. 183) dari Abu Sa’id al-Khudri. Lihat Syarah
Aqidab al-Wasitbiyah syarah Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin (II/160-162) dan Majmu
Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (III/146-147).
19
Pertama: Syafa’at ‘Uzhma (syafa’at agung) yang diberikan kepada
umat manusia di Mauqif, yaitu di saat manusia dikumpulkan Allah di padang
mahsyar, agar mereka diberi keputusan.33
Kedua: Syafa’at yang diberikan kepada para ahli Surga untuk
memasuki Surga. Kedua syafa’at ini khusus bagi Rasulullah ﷺ.
Ketiga: Syafa’at yang diberikan kepada orang-orang yang berhak
masuk Neraka. Syafa’at ini tidak khusus bagi Nabi Muhammad akan tetapi
juga bagi para Nabi, para shiddiqin dan yang lainnya dari kalangan kaum
Muslimin.
Beliau akan memberikan syafa’at kepada orang yang semestinya
masuk Neraka agar tidak masuk Neraka dan memberi syafa’at kepada orang
yang sudah masuk Neraka untuk dikeluarkan dari api Neraka. Syafa’at
Rasulullah ﷺ adalah untuk pelaku dosa besar dari umat Islam, sebagaimana
sabda Rasulullah ﷺ dari Anas bin Malik
Jika dirinci, maka iman kepada qadha’ dan qadar adalah mengimani
keempat tingkatan takdir.
33
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 4712) dan Muslim (no. 194).
34
Hasan Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4739), al-Tirmidzi (no. 2435), al-Hakim (I/69), dan yang
lainnya. Al-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan shahih.
35
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 7439) dan Muslim (no. 183) dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri .
20
berfirman kepadanya: ‘Tulislah!’ Ia (qalam) menjawab: ‘Apa yang harus
kutulis?’ Allah berfirman: ‘Tulislah semua yang akan terjadi dan yang terjadi
sampai hari Kiamat!”’36
Ketiga: Al-Masyi-ah, yaitu bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti
terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Semua gerak-
gerik yang terjadi di langit dan di bumi hanyalah dengan kehendak Allah.
Tidak ada sesuatu pun yang terjadi dalam kerajaan-Nya sesuatu yang tidak
diinginkan-Nya.
Keempat: Al-Khalq, yaitu bahwa Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu, baik yang ada maupun yang belum ada. Karena itu tidak ada satu
pun makhluk di bumi atau di langit, melainkan Allahlah yang
menciptakannya, tidak ada pencipta selain Dia, tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah saja. Sebagaimana firman-
Nya: “Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala
sesuatu. ” (Qs. Az-Zumar [39]: 62)
Dengan demikian, hendaknya kita memperhatikan hal-hal berikut
agar selamat dari penyimpangan terhadap rukun iman yang keenam ini:
36
Hasan: HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (no. 103), Ahmad (V/317) dan ini lafazhnya.
Dalam sanadnya ada Ibnu Lahi’ah, ia adalah rawi yang lemah Karena jelek hafalannya, akan tetapi
ada jalur lain yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (V/317), Ibnu Abi Syaibah
(no. 36933), Ibnu Abi Ashim (no. 107), al-Ajurry dalam asy-Syari'ah (no. 180), dari Walid bin
Ubadah dari ayahnya. Sanad hadits ini hasan. (Lihat at-Tanbihat al-Lathifah hlm. 76)
21
Tidak semua orang yang melakukan suatu sebab tertentu dan
dilakukan oleh orang lain yang semisalnya, lalu keduanya
memperoleh rezeki yang sama. Terkadang seorang manusia berusaha
sungguh-sungguh, akan tetapi tidak mendapatkan rezeki yang banyak,
sedangkan yang lain berusaha dengan sedikit kesungguhan akan tetapi
ia memperoleh harta yang banyak.
Sebagaimana kesungguhan mereka dapat juga menghasilkan akibat
yang buruk dengan beragam tingkatan. Maka, seluruh hasil dari usaha
makhluk berada di tangan Allah, Dialah yang mempersiapkan balasan
dalam berbagai usaha sebagai bentuk keadilan dan kebijaksanaan-
Nya.37
Poin ketiga yang Nabi jelaskan dalam hadits ini ialah tentang Ihsan.
Ihsan adalah ikhlas dan penuh perhatian. Artinya, sepenuhnya ikhlas untuk
beribadah hanya kepada Allah dengan penuh perhatian, sehingga seolah-olah
engkau melihat-Nya. Jika tidak mampu, maka ingatlah bahwa Allah
senantiasa melihatmu dan mengetahui apapun yang ada pada dirimu.
Sabda Rasulullah ﷺ ketika beliau mendefinisikan kata ihsan: “Engkau
menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya …” mengisyaratkan
bahwa seorang hamba yang menyembah Allah dalam keadaan seperti itu
berarti merasakan kedekatan dengan Allah dan bahwa ia merasa berada di
hadapan Allah sehingga seolah-olah ia dapat melihat Allah. Hal ini akan
menimbulkan rasa takut, segan dan mengagungkan Allah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah: “Hendaknya engkau takut kepada
Allah seolah-olah engkau melihat-Nya.”38
Sabda Nabi: “Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya
Dia melihatmu,” merupakan penjelasan sabda sebelumnya bahwa jika
seorang hamba diperintahkan agar merasa diawasi Allah dalam ibadah dan
merasakan kedekatan Allah dengan hamba-Nya sehingga hamba tersebut
seolah-olah melihat-Nya, maka bisa jadi hal tersebut tidak terjadi baginya.
Untuk itu, hamba tersebut harus menggunakan imannya bahwa Allah pasti
melihat dirinya, mengetahui rahasianya, baik yang diperlihatkannya atau
tidak, mengetahui bathin dan zhahirnya, dan semua yang ada pada dirinya
diketahui oleh Allah.
37
Diringkas dari Qawa’id wa Fawa-id Min al-Arba’in al-Nawawiyah (hlm. 44-46).
38
HR. Muslim (no. 10).
39
Fath al-Bari (I/122-123).
22
Kedua, Imam Ibnu Rajab berkata: “Ini sebagai isyarat atas
pembukaan negeri (kaum Mukminin yang mengalahkan negeri-negeri kafir)
dan banyaknya perbudakan, sehingga banyak budak wanita yang dijadikan
tawanan dan anak mereka pun menjadi banyak, maka jadilah budak wanita
sebagai budak pemiliknya. Dan anak tuannya darinya (budak wanita)
berkedudukan seperti tuannya. Karena anak majikan berkedudukan sebagai
majikan.”40
Ketiga, sebagian ulama mengambil pendapat yang mengatakan bahwa
ibu si anak tersebut menjadi merdeka dengan kematian tuannya. Seolah-olah
anaknyalah yang memerdekakannya, maka pembebasan itu dinisbatkan
kepada anak tersebut. Dengan hal tersebut jadilah si anak seolah-olah
sebagai majikannya.
2. Sehingga engkau melihat seorang yang fakir, telanjang badan dan kaki
sebagai penggembala kambing berlomba-lomba untuk meninggikan
bangunan.
Maksudnya, bahwa orang-orang dari kalangan rakyat jelata (orang
bodoh) menjadi para pemimpin, harta mereka pun banyak, mereka
membangun bangunan yang tinggi sebagai kebanggaan dan kesombongan
terhadap hamba-hamba Allah.
40
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/136).
23
8. Sesungguhnya apabila seorang ‘alim ditanya tentang sesuatu dan ia
belum mengetahuinya, maka hendaklah ia mengatakan: “Aku tidak
mengetahuinya.” Hal ini tidaklah mengurangi kedudukannya.
9. Ucapan Allahu A’lam dan la adri (aku tidak mengetahui) adalah
separuh dari ilmu.
10. Definisi Islam yang benar yaitu, tunduk patuh kepada Allah dengan
tauhid, melaksanakan ketaatan dan membebaskan diri dari syirik.
11. Kewajiban pertama kali atas mukallaf yaitu mengucapkan dua kalimat
syahadat, bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan
benar melainkan hanya Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
12. Penjelasan tentang rukun Islam yang lima. Hadits ini menerangkan
bahwa Islam adalah amal-amal anggota badan berupa perkataan dan
perbuatan.
13. Iman adalah perkataan dan perbuatan. Iman menurut Ahlus Sunnah
adalah perkataan dengan lisan, meyakini dengan hati, melaksanakan
dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan perbuatan dosa dan maksiat.
14. Penjelasan tentang rukun iman yang enam.
15. Tauhid ada tiga: Tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyyah, dan tauhid
Asma’ wash Shifat.
16. Iman kepada qadar baik dan buruk, apa yang Allah takdirkan kepada
kita itu yang terbaik untuk kita.
17. Tidak boleh menisbatkan kejelekan kepada Allah.
18. Penjelasan tentang ihsan.
19. Tanda-tanda Kiamat yang disebutkan adalah tanda-tanda yang kecil.
20. Sebagai dalil yang menunjukkan haramnya durhaka kepada kedua
orang tua.
21. Hadits ini menunjukkan salah satu cara dari cara-cara pembelajaran,
yaitu metode tanya jawab.
22. Hadits ini menunjukkan bahwa Malaikat dapat berubah bentuk
menyerupai manusia. Hal tersebut dikuatkan oleh dalil-dalil dari al-
Qur-an.
23. Dimakruhkan membangun dan meninggikan bangunan selama tidak
untuk keperluan yang sangat mendesak.
24. Hadits ini menerangkan tentang adab-adab duduk (bermajelis) dalam
majelis ilmu, di mana Jibril duduk mendekat dengan Rasulullah ﷺ .
Beginilah yang seharusnya dilakukan oleh para penuntut ilmu,
sehingga ia dapat mengambil ilmu dengan seksama dan mengambil
hujjah dari lisan-lisan para ulama Ahlus Sunnah.
25. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan terjadinya hari Kiamat.
26. Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwasanya tidak ada yang
mengetahui sesuatu hal yang ghaib kecuali Allah semata.
24
HADITS KETIGA
PENJELASAN RUKUN ISLAM
Syarah Hadits
41
Syarah Shahib Muslim (I/179).
42
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/152).
25
Maksud hadits di atas bahwasanya Islam dibangun di atas lima hal
dan lima hal tersebut seperti tiang-tiang bangunannya. Hadits di atas
diriwayatkan Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam kitab Ta’zhim Qadr
al-Shalah (no. 413, sanadnya shahih menurut syarat Muslim) dengan lafazh:
“Islam dibangun di atas lima tiang ....”
Allah berfirman:
“Barangsiapa ingkar kepada Taghut dan beriman kepada Allah, maka
sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak
akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah
[2]: 256)
26
“Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam Surga-Surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan
itulah kemenangan yang agung.” (Qs. An-Nisa’ [4]: 13)
c. yaitu menjauhkan diri dari apa-apa yang beliau larang. Allah berfirman:
“Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 7)
d. yaitu tidak beribadah kepada Allah melainkan dengan cara yang telah
beliau syari’atkan. Allah berfirman:
43
Diringkas dan ditambah dari Hasyisyah Tsalatsah al-Ushul (hlm. 57), oleh Syaikh Abdurrahman
bin Muhammad bin Qasim.
44
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 631, 6008, 7246).
45
Shahih: HR. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (II/512 no.1880) dari sahabat Anas bin
Malik, dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ahadits al-Shahihah (no. 1358)
27
“Amal seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah
shalat, apabila shalatnya baik maka baik pula seluruh amalnya dan apabila
shalatnya rusak maka rusak pula seluruh amalnya.”110
s
Ketiga: Menunaikan Zakat
Allah telah mewajibkan zakat atas setiap Muslim yang telah mencapai
nishab dalam hartanya dengan syarat-syarat tertentu. Zakat secara bahasa
maknanya adalah: tambahan, penyucian dan berkah. Dinamakan begitu
karena orang yang menunaikannya akan mendapatkan keberkahan pada
hartanya dan akan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir. Sebagaimana
Allah berfirman:
46
Qs. At-Taubah [9]: 71.
47
Qs. At-Taubah [9]: 103.
48
Qs. Al-Hajj [22]: 41.
49
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1396) dan Muslim (no. 13).
28
e. Menunaikan zakat menjadi sebab hilangnya kejelekan harta. Dari Jabir ,
bahwa ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah “ﷺWahai
Rasulullah ﷺ apa pendapatmu jika seorang menunaikan zakat hartanya?”
Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang menunaikan zakat
hartanya, maka akan lenyaplah kejelekan hartanya.”50
“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan
Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi
mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka
kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik
Allahlah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Maha teliti
terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 180)
Keempat: Haji
Menurut Imam Ibnu Daqiq al-Ied (wafat th. 702 H) pada beberapa
riwayat disebutkan haji lebih dahulu daripada puasa. Hal ini menujukkan
keraguan dari perawi. Wallahu a’lam.
Karena, ketika Ibnu Umar mendengar seseorang mendahulukan
menyebut haji daripada puasa, ia melarangnya lalu ia mendahulukan
menyebut puasa daripada haji. Ia berkata: “Begitulah yang aku dengar dari
Rasulullah ﷺ.”51
Menurut Imam al-Nawawi ketika menjelaskan haditts ini, ia berkata:
“Demikianlah dalam riwayat ini bahwa haji disebutkan lebih dahulu dari
50
Hasan: HR. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (no. 1602) haditsnya hasan.
51
HR. Muslim (no. 16 [19]). Lihat Syarah Arba’in Libni Daqiq al-Ied. (hlm. 37).
29
puasa. Hal ini sekadar urutan dalam menyebutkan, bukan dalam hal
hukumnya karena puasa Ramadhan diwajibkan sebelum kewajiban haji.
Dalam riwayat lain disebutkan puasa lebih dahulu daripada haji.”52
Dari Abu Hurairah ia berkata: “Suatu ketika Rasulullah ﷺ ditanya tentang
amal-amal yang utama. Maka Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Iman kepada Allah
dan Rasul-Nya.’ ‘Kemudian apa?’ Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Jihad di jalan
Allah.’ ‘Kemudian apa?’ Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Haji yang mabrur.’”54
Yang dimaksud dengan haji mabrur adalah, seseorang yang
menunaikan haji sesuai dengan contoh Rasulullah ﷺ dan keadaan dia lebih
baik daripada sebelum dia berangkat haji. Nabi bersabda:
52
Syarah Matnil Arba’in (hLm. 26-27) karya Imam al-Nawawi, cet. Maktabah Daril Fath dan al-
Maktab al-Islami.
53
Shahih: HR. Muslim (no. 1337).
54
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 26) dan Muslim (no. 83).
30
“Hendaknya kalian mengambil dariku tata cara manasik haji kalian.”55
Hendaknya seorang yang menunaikan haji, ia bersungguh-sungguh
pada dirinya agar ibadah haji yang ia tunaikan memberikan pengaruh pada
kebersihan jiwanya. Dan agar ia berlaku zuhud di dunia dan mengharapkan
akhirat.
“Barangsiapa yang berhaji ke baitullah dan ia tidak berkata kotor dan tidak
pula berbuat dosa, maka ia pulang dalam keadaan seperti pada saat ia
dilahirkan ibunya (yakni tanpa dosa).”56
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Rafats bisa bermakna jima’
(bersetubuh), bisa juga bermakna perbuatan keji, dan bisa juga bermakna
obrolan seorang lelaki kepada wanita yang berkaitan dengan persetubuhan.
Dan telah diriwayatkan dari sejumlah ulama tentang tiga makna ini. Wallahu
a’lam.”57
“Antara umrah yang satu dengan umrah lainnya akan menghapuskan dosa di
antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada ganjaran baginya
melainkan Surga.”58
55
Shahih: HR. Muslim (no. 1297), Abu Dawud (no. 1970), al-Nasai (V/270), dan yang lainnya.
56
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1820) dan Muslim (no. 1350). Lihat Fat-hul Bari (III/382).
57
Shahih at-Targhib wat Tarhib (II/4).
58
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1773) dan Muslim (no. 1349).
59
Shahih: HR. Al-Thabrani dalam Mujamul Kabir (III/135 no. 2910). Lihat Shahih Jami’ush
Shaghir (no. 7044).
31
“Tidak, akan tetapi seutama-utama jihad bagi kalian adalah haji yang
mabrur.”60
Ibadah haji diwajibkan pada tahun ke-6 Hijriyah, hal ini berdasarkan
firman Allah:
“Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan
ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orangyang mampu mengadakan
perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka
ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
seluruh alam. ” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 97)
“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan
berkah. Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pada bulan
Ramadhan Allah akan membukakan pintu-pintu langit (pada satu riwayat:
pintu-pintu Surga), menutup pintu-pintu Neraka, dan akan membelenggu
para syaitan yang jahat. Di dalamnya Allah memiliki satu malam yang lebih
baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang dicegah dari kebaikannya maka ia
telah tercegah.”63
Tentang makna “dibelenggunya syaitan-syaitan yang jahat”, Imam al-
Mundziri berkata: “Para syaitan tidak sungguh-sungguh dalam mengganggu
manusia pada bulan Ramadhan, seperti kesungguhan (leluasanya) gangguan
mereka di bulan-bulan yang lain. Dikarenakan kaum Muslimin sibuk dengan
60
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1520).
61
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1901) dan Muslim (no. 760).
62
Shahih: HR. Muslim (no. 233 [16]).
63
Shahih: HR. Al-Nasai (IV/129) dan Ahmad (II/230).
32
berpuasa yang dapat mengekang hawa nafsu, membaca al-Qur-an, serta
ibadah-ibadah lainnya.”64
Di sisi lain, ada ancaman bagi orang yang berbuka di siang hari dengan
sengaja pada bulan Ramadhan.
Dari Abu Umamah ia berkata: “Aku mendengar Nabi bersabda:
‘Ketika tengah tidur, aku didatangi dua orang laki-laki, lalu keduanya
menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal seraya berkata:
‘Naiklah.’ Lalu kukatakan: ‘Sesungguhnya aku tidak sanggup
melakukannya.’ Selanjutnya, keduanya berkata: ‘Kami akan memudahkan
untukmu.’ Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di
kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang keras sekali maka kutanyakan:
‘Suara apakah itu?’ Mereka menjawab: ‘Yang demikian itu adalah jeritan
para penghuni Neraka.’ Kemudian dia membawaku berjalan dan ternyata
aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas
tumit mereka, mulut mereka robek, dan robekan itu mengalirkan darah.”
Beliau bercerita, kemudian aku katakan: ‘Siapakah mereka itu?’ Dia
menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum tiba waktu
berbuka ....”65
Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun ke-3 Hijriyah, melalui
firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(Qs. Al-Baqarah [2]: 183)
66
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 9) dan Muslim (no. 35).
34
HADITS KEEMPAT
PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DAN TELAH
DITETAPKANNYA AMALAN HAMBA
َوُه َو- ول اللَّ ِه ُ َح َّدثَنَا َر ُس:ال َ َالر ْْحَ ِن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َم ْنعُوٍد ق َّ َع ْن أَِِب َعْب ِد
ِ ِ ِ َّ
َّ ُُث،ًني يَ ْوًما نُطْ َفةَ َح َد ُك ْم ُُْي َم ُع َخ ْل ُقهُ ِ بَطْ ِن أُِّمه أ َْربَع َّ " :-وق
َ إن أ ُ ص ُد ْ الصاد ُق الْ َم
ِ ِ
ك فَيَ ْن ُف ُخُ َ ُُثَّ يُْر َس ُل إلَْي ِه الْ َمل،ك
َ ضغَةً ِمثْ َل َذل ْ ُُثَّ يَ ُكو ُن ُم،ك َ يَ ُكو ُن َعلَ َقةً ِمثْ َل َذل
يد؛ ٍ ِ وش ِق أَم سع، وعملِ ِه، وأَجلِ ِه، بِ َكْ ِ ِرزقِ ِه:ات ٍ وي ؤمر بِأَرب ِع َكلِم،فِ ِيه العروح
َ ْ ٍّ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َْ ُ َ ْ ُ َ َ
ِ ْ إن أَح َد ُكم لَي عمل بِعم ِل أَه ِل ِ ِ
ُاَِنَّة َح ََّّت َما يَ ُكو ُن بَْي نَه ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َّ ُفَ َواَللَّه الَّهُ َل إلَهَ َغْي ُره
َوإِ َّن.اب فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ َْه ِل النَّا ِر فَيَ ْد ُخلُ َها ِ ِ ِ
ُ ََوبَْي نَ َها َّإل ذ َراع فَيَ ْنبِ ُق َعلَْيه الْك
َح َد ُك ْم لَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ َْه ِل النَّا ِر َح ََّّت َما يَ ُكو ُن بَْي نَهُ َوبَْي نَ َها َّإل ِذ َراع فَيَ ْنبِ ُق َعلَْي ِه
َأ
."اَِن َِّة فَيَ ْد ُخلُ َها
ْ اب فَيَ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أ َْه ِل
ُ َالْك
ِ
ُ َوُم ْنلِم
َرَواهُ الْبُ َرا ِر ع
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas’ud ia mengatakan: “Rasulullah ﷺ
menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang
yang benar lagi dibenarkan perkataannya) beliau bersabda: ‘Sesungguhnya
seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama
40 hari dalam bentuk [nuthfah] (bersatunya sperma dengan ovum),
kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian
menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang
Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan
diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rezekinya, ajalnya,
amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah
seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli Surga sehingga jarak antara
dirinya dengan Surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir)
mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli Neraka, maka dengan itu
ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal
35
dengan amalan ahli Neraka sehingga jarak antara dirinya dengan Neraka
hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal
dengan amalan ahli Surga, maka dengan itu ia memasukinya.’” [HR. Al-
Bukhari dan Muslim]
Syarah Hadits
36
Allah menyebutkan bahwa Adam—manusia pertama—diciptakan
dari saripati tanah, kemudian manusia sesudahnya diciptakan-Nya dari
setetes air mani.
Tahapan penciptaan manusia di dalam rahim adalah sebagai berikut:
Pertama: Allah menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina
yang menyatu dengan ovum.
Allah berfirman:
“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air
mani). ” (Qs. As-Sajdah [32]: 8)
Bersatunya air mani (sperma) dengan sel telur (ovum) di dalam rahim
ini disebut dengan nuthfah.
Kedua: Kemudian setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut Allah
menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqah.
Allah berfirman:
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (Qs. Al-‘Alaq [96]:
2)
Ketiga: Kemudian setelah lewat 40 hari—atau 80 hari dari fase
nuthfah—fase ‘alaqah beralih ke fase mudhghah, yaitu segumpal daging.
Allah berfirman:
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Mahasucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Qs. Al-Mu’minun [23]:
14)
Keempat: Kemudian setelah lewat 40 hari—atau 120 hari dari fase
nuthfah—dari segumpal daging (mudhghah) tersebut Allah menciptakan
daging yang bertulang, dan Dia memerintahkan Malaikat untuk meniupkan
ruh padanya serta mencatat empat kalimat, yaitu rezeki, ajal, amal dan
sengsara atau bahagia. Jadi, ditiupkannya ruh kepada janin setelah ia
berumur 120 hari.
B. Peniupan Ruh
Para ulama sepakat bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin
berusia seratus dua puluh hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma
dengan ovum. Artinya, peniupan tersebut ketika janin berusia empat bulan
penuh, masuk bulan kelima. Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku
padanya. Karena itu wanita yang ditinggal mati suaminya menjalani masa
‘iddah selama empat bulan sepuluh hari, untuk memastikan bahwa ia tidak
hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak menimbulkan keraguan
ketika ia menikah lagi lalu hamil.
Ruh adalah sesuatu yang membuat manusia hidup dan ini sepenuhnya
urusan Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya:
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah:
Ruh itu termasuk urusan Rabbku, sedangkan kamu diberi pengetahuan
hanya sedikit.” (Qs. Al-Isra’ [17]: 85)
37
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah telah mentakdirkan nasib
manusia sejak di alam rahim.
Pada hakikatnya, Allah telah mentakdirkan segala sesuatu sejak
50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi.
Rasulullah ﷺbersabda:
“Allah telah mencatat seluruh taqdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum
Allah menciptakan langit dan bumi.”67
Kemudian di alam rahim, Allah pun memerintahkan Malaikat untuk
mencatat kembali empat kalimat: rezeki, ajal, amal, sengsara atau bahagia.
Pertama: Rezeki.
Allah Yang Maha Pemurah telah menetapkan rezeki bagi seluruh
makhluk-Nya, dan setiap makhluk tidak akan mati apabila rezekinya belum
sempurna.
Allah berfirman:
“Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan
semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya
dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh).” (Qs. Hud [11]: 6)
Rasulullah ﷺbersabda:
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam
mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga
sempurna rezekinya. Meskipun (rezeki itu) bergerak lamban. Maka,
bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah
yang halal dan tinggalkan yang haram.”68
Kedua: Ajal.
Allah Mahakuasa untuk menghidupkan makhluk, mematikan, dan
membangkitkannya kembali. Dan setiap makhluk tidak mengetahui berapa
jatah umurnya juga tidak mengetahui kapan serta di mana akan dimatikan
oleh Allah. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah,
sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa
menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala
(dunia) itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan
(pula) kepadanya pahala (akhirat) itu. Dan Kami akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 145)
Ajal makhluk Allah sudah tercatat, tidak dapat dimajukan atau
diundurkan.
Allah berfirman:
67
Shahih: HR. Muslim (no. 2653), al-Tirmidzi (no. 2156), dan Ahmad (II/169), dari Abdullah bin
Amr bin al-Ash. Lafazh ini milik Muslim.
68
Shahih: HR. Ibnu Majah (no.2144), Ibnu Hibban (no. 1084,1085-Mawarid), al-Hakim (II/4), dan
al-Baihaqi (V/264) dari Jabir Dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh al-Dzahabi. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 2607).
38
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba,
mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. (Qs.
Al-A’raf [7]: 34)
Ketiga: Amal.
Allah telah mencatat amal-amal setiap makhluk-Nya, baik dan
buruknya. Akan tetapi setiap makhluk Allah pasti akan beramal, amal baik
atau pun amal buruk. Dan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan para hamba-
Nya untuk beramal baik.
69
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 4949) dan Muslim (no. 2647).
39
maka Allah akan mudahkan baginya untuk menuju Neraka. Hal ini
menunjukkan tentang sempurnanya ilmu Allah juga sempurnanya
kekuasaan, qudrah, dan iradah Allah. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Meskipun setiap manusia telah ditentukan menjadi penghuni Surga
atau menjadi penghuni Neraka, namun setiap manusia tidak dapat
bergantung kepada ketetapan ini karena setiap manusia tidak ada yang
mengetahui tentang apa yang dicatat di Lauhul Mahfuzh. Kewajiban setiap
manusia adalah berusaha dan beramal kebaikan serta banyak memohon
kepada Allah agar dimasukkan ke Surga.
Meskipun setiap manusia telah ditakdirkan oleh Allah demikian, akan
tetapi Allah tidak berbuat zhalim terhadap hamba-Nya.
Allah berfirman:
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan maka (pahalanya) untuk dirinya
sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka (dosanya) menjadi tanggungan
dirinya sendiri. Dan Rabbmu sama sekali tidak menzhalimi hamba-
hamba(Nya).” (Qs. Fushshilat [41]: 46)
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal dengan amalan ahli Surga
menurut apa yang tampak di hadapan manusia, (namun) sebenarnya dia
adalah penghuni Neraka, dan ada seorang hamba beramal dengan amalan
ahli Neraka menurut apa yang tampak di hadapan manusia, (namun)
sebenarnya dia adalah penghuni Surga. Sesungguhnya amal-amal itu
tergantung daripada akhirnya.”70
70
Shahih: HR. Al-Bukhari (no.2898,4203,4207,6493,6607), Muslim (no. 112), dan Ahmad (V/332)
dari Sahi bin Sa’ad al-Sa’idi.
40
Maksudnya, seseorang yang beramal dengan amalan ahli Surga dalam
pandangan manusia.
Hal ini ada beberapa kondisi:
1. Dalam pandangan manusia bahwa kaum munafik pun beramal dengan
amalan ahli Surga, seperti shalat, zakat, shadaqah dan lainnya, akan tetapi
hatinya benci terhadap Islam, maka di akhir hayatnya dia akan beramal
dengan amalan ahli Neraka yang dengan itu ia masuk Neraka.
2. Orang yang beramal dengan amalan ahli Surga, akan tetapi ia riya’ (ingin
dilihat dan dipuji oleh manusia), dan ia terus-menerus dalam keadaan
demikian, oleh karenanya Allah hapuskan ganjaran amalannya. Allahu
Musta’an.
3. Orang yang pada masa hidupnya beramal dengan amalan ahli Surga,
akan tetapi di akhir hayatnya ia digoda syaitan dan terkena fitnah
syahwat atau syubhat sehingga ia beramal dengan amalan ahli Neraka
yang dengan itu ia masuk Neraka. Allahumma inna nas-alukal ‘afwa wal
‘afiah.
4. Orang yang beramal dengan amalan ahli Surga, akan tetapi di akhir
hayatnya ia tidak sanggup menghadapi cobaan dan ujian.
Sebagaimana kisah dalam hadits Sahi bin Sa’ad ini, bahwasanya ada
seorang Sahabat yang berperang di jalan Allah dengan gagah berani dan
banyak membunuh orang-orang kafir hingga para Sahabat lainnya yang
melihatnya berkata: “Pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kami yang
(berperang) lebih mencukupi dari orang itu.” Akan tetapi Rasulullah ﷺ
bersabda:
5. Orang yang beramal dengan amalan ahli Surga akan tetapi di akhir
hayatnya ia mengucapkan kata-kata kufur yang dengan itu ia masuk
Neraka. Allahul Musta’an.
Kedua: Orang yang beramal dengan amalan ahli Neraka akan tetapi di
akhir hayatnya ia beramal dengan amalan ahli Surga yaitu bertaubat kepada
Allah dengan taubat yang jujur yang dengan itu ia masuk Surga.
41
“Tidak ada yang lebih aku sukai melainkan aku dapat menjumpainya (yakni
Nabi) lalu aku membunuhnya.”
Akan tetapi, ketika Allah memberikan hidayah Islam ke dalam
hatinya: Amr pun segera menemui Nabi seraya mengulurkan tangannya
untuk membai’at beliau, Rasul pun mengulurkan tangannya. Namun: Amr
menarik tangannya kembali. Maka ditanyakan oleh Rasulullah ﷺ : “Ada apa
denganmu, wahai Amr?” “Aku mengajukan syarat,” jawab Amr. Rasul
bertanya: “Apa syaratmu?” Amr menjawab: “Asalkan dosaku diampuni.”
Maka Rasulullah ﷺbersabda:
.71
“Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai selain Rasulullah ﷺ
3. Seseorang yang baru masuk Islam lalu meninggal ketika berjihad di jalan
Allah.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan lainnya
bahwa ada seseorang yang melihat kaum Muslimin berperang lalu ia pun
ingin ikut berperang. Maka disiapkanlah baju besi lalu ia mendatangi
Rasulullah ﷺ seraya berkata: “Wahai Rasulullah ﷺ
, apakah aku masuk Islam
terlebih dahulu ataukah aku berperang?” Maka Rasulullah ﷺ menyuruhnya
71
Shahih: HR. Muslim (no. 121).
72
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3470) dan Muslim (no. 2766) dan Abu Sa’id al-Khudri.
42
masuk Islam terlebih dahulu. Setelah mengucapkan syahadat ia pun
berperang hingga ia tewas terbunuh. Maka Rasulullah ﷺbersabda:
“Demi Rabb yang jiwa Abui Qasim berada di tangan-Nya, sungguh ia telah
mengucapkan satu kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya.”74
Bahkan, Nabi pernah ditegur langsung oleh Allah dikarenakan beliau
mendoakan keburukan dalam qunut Nazilah bagi Shafwan bin Umayyah,
Suhail bin Amr, dan al-Harits bin Hisyam ketika Perang Uhud. Kemudian
Allah menurunkan ayat:
73
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2808) dan Muslim (no. 1900) dari al-Bara’
74
Hasan: HR. Ahmad (II/323), Abu Dawud (no. 4901), Ibnu Hibban (al-Ta’liqat al-Hisan [no.
5682]). Sanadnya hasan, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij Syarah ‘Aqidab at-
Thahawiyah (hlm. 319) dari Abu Hurairah. Perkataan yang terakhir ini, yang benar adalah perkataan
Abu Hurairah (Lihat Sunan Abi Dawud [no. 4901] dan Mausu’ah Musnadi Imam Ahmad [XIV/47,
no. 3004]).
75
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 4070) secara mursal dan disambungkan oleh al-Tirmidzi (no. 3004).
43
mereka terhadap Islam pada akhirnya bertaubat dan masuk Islam di akhir
hayatnya, yaitu pada saat Fathu Makkah.
76
Shahih: HR. Al-Tirmidzi (no. 3522), Ahmad (VI/302, 315) dari Ummu Salamah dan al-Hakim
(I/525) dari al-Nawwas bin Sam’an, dishahihkan dan disepakati oleh al-Dzahabi. Lihat juga Shahih
al-Tirmidzi (III/171 no. 2792). Ummu Salamah berkata: “Doa itu merupakan doa Nabi yang paling
banyak (dibaca).”
77
Shahih: HR. Muslim (no. 1054), Ahmad (II/168), al-Hakim (IV/123), dan yang lainnya dari
Abdullah bin Amr bin Ash.
44
tidak dapat memastikan seseorang sebagai ahli Neraka. Karena yang
menentukan ialah akhir kehidupan seseorang.
HADITS KELIMA
MENOLAK KEMUNGKARAN DAN BID’AH
ول اللَِّه ِ ِ ِ ِ ِِ
ُ َر ُس:ال َ َ ق:ت ْ َ قَال،ني أ ُِّم َعْبد اللَّه َعائ َشةَ َرض َ اللَّهُ َعْن َها َ َع ْن أ ُِّم الْ ُم ْؤمن
ُ َوُم ْنلِم َرَواهُ الْبُ َرا ِر ع."س ِمْنهُ فَ ُه َو َرد ِ ِ َ َح َد
َ ث أ َْمرنَا َه َها َما لَْي ْ " َم ْن أ
. "س َعلَْي ِه أ َْمُرنَا فَ ُه َو َرد ِ ٍِ ِ ٍ ِ ِ
َ " َم ْن َعم َل َع َم ًَل لَْي:َو رَوايَة ل ُم ْنلم
Dari Ummul Mukminin, Ummu Abdillah: Aisyah, ia berkata; Rasulullah ﷺ
bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan hal yang haru dalam urusan
(agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka amalan tersebut
tertolak.”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Syarah Hadits
78
Syarah Shahih Muslim (XII/16).
45
dengan niatnya ....) merupakan barometer dari setiap perbuatan dari segi
batin (niat). Sesungguhnya setiap amal perbuatan yang tidak ditujukan untuk
mencari ridha Allah, maka amal tersebut tidak berpahala.”
1. Dalam ibadah
Ibadah pada asalnya adalah dilarang, kecuali yang dicontohkan oleh syari’at.
Setiap orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan satu ibadah maka
harus ada dalil yang shahih yang menunjukkan disyari’atkannya ibadah
tersebut. Jika ibadah yang dilakukan seseorang keluar dari hukum syari’at,
maka perbuatan tersebut tertolak. Ini masuk dalam firman Allah :
79
Shahih: HR. Muslim (no. 867) dari Jabir bin Abdillah.
80
Shahih: HR. Al-Nasai (III/188-189) dan al-Baihaqi dalam al-Asma’ was Shifat (I/310).
46
“Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan
aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridhai) Allah? Dan
sekiranya tidak ada ketetapan yang menunda (hukuman dari Allah) tentulah
hukuman di antara mereka telah dilaksanakan. Dan sungguh, orang-orang
zhalim itu akan mendapat adzab yang sangat pedih. ” (Qs. Asy-Syura [42]:
21)
Kadang, orang menyangka bahwa jika dengan melakukan suatu
ibadah bisa mendekatkan diri kepada Allah, maka pendekatan tersebut juga
bisa dilakukan dengan perbuatan yang lain. Sebagai contoh, dimasa Nabi
Muhammad ada orang yang berpuasa sambil berdiri dibawah sengatan terik
matahari. Ia tidak duduk dan tidak berteduh. Lalu Rasulullah ﷺ
menyuruhnya untuk duduk dan berteduh sambil terus menyempurnakan
puasanya.
Para ulama telah sepakat bahwa ibadah itu tidak sah kecuali apabila
terkumpul dua syarat, pertama ikhlas karena Allah dan yang kedua
mutaba’ah (mengikuti contoh Rasulullah ﷺ . Hendaknya diketahui
bahwasanya mutaba’ah (ittiba) tidak akan terwujud melainkan bila amal itu
sesuai dengan syari’at Islam dalam enam perkara:
Sebab, jenis, kadar (ukurannya), kaifiyat (cara), waktu, dan tempat.
Pertama, Sebab. Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada
Allah dengan sebab yang tidak disyari’atkan, maka ibadah tersebut adalah
bid’ah dantidak diterima. Contoh: Ada orang yang melakukan shalat Tahajud
pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam
ituadalah malam mi’raj Rasulullah ﷺ (dinaikkan ke atas langit). Shalat
tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi
bid’ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan
dalam syari’at. Syarat ini adalah penting, karena dengan demikian dapat
diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun
sebenarnya adalah bid’ah.
Kedua, jenis. Artinya, ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam
jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh, seorang yang
menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi
ketentuan syari’at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta,
sapi dan kambing.
Ketiga, kadar (bilangan). Kalau ada seseorang yang menambah
bilangan raka’at shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat
tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan
ketentuan syari’at dalam jumlah bilangan rakaatnya. Sebagai contoh apabila
ada orang shalat Zhuhur lima rakaat, maka shalatnya tidak sah.
Keempat, kaifiyat (cara). Seandainya ada orang yang shalat, dia sujud
dulu sebelum ruku, maka shalatnya tidak sah dan tertolak, karena tidak
sesuai dengan cara yang ditentukan syari’at.
Kelima, waktu. Apabila ada orang yang menyembelih binatang
kurban pada hari pertama bulan Dzul Hijjah, maka tidak sah, karena waktu
pelaksanaannya tidak menurut ajaran Islam. Contoh lain, orang yang shalat
sebelum masuk waktunya, maka shalatnya tidak diterima.
47
Keenam, tempat. Andaikata ada orang yang beri’tikaf di tempat
selain masjid, maka tidak sah i’tikafnya. Sebab tempat i’tikaf hanyalah di
masjid.81
81
Al-Ibda‘fi kamali al-Syar’i wa khathar al-ibtida’ (hlm. 20-23) dan Syarah Arba’in oleh
Muhammad bin Shalih al Utsaimin hlm. 114-118).
48
menciptakan hal baru. Apa yang kami lakukan telah kami dapatkan dari
orang-orang sebelum kami.”
Maka dengan penyebutan hadits kedua ini, argumentasi mereka tidak
bernilai.
HADITS KEENAM
HALAL DAN HARAM
ول اللَِّه
َ َِس ْعت َر ُس:ال َ َ ق،ان بْ ِن بَ ِش ٍري َر ِض َ اللَّهُ َعْن ُه َما ِ عن أَِِب عب ِد اللَّ ِه النععم
َْ َْ ْ َ
َوبَْي نَ ُه َما أ ُُمور ُم ْشَبِ َهات َل يَ ْعلَ ُم ُه َّن َكثِري،اسََر َام بَ ِّني
ْ َوإِ َّن،إن ا ْسَََل َل بَ ِّني
َّ " :ولُ يَ ُق
ِ ومن وقَع ِ الشعب ه،ات فَ ْقد اسَب رأَ لِ ِدينِ ِه و ِعر ِض ِه ِ فَمن اتَّ َقى الشعب ه،َّاس ِ
ات َُ َ َ ْ ََ ْ َ َْ ْ َُ ْ َ ِ م ْن الن
أََل َوإِ َّن لِ ُك ِّل،ك أَ ْن يَْرتَ َع فِ ِيهُ وشِ اسِمى ي
ُ َ ْ الراع يَْر َعى َح ْوَل
ِ َّ َك،اسرِام
ََْ
ِ َوقَ َع
صلَ َك َ ت ْ صلَ َح َ ضغَةً إ َذا ْ ِ أََّل َوإِ َّن،ُ أََّل َوإِ َّن ِْحَى اللَّ ِه َمَا ِرُمه،ك ِْحًى
ْ اَِ َن ِد ُم ٍ ِمل
َ
." ُ أََل َوِه َ الْ َق ْل،ُاَِ َن ُد ُكلعه ْ ت فَ َن َد ْ َوإذَا فَ َن َد،ُاَِ َن ُد ُكلعه
ْ
ُ َوُم ْنلِم
َرَواهُ الْبُ َرا ِر ع
Abu Abdillah Nu’man bin Basyir berkata; Aku mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah
jelas pula. Dan di antara keduanya ada perkara yang syubhat (samar-samar),
kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang
menghindari perkara-perkara syubhat, maka ia telah membersihkan agama
dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara yang syubhat
maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram. Seperti penggembala yang
berada di dekat pagar larangan (milik orang) dan dikhawatirkan ia akan
masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki tanah larangan,
ingatlah bahwa larangan Allah adalah apa yang diharamkan-Nya. Ketahuilah
bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik maka
baik pula seluruh tubuhnya dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh
tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” [HR. Al-
Bukhari dan Muslim]
49
Syarah Hadits
Hadits ini sangat penting dan memiliki manfaat yang sangat besar.
Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari kaidah-kaidah syari’at. Ada
yang mengatakan bahwa hadits ini sepertiga dari ajaran Islam. Imam Abu
Dawud al-Sijistani menyebutnya sebagai: “Seperempat dari Islam.” Bahkan
jika dicermati, akan terlihat bahwa hadits ini mencakup semua ajaran Islam,
karena menjelaskan perkara- perkara yang halal, haram dan syubhat (samar).
Juga menjelaskan hal-hal yang dapat merusak ataupun memperbaiki hati. Ini
mengharuskan seorang Muslim untuk mengetahui berbagai hukum syara’,
baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang). Hadits ini juga pijakan untuk
bersikap warn’, yakni meninggalkan perkara yang syubhat (samar).82
Di dalam hadits ini dibagi hukum menjadi tiga bagian. Ada perkara
yang jelas-jelas diperbolehkan. Ada perkara yang jelas-jelas dilarang. Dan
ada perkara-perkara yang syubhat (samar), yakni tidak jelas halal dan
haramnya.
Segala sesuatu dibagi menjadi tiga:
1. Jelas-jelas diperbolehkan. Seperti: Memakan yang baik-baik, buah-
buahan, binatang ternak, menikah, mengenakan pakaian yang tidak
diharamkan, makan roti, berbicara, berjalan, jual beli, dan lain-lain.
2. Jelas-jelas dilarang. Seperti: Makan bangkai, darah, daging babi,
menikah dangan perempuan yang diharamkan untuk dinikahi, riba,
judi, mencuri, mengadu domba, minum khamr, zina, memakai sutera
dan emas untuk laki-laki, dan lain-lain.
3. Syubhat, yakni tidak jelas boleh atau tidaknya. Karena itu, banyak
orang yang tidak mengetahuinya. Adapun para ulama bisa
mengetahui melalui berbagai dalil al-Qur’an dan sunnah, maupun
melalui qiyas. Jika tidak ada nash dan juga tidak ada ijma’ maka
dilakukan ijtihad.
82
Al-Wafi fi Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah (hlm. 35).
50
Mujahid dan yang lainnya berkata: “Maksudnya, menjelaskan hal- hal
yang diperintahkan kepada kalian serta berbagai hal yang dilarang kepada
kalian.”83
Nabi tidaklah meninggal dunia sehingga beliau menjelaskan kepada
umat Islam apa-apa yang dihalalkan dan yang diharamkan oleh Allah kepada
mereka. Beliau bersabda:
“Aku tinggalkan kalian di atas sesuatu yang putih bersih di mana malamnya
seperti siangnya dan tidaklah berpaling darinya melainkan orang yang
binasa.”84
Tentang halal dan haram ada sebagiannya yang lebih jelas dari yang
lainnya. Perkara-perkara yang sudah jelas halal dan haramnya dan diketahui
oleh umat Islam, maka tidak ada udzur bagi seseorang atas ketidaktahuannya
tentang itu bila ia hidup (tinggal) di tengah-tengah kaum Muslimin. Ada juga
perkara-perkara yang hanya diketahui oleh para ulama, dan tersembunyi
(tidak diketahui) oleh umumnya kaum Muslimin.
83
Tafsir al-Thabari (VII/633-634).
84
Hasan: HR. Imam Ahmad (IV/126), Ibnu Majah (no. 43), dan al-Lalika-i dalam Syarhu Ushuli
I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (no. 79) dari al-Irbadh bin Sariyah.
85
HR. Al-Bukhari (no. 2055) dan Muslim (no. 1070).
51
Imam Nawawi berkata: “.... Tidak jelas tentang halal dan haramnya,
karena itu kebanyakan manusia tidak tahu hukumnya, adapun Ulama
mengetahui hukumnya dengan nash (dalil), qiyas, ishtish-hab, dan selain itu.
Apabila dia ragu tentang sesuatu antara halal dan haram, sedangkan dalil dan
ijma’ tidak ada, maka seorang mujtahid diperbolehkan berijtihad, lalu ia
menggabungkannya kepada salah satu dari keduanya (halal dan haram)
dengan dalil-dalil syar’i.”86
Sabda Nabi tersebut menunjukkan bahwa ada sebagian manusia yang
mengetahui hal-hal yang mutasyabihat, namun sebagian besar dari mereka
tidak mengetahuinya.
Ada dua pihak yang termasuk dalam kategori orang-orang yang tidak
mengetahui hal-hal yang mutasyabihat:
Pertama, orang yang memilih diam dalam hal-hal mutasyabihat,
karena ketidakjelasan hal-hal mutasyabihat tersebut baginya.
Kedua, orang yang meyakini hal-hal mutasyabihat tersebut tidak
dalam bentuk aslinya. Hadits tersebut menunjukkan bahwa orang lain
mengetahuinya. Maksudnya, orang lain mengetahui hal-hal mutasyabihat
dalam bentuk aslinya; halal atau haram. Ini dalil paling kuat bahwa orang
yang benar di sisi Allah dalam masalah-masalah halal dan haram yang tidak
jelas dan diperselisihkan ialah satu orang, sedang orang lain tidak
mengetahuinya dalam arti orang lain tidak benar dalam menetapkan hukum
Allah dalam masalah-masalah tersebut, kendati ia berkeyakinan di dalamnya
dengan keyakinan yang berpatokan pada syubhat yang ia kira dalil. Kendati
demikian, ia diberi pahala karena ijtihadnya dan kesalahannya diampuni
karena ketidaksengajaannya.87
86
Syarah Shahih Muslim (XI/27-28)
87
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/203).
88
Syarah ‘Arba’in oleh Syaikh Utsaimin (hlm. 128-129).
52
diri dari syubhat dalam mencari mata pencaharian dan kehidupannya, maka
dia telah menyerahkan dirinya untuk dicemooh dan dicela. Hal ini
mengandung petunjuk untuk selalu menjaga hal-hal yang berkaitan dengan
agama dan kemanusiaan.
Rasulullah ﷺbersabda:
“Barangsiapa meninggalkan dosa apa saja yang tidak jelas baginya, maka
terhadap sesuatu yang telah jelas, ia lebih meninggalkannya.89”90
89
HR. Al-Bukhari (no. 2051).
90
Diringkas dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/203-204).
91
Hilyah al-Auliya’ (VII/339, no. 10771).
53
dunia maupun di akhirat. Barangsiapa yang mendekati larangan, dengan
melakukan perkara-perkara syubhat, maka ia pun dikhawatirkan dan bahkan
bisa terjerumus pada hal yang dilarang.92
92
Al-Wafi fi Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah (hlm. 38).
93
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (1/213).
54
10. Hati ini sebagai komandan dari seluruh anggota tubuh. Kalau hati ini
baik, maka seluruh tubuh akan baik. Tetapi apabila hati ini jelek,
maka seluruh tubuh akan jelek.
HADITS KETUJUH
AGAMA ADALAH NASIHAT
: قُ ْلنَا.ُيحة ِ
َ "الدِّي ُن النَّص:ال َ َب ق َّ َُِّ أَ َّن النِّ َع ْن أَِِب ُرقَيَّةَ ََتِي ِم بْ ِن أ َْو ٍس الدَّا ِر
. "ني َو َع َّامِ ِه ْم ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َلِمن؟ ق
َ َوِْلَئ َّمة الْ ُم ْنلم، َولَر ُسوله، َولكَابِه،ال للَّه َْ
َرَواهُ ُم ْنلِم
Dari Abi Ruqayyah, Tamim bin Aus ad-Dari dari Rasulullah ﷺbahwasanya
beliau bersabda: “Agama itu adalah nasihat.” Mereka (para Sahabat)
bertanya: “Untuk siapa, wahai Rasulullah ﷺ?” Beliau menjawab: “Untuk
Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Imam kaum Muslimin, dan kaum
Muslimin pada umumnya.” [HR. Muslim]
Syarah Hadtis
94
Al-Wafi (hlm. 41).
55
pada nasihat. Lalu apakah maksud beliau? Para ulama telah memberikan
jawaban.
Pertama: Hal ini bermakna, bahwa hampir semua agama adalah
nasihat, sebagaimana halnya sabda beliau: “Haji itu adalah wukuf di
‘Arafah.”95 Padahal haji tidak hanya wukuf, tetapi disebut demikian karena
wukuf adalah unsur pentingnya.
95
Shahih: HR. Alsu Dawud (no. 1949), al-Nasai (V/256), dan al-Tirmidzi (no. 2975). Lihat Fath
al-Bari (I/138).
96
Fath al- Bari (I/138).
97
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/218).
98
Ta’zhimu Qadrish Shalah (II/691-692).
56
kufur kepada-Nya, serta senantiasa mengakui nikmat-Nya, dan bersyukur
atas segala nikmat-Nya ....99
99
Syarah Shahih Muslim (II/38) oleh Imam al-Nawawi.
100
Ta’zhim Qadr al-Shalah (II/693).
101
Ta’zhim Qadr al-Shalah (no.693).
57
4. Nasihat untuk para pemimpin kaum Muslimin
Al-Imam Muhammad bin Nashr al-Marwazi berkata: “Sedangkan
nasihat untuk para pemimpin kaum Muslimin ialah dengan mencintai
ketaatan mereka kepada Allah, mencintai kelurusan dan keadilan mereka,
mencintai bersatunya umat di bawah pengayoman mereka, benci kepada
perpecahan umat dengan sebab melawan mereka, mengimani bahwa dengan
taat kepada mereka dalam rangka taat kepada Allah, membenci orang yang
keluar dari ketaatan kepada mereka (yaitu membenci orang yang tidak
mengakui kekuasaan mereka dan menganggap halal darah mereka), dan
mencintai kejayaan mereka dalam taat kepada Allah.”102
“Jihad yang paling utama adalah mengatakan keadilan (dalam riwayat lain:
kebenaran) di hadapan penguasa yang semena-mena.”103
Mereka pun akan dimintai pertanggungjawaban jika justru memuji
penguasa yang semena-mena, apalagi menjadi corong mereka.
Sedangkan nasihat kita untuk para ulama ialah dengan senantiasa
mengingatkan akan tanggung jawab itu, mempercayai hadits-hadits yang
mereka sampaikan, jika memang mereka bisa dipercaya. Juga dengan jalan
tidak mencerca mereka, karena ini dapat mengurangi kewibawaannya dan
menjadikan mereka bahan tuduhan.104
102
Ta’zhim Qadr al-Shalah (II/693-694).
103
Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4344), al-Tirmidzi (no. 2174), dan Ibnu Majah (no. 4011) dari
Abu Sa’id al-Khudri. Lihat Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 491).
104
Al-Wafi (hlm. 44-45).
58
hamba-hamba Allah. Maka seorang hamba harus memandang mereka
dengan kacamata yang satu, yaitu kacamata kebenaran.105
105
Syarh al-Arba’in al-Nawawiyyah (hlm. 48) oleh Syaikh Muhammad Hayat as-Sindi.
59
HADITS KEDELAPAN
KEHORMATAN DARAH DAN HARTA
SEORANG MUSLIM
Syarah Hadits
60
melaksanakan jihad fi sabilillah, dan pelaksanaan berbagai kewajiban
lainnya dalam syari’at Islam. Hadits ini pun menerangkan bahwasanya darah
dan harta seorang Muslim adalah haram (tidak boleh ditumpahkan dan
dirampas).106
106
Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 97).
107
Lihat Fath al-Qawiyy al-Matin fi Syarhi al-Arba’in wa Tatimmah al-Khamsin (hlm. 46) karya
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr.
108
Lihat Fath al-Bari (I/77).
109
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 391, 392, 393), Ahmad (III/199/224-225), Ibnu Hibban (no.
5865— al-Ta’liqat al-Hisan ‘ala Shahih Ibni hibban), Abu Dawud (no. 2641), al-Tirmidzi (no.
2608), al-Nasai (VII/76, VIII/109), Muhammad bin Nashr al-Marwazi (no. 9), al-Baihaqi (III/92,
VIII/177), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 34), dan selainnya.
110
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1399,1456,6924,7284,7285) dan Ibnu Hibban (no.
174,216,217,218 —al-Ta’liqat al-Hisan).
61
Sabda Rasulullah ﷺ: “Mereka telah melindungi darah dan harta
mereka dariku.” Ini menunjukkan bahwa ketika beliau bersabda seperti itu,
beliau telah diperintahkan berperang dan membunuh siapa saja yang
menolak masuk Islam. Itu semua terjadi pasca hijrahnya beliau ke Madinah.
Sebagaimana diketahui dengan pasti bahwa Nabi menerima siapa saja yang
datang kepada beliau untuk masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat saja, kemudian beliau melindungi darah dan hartanya dan
menamakannya orang Muslim.
Nabi pernah mengecam keras pembunuhan yang dilakukan Usamah
bin Zaid terhadap orang yang berkata La ilaha illallah, yaitu ketika Usamah
bin Zaid mengangkat pedang kepadanya. Orang itu mengucapkan kalimat La
ilaha illallah, namun Usamah tetap membunuhnya.111
111
Shahih: HR. Muslim (no. 96, 97).
112
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/230).
62
untuk memerangi (mereka) kemudian aku tahu bahwa ia pihak yang
benar.’”113
Abu Bakar ash-Shiddiq memerangi mereka dengan berhujjah kepada
sabda Rasulullah ﷺ : “Kecuali dengan haknya. ”Itu menunjukkan bahwa
memerangi orang-orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan
haknya itu diperbolehkan.
Di antara haknya ialah membayar hak harta yang wajib. Sedang Umar
bin Khathab menduga bahwa sekadar mengucapkan dua kalimat syahadat itu
sudah melindungi darah di dunia karena berpatokan kepada keumuman
hadits pertama seperti diduga sejumlah orang bahwa orang yang telah
mengucapkan dua kalimat syahadat itu terlindungi dari masuk Neraka karena
berpatokan kepada keumuman redaksi hadits yang ada. Padahal yang
semestinya tidak seperti itu. Setelah itu: Umar bin al-Khathab rujuk kepada
pendapat Abu Bakar ash-Shiddiq.
Perkataan Abu Bakar: “Demi Allah, aku pasti memerangi orang-orang
yang memisahkan antara shalat dengan zakat karena zakat adalah hak harta.”
Menunjukkan bahwa barangsiapa meninggalkan shalat, ia diperangi karena
shalat adalah hak badan. Begitu juga orang yang meninggalkan zakat, karena
zakat adalah hak harta.
Di sini terdapat dalil bahwa memerangi orang yang meninggalkan
shalat itu menjadi ijma’ (konsensus) bersama karena Abu Bakar
menjadikannya sebagai prinsip yang dikiaskan dengan zakat dan itu tidak
disebutkan secara tersurat dalam hadits yang dijadikan dasar oleh Umar S& .
Namun Abu Bakar mengambilnya dari sabda Nabi : “kecuali dengan hak
Islam” Begitu juga zakat, karena zakat termasuk hak harta. Itu semua
termasuk hak-hak Islam.
Dalil lain tentang dibolehkannya memerangi orang-orang yang
meninggalkan shalat ialah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari
Ummu Salamah dari Nabi beliau bersabda:
113
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1399-1400, 1456-1457, 6924-6925, 7284-7285), Muslim (no. 20),
dan al-Nasai (V/14).
114
Shahih: HR. Muslim (no. 1854 [63]) dan Abu Dawud (no. 4760).
115
Shahih: HR. Ahmad (V/432-433).
63
Sabda Nabi: “Kecuali dengan hak Islam” Pengecualian dalam
hadits ini dalam ilmu Nahwu masuk kategori munqathi’ (terputus).
Maksudnya sesudah terjaga darah dan harta mereka, maka mereka wajib
melaksanakan hak Islam yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan
meninggalkan segala apa yang dilarang.116
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Abu Bakar memasukkan
pelaksanaan shalat dan zakat ke dalam hak Islam ini. Dan sebagian ulama
memasukkan pelaksanaan puasa dan haji ke dalam hak Islam ini pula.
116
Lihat Bahjah al-Nazhirin (I/460).
117
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 103).
118
Lihat Fath al-Bari (I/77).
119
Lihat Syarhus Sunnah (I/69) karya Imam al-Baghawi.
64
HADITS KESEMBILAN
LAKSANAKAN PERINTAH, JAUHKAN
LARANGAN, DAN JANGAN BANYAK
BERTANYA
Syarah Hadits
120
Shahih: HR. Muslim (no. 1337), al-Nasai (V/110-111), Ahmad (11/508), al-Baihaqi (IV/326),
Ibnu Khuzaimah (no. 2508), al-Thahawi dalam Syarah Muskilil Atsar (no. 1472), Ibnu Hibban (no.
3696, 3697-at-Ta’ltqatulHisdn \ala Shahih Ihni Hibban), Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam
Kitabus Sunnah (no. 110) tahqiq Syaikh Salim al-Hilali, al-Daraquthni (11/534, no. 2668, 2670),
dan Ibnu Jarir dalam Jami’ al- Bayan (no. 12808).
65
Hadits di atas menunjukkan tentang larangan menanyakan hal-hal
yang tidak perlu karena jawaban pertanyaan tersebut justru menyusahkan
penanya, misalnya pertanyaan penanya apakah ia di Neraka atau di Surga?
Apakah ayahnya adalah orang yang dirinya bernasabkan kepadanya atau
bukan? Hadits-hadits di atas juga menunjukkan larangan bertanya dengan
maksud membuat bingung, tidak berguna dan sia-sia, serta mengejek seperti
biasa dilakukan oleh orang-orang munafik dan orang-orang selain mereka.
Contoh lain juga ialah menanyakan hal-hal yang disembunyikan
Allah terhadap hamba-hamba-Nya dan tidak memperlihatkannya kepada
mereka, seperti pertanyaan tentang waktu terjadinya hari Kiamat, hakikat
ruh, dan lain sebagainya.
Ibnu Abbas berkata: “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang
lebih baik daripada Sahabat-Sahabat Rasulullah ﷺ . Mereka hanya bertanya
tentang 13 masalah dan kesemuanya ada dalam al-Qur-an; “Mereka bertanya
kepadamu tentang minuman keras dan judi. ” (Surah Al-Baqarah [2]: 219);
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan Haram.” (Surah Al-Baqarah [2]:
217); “Mereka bertanya kepadamu tentang anak- anak yatim. ” (Surah Al-
Baqarah [2]: 220).”121
121
HR. Ad-Darimi (1/51) dan al-Thabrani dalam al-Mu’jai al-Kabir (no. 12288). Al-Haitsami
dalam Majma’uz Zawa-id (I/158-159) menisbatkan hadits tersebut kepada al-Thabrani dan berkata:
“Di dalam sanad tersebut terdapat Atha’ bin al-Saib yang merupakan perawi tepercaya tetapi
hafalannya tercampur. Perawi-perawi lainnya adalah perawi-perawi tepercaya.” Sanad atsar ini
lemah.
66
menjauhi apa saja yang dilarang. Jadi, semua perhatiannya terfokus pada hal
tersebut dan tidak kepada sesuatu yang lain. Seperti itulah keadaan para
Sahabat Rasulullah ﷺ dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
dalam mencari ilmu yang bermanfaat dari al-Qur’an dan as-Sunnah.122
Namun jika perhatian pendengar ketika mendengar perintah dan
larangan diarahkan kepada perkiraan teoritis dari perkara-perkara yang bisa
terjadi atau tidak, maka itu termasuk hal yang dilarang dan membuat orang
tidak serius mengikuti perintah. Seseorang bertanya kepada Ibnu Umar
tentang mengusap Hajar Aswad. Ibnu Umar berkata kepada orang tersebut:
“Aku melihat Nabi mengusap Hajar Aswad dan menciumnya.” Orang
tersebut berkata: “Bagaimana pendapatmu kalau aku tidak bisa
melakukannya? Bagaimana pendapatmu kalau aku didesak?” Ibnu Umar
berkata kepada orang tersebut: “Letakkan kata-kata ‘bagaimana
pendapatmu’ di Yaman. Aku melihat Nabi mengusap Hajar Aswad dan
menciumnya.”123
122
Lihat Jami al-‘Ulum wa al-Hikam (I/243-244).
123
Shahih: HR. Al-Tirmidzi (no. 861). Diriwayatkan juga oleh al-Bukhari (no. 1611) dan al-Nasai
(V/2.31).
124
Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Kitab al-‘Ilm (no. 75), ad-Darimi (1/50) dan
Ibnu Abdil Barr (II/1067, no. 2067).
125
Diriwayatkan oleh al-Darimi (I/50) dan Ibnu Abdil Barr (II/1068, no. 2068).
126
Diriwayatkan oleh al-Darimi (I/56) dan Ibnu Abdil Barr (II/1065, no. 2057).
67
4. Banyak bertanya mengenai masalah-masalah yang belum terjadi.
5. Bertanya dengan pertanyaan yang bersifat memaksa, menyusahkan,
dan mengada-ada. Sebab, terkadang jawabannya akan banyak
sehingga sulit untuk mengamalkannya, sebagaimana yang terjadi pada
Bani Israil ketika mereka disuruh untuk menyembelih seekor sapi
betina.
6. Bertanya tentang hal-hal yang Allah sembunyikan dari para hamba-
Nya dengan sebab adanya hikmah yang hanya diketahui oleh Allah
saja, contohnya bertanya tentang rahasia takdir, waktu terjadinya hari
Kiamat, hakikat ruh, dan yang sepertinya.
127
Perkataan tersebut diriwayatkan dari Sahi bin Abdullah al-Tusturi dalam Hilyah al-Auliya’
(X/221, no. 15032).
128
Hasan: Hadits tersebut potongan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad (II/310), al-Tirmidzi
(no. 2305), dan al-Kharaithi dalam Makarim al-Akhlaq (hlm. 42) dari jalur Abu Thariq, dari al-
Hasan al-Bashri, dari Abu Hurairah dia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapakah yang siap
mengambil kalimat-kalimat ini kemudian mengamalkannya atau mengajarkannya kepada orang
yang siap mengamalkannya.’ Aku (Abu Hurairah) berkata: ‘Aku, wahai Rasulullah ﷺ .’ Rasulullah
ﷺ pun memegang tanganku lalu beliau menyebutkan lima perkara. Beliau bersabda: ‘ (l)Takutlah
engkau kepada hal-hal haram, niscaya engkau menjadi orang yang paling hebat ibadahnya. (2)
Ridhalah dengan apa yang dibagikan Allah kepadamu, niscaya engkau menjadi orang yang terkaya.
(3) Berbuat baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi orang Mukmin. (4) Cintailah untuk
manusia apa yang engkau cintai untuk dirimu, niscaya engkau menjadi orang Muslim. (5) Janganlah
engkau banyak tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.’”
129
Hilyah al-Auliya (IV/90, no. 4848).
68
Secara umum, perkataan para generasi Salaf di atas menunjukkan
bahwa menjauhi hal-hal haram kendati sedikit, itu lebih utama daripada
memperbanyak mengerjakan ketaatan-ketaatan Sunnah, karena
meninggalkan hal-hal haram adalah wajib, sedang mengerjakan ketaatan-
ketaatan Sunnah adalah Sunnah.
130
HR. Al-Bukhari (no. 1117) dan Ibnu Hibban (no. 2504— al-Ta’liqat al-Hisan).
131
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/256) dengan sedikit tambahan.
69
10. Di dalam hadits di atas terdapat isyarat tentang ditekankannya
menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang penting dan bermanfaat
yang dibutuhkan dengan segera.
HADITS KESEPULUH
BAIK DAN HALAL ADALAH SYARAT
DITERIMANYA DOA
َوإِ َّن،إن اللَّهَ طَيِّ َل يَ ْقبَ ُل َّإل طَيِّبًا َّ " ول اللَّ ِهُ ال َر ُس َ َ ق:الَ ََع ْن أَِِب ُهَريْ َرةَ ق
"يَا أَيع َها العر ُس ُل ُكلُوا ِم ْن:اَل ِ ِ ِ ِاللَّه أَمر الْم ْؤِمن
َ ال تَ َع َ ني ِبَا أ ََمَر بِه الْ ُمْر َسل
َ ني فَ َق َ ُ ََ َ
ِ "يا أَيعها الَّ ِهين آمنُوا ُكلُوا ِمن طَيِّب:اَل ِ ات واعملُوا ص ِ
ات َما َ ْ َ َ َ َ َ ال تَ َع َ َ َوق،"اسًا َ َ ْ َ َالطَّيِّب
!ب ِّ يَا َر:لن َم ِاء
َّ ث أَ ْغبَ َر َميُعد يَ َديِْه َإَل اَ الن َفَر أَ ْش َع
َّ يل ِ
ُ الر ُج َل يُط
َّ َرَزقْ نَا ُك ْم" ُُثَّ ذَ َكَر
َّ فَأ،اسََراِم
ََّن ْ ُِ ب َ َوغُ ِّه، َوَم ْلبَ ُنهُ َحَرام، َوَم ْشَربُهُ َحَرام،ب! َوَمطْ َع ُمهُ َحَرام ِّ يَا َر
."اب لَهُ؟ُ يُ ْنَ َج
َرَواهُ ُم ْنلِم
Syarah Hadits
70
Sabda Nabi, Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima
kecuali yang baik.” adalah bentuk pensucian beliau terhadap Allah dari
segala kekurangan dan aib. Sebab, makna thayyib (baik) ialah suci dan
bersih dari segala aib dan kekurangan.132 Allah telah mensucikan diri-Nya
dari segala kekurangan dan aib. Allah telah mensucikan dirinya dari
memiliki istri dan anak, Allah berfirman:
“Dan mereka berkata: “(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
‘Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat munkar, hampir saja
langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh (karena ucapan
itu), karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai
anak. Dan tidak mungkin bagi (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai
anak.” (Qs. Maryam [19]: 88-92)
Allah juga mensucikan diri-Nya sendiri dari sifat zhalim.
Sebagaimana firman-Nya:
Dalam hadits di atas terdapat isyarat bahwa amal tidak diterima dan
tidak berkembang kecuali dengan memakan makanan yang halal, dan bahwa
makanan haram itu merusak amal dan membuatnya tidak diterima. Tidak
diterimanya suatu amalan memiliki dua makna:
1. Tidak diterima dalam artian tidak mendapat pahala dan ganjaran,
namun amalan yang wajib tidak gugur darinya; contohnya sabda
Rasulullah ﷺ
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal (dukun), kemudian
bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima
selama empat puluh malam.”133
2. Tidak diterima dalam artian tidak sah dan batal, seperti sabda
Rasulullah ﷺ :
“Tidak diterima shalat seorang dari kalian jika dia berhadats sampai
dia berwudhu’.”134
Makna tidak diterima dalam sabda Rasulullah ﷺ : “Tidak menerima
132
Lihat Qawa‘id wa Fawa-id min al-Arba’in al-Nawawiyyah (hLm. 113) karya Syaikh Nazhim
Muhammad Sulthan.
133
Shahih: HR. Muslim (no. 2230) dan Ahmad (IV/68, V/380). Lafazh ini milik Muslim, dari
Shafiyyah
134
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 135) dan Muslim (no. 225) dan Abu Hurairah.
71
kecuali yang baik,” ialah makna yang pertama.
A. Lama bepergian
Bepergian itu sendiri menyebabkan doa dikabulkan seperti terlihat
pada hadits Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
“Tiga doa yang dikabulkan dan tidak ada keraguan di dalamnya: (1) doa
orang yang terzhalimi, (2) doa musafir (orang yang sedang bepergian jauh),
72
dan (3) doa orang tua untuk anaknya.”135
Dalam riwayat lain disebutkan: “Doa keburukan orang tua untuk
anaknya.”
Jika seseorang telah lama bepergian, doanya sangat mungkin
dikabulkan karena dugaan kuat orang tersebut sedih karena lama terasing
dari negerinya dan mendapatkan kesulitan. Sedih adalah sebab terbesar yang
membuat doa dikabulkan.
135
Hasan: HR. Abu Dawud (no. 1536), al-Tirmidzi (no. 1905, 3448), Ibnu Majah (no. 3862),
Ahmad (11/258), dan al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 32, 481). Lafazh ini milik Ibnu
Majah. Hadits ini dishahihkan Ibnu Hibban (no. 2688- al-Ta’liqat al-Hisan). Hadits ini mempunyai
penguat, dari hadits Uqbah bin Amir dalam riwayat Ahmad (IV/154).
136
Shahih: HR. Muslim (no. 2622,2854) dan Ibnu Hibban (no. 6449— al-Ta’liqat al-Hisan).
Lafazh ini milik Ibnu Hibban.
137
Hasan: HR. Ahmad (1/230), Abu Dawud (no. 1165), al-Tirmidzi (no. 558), al-Nasai (III/163),
dan Ibnu Majah (no. 1266). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Rasulullah ﷺ keluar
dengan pakaian lusuh, menampakkan kemiskinan, merendahkan diri, dan tawadhu’.” Dishahihkan
Ibnu Hibban (no. 2551- al-Ta’liqat al-Hisan) dan redaksi tersebut miliknya.
138
Diriwayatkan Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh-nya (XVI/290) dan al-Dzahabi dalam Siyar A’lam
al-Nubala’(IV/195). Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/270).
139
Shahih: HR. Ahmad (V/438), Abu Dawud (no. 1488), al-Tirmidzi (no. 3556), Ibnu Majah (no.
3865), Ibnu Hibban (no. 873, 877—al-Ta’liqat al-Hisan), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.
1385), dan al-Hakim (I/497). Beliau menshahihkannya dan disepakati oleh al-Dzahabi. Lafazh
hadits ini milik al-Tirmidzi.
140
HR. Abdurrazzaq (no. 19648), al-Thabrani dalam ad-Du’a (no. 204, 205), al-Hakim (I/497-498),
dan al-Baghawi (no. 1386) dengan sanad-sanad lemah.
73
Jabir141, dan selain keduanya.
D. Terus-menerus berdoa kepada Allah dengan mengulang-ulang
kerububiyyahan-Nya.
Cara seperti ini termasuk aspek penting yang membuat doa terkabul.
Diriwayatkan dari Abu ad-Darda’ dan Ibnu Abbas bahwa mereka berdua
berkata: “Nama Allah terbesar ialah Rabbi (Wahai Rabbku), Rabbi (Wahai
Rabbku).”142 Perkataan tersebut disebutkan kepada al-Hasan kemudian al-
Hasan berkata: “Tidakkah kalian membaca al-Qur-an?” Setelah itu al-Hasan
membaca firman Allah surah Ali Tmran ayat 191-195.
Barangsiapa mencermati doa-doa yang disebutkan dalam al-Qur-an,
ia menemukan pada umumnya doa-doa tersebut dimulai dengan kata ‘Rabb’,
misalnya firman Allah: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa Neraka.” (Qs. Al-
Baqarah [2]: 201)
141
HR. Abu Ya’la (no. 1862) dan al-Haitsami dalam Majma’uz Zawd-id (X/149). Ia juga
menisbatkan hadits tersebut kepada al-Thabrani dalam al-Ausath. Ia berkata: “Di sanadnya terdapat
Yusuf bin Muhammad bin al-Munkadir ia dianggap tsiqah (tepercaya), padahal ada kelemahannya,
namun para perawi lainnya adalah para perawi al-Shahih.”
142
HR. Ibnu Abi Syaibah (no. 29856). Atsar tersebut dishahihkan al-Hakim (I/505).
143
Hadits ini lemah sekali diriwayatkan oleh Imam al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath (no.
6491) dilemahkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Dha’ifah (no. 1812).
144
Diringkas dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/269-275).
74
Demikian pula bersedekah dengan harta curian tidak akan diterima Allah
karena tidak baik.
4. Kalimat thayyib (baik) mencakup keyakinan, perkataan, perbuatan dan
harta.
5. Sesungguhnya para Nabi dan Rasul diberikan perintah dan larangan oleh
Allah, demikian pula terhadap kaum Mukminin.
6. Perintah bagi para Rasul dan kaum Mukminin untuk memakan makanan
yang halal dan baik.
7. Safar (bepergian jauh) merupakan sebab dikabulkannya doa.
8. Mengangkat kedua tangan termasuk sebab dikabulkannya doa.
9. Termasuk sebab dikabulkannya doa yaitu bertawassul dengan sifat
Rububiyyah Allah.
10. Peringatan keras dari memakan yang haram karena itu sebagai sebab
tertolaknya doa, meski syarat terkabulnya doa telah terpenuhi.
HADITS KESEBELAS
MEMILIH YANG DIYAKINI DAN
MENINGGALKAN HAL-HAL YANG
MERAGUKAN
Syarah Hadits
Makna hadits di atas ialah berhenti dari hal-hal yang syubhat dan
menjauhinya karena perkara yang halal itu tidak menimbulkan keraguan di
hati seorang Mukmin. Keraguan adalah kekalutan dan kegoncangan. Justru
jiwa terasa damai dengan perkara halal dan tenteram dengannya. Adapun
hal-hal yang syubhat menimbulkan kekalutan dan kegoncangan di hati dan
membuatnya ragu-ragu.145
Abu Abdurrahman al-Amri berkata: “Jika seorang hamba bersikap
wajar ia akan meninggalkan apa saja yang meragukannya menuju apa saja
yang tidak meragukannya.”146
Meninggalkan yang ragu ini berlaku dalam ibadah, muamalah,
pernikahan, dan berlaku pula dalam setiap bab dalam disiplin ilmu.
Contoh dalam ibadah: Seseorang batal wudhu’nya, kemudian shalat,
dan ia ragu-ragu apakah ia masih memiliki wudhu’ ataukah sudah batal?
Kita katakan: Tinggalkan yang ragu-ragu kepada yang tidak ragu-ragu. Yang
diragukan di sini ialah sahnya shalat, yang tidak diragukan ialah hendaknya
engkau berwudhu’ dan shalat.
Kebalikannya: Seseorang wudhu’ kemudian shalat, lalu ia ragu-ragu
apakah wudhu’nya batal ataukah tidak? Kita katakan: tinggalkan yang ragu-
ragu kepada yang tidak ragu. Yang yakin padamu adalah wudhu’, sedangkan
batal atau tidak batal adalah keraguan, maka tinggalkan keragu-raguan.
Diceritakan kepada Rasulullah ﷺ seorang laki-laki yang mengira
bahwa ia mendapati sesuatu (hadats yang keluar darinya) dalam shalat. Maka
beliau bersabda: “Janganlah ia keluar (dari shalat) hingga ia mendengar
suara (kentut) atau mencium baunya.”147
Demikian juga dalam pernikahan, misalnya seseorang menikah
dengan disaksikan dua orang saksi, setelah akad nikah ia ragu, apakah kedua
saksi itu adil ataukah tidak? Kita katakan: Proses akad nikah telah selesai
dan nikahnya sah, maka tinggalkan yang ragu-ragu.
Contoh lainnya: Seseorang yang pakaiannya terkena najis lalu ia cuci,
kemudian ia ragu-ragu apakah najisnya sudah hilang ataukah belum? Kita
katakan: Tinggalkan yang ragu-ragu, hendaknya ia mencucinya lagi karena
ia meragukan kesucian pakaiannya itu. Sebab, asalnya ialah terkena najis dan
hilangnya najis masih diragukan.148
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan: “Hadits di atas
dijadikan dalil bahwa menghindari perbedaan pendapat di kalangan ulama
adalah lebih baik, karena lebih jauh dari syubhat. Namun beberapa ulama
145
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/280).
146
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/280).
147
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 137) dan Muslim (no. 361) dari Abdullah bin Zaid bin Ashim al-
Mazini al-Anshari. Diriwayatkan juga oleh Muslim (no. 362) dari Abu Hurairah. Lihat Jami’ al-
‘Ulum wa al-Hikam (I/282-283).
148
Dinukil dengan sedikit perubahan dari Syarah al-Arba’in al-Nawawiyyah (hlm. 177-178) karya
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
76
peneliti dari sahabat kami dan selain mereka berpendapat bahwa itu bukan
secara mutlak, karena di antara masalah-masalah yang terjadi perbedaan
pendapat di dalamnya ada yang merupakan rukhshah dari Nabi tanpa ada
dalil yang menentangnya. Jadi, menerima rukhshah lebih utama daripada
menjauhinya.”
Di sini, ada permasalahan yang harus dipahami dengan cermat bahwa
berhenti dari syubhat layak dikerjakan orang yang seluruh kondisinya telah
lurus dan seluruh amal perbuatannya sama dalam takwa dan wara’.
Sedangkan bagi orang yang menerjang hal-hal yang diharamkan yang
terlihat kemudian ia ingin menjauhi salah satu dari hal-hal syubhat, maka
hendaknya ia diingkari, seperti dikatakan Ibnu Umar kepada orang Irak yang
bertanya kepadanya tentang darah nyamuk: “Mereka bertanya kepadaku
tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh al-Husain. Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Keduanya (al-Hasan dan al-
Husain) adalah kesayanganku dari kehidupan dunia149.’”150
149
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3753, 5994) dan Ibnu Hibban (no. 6910- al-Ta’liqat al-Hisan).
150
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/282-283).
77
HADITS KEDUA BELAS
MENINGGALKAN APA-APA YANG TIDAK
BERMANFAAT
Syarah Hadits
Hadits di atas adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip adab dan
etika yang agung. Imam Abu Amr bin Shalah menceritakan dari Abu
Muhammad bin Abi Zaid Imam madzhab Maliki pada masanya, bahwa dia
berkata: “Puncak etika kebaikan bermuara dari empat hadits: (1) sabda
Rasulullah ﷺ : ‘Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir,
hendaklah ia berkata yang baik atau diam,’ (2) sabda beliau: ‘Di antara
kebaikan keislaman seseorang ialah dia meninggalkan apa yang tidak
bermanfaat baginya,’ (3) sabda beliau: yang ringkas kepada orang yang
meminta wasiat kepadanya: ‘Janganlah engkau marah,’ dan (4) sabda beliau:
‘Orang Mukmin itu mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk
dirinya.’”151 Al-Hafidzh Ibnu Rajab berkata: “Hadits ini merupakan dasar
yang agung bagi akhlak.”
Makna hadits ini bahwa di antara kebaikan keislaman seseorang ialah
dia meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat baginya.
Dia hanya mencukupkan diri dengan berbagai perkataan dan perbuatan yang
bermanfaat baginya.
Makna “ya’nihi” pada hadits ini ialah perhatian (inayah)nya tertuju
padanya, kemudian sesuatu tersebut menjadi maksud dan tujuannya. Makna
al-indyah ialah menaruh perhatian yang sangat terhadap sesuatu. Seseorang
meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya dan tidak ia inginkan
bukan karena pertimbangan hawa nafsu dan keinginan jiwa, namun karena
151
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/288).
78
pertimbangan syari’at Islam. Oleh karena itu, beliau menjadikan sikap
seperti itu sebagai bukti kebaikan keislamannya. Jadi, jika keislaman
seseorang baik, dia meninggalkan ucapan dan tindakan- tindakan yang tidak
bermanfaat baginya dalam Islam; karena Islam mengharuskan seseorang
mengerjakan kewajiban-kewajiban seperti yang telah dijelaskan dalam hadits
Jibril (hadits ke-2 kitab al-Arba’in) dan hadits-hadits yang lainnya.152
Imam al-Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa seorang mukallaf (yang
telah dibebani hukum syari’at/sudah baligh) seharusnya dapat menjaga
lisannya untuk tidak berbicara, kecuali untuk hal-hal yang benar-benar
bermanfaat. Apabila menurut pertimbangannya kemaslahatan antara diam
dan berbicara adalah sama, maka menurut as-Sunnah, ia lebih baik
mengambil sikap diam. Sebab, pembicaraan yang mubah (boleh) terkadang
bisa membawa kepada perbuatan haram atau makruh. Dan yang demikian
banyak sekali terjadi (menjadi kebiasaan). Ingat, mencari selamat adalah
sesuatu keberuntungan yang tiada taranya.”153
152
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/288).
153
Riyadh al-Shalihin (hlm. 503), cet. Dar Ibnul Jauzi.
79
HADITS KETIGA BELAS
ORANG YANG BERIMAN MENCINTAI
KEBAIKAN UNTUK MUKMIN LAINNYA
SEBAGAIMANA MENCINTAI UNTUK DIRINYA
SENDIRI
Syarah Hadits
154
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/302).
155
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2475), Muslim (no. 57), Ahmad (11/376), dan Ibnu Hibban (no.
186 -at- Ta ’liqatul Hisan), dari Abu Hurairah.
156
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6016), Muslim (no. 46), dan Ahmad (II/288) dari Abu Hurairah.
157
Syarah Shahih Muslim (II/16).
80
Maksud hadits di atas ialah di antara sifat iman yang wajib adalah
seseorang mencintai untuk saudaranya yang Mukmin apa yang ia cintai
untuk dirinya dan membenci untuknya apa yang ia benci untuk dirinya
sendiri. Jika sifat tersebut hilang darinya, maka imannya berkurang. 158 Nabi
bersabda: “Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah,
memberi karena Allah, dan menahan (tidak memberi) karena Allah, maka
sungguh, telah sempurna imannya.”159
Nabi bersabda, “Barangsiapa ingin dijauhkan dari Neraka dan
dimasukkan ke dalam Surga, maka hendaklah ia mati dalam keadaan
beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan hendaklah ia menunaikan dan
berbuat (kebaikan) kepada orang lain apa yang ia senang bila orang lain
(berbuat baik) kepadanya.”160
Salah seorang yang shalih dari ulama Salaf berkata: “Orang-orang
yang mencintai Allah melihat dengan cahaya Allah, merasa kasihan dengan
orang yang bermaksiat kepada Allah, membenci perbuatan mereka, merasa
kasihan kepada mereka dengan cara menasihati mereka untuk melepaskan
mereka dari perbuatannya, dan menyayangkan badan mereka sendiri jika
sampai terkena Neraka. Dan seorang Mukmin tidak dikatakan sebagai
Mukmin yang sejati sampai dia meridhai untuk manusia apa yang ia ridhai
untuk dirinya. Kalau ada orang lain memiliki keutamaan yang melebihi
dirinya, kemudian dia menginginkan untuk dirinya seperti itu, kalau hal itu
dalam urusan agama, maka keinginan tersebut adalah satu kebaikan,
sebagaimana Nabi mengharapkan dirinya mati syahid.”161
Ibnu Abbas pernah berkata: “Aku membaca salah satu ayat al-Qur-an
kemudian aku ingin seluruh manusia mengetahui (tafsir)nya seperti yang aku
ketahui.”162
1. Seringkali dalam ayat atau hadits ada penafian sesuatu karena tidak
adanya kesempurnaan padanya.
2. Seseorang wajib mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk
dirinya sendiri.
3. Termasuk keimanan pula membenci untuk saudaranya apa yang dibenci
untuk dirinya sendiri.
4. Di dalam hadits ini terdapat celaan terhadap sikap egois, membenci orang
lain, hasad dan balas dendam.
5. Setiap Mukmin dan Mukminah wajib menjauhi hasad (dengki, iri) dan
sifat buruk lainnya karena dapat mengurangi imannya.
6. Hadits ini menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang;
bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan sebab
melakukan maksiat.
158
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/303).
159
Hasan: HR. Abu Dawud (no. 4681) dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 3469) dari Abu
Umamah al-Bahili Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-
Shahihah (no. 380), dan hadits ini memiliki beberapa syawahid.
160
Shahih: HR. Muslim (no. 1844), Ahmad (II/161), al-Nasai (VII/153), dan Ibnu Majah (no. 3956)
dari Abdullah bin Amr bin al-Ash.
161
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/306-308).
162
Ibid (I/310).
81
7. Mengamalkan kandungan hadits ini menjadikan menyebarnya rasa cinta
di antara pribadi-pribadi dalam satu masyarakat Islami dan akan saling
tolong-menolong dan bahu-membahu sehingga bagaikan satu tubuh.
8. Anjuran untuk mempersatukan hati manusia dan memperkuat hubungan
antara kaum Mukminin.
9. Islam bertujuan menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh kasih
sayang.
10. Umat Islam hendaknya menjadi laksana satu bangunan dan satu tubuh.
Ini diambil dari bentuk keimanan yang sempurna yaitu mencintai untuk
saudaranya apa yang dicintai untuk dirinya sendiri. Wallahu a’lam.
82
HADITS KEEMPAT BELAS
DARAH SEORANG MUSLIM TERPELIHARA,
KECUALI KARENA BERZINA, MEMBUNUH
DAN MURTAD
Syarah Hadits
Adapun pembunuhan karena salah satu dari ketiga hal tersebut dalam
hadits di atas yang akan kita bahas telah disepakati kaum Muslimin. Ketiga
hal tersebut (sebagaimana disebutkan dalam hadits) adalah hak Islam, di
mana menjadi halal dengannya darah seorang yang bersaksi bahwa tidak ada
ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah.
163
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 67,105,1741) dan Muslim (no. 1679 [30]) dari Abu Bakrah.
164
Shahih: HR. Al-Nasai (VII/82) dan al-Tirmidzi (no. 1395) dari Abdullah bin Amr. Hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Ghayah al-Maram fi Takhrij Ahadits al-Halal wa al-
Haram (no. 439).
83
bahwa hadd (hukuman)nya ialah dirajam sampai mati. Karena, Nabi telah
merajam Ma’iz dan wanita al-Ghamidiyyah.165
Dalam al-Qur-an yang teksnya telah di-nasakh (dihapus) disebutkan:
Jika laki-laki tua dan wanita tua berzina, rajamlah keduanya dengan tegas
sebagai hukuman dari Allah, dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.166
Ibnu Abbas mengambil hukum rajam dari firman Allah:
165
Shahih: Shahih al-Bukhari (no. 6824), Shahih Muslim (no. 1692,1693,1694,1695), Sunan Abi
Dawud (no. 4422,4425,4426,4427,4431,4442), dan Shahih Ibni Hibban (no. 4421, 4422-al-Ta’liqat
al- Hisan).
166
Shahih: HR. Al-Nasai dalam as-Sunanul Kubra (no. 7108, 7109, 7112): Abdurrazzaq dalam al-
Mushannaf (no. 13363), Ibnu Hibban (no. 4411, 4412-al-Ta’liqat al-Hisan), al-Hakim (11/415), dan
al-Baihaqi (VII/211).
167
Shahih: HR. Al-Nasai dalam as-Sunanul Kubra (no. 7124), Ibnu Hibban (no. 4413 al-Ta’liqat
al-Hisan), Ibnu Jarir al-Thabari dalam Tafsir-nya (no. 11612,11613). Atsar ini dishahihkan al-
Hakim (IV/359) dan disepakati al-Dzahabi.
168
Shahih: HR. Muslim (no. 1690) dan Ibnu Hibban (no. 4408, 4409, 4410—al-Ta’liqat al-Hisan).
84
Allah juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang
yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya
dengan hamba sahaya, dan perempuan dengan perempuan. ” (Qs. Al-
Baqarah [2]: 178)
169
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3017, 6922), Ahmad (1/217), Abu Dawud (no. 4351), al-Tirmidzi
(no. 1458), al-Nasai (VII/105), Ibnu Majah (no. 2535), dan Ibnu Hibban (no. 4458—al-Ta’liqat al-
Hisan) dari Ibnu Abbas.
170
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/318-319).
171
Nomor 1 sampai 11 dinukil dan diringkas dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/320-325).
85
(homosexual/sodomi) maka bunuhlah pelaku dan objeknya.”172
Pendapat tersebut dipegang oleh banyak ulama, di antaranya adalah
Imam Malik dan Ahmad, mereka berkata: “Hadits itu mengharuskan
pembunuhan dalam kondisi apa pun, baik telah menikah maupun belum
menikah.”
3. Tukang sihir
Disebutkan dalam Sunan al-Tirmidzi, dari Jundub secara marfu:
172
Shahih: HR. Ahmad (I/300), Abu Dawud (no. 4462), al-Tirmidzi (no. 1456), Ibnu Majah (no.
2561), Ibnu al-jarud (no. 820), dan al-Hakim (IV/355). Beliau menshahihkannya dan disepakati oleh
al-Dzahabi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil (no. 2350).
173
Shahih: HR. Ahmad (IV/295), Abu Dawud (no. 4457), al-Tirmidzi (no. 1362), Ibnu Majah (no.
2607), dan al-Nasai (VI/109) dari al-Bara’ bin Azib
174
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi (no. 1460), al-Hakim (IV/360) dan al-Daraquthni (III/41). Yang
benar hadits ini mauquf sampai kepada Jundub
175
Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4464), al-Tirimidzi (no. 1455), Ibnu Majah (no. 2564), dan al-
Baihaqi (VIII/233), dan al-Hakim (IV/355). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa’ al-
Ghalil (no. 2348).
176
Hasan shahih: HR. Ahmad (IV/93), Abu Dawud (no. 4482), al-Tirmidzi (no. 1444), dan Ibnu
Majah (no. 2573). Dishahihkan oleh al-Hakim (IV/372) dari Mu’awiyah
86
Namun sebagian besar ulama berpendapat bahwa pembunuhan
peminum khamr telah dihapus. Buktinya, diriwayatkan bahwa peminum
khamr pada kali keempat didatangkan kepada Nabi namun beliau tidak
membunuhnya.
Diriwayatkan bahwa seseorang didatangkan kepada Nabi karena
meminum minuman keras lalu orang tersebut dilaknat seseorang sambil
berkata: “Betapa seringnya orang ini didatangkan kepada beliau.” Nabi
bersabda: “Engkau jangan melaknatnya, demi Allah, aku tidak mengenalnya
melainkan ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”177 Beliau tidak membunuh
peminum khamr itu.
11. Orang yang memata-matai kaum Muslimin demi kepentingan orang kafir
Imam Ahmad memilih tawaqquf (tidak berpendapat tentang ini).
Sejumlah sahabat Malik dan Ibnu ‘Aqil dari ulama madzhab Hanbali
memperbolehkan pembunuhan mata-mata Muslim jika memata-matai untuk
177
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6780) dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (X/337, no. 2606).
178
Hasan: HR. Abu Dawud (no. 4410), al-Nasai (VIII/90-91), dan al-Baihaqi (VIII/272) dari Jabir
bin Abdillah
179
Shahih: HR. Muslim (no. 1853) dari Abu Sa’id al-Khudri.
180
Shahih: HR. Muslim (no. 1852 [60]) dari Arfajah.
181
Shahih: Diriwayatkan oleh al-Nasai (VII/117) dan al-Hakim (II/159) dari jalur Ma'mar bin
Rasyid dari Abdullah bin Thawus, dari ayahnya, dari Abdullah bin Zubair secara marfu. Al-Hakim
berkata: “Shahih berdasarkan syarat asy-Syaikhaini (al-Bukhari dan Muslim),” dan disepakati oleh
al-Dzahabi. Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali berkata dalam ‘Iqaz al-Himam (hlm. 201). “(Derajatnya)
seperti yang keduanya katakan.”
87
orang kafir secara berulang-ulang. Mereka berhujjah dengan sabda Nabi
tentang Hathib bin Abi Balta’ah yang menulis surat untuk penduduk
Makkah. Di suratnya, Hathib bin Abi Balta’ah memberitahukan kepada
penduduk Makkah tentang keberangkatan Rasulullah ﷺ kepada mereka dan
menyuruh mereka siap siaga.
Oleh karena itu: Umar bin al-Kahththab meminta izin kepada
Rasulullah ﷺ untuk membunuh Hathib bin Abi Balta’ah. Nabi bersabda:
“Sesungguhnya ia mengikuti Perang Badar.” Nabi tidak bersabda: “Hathib
bin Abi Balta’ah tidak patut dibunuh karena perbuatannya,” namun beliau
memberikan alasan yang membuatnya tidak boleh dibunuh, yaitu
keikutsertaannya di Perang Badar dan ampunan Allah bagi seluruh
Mujahidin Perang Badar.
Dan alasan yang menghalangi pembunuhan tersebut tidak ada lagi
pada orang selain Hathib bin Abi Balta’ah.
Lihat bahasan khusus masalah ini dalam kitab al-Sharim al-Maslul 'ala Syatim al-Rasul karya
182
Syarah Hadits
Dari sini dapat diketahui bahwa perkataan yang tidak baik hendaknya
tidak diucapkan, lebih baik diam, kecuali jika sangat dibutuhkan. Sebab,
banyak berbicara yang tidak bermanfaat membuat hati menjadi keras.
Umar berkata: “Barangsiapa banyak bicara, banyak pula
kesalahannya, barangsiapa banyak kesalahannya, banyak pula dosanya, dan
barangsiapa banyak dosanya, maka Nerakalah yang lebih layak baginya.”184
184
Raudhah al-‘Uqala’ wa Nuzhah al-Fudhala’ (hlm. 43) karya Ibnu Hibban al-Busti.
185
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6016) dan Ahmad (II/288, 336).
186
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 141).
187
Shahih: HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 112), al-Hakim (IV/167), al-Thabrani
dalam al-Mu’jam al-Kabir (no. 12741), dan al-Bahaqi (X/3) dari Ibnu Abbas Dishahihkan oleh al-
Hakim dan disepakati oleh al-Dzahabi, dan dishahihkan juga oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah
al-Ahadits al-Shahihah (no. 149).
90
diri dari mengganggunya, tetapi bertetangga yang baik ialah bersabar
terhadap gangguannya.”188
Di zaman Rasulullah ﷺ ada seorang wanita yang rajin shalat malam,
puasa, dan sedekah akan tetapi dia selalu mengganggu tetangganya dengan
lisannya, maka Nabi bersabda: “Tidak ada kebaikan padanya, dia termasuk
penghuni Neraka.” Kemudian disebutkan lagi ada wanita yang dia
melakukan shalat wajib lima waktu dan dia suka bersedekah dengan keju
dan tidak mengganggu seorang pun juga, maka Nabi bersabda: “Dia
termasuk ahli Surga.”189
188
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (1/353).
189
Shahih: HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 119), Ahmad (II/440), al-Hakim
(IV/166), dan Ibnu Hibban (no. 2054-Mawarid al-Zam-an) dari Abu Hurairah. Dishahihkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 190).
190
Shahih: HR. Al-Bukhari Kitab “al-Luqathah” Bab: “adh-Dhiyafah wa Nahwiha” (no. 6019) dan
Muslim (no. 48 [14]).
191
Shahih: HR. Muslim (no. 48 [15]); Kitab “al-Luqathah”, Bab “adh-Dhiyafah wa Nahwiha”.
91
10. Penafian iman yang dimaksud dalam hadits adalah penafian
kesempurnaannya bukan pokok imannya. 474 475
، فَ َرَّد َد ِمَر ًارا، ْ ض َ َ ق.َّب أ َْو ِص ِِن ِ َ َعن أَِِب هري رَة أَ ْن رج ًَل ق
َ َل تَ ْغ:ال ِّ ِال للن َُ َ َْ ُ َْ
. "ْ ض َ َل تَ ْغ:ال َ َق
ُ َرَواهُ الْبُ َرا ِر ع
Dari Abu Hurairah bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi :
“Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab: “Engkau jangan marah!” Orang
itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi bersabda:
“Engkau jangan marah!” [HR. Al-Bukhari]
Syarah Hadits
Sahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin
Qudamah. Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang
singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia
dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya
agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-
ulang, sedangkan Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini
menunjukkan bahwa marah adalah pangkal berbagai kejahatan, dan menahan
diri darinya adalah pangkal segala kebaikan.
92
permusuhan, bahkan sampai membunuh, serta bisa jadi naik kepada tingkat
kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah bin Aiham, 192 dan seperti
sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut syar’i, atau
mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.193
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata: “Adapun hakikat marah
tidaklah dilarang karena merupakan perkara tabiat yang tidak bisa hilang dari
perilaku kebiasaan manusia.”194
Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah marah yang dilakukan
karena menuruti hawa nafsu dan menimbulkan kerusakan.
Di dalam al-Qur-an disebutkan bahwasanya Allah marah dengan
marah yang berbeda dari kemarahan makhluk-Nya. Adapun marah yang
dinisbatkan kepada Allah Yang Mahasuci adalah marah dan murka kepada
orang-orang kafir, musyrik, munafik, dan orang-orang yang melewati batas-
Nya.
Allah berfirman:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha
Mendengar, Maha Melihat. ” (Qs. Asy-Syura [42]: 11)
Sifat marah bagi Allah merupakan sifat yang sesuai dengan
keagungan dan kemuliaan bagi Allah, dan ini merupakan manhaj Salaf yang
wajib ditempuh oleh setiap Muslim.
Adapun marah yang dinisbatkan kepada makhluk, ada yang terpuji
ada pula yang tercela. Terpuji apabila dilakukan karena Allah dalam
membela agama Allah dengan ikhlas, membela hak-hak-Nya, dan tidak
menuruti hawa nafsu, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺbeliau marah
karena ada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya yang dilanggar, maka
192
Jabalah bin Aiham adalah seorang raja yang masuk Islam pada zaman Nabi akan tetapi dia
murtad pada zaman Umar dan bergabung dengan pasukan Romawi. Sebabnya adalah dia menginjak
seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu menamparnya, lalu ia (Jabalah) ingin membunuh laki-laki
tersebut. Akan tetapi Umar berkata: “Tampar balik laki-laki itu.” Maka Jabalah marah, kemudian
murtad. Kemudian dia menyesali atas kemurtadannya−kita berlindung kepada Allah dari
keangkuhan dan kesombongan. (Lihat Siyar A’lam al-Nubala [III/532] cet. Muassasah ar-Risalah).
193
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/369).
194
Fath al-Bari (X/520).
195
Lihat juga surah Thaha ayat 81 dan surah Al-Mumtahanah ayat 13.
196
HR. Al-Bukhari (no. 4712), Muslim (no. 194), al-Tirmidzi (no. 2434), Ahmad (II/435-436), Ibnu
Hibban (no. 6431- al-Ta’liqat al-Hisan), Ibnu Abi Syaibah (no. 32207), dan al-Nasai dalam as-
Sunanul Kubra (no. 11222) dari Abu Hurairah.
93
beliau marah. Begitu pula marahnya Nabi Musa197 dan marahnya Nabi
Yunus.198
Adapun yang tercela apabila dilakukan karena membela diri,
kepentingan duniawi, dan melewati batas.
Dalam hadits di atas disebutkan larangan marah karena marah
mengikuti emosi dan hawa nafsu yang pengaruhnya membawa kepada
kehancuran dan kebinasaan.
Ja’far bin Muhammad mengatakan: “Marah adalah pintu segala
kejelekan.”
Dikatakan kepada Ibnul Mubarak: “Kumpulkanlah untuk kami
akhlak yang baik dalam satu kata!” Beliau menjawab: “Meninggalkan
amarah.”
Demikian juga Imam Ahmad dan Ishaq menafsirkan bahwa akhlak
yang baik adalah dengan meninggalkan amarah.199
197
Lihat surah Al-A’raf ayat 150.
198
Lihat surah Al-Anbiya’ ayat 87.
199
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/363).
200
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah. Dikatakan oleh
pen-tahqiq Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam “Sanadnya hasan.” Akan tetapi, hadits ini dilemahkan oleh
Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Dha’ifah (no. 582). Wallahu a’lam.
94
7. Dianjurkan menjauhkan hal-hal yang dapat membawa kepada
kemarahan.
8. Marah yang terpuji adalah apabila seseorang marah karena Allah,
untuk membela kebenaran, dan tidak menuruti hawa nafsu dan tidak
merusak.
9. Sabar, pemaaf, dan suka berbuat kebajikan merupakan sifat orang
yang beriman.
10. Apabila seseorang marah hendaklah ia berlindung kepada Allah dari
godaan syaitan yang terkutuk, dan melakukan apa yang disebutkan di
atas tentang obat meredam amarah.
Syarah Hadits
201
Syarh Shahib Muslim (XIII/107).
95
kepada kaidah yang umum, yang mencakup setiap perkataan dan perbuatan,
dan ini merupakan maksud beliau dalam mengumpulkan empat puluh
hadits.202
“Kelak akan Aku berikan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir,
maka pukullah di atas leher mereka, dan pukullah tiap-tiap ujung jari
mereka.” (Qs. Al-Anfal [8]: 12)204
202
Qawa’id wa Fawa-id minal Arba’in al-Nawawiyyah (hlm. 153).
203
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 154).
204
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/382).
96
Rasulullah ﷺbersabda:
“Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah (waktu
menyembelihnya), maka makanlah. Selain kuku dan gigi ....”205
Sebagaimana sabda beliau di hadits ini: “Hendaklah seorang dari kalian
menajamkan pisaunya…”
“Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika
disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu
kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-
kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka,
tentu kamu telah menjadi orang musyrik.” (Qs. Al-An’am [6]: 121)
“Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Allah (waktu
menyembelihnya), maka makanlah. Selain kuku dan gigi ....”207
Apabila tidak diketahui, apakah hewan tersebut disembelih dengan
membaca basmalah atau tidak, atau lupa ketika menyembelihnya, maka
membaca basmalah dilakukan ketika hendak makan hewan sembelihan
tersebut.
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa suatu kaum yang baru saja masuk
Islam, mereka membawa daging (memberi hadiah) kepada Aisyah, lalu
Aisyah bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulullah ﷺ , sesungguhnya ada
suatu kaum yang datang kepada kami dengan membawa daging yang kami
tidak mengetahui apakah disebutkan nama Allah atau tidak?” Maka
Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka: “Sebutlah oleh kalian nama
Allah padanya (baca: bismillah), kemudian makanlah.”208
205
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5503), Muslim (no. 1968), Abu Dawud (no. 2821), al-Tirmidzi
(no. 1491), al-Nasai (VII/226), dan Ibnu Majah (no. 3178) dari Rafi’ bin Khadij.
206
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5543) dan Muslim (no. 1968) dari Rafi’ bin Khadij.
207
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5503), Muslim (no. 1986), Abu Dawud (no. 2821), al-Tirmidzi
(no. 1491), al-Nasai (VII/226), dan Ibnu Majah (no. 3178) dari Rafi’ bin Khadij.
208
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2057) dan selainnya.
97
4. Sifat orang yang menyembelih
Yaitu orang Islam, berakal, baligh, atau anak kecil yang telah
mumayyiz, atau Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), dengan syarat sembelihan
mereka bukan untuk dipersembahkan untuk gereja atau hari raya mereka.
Tentang makanan (sembelihan) Ahlul Kitab dihalalkan dalam surah
Al-Ma-idah ayat 5 Nabi pernah makan paha kambing yang dihadiahkan oleh
seorang perempuan Yahudi di Khaibar.209
1. Perintah berlaku baik dalam segala hal. Termasuk berbuat baik ialah
menunjukkan jalan kepada seseorang, memberikan makanan, amar
ma’ruf nahi munkar, dan lain sebagainya.
2. Wajib berlaku baik dalam segala hal karena Allah mewajibkan hal itu,
maksudnya mensyari’atkannya secara tegas.
3. Baiknya pengajaran Nabi dengan cara memberikan permisalan karena
pengajaran dengan cara memberi permisalan lebih dapat mendekatkan
kepada maksud yang diinginkan.
4. Wajibnya berbuat baik dalam cara membunuh.
5. Dilarang membunuh dengan cara membakar dan mencincang seseorang
setelah dia meninggal tanpa alasan yang dibenarkan.
6. Tidak boleh menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai tujuan lemparan
atau memanah.
7. Wajibnya berlaku baik dalam menyembelih, yaitu menyembelih dengan
cara yang disyari’atkan.
209
Tentang bahasan ini lihat at-Ta'liqatur Radhtyyah ‘ala ar-Raudhatun Nadiyyah (III/66-71) dan
kitab-kitab fiqih lainnya.
210
Hasan: HR. Al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir (no. 11916). Lihat Silsilah al-Ahadits al-
Shahihah (no. 24).
211
Lihat Qawa’id wa Fawa-id min al-Arba’in al-Nawawiyyah (him. 156-157) dengan sedikit
perubahan dan tambahan.
98
8. Wajibnya menajamkan pisau untuk menyembelih, yaitu dengan
mengasahnya, karena hal itu lebih memudahkan dalam penyembelihan.
9. Tidak boleh mengasah pisau di depan hewan yang akan disembelih.
10. Wajibnya menyenangkan hewan sembelihan, yaitu dengan cara
menyembelih secepat mungkin.
Syarah Hadits
“... Dialah Rabb yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak
memberi ampunan. ” (Qs. Al-Muddatstsir [74]: 56)
99
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Hakikat takwa ialah melakukan
ketaatan kepada Allah dilandasi keimanan dan mengharap pahala-Nya baik
berupa perintah maupun larangan, sehingga seseorang melakukan perintah
Allah dengan mengimani Dzat yang memerintah dan membenarkan janji-
Nya, dan ia meninggalkan apa yang Allah larang baginya dengan mengimani
Dzat yang melarangnya dan takut terhadap ancaman-Nya, sebagaimana
dikatakan Thalq bin Habib: ‘Apabila terjadi fitnah, padamkanlah fitnah itu
dengan takwa.’ Orang-orang bertanya: ‘Apakah takwa itu?’ Ia menjawab:
‘Takwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah berdasarkan
cahaya212 dari Allah karena mengharap pahala dari-Nya, dan engkau
meninggalkan segala bentuk kemaksiatan kepada-Nya berdasarkan
cahaya dari-Nya karena takut terhadap siksa-Nya.’”
Takwa adalah wasiat Allah untuk generasi terdahulu dan yang
terakhir.
Allah berfirman:
“... sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci
sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah.... ” (Qs.
An-Nisa’ [4]: 131)
Takwa adalah wasiat Rasulullah ﷺkepada umatnya. Ketika
Rasulullah ﷺ berkhutbah saat haji Wada’ pada hari penyembelihan hewan
kurban, beliau berwasiat kepada manusia agar mereka bertakwa kepada
Allah dan mendengar serta taat kepada pemimpin mereka.213
212
Iman dan ilmu yang benar dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman
Salafush Shalih.
213
Shahih: Ahmad (V/251), al-Tirmidzi (no. 616), dan Ibnu Hibban (no. 4544-at-Ta’liqdtul Hisan)
dari Abu Umamah .
214
Shahih: HR. Al-Nasai (III/54-55), Ibnu Hibban (no. 1968- al-Ta’liqat al-Hisan), dan selainnya
dari Ammar bin Yasir .
215
Ibid (I/411).
216
Baca buku Ust. Yazid “حفظه هللاMenuntut Ilmu Jalan Menuju Surga”, cet. VIII-Pustaka at-
Takwa.
100
e. Selalu berdoa kepada Allah agar diberikan ketakwaan.
217
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/415).
101
melangkah ke masjid-masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah
ribath (menunggu di pos penjagaan dengan melaksanakan ketaatan-ketaatan
yang disyari’atkan), itulah ribath.”218 Hadits-hadits yang semakna dengan ini
sangat banyak.219
Meski demikian, jumhur ulama berpendapat bahwa ini hanya berlaku
pada dosa kecil. Adapun dosa besar, maka tidak bisa dihapus tanpa taubat
karena taubat perintah wajib kepada hamba-Nya, dan ini pendapat yang
paling benar di antara dua pendapat para ulama karena Allah berfirman:
Diringkas dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/416-424) dan Qawaid wa Fawa-id (hlm. 163-
219
164).
220Shahih lighairihi. HR. Ahmad (II/250,472), al-Tirmidzi (no. 1162), dan Ibnu Hibban (no. 1311-
al-Mawand) dari Abu Hurairah Lihat Silsilah al-Shahihah (no. 284).
102
1. Wajib bertakwa kepada Allah di mana pun seseorang berada. Yaitu
dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh
larangan-Nya, baik di saat bersama orang lain maupun ketika sendirian.
2. Wasiat takwa adalah wasiat yang paling agung.
3. Wajib seseorang memenuhi hak dirinya dengan bertaubat kepada Allah
dan berbuat kebajikan.
4. Sesungguhnya kebaikan akan menghapuskan kesalahan.
5. Dosa-dosa kecil dapat dihapus dengan melakukan amal-amal yang wajib
dan sunnah sesuai syari’at Islam (ikhlas dan ittiba).
6. Dosa-dosa besar hanya bisa dihapus dengan taubat yang nasuh (ikhlas,
jujur, dan benar).
7. Anjuran bergaul bersama manusia dengan akhlak yang baik (mulia).
8. Termasuk akhlak yang mulia berbakti kepada kedua orang tua,
menyambung tali silaturrahim, memaafkan, memberi bantuan,
tersenyum, dan menahan gangguan manusia dan lainnya.
9. Akhlak yang baik termasuk dari kesempurnaan iman dan sifat orang-
orang yang bertakwa, serta termasuk puncak dari agama Islam yang
lurus.
10. Akhlak yang baik termasuk asas dari peradaban hidup manusia, sebagai
sebab bersatunya umat, tersebarnya rasa cinta, dicintai Allah, dan
diangkatnya derajat pada hari Kiamat.
103
HADITS KESEMBILAN BELAS
JAGALAH ALLAH, NISCAYA ALLAH
MENJAGAMU
104
aku akan mengajarkanmu beberapa kalimat, Jagalah Allah, niscaya Dia
akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di
hadapanmu. Jika kamu meminta, maka mintalah kepada Allah, Jika
kamu meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah,
seandainya semua umat berkumpul untuk memberikanmu sesuatu
manfaat, maka mereka tidak dapat memberikanmu manfaat kecuali
dari apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Seandainya mereka
pun berkumpul untuk membahayakanmu, maka mereka tidak dapat
membahayakanmu kecuali dari apa yang telah Allah tetapkan atas
dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” [HR.
Al-Tirmidzi dan beliau berkata: “Hadits ini hasan shahih”]
Dalam riwayat selain Tirmidzi: “Jagalah Allah, pasti ‘kamu
mendapatkan-Nya di hadapanmu. Ingatlah Allah di waktu senang, pasti
Allah akan mengingatmu di waktu susah. Ketahuilah bahwa apa yang
semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa
yang mesti menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah
bahwa sesungguhnya kemenangan itu bersama kesabaran, bahwa
bersama musibah ada kelapangan dan sesungguhnya bersama kesulitan
ada kemudahan.”
Syarah Hadits
105
(kebersamaan) yang bersifat khusus.
106
ia mendapatkan pertolongan dan sebaliknya, barangsiapa yang tidak
diperdulikan oleh Allah, berarti ia tidak mendapat pertolongan.
Ketahuilah bahwa inti wasiat Nabi dalam hadits ini adalah pada
pembahasan poin ini. Apa yang disebutkan sebelum dan sesudahnya
hanyalah cabangnya dan kembali kepadanya. Jika seorang hamba
mengetahui bahwa tidak menimpa padanya kecuali apa yang telah ditulis
Allah baginya berupa kebaikan atau keburukan, manfaat atau bahaya.
Dan bahwa upaya seluruh manusia yang tidak sesuai dengan taqdir itu
tidak bermanfaat maka ketika itulah ia mengetahui bahwa Allah saja yang
bisa memberi manfaat dan mudharat, pemberi dan penahan pemberian. Sikap
seperti ini mewajibkan seorang hamba mentauhidkan Allah, mengesakan-
Nya dengan ketaatan, menjaga hukum-hukum-Nya, dengan beribadah
kepada-Nya karena hanya Allah yang dapat mendatangkan manfaat dan
menolak bahaya.
Wajib diyakini bahwa tidaklah semua yang terjadi di langit dan di
bumi melainkan Allah mengetahui semuanya dan tidak ada satu pun yang
luput dari ilmu-Nya Allah dan semua sudah ditulis di Lauh Mahfuzh, dan
semua yang terjadi tidak lepas dari kehendak Allah. Dan semua yang ada di
langit dan di bumi, Allah yang menciptakannya.
Ada dua tingkatan bagi orang Mukmin terhadap qadha dan qadar
dalam musibah, yaitu:
a. Ridha dengannya. Ini tingkatan yang paling tinggi.
b. Sabar terhadapnya.
Rasulullah ﷺbersabda:
221
HR. Muslim (no. 2999) dari Shuhaib
107
Kemudian Nabi melanjutkan: “Bersama musibah itu ada
kelapangan. “Bersama kesulitan ada kemudahan.” Betapa seringnya
Allah mengisahkan kisah-kisah tentang terjadinya kelapangan setelah
musibah dan kesusahan seperti penyelamatan Nabi Nuh dan pengikutnya di
atas perahu, penyelamatan Nabi Ibrahim dari api, Nabi Ismail diganti dengan
domba ketika diperintahkan Allah untuk disembelih, penyelamatan Nabi
Musa dan pengikutnya dari laut, kisah Nabi Yunus penyelamatan Nabi
Muhammad di gua, Perang Badar, Uhud, Khandaq (Ahzab), Hunain dan
lain-lain.
Doa yang dianjurkan dibaca dalam masalah ini yaitu: “Ya Allah aku
mengharap rahmat-Mu maka janganlah Engkau menyerahkan diriku
kepadaku sendiri tanpa pertolongan-Mu sekejap matapun, dan perbaikilah
urusanku semuanya, tiada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali
Engkau.”222
HR. Abu Dawud (no. 5090), Ahmad (V/42) dan lainnya dari Abi Bakrah, dan Syaikh al-Albani
222
Syarah Hadits
Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa
yang dibenci.223
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Malu berasal dari kata hayah (hidup),
dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-haya (hujan),
tetapi makna ini tidak masyhur. Hidup dan matinya hati seseorang sangat
mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa
malu dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga
setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.”
223
Lihat Raudhah al-‘Uqala wa Nuzha al-Fudhala’ (hlm. 54) karya Ibnu Hibban al-Bustiy (wafat
th. 354 H).
224
Madarij al-Salikin (II/270). Lihat juga Fath al-Bari (X/522) tentang definisi malu.
225
Muttafaq ‘alaih.
226
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6117) dan Muslim (no. 37 [61]) dari Imran bin Husain.
109
tinggi adalah perkataan ‘La ilaha illallah,’ dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu
cabang Iman.”227
227
Shahih: HR. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (no. 598), Muslim (no. 35 [58]), Abu Dawud
(no. 4676), al-Nasai (VIII/110) dan Ibnu Majah (no. 57) dari Abu Hurairah.
228
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/497) dan Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 179-180), cet. I, Dar
as-Salafiyyah.
229
Shahih: HR. Ibnu Majah (no. 4181) dan al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Shaghir (I/13-14) dari
Anas bin Malik 453 . Lihat Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 940).
230
Lihat Syarh al-Arba’in (hlm. 83) karya Ibnu Daqiq al-Ied.
231
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 110), Muslim (no. 3-Muqaddimah), dan selainnya dengan sanad
mutawatir dari banyak para Sahabat .
110
mengerjakannya, maka lakukanlah perbuatan itu, jika tidak demikian maka
jangan engkau lakukan.”232
1. Malu adalah salah satu wasiat yang disampaikan oleh para Nabi
terdahulu.
2. Sifat malu (hayaa’) semuanya terpuji dan senantiasa disyari’atkan oleh
para Nabi terdahulu. Malu yang tercela bukanlah hayaa’ tetapi khajal.
3. Hadits ini menunjukkan bahwa malu itu seluruhnya baik. Barangsiapa
banyak rasa malunya, banyak pula kebaikannya dan manfaatnya lebih
menyeluruh. Dan barangsiapa yang sedikit rasa malunya, sedikit pula
kebaikannya.
4. Malu adalah sifat yang mendorong pemiliknya untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang buruk.
5. Malu yang mencegah seseorang dari melaksanakan kewajiban, menuntut
ilmu dan mencari kebenaran adalah malu yang tercela.
6. Setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu.
7. Malu adalah bagian dari iman yang wajib.
8. Orang-orang Jahiliyyah dahulu memiliki rasa malu yang mencegah
mereka dari mengerjakan sebagian perbuatan jelek.
9. Allah Maha Pemalu (Al-Hayiyyu) dan menyukai sifat malu dan
mencintai hamba- hamba-Nya yang pemalu.
232
Fath al-Bari (X/523).
233
Lihat Madarij al-Salikin (II/270).
234
Fath al-Bari (X/522).
235
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 182).
111
10. Lawan dari malu adalah tidak tahu/punya malu (muka tembok), ia adalah
satu perangai yang membawa pemiliknya melakukan keburukan dan
tenggelam di dalamnya serta tidak malu melakukan maksiat secara
terang-terangan.
11. Para orang tua wajib menanamkan rasa malu kepada anak-anak mereka.
: سفيان ابن عبد اهلل رض اهلل عنه قال- وقيل أِب عمرة- عن أِب عمرو
" :ال
َ َ ق- َح ًدا َغْي َرَك ِ ِْ ِ قُل ِل،ِول اهلل
َ َسأ َُل َعْنهُ أ
ْ ال ْس ََلم قَ ْوًل َل أ ْ َ يَا َر ُس:ت ُ قُ ْل
ُُثَّ ا ْسَ ِق ْم،ِت بِاهللُ َآمْن:قُ ْل
َرَواهُ م ْنلِم
Dari Abu Amr, ada yang mengatakan: Abu Amrah Sufyan bin Abdillah ats-
Tsaqafi ia berkata: “Aku berkata: ‘Ya Rasulullah ﷺ! Katakanlah kepadaku
dalam Islam sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain
engkau.’ Beliau menjawab: ‘Katakanlah: ‘Aku beriman kepada
Allah/kemudian istiqamahlah.’” [HR. Muslim]
Syarah Hadits
Hadits ini adalah hadits yang singkat, padat, dan indah, yang
merupakan kekhususan bagi Rasulullah ﷺ. Walaupun singkat, namun telah
memberikan jawaban tentang pokok-pokok Islam yang ditanyakan oleh si
penanya dalam dua kata, yaitu iman dan istiqamah menurut manhaj yang
benar.236
236
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 185).
112
Makna perkataan Sahabat: “Katakanlah kepadaku dalam Islam
sebuah perkataan yang tidak aku tanyakan kepada orang selain
engkau.” Maksudnya, ajarkanlah kepadaku suatu perkataan tentang
pengertian Islam yang jelas bagi diriku sehingga tidak perlu lagi bagiku
menanyakan tafsirnya kepada selain engkau dan aku akan mengerjakannya
dan bertakwa kepada Allah dengannya.” Kemudian Nabi menjawab:
“Katakanlah: ‘Aku beriman kepada Allah,’ kemudian istiqamahlah.”237
237
Syarh al-Arba’in (hlm. 85) karya Ibnu Daqiq al-Ied.
238
Syarh al-Arba’in (hlm. 74) karya al-‘Allamah Muhammad Hayat as-Sindi.
239
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/510).
240
Tafsir Ibni Katsir (VII/176), tahqiq Sami bin Muhammad al-Salamah.
241
Syarh al-Arba’in (hlm. 86) karya Ibnu Daqiq al-Ied.
113
ketaatan kepada Allah.”242
242
Bahjah al-Nazhirin Syarh Riyadhis Shalihin (I/165).
243
Lihat Tafsir al-Qurthubi (IX/71).
244
Shahih: HR. Al-Tirmidzi (no. 3297), al-Hakim (II/343), Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’
(IV/388, no. 5964), dan selainnya. Lafazh ini milik alt-Tirmidzi. Lihat Silsilah al-Ahadtts al-
Shahihah (no. 955).
245
Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam az-Zuhd (no. 310), dan al-Thabari dalam
Tafsir-nya (XI/106-107, no. 30517, 30520).
246
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/511-512).
114
dalam ketaatan atau tidak berkata-kata yang mendatangkan dosa dan murka
Allah.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id dia me-marfukannya. Kepada Rasulullah
ﷺ beliau bersabda: “Jika anak keturunan Adam berada di pagi hari, seluruh
organ tubuh tunduk kepada lidah dengan berkata: ‘Bertakwalah kepada
Allah pada kami, karena kami bersamamu. Jika engkau istiqamah, kami juga
istiqamah. Jika engkau menyimpang, kami juga menyimpang.”247
247
Hasan: HR. Ahmad (III/95-96), al-Tirmidzi (no. 2407), Ibnu Abid Dunya dalam Kitabush Shamt
(no. 12), Ibnus Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah (no. 1), al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman
(no. 4595), Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (IV/342, no. 5779), al-Baghawi dalam Syarhus
Sunnah (no. 4126), dan selainnya. Lihat Shahih al-Jami’ al-Shaghir (no. 351).
248
Shahih: HR. Al-Tirmdizi (no. 3522) dan Ahmad (VI/302, 315) dari Ummu Salamah .
115
8. Istiqamah sangat berat, dan Allah memudahkan bagi orang-orang yang
ikhlas bertauhid dan kontinyu dalam ketaatan.
9. Orang yang menyia-nyiakan kewajiban berarti ia bukan orang yang
istiqamah bahkan ia telah menyeleweng. Dan penyelewengan akan
semakin besar tergantung sejauh mana dia meninggalkan kewajiban atau
melakukan hal yang diharamkan.
10. Seorang Muslim dianjurkan berdoa kepada Allah agar dikaruniai iman
dan istiqamah.
Syarah Hadits
Sahabat yang bertanya kepada Nabi dalam hadits ini ialah al-Nu’man
bin Qauqal al-Khuza’i seorang Sahabat yang mengikuti Perang Badar dan
terbunuh pada Perang Uhud. Sejumlah ulama mengatakan bahwa
116
sesungguhnya kalimat tauhid sebagai sebab masuk ke dalam Surga dan
diselamatkan dari Neraka. Tetapi ia memiliki beberapa syarat, yaitu
melakukan berbagai kewajiban dan menjauhi penghalangnya yaitu menjauhi
dosa-dosa besar. Al-Hasan berkata kepada al-Farazdaq : “Sesungguhnya
kalimat la ilaha illallah memiliki syarat-syarat. Maka jauhilah olehmu
menuduh berzina wanita-wanita yang menjaga kehormatannya.” Dikatakan
kepada Wahb bin Munabbih “Bukankah kalimat la ilaha illallah itu kunci
Surga?” Ia menjawab: “Benar, tetapi tidak ada satu kunci melainkan ia
mempunyai gigi-gigi. Jika engkau datang dengan kunci yang bergigi, maka
engkau akan dibukakan, jika tidak, tidak akan dibukakan baginya.”249
249
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/522).
250
Lihat al-Wafi (hlm. 164).
251
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/513).
252
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 191).
117
yang diharamkan.253
Ayat ini turun disebabkan adanya suatu kaum yang menolak makan
salah satu yang baik-baik karena zuhud terhadap dunia dan ingin hidup
sengsara. Sementara sebagian mereka mengharamkannya terhadap dirinya
sendiri, baik karena suatu sumpah atau karena memang mengharamkannya
terhadap dirinya sendiri. Itu semua tidak menjadikan makanan itu menjadi
haram. Dan sebagian mereka menolak makan sebagian yang baik bukan
karena sumpah bukan juga karena mengharamkannya. Mereka semua
dikatakan mengharamkan yang halal, di mana maksud menolak makannya
itu karena dianggap bisa membahayakan diri dan menjaga diri dari syahwat-
syahwatnya.254
Perkataan al-Nu’man: “Dan aku tidak menambah sedikit pun akan hal
itu, apakah aku akan masuk Surga?” Maknanya: “Aku tidak menambah
pelaksanaan kewajiban tersebut dengan ibadah-ibadah sunnah.” Maka Nabi
menjawabnya dengan: “Ya.” Ini sebagai dalil bahwa mengerjakan
kewajiban, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram serta tidak
melakukannya dapat memasukkan seorang hamba ke Surga.
253
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (I/513).
254
Lihat Jdmi’ul ‘Ulum walHikam (1/514).
255
Syarh Shahih Muslim (I/175).
118
kehilangan keuntungan yang agung, dan pahala yang luas. Demikian pula
ibadah-ibadah sunnah tersebut sebagai sebab mendatangkan kecintaan Allah.
Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Dan hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri kepada-Ku dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah
hingga Aku mencintainya ....”256
256
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6502) dari Abu Hurairah
257
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 194).
258
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1397) dan Muslim (no. 14).
259
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 46), Muslim (no. 11), dan Ibnu Hibban (no. 1721— al-Ta’liqat al-
Hisan).
119
Surga.”260
Syarah Hadits
Sabda Nabi: “Bersuci itu sebagian dari iman.” Para ulama berbeda
pendapat tentang makna sabda Nabi ini. Berikut adalah perinciannya.
Pertama; Sebagian ulama menafsirkan sabda beliau tersebut bahwa
bersuci dalam hadits tersebut ialah meninggalkan dosa-dosa, seperti firman
Allah:
“... Mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci. (Qs. Al-A’raf [7]:
82)
Firman-Nya:
121
permisalan dan maknanya bahwa jika alhamdulillah adalah berbentuk jasad,
ia pasti memenuhi timbangan. Ada lagi yang mengatakan bahwa Allah
menjelmakan seluruh perbuatan dan perkataan manusia menjadi berjasad
yang bisa dilihat dan ditimbang pada hari Kiamat, seperti sabda Nabi:
“Bacalah al-Qur’an karena sesungguhnya ia akan datang pada hari Kiamat
sebagai pemberi syafa’at kepada para pembacanya. Bacalah az-zahrawain
(dua bunga):261 Surah Al-Baqarah dan surah Ali ‘Imran karena keduanya
datang pada hari Kiamat seperti awan atau dua naungan atau seperti dua
kelompok burung yang membentangkan sayapnya membela para
pembacanya. Bacalah surah Al-Baqarah karena mengambilnya adalah
barakah dan meninggalkannya adalah kerugian, dan tukang-tukang sihir
tidak mampu mengalahkannya.”262
261
Maksudnya, kedua surat itu akan memberikan cahaya, petunjuk, dan besar ganjarannya. Lihat
Syarah Shahih Muslim (VI/89-90).
262
Shahih: HR. Muslim (no. 804) dari Abu Umamah al-Bahili.
263
Syarah Lum’ah al-I’tiqad (him. 120) karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
264
Shahih: HR. Al-Tirmidzi (no. 2639), Ibnu Majah (no. 4300), dan al-Hakim (1/6, 529) dari
Abdullah bin Amr bin al-Ash. Lihat Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 135) Qawa’id wa Fawa-id
(hlm. 199-200) dengan diringkas.
122
manfaat dan mudharat dan agar kita mendapatkan petunjuk kepada apa yang
kita inginkan. Demikian pula shalat apabila dikerjakan hamba seperti yang
Allah perintahkan, akan mewariskan cahaya hidayah di dalam hati dan
menjadikannya sebagai al-furqan (pembeda) yang dapat menjadikannya
mampu membedakan antara yang hak dan yang batil.265
265
Ibid (hlm. 201).
266
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/23-24) dengan diringkas.
267
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 207).
268
Atsar shahih: Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam 3.1-Mushannaf (no. 6010) dan al-Thabrani
dalam al-Mu’jam al-Kabir (no. 8655). Lafazh ini milik al-Thabrani.
123
dirinya atau membebaskannya. Barangsiapa berusaha mentaati Allah, maka
ia menjual dirinya untuk Allah dan memerdekakannya dari adzab-Nya, dan
barangsiapa berusaha melakukan maksiat kepada Allah, maka ia telah
menjual dirinya dengan kehinaan dan menjerumuskannya ke dalam dosa
yang menyebabkannya mendapat kemurkaan Allah dan siksa-Nya.269
269
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/28).
270
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2753) dan Muslim (no. 206).
271
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/30).
272
Hilyah al-Auliya’ (III/207, no. 3718).
124
10. Seorang Muslim membebaskan dirinya dari api Neraka dengan
mengerjakan amal shalih dan ketaatan kepada Allah di sepanjang
hidupnya.
125
َ يما يَْرِو ِيه َع ْن َربِِّه تَبَ َارَك َوتَ َع ِ ُِ عن الن ِ
"يَا:ال َ َ أَنَّهُ ق،اَل َ َّب ف ِّ ْ َ ِّ َع ْن أَِِب ذَ ٍّر الْغ َفا ِر
يَا. َو َج َع ْل ه بَْي نَ ُك ْم ُمََّرًما؛ فَ ََل تَظَالَ ُموا، إِن َحَّرْمت الظعْل َم َعلَى نَ ْف ِن ِّ :ُِعبَ ِاد
يَا ِعبَ ِادُ! ُكلع ُك ْم.اسَ ْه ُدوِِن أَ ْه ِد ُك ْم ْ َ ف،ضال َّإل َم ْن َه َديْ ه َ عبَادُ! ُكلع ُك ْم
ِ ِ
يَا ِعبَ ِادُ! ُكلع ُك ْم َعا ٍر َّإل َم ْن.اسَطْعِ ُم ِوِن أُطْعِ ْم ُك ْم ْ َ ف،َجائع َّإل َم ْن أَطْ َع ْم ه
ِ
ِ ِ ِ
َ يَا عبَادُ! إنَّ ُك ْم ُتْطئُو َن بِاللَّْي ِل َوالن.اسَ ْك ُن ِوِن أَ ْك ُن ُك ْم
َوأَنَا،َّها ِر ْ َ ف،َك َن ْوته
ِ ِ ِ ِ َجيعا؛ ف ِ ِ
ُضِّر ُ يَا عبَادُ! إنَّ ُك ْم لَ ْن تَ ْب لُغُوا.اسَ ْغفُر ِوِن أَ ْغفْر لَ ُك ْم ْ ً َ وب َ ُأَ ْغفُر ال عهن
ِ َن أ ََّولَ ُكم و
آخَرُك ْم َوإِنْ َن ُك ْم َْ َّ يَا ِعبَ ِادُ! لَ ْو أ. َولَ ْن تَْب لُغُوا نَ ْفعِ فََ ْن َفعُ ِوِن،ضعر ِوِن ُ ََف
يَا.ك ِ ُم ْل ِك َشْيئًا ِ ٍ ِ وِجنَّ ُكم َكانُوا علَى أَتْ َقى قَ ْل ِ رج ٍل و
َ َما َز َاد َذل،احد ِمْن ُك ْم َ َُ َ ْ َ
اح ٍد ِ آخرُكم وإِنْن ُكم وِجنَّ ُكم َكانُوا علَى أَفْج ِر قَ ْل ِ رج ٍل و
َ َُ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َن أ ََّولَ ُك ْم َو
ِ َّ ِعبَ ِادُ! لَ ْو أ
آخَرُك ْمِ َن أََّولَ ُكم و َّ يَا ِعبَ ِادُ! لَ ْو أ.ك ِم ْن ُم ْل ِك َشْيئًا ِ ِ
َ ْ َ ص َذل َ َما نَ َق،مْن ُك ْم
َما،اح ٍد َم ْنأَلَ ه ِ فَأ َْعطَيت ُك َّل و، فَنأَلُ ِوِن،اح ٍد
َ ْ َ
ِ يد و
َ
ٍ ِوإِنْن ُكم وِجنَّ ُكم قَاموا ِ صع
َ ُ ْ َْ َ َ
يَا ِعبَ ِادُ! َّإّنَا.ط إ َذا أ ُْد ِخ َل الْبَ ْحَر ُ َص الْ ِم ْري ق
ُ ن
ْ ي ا م كَ إلَّ ُ ِ نَ َقص َذلِك ِِمَّا ِعْن
د
ُ َ َ َ َ
،َاها؛ فَ َم ْن َو َج َد َخْي ًرا فَلْيَ ْح َم ْد اللَّه ِ ِه أ َْعمالُ ُكم أ
َ َّ ُُثَّ أ َُوفِّي ُك ْم إي،ُحص َيها لَ ُك ْم ْ ْ َ َ
."ُومن َّإل نَ ْف َنه ِ
َ ُك فَ ََل يَلَ َوَم ْن َو َج َد َغْي َر َذل
َرَواهُ ُم ْنلِم
Dari Abu Dzar al-Ghifari, dari Nabi tentang apa yang beliau riwayatkan dari
Rabbnya bahwa Dia berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku! Sesungguhnya
Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram
di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi. Wahai hamba-
hamba-Ku! Setiap dari kalian adalah sesat kecuali orang yang Aku beri
petunjuk, maka mohonlah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan beri kalian
petunjuk. Wahai hamba-hamba-Ku! Setiap dari kalian adalah lapar kecuali
orang yang Aku beri makan, maka mintalah makanan kepada-Ku niscaya
Aku beri kalian makan. Wahai hamba-hamba-Ku! Setiap kalian adalah
telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian
kepada-Ku niscaya Aku akan berikan pakaian kepada kalian. Wahai hamba-
hamba-Ku! Sesungguhnya kalian selalu berbuat salah (dosa) di waktu malam
dan siang hari sedang Aku mengampuni seluruh dosa maka mohon
ampunlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuni dosa kalian.
Wahai hamba-hamba-Ku! Sesungguhnya kalian tidak akan dapat
menimpakan bahaya kepada-Ku sehingga kalian dapat membahayakan-Ku
dan kalian tidak akan dapat memberi manfaat kepada-Ku sehingga kalian
dapat memberi manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku!
Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin
126
dari kalian, semua seperti hati salah seorang dari kalian yang paling
bertakwa, maka semuanya itu tidak akan menambah sedikit pun dari
kerajaan-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku! Seandainya orang pertama
dan terakhir dari kalian, manusia dan jin dari kalian semua seperti hati
salah seorang dari kalian yang paling jahat, maka semuanya itu tidak
akan mengurangi sedikit pun dari kerajaan-Ku. Wahai hamba-hamba-
Ku! Seandainya orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan
jin dari kalian semua berada di satu tanah lapang kemudian setiap dari
kalian meminta kepada-Ku lalu Aku memberikan permintaannya itu,
maka hal itu tidak mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali seperti
jarum yang mengurangi air laut jika dimasukkan ke dalamnya. Wahai
hamba- hamba-Ku! Sesungguhnya itu semua adalah amal-amal kalian
yang Aku tulis untuk kalian kemudian Aku menyempurnakannya
untuk kalian. Barangsiapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia
memuji Allah, dan barangsiapa mendapatkan selain itu maka janganlah
ia sekali-kali mencela (menyalahkan) kecuali kepada dirinya sendiri.”
[HR. Muslim]
Syarah Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang paling mulia bagi penduduk Syam.
Ia juga merupakan musalsal bi Dimasyqiyyin. Hadits ini mengandung
sebagian kaidah-kaidah agama dan cabangnya. Hadits ini dikatakan hadits
Qudsi atau hadits Ilahi atau Rabbani, yaitu hadits yang diriwayatkan kepada
kita dari Rasulullah ﷺdan beliau menyandarkannya kepada Allah.
273
Qawa’id wa Fawa-id min al- Arba’in al-Nawawiyah (hlm. 210-211).
127
Zhalim ialah menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Asal
makna zhalim ialah bertindak lalim dan melampaui batas, Zhalim juga
bermakna menyimpang dari tujuan.274 Allah yang telah menciptakan
perbuatan-perbuatan hamba-Nya yang di dalamnya terdapat kezhaliman
tidak berarti Allah memiliki sifat zhalim. Begitu juga, Allah tidak bisa
disifati dengan seluruh perbuatan buruk yang dikerjakan manusia yang
merupakan hasil penciptaan dan takdir-Nya, karena Allah hanya disifati
dengan perbuatan-perbuatan diri-Nya dan tidak disifati dengan perbuatan-
perbuatan hamba-Nya, karena perbuatan-perbuatan hamba-Nya adalah
makhluk-Nya dan Dia tidak bisa disifati dengan salah satu darinya, namun
Dia disifati dengan sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan yang ada pada-
Nya.275 Wallahu a’lam.
274
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 212)
275
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/36).
276
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 67), Muslim (no. 1679), dan Ibnu Hibban (no. 3837-at-Ta‘liqatul
Hisan) dari Abu Bakrah.
277
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 4686), Muslim (no. 2583), al-Tirmidzi (no. 3110), dan Ibnu
Hibban (no. 5153- al-Ta’liqat al-Hisan) dari Abu Musa al-Asy’ari.
128
adalah sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mohonlah
petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan beri kalian petunjuk. Wahai
hamba-Ku! Setiap dari kalian adalah lapar kecuali orang yang Aku beri
makan, maka mintalah makanan kepada-Ku niscaya Aku memberi
makan kepada kalian. Wahai hamba-Ku! Setiap kalian adalah
telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian
kepada-Ku niscaya Aku akan berikan pakaian kepada kalian. Wahai
hamba-Ku! Sesungguhnya kalian selalu berbuat salah (dosa) di waktu
malam dan siang hari sedang Aku mengampuni seluruh dosa maka
mohon ampunlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengampuni
dosa kalian.”
Di dalam hadits yang sedang kita bahas ini terdapat dalil bahwa Allah
sangat senang apabila hamba-Nya memohon dan meminta kepada-Nya
seluruh kemaslahatan agama dan dunia, baik berupa makanan, minuman,
pakaian, dan yang selain itu sebagaimana Allah sangat senang hamba-
hamba-Nya itu memohon hidayah dan ampunan kepada-Nya.279
278
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/37-38).
279
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/38-39).
280
HR. Muslim (no. 2865), Ahmad (IV/162), dan Ibnu Hibban (no. 652, 653- al-Ta’liqat al-Hisan).
129
dari perbuatan dosa dan maksiat hendaknya ia memenuhi syarat-syarat
taubat, yaitu:
1. Al-Iqla (berhenti dari dosa), yaitu orang yang berbuat dosa harus berhenti
dari perbuatan dosa dan maksiat yang selama ini pernah ia lakukan.
2. Al-Nadam (menyesal), yaitu dia harus menyesali perbuatan dosanya
tersebut.
3. Al-Azmu (tekad), maksudnya, ia harus bertekad untuk tidak mengulangi
perbuatan dosanya itu.
Jika perbuatan dosanya itu ada hubungannya dengan orang lain, maka
disamping tiga syarat di atas, ditambah satu syarat lagi yaitu harus ada
pernyataan bebas dari hak orang yang dirugikan itu. Jika yang dirugikan itu
hartanya, maka hartanya itu harus dikembalikan. Jika berupa tuduhan jahat,
maka ia harus meminta maaf. Dan jika berupa ghibah atau umpatan, maka ia
harus bertaubat kepada Allah dan tidak perlu meminta maaf kepada orang
yang diumpat.281
281
Lihat Riyadh al-Shalihin Bab “at-Taubah” (hlm. 49), cet. Dar Ibnil Jauzi.
282
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/43).
130
tidak berkurang karena suatu apa pun.283
283
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (11/46-47).
284
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (11/47-48).
285
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/51) dan Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 219).
286
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/52).
131
2. Pengertian hadits Qudsi yang paling bagus ialah hadits yang
diriwayatkan oleh Nabi dari Rabbnya.
3. Di antara sifat yang dinafikan dari Allah adalah zhalim, akan tetapi perlu
diketahui bahwa tidak ada satu sifat pun yang dinafikan dari Allah
melainkan lawan dari sifat itu yang ditetapkan. Maka menafikan sifat
zhalim berarti menetapkan sifat adil yang sempurna yang tidak ada
kekurangan sedikit pun.
4. Sesungguhnya Allah berhak mengharamkan apa saja untuk diri-Nya
karena hukum itu sepenuhnya milik-Nya.
5. Sesungguhnya Allah mengharamkan berbuat zhalim di antara manusia.
6. Sesungguhnya semua manusia itu sesat kecuali orang yang diberikan
hidayah oleh Allah, dari kaidah ini dapat diambil pelajaran bahwa kita
diperintahkan untuk senantiasa memohon hidayah kepada Allah supaya
kita tidak sesat dan tidak menyimpang.
7. Anjuran untuk menuntut ilmu syar’i berdasarkan firman Allah dalam
hadits Qudsi: “Setiap kalian adalah sesat” Tidak diragukan bahwa
menuntut ilmu adalah wajib dan sebaik-baik amal apalagi pada zaman
kita sekarang ini di mana kebodohan dan prasangka telah menyebar serta
orang yang tidak berhak berfatwa sudah berani berfatwa, maka menuntut
ilmu syar’i pada zaman ini sangat ditekankan sekali.
8. Hadits ini menunjukkan wajibnya memohon dan meminta kepada Allah
semua kebutuhan yang bermanfaat bagi kehidupan agama dan dunia
karena semua kebaikan itu ada di sisi Allah.
9. Hidayah taufiq hanya boleh diminta dari Allah saja, hal ini berdasarkan
firman Allah : “Maka mohonlah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku akan
beri kalian petunjuk.”
10. Seorang Muslim wajib senantiasa memohon hidayah taufiq kepada Allah
karena ia sangat membutuhkan hidayah dalam seluruh kehidupannya.
11. Sesungguhnya seluruh manusia pada asalnya adalah dalam keadaan lapar
karena tidak mampu menciptakan sesuatu pun yang dapat menghidupkan
jasad-jasad mereka, kemudian Allah memberikan rezeki kepada mereka.
12. Manusia pada asalnya adalah telanjang hingga Allah memberikannya
pakaian, karena manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang hingga
Allah-lah yang memberikannya pakaian dengan berbagai sebab yang ada.
13. Kedermawanan Allah di mana Dia menjelaskan kepada hamba-Nya
keadaan mereka dan sangat butuhnya mereka kepada-Nya kemudian Dia
mengajak mereka untuk berdoa kepada-Nya sehingga dengannya
hilanglah kefakiran dan kesulitan yang ada pada mereka.
14. Bahwa seluruh anak Adam adalah banyak berbuat salah dan dosa.
15. Bahwa sebanyak apa pun dosa dan kesalahan manusia, Allah tetap akan
mengampuninya tetapi mereka wajib istighfar (minta ampun kepada
Allah) dan bertaubat.
16. Kesempurnaan kekuasaan Allah dan tidak butuhnya Allah terhadap
hamba-hamba-Nya.
17. Hadits ini menunjukkan pentingnya kedudukan hati karena pokok dari
ketakwaan ada di hati.
18. Kesempurnaan kekayaan dan keluasan kekayaan Allah dan Allah Maha
luas karunia dan kedermawanan-Nya.
132
19. Wajibnya memuji Allah bagi orang yang mendapatkan kebaikan, dan ini
dapat dilihat dari dua sisi: pertama, bahwa Allah telah memudahkannya
melakukan perbuatan baik tersebut dan yang kedua, bahwa Allah
memberikan ganjaran pahala atas perbuatan baiknya tersebut.
20. Hadits ini mengisyaratkan diperintahkannya untuk mengintrospeksi diri
dan menyesal dari perbuatan dosa dan maksiat.
133
Syarah Hadits
“Maukah kalian aku ajarkan sesuatu yang dengannya kalian dapat menyusul
orang yang telah mendahului kalian itu, dan dengannya pula kalian
mendahului orang-orang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang
lebih baik daripada kalian kecuali orang yang melakukan seperti yang kalian
lakukan?” Mereka menjawab: “Mau, wahai Rasulullah ﷺ !” Beliau bersabda:
“Hendaklah kalian mengucapkan tasbih (subhanallah), takbir (Allahu
akbar), dan tahmid (alhamdulillah) di akhir setiap shalat (fardhu) sebanyak
33 kali.”
Abu Shalih (perawi hadits ini) berkata: “Maka orang-orang fakir
kaum Muhajirin tersebut pun kembali menemui Rasulullah ﷺ lalu mereka
berkata:
“Saudara kami yang kaya telah mendengar apa yang kami kerjakan lalu
mereka pun mengerjakan hal yang sama.” Maka Rasulullah ﷺ
bersabda: ‘Hal itu merupakan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
siapa yang Dia kehendaki.’ (Qs. Al-Ma-idah [5]: 54).”288
287
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/57).
288
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 843, 6329) dan Muslim (no. 595).
289
Hilyah al-Auliya’ (IV/214, no. 5291) dan Min Akhbar al-Salaf (hlm. 74).
134
mempunyai utang, melainkan aku lunasi utangnya itu.”290
Dari Jarir bin Abdil Hamid bahwa Sulaiman at-Taimi tidaklah berlalu
satu saat melainkan ia bersedekah dengan sesuatu.291
Dari Ibnu Rumaih ia berkata: “Setiap tahunnya al-Laits bin Sa’ad
mendapatkan 80.000 dinar. Allah tidak pernah mewajibkan zakat atasnya
dengan satu dirham pun (karena uang tersebut telah habis ia sedekahkan).”292
290
Tadzkirah al-Huffazh (I/64) dan Min Akhbar al-Salaf (hlm. 75).
291
Siyar A’lam al-Nubala’ (VI/199) dan Min Akhbar al-Salaf (hlm. 76).
292
Hilyah al-Auliya’ (VII/376, no. 10908) dan Min Akhbaris Salaf (hlm. 76).
293
Shahih: HR. Muslim (no. 1005) dari Hudzaifah.
294
Syarah Sbahih Muslim (VII/91).
295
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/59).
296
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2518), Muslim (no. 84), Ahmad (V/150), dan Ibnu Hibban (no.
4577-at-Ta ’liqatul Hisan)
135
dengan harta. Bagaimana amar ma’ruf tidak bisa dikatakan lebih baik
daripada sedekah dengan harta, sedangkan Allah telah berfirman: “Kamu
(umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena
kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,
dan kamu beriman kepada Allah.... ” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 110)297
Imam al-Nawawi berkata: “Di dalam hadits ini ada dalil bahwasanya
perkara yang mubah dapat menjadi ketaatan dengan niat yang benar. Jima’
(bersetubuh) bisa menjadi ibadah apabila ia niatkan untuk memenuhi
hak istrinya, bergaul dengan cara yang baik yang diperintahkan Allah
mengharapkan (lahirnya) anak yang shalih atau untuk menjaga dirinya
dan istrinya (agar tidak terjatuh kepada perbuatan yang haram), atau
mencegah keduanya dari melihat yang haram, atau memikirkan
(mengkhayal) hal yang haram, atau berkeinginan untuk itu, atau niat-
niat baik yang lainnya.”299
297
Qawa’id wa Fawd-id (hlm. 226).
298
Shahih: HR. Ahmad (V/168-169) dari Sahabat Abu Dzar
299
Syarh Shahih Muslim (VII/92).
300
Syarh Shahih Muslim (VII/92).
136
yang masih telah menetapkan lantaran adanya kesamaan dua kejadian itu
dalam ilat hukumnya.
Qiyas menempati kedudukan keempat dari hujjah-hujjah syari’at
setelah al-Qur-an, as-Sunnah, dan ijma’. Qiyas yang terdapat dalam nash
hadits yang sedang kita bahas ini menurut ulama ushul fiqih ini dinamakan
qiyas berlawanan. Maksudnya, menetapkan lawan hukum dari sesuatu
karena illat-nya saling berlawanan.301
301
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 227-228).
302
Shahih Muslim (no. 92).
137
13. Keutamaan masyarakat para Sahabat yang sangat bersemangat untuk
melakukan segala apa yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.
14. Wajibnya amar ma’ruf nahi munkar. Hukumnya fardhu kifayah.
15. Perkara rutinitas dan hal-hal yang mubah bisa menjadi ketaatan dan
ibadah apabila disertai niat yang benar.
16. Bergaul dengan baik kepada istri karena berbuat baik kepadanya
termasuk amal-amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah.
17. Seseorang (bersetubuh) dengan istrinya termasuk sedekah dan
mendapat ganjaran.
18. Seorang suami menafkahi istri, anak, dan orang yang di bawah
tanggungannya mendapatkan ganjaran yang besar jika dia niatkan
ikhlas karena Allah.
19. Hadits ini menetapkan bolehnya qiyas.
20. Baiknya cara pengajaran Nabi.
،ص َدقَة ِ ِ ول اللَّ ِه " ُك عل س ََلمى ِمن الن َ ََع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة ق
َ َّاس َعلَْيه ْ َ ُ ُ ال َر ُس َ َ ق:ال
الر ُج َل ِ َدابَِّ ِه
َّ ني ِ ِ ْ َني اثْن ِ ِ ُِك َّل ي وٍم تَطْلُع ف
ُ َوتُع،ص َدقَة َ ني َ ْ َس تَ ْعد ُل ب ُ َّم
ْ الش يه ُ َْ
ِ ِ
َ ُ َوالْ َكل َمةُ الطَّيِّبَة،ص َدقَة
َوبِ ُك ِّل،ص َدقَة َ ُاعهَ َفََ ْحملُهُ َعلَْي َها أ َْو تَ ْرفَ ُع لَهُ َعلَْي َها َم
ُ َوَُتِي،ص َدقَة ِ َّ خطْوةٍ َتَْ ِشيها َإَل
."ص َدقَة َ ط ْاْلَذَى َع ْن الطَِّر ِيق َ الص ََلة َ َ ُ
َوُم ْنلِم، ُ َرَواهُ الْبُ َرا ِر ع
Dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Setiap
persendian manusia wajib bersedekah pada setiap hari di mana matahari
terbit di dalamnya: engkau berlaku adil (dalam mendamaikan atau
menghukumi) dua orang (yang bertikai/berselisih) adalah sedekah, engkau
membantu seseorang menaikkannya ke atas hewan tunggangannya atau
engkau menaikkan barang bawaannya ke atas hewan tunggangannya adalah
sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah yang engkau
jalankan menuju (ke masjid) untuk shalat adalah sedekah, dan engkau
menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.’” [HR. Al-Bukhari dan
Muslim]
Syarah Hadits
138
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik- baiknya.
Allah berfirman: “Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.” (Qs. At-Tin [95]: 4) Dalam hadits lain, dari
Aisyah , dari Nabi, bahwa beliau bersabda: “Sesungguhnya anak keturunan
Adam diciptakan di atas 360 persendian. Barangsiapa bertakbir (membaca
Allahu Akbar) kepada Allah, bertahmid (membaca Alhamdulillah) memuji
Allah, bertahlil (membaca La ilaha illallah), bertasbih (membaca
Subhanallah), beristighfar (minta ampun) kepada Allah, menyingkirkan batu
dari jalan kaum Muslimin, atau menyingkirkan duri, atau menyingkirkan
tulang dari jalan manusia, dan menyuruh kepada kebaikan, atau melarang
dari kemungkaran sejumlah 360 persendian tersebut, maka pada sore harinya
ia menjauhkan dirinya dari Neraka.”303
303
Shahih: HR. Muslim (no. 1007).
304
Lihat Lisan al-‘Arab (VI/349) dan Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/74).
305
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/74-75).
306
Ibid (II/75).
307
Hilyatul Auliya (III/266, no. 3908).
139
Hadits ini menunjukkan bahwa syukur dengan sedekah itu wajib bagi
seorang Muslim di setiap hari, namun syukur terbagi ke dalam dua tingkatan:
308
Ibid (II/83-84).
309
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1130, 4836,6471), Muslim (no. 2819), Ahmad (IV/251), al-
Tirmidzi (no. 412), al-Nasai (III/219), Ibnu Majah (no. 1419), dan Ibnu Hibban (no. 311- al-Ta’liqat
al-Hisan) dari al-Mughirah bin Syu’bah.
140
nasihat dan bimbingan, dan setiap perkataan dan ucapan yang dapat
membuat orang lain bergembira dan menyatukan hati di atas setiap kebaikan
dan petunjuk.
310
Ibid. (hlm. 235).
311
Shahih: HR. Muslim (no. 665 [281]).
312
Syarh Shahih Muslim lin Nawawi (V/169)..
313
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 9) dan Muslim (no.35 [58]). Lafazh ini milik Muslim dari Abu
Hurairah.
141
7. Seorang Muslim dianjurkan untuk membantu saudaranya sesama
Muslim karena pertolongannya kepada saudaranya sesama Muslim itu
adalah sedekah.
8. Anjuran untuk mengucapkan perkataan-perkataan yang baik.
9. Kata sedekah dimutlakkan untuk setiap perbuatan baik.
10. Pintu-pintu kebaikan yang mendekatkan diri kepada Allah banyak
sekali, dan ini menunjukkan luasnya rahmat Allah.
11. Hadits ini menganjurkan kita untuk mengerjakan amalan-amalan yang
wajib dan yang sunnah karena ia merupakan sebab kecintaan Allah
dan didekatkan kepada-Nya.
12. Wajib ikhlas karena Allah dalam mengerjakan amal-amal kebajikan,
apakah itu sedekah, menolong orang, mendamaikan manusia atau
lainnya.
13. Keutamaan berjalan menuju masjid untuk melaksanakan shalat.
14. Wajibnya shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki.
15. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.
16. Hadits ini menganjurkan untuk membersihkan tempat dan jalan kaum
Muslimin.
17. Islam adalah agama yang mengajarkan kebersihan. Kebersihan hati,
badan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya.
18. Meletakkan atau melemparkan gangguan di jalan adalah perbuatan
dosa dan pelanggaran.
19. Penentuan jumlah sendi-sendi manusia, yaitu 360 sendi.
20. Dianjurkan mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat sesudah matahari
terbit dan sudah tinggi.
142
ِ اك َ ال ُْثُ َما َح ْ "الِْ عِب ُح ْن ُن:ال
ِْ َو،الُلُ ِق َ َب ق ِ َع ْن الن ََّّو
ِّ َِّاس بْ ِن َسْ َعا َن َع ْن الن
:ال َ َصةَ بْ ِن َم ْعبَ ٍد ق ِ
َ ِ َو َع ْن َواب.َّاس" َرَواهُ ُم ْنلم
ِ َِّ ِ
ُ َوَكرْهت أَ ْن يَطل َع َعلَْيه الن،ص ْدرك
ِ َ
اس فت:ال َ ف َق. نَ َع ْم:ت تَ ْنأ َُل َع ْن الِْ ِِّب؟ قُ ْلت ِ َ ول اللَّ ِه فَ َق
َ "جْئ:ال َ أَتَْيت َر ُس
ِ اك َ ال ُْثُ َما َح ِْ َو، ُ َواطْ َمأَ َّن إلَْي ِه الْ َق ْل،ت إلَْي ِه النَّ ْفس ْ َّ الِْ عِب َما اطْ َمأَن،قلبك
ُ
ِ ِ َّ ِ س وتَرَّد َد
. "س َوأَفْ َ ْوك ُ َوإ ْن أَفْ َاك النَّا،الص ْدر َ َ ِ النَّ ْف
ني أَ ْْحَ َد بْ ِن َحْنبَ ٍل َوالدَّا ِرِم ّ بِِإ ْسنَ ٍاد ِْ ُ َرَويْنَاهُ ُم ْننَ َد،َح ِديث َحنن
ِ ْ ال َم َام
َ
.َح َن ٍن
Dari al-Nawwas bin Sam’an al-Anshari, ia berkata: Aku bertanya kepada
Rasulullah ﷺtentang kebajikan dan dosa, maka beliau menjawab:
“Kebajikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa yang
membuat bimbang (ragu) hatimu dan engkau tidak suka dilihat
(diketahui) oleh manusia.” [HR. Muslim]
Dan dari Wabishah bin Ma’bad ia berkata: “Aku mendatangi Rasulullah ﷺ ,
maka beliau bersabda: ‘Engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan
dan dosa?’ Aku menjawab: ‘Ya.’ Beliau bersabda: ‘Mintalah fatwa
kepada hatimu. Kebajikan ialah apa yang membuat tenteram jiwa dan
hatimu dan dosa ialah apa saja yang menggoncangkan di jiwa dan
meragukan di dada, kendati manusia berfatwa kepadamu.’” [HR.
Ahmad (IV/228), ad-Darimi (11/245-246), Abu Ya’la (no. 1583,1584), dan
al-Thabrani dalam al-Mu jamui Kabir (XXII/no. 403)]
Syarah Hadits
314
Lihat Syarh Shahih Muslim (XVI/111).
143
menjadi tenteram.”315
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Bisa jadi, jawaban Nabi di hadits al-
Nawwas bin Sam’an itu mencakup seluruh perbuatan tersebut, karena
terkadang yang dimaksudkan dengan akhlak yang baik itu ialah berakhlak
dengan akhlak syari’at dan beradab kepada Allah di mana Allah mendidik
hamba-hamba-Nya dengan adab tersebut di dalam al-Qur’an, seperti
difirmankan Allah tentang Nabi: ‘Dan sesungguhnya engkau benar-benar
berbudi pekerti yang luhur.’ (Qs. Al-Qalam [68]: 4) Aisyah berkata: ‘Akhlak
Nabi adalah al-Qur-an.’318
Sabda Nabi dalam hadits ln-Nawwas bin Sam’an: “Dosa adalah apa
saja yang membuat bimbang (ragu) hatimu dan engkau tidak suka
dilihat (diketahui) oleh manusia.” Sabda beliau ini hanyalah bagi orang
yang hatinya bersih dan sehat. Baginya, yang menyesakkan jiwanya adalah
perbuatan dosa dan ia tidak suka jika diketahui manusia. Adapun orang yang
tidak taat kepada Allah, di mana hati mereka telah keras, maka mereka tidak
akan peduli, atau malah berbangga diri ketika melakukan kemungkaran dan
dosa. Pembicaraan di sini tidak bersifat umum yang berlaku bagi setiap
orang, tetapi khusus bagi mereka yang memiliki hati yang sehat dan
bersih.320
Sabda beliau di atas merupakan isyarat bahwa dosa ialah sesuatu yang
315
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 239).
316
Shahih: HR. Al-Tirmidzi (no. 2975), Ibnu Majah (no. 3015), dan yang lainnya.
317
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 241).
318
Shahih: HR. Muslim (no. 746), Abu Dawud (no. 1342), dan Ibnu Hibban (no. 2542- al-Ta’liqat
al-Hisan).
319
Shahih: HR. Muslim (no. 2865).
320
Lihat Syarh al-Arba’in al-Nawawiyyah oleh Syaikh Ibni al-Utsaimin (hlm. 294-295).
144
memberikan pengaruh di dada, berupa kesempitan, kekalutan, stres, dan
dada tidak lapang kepadanya. Kendati demikian, dosa tersebut ditolak
manusia, dalam arti mereka menolaknya jika mereka melihatnya. Ini
tingkatan tertinggi pengetahuan terhadap dosa ketika perkara samar terjadi.
Jadi, dosa ialah sesuatu yang ditolak manusia.321 Termasuk dalam pengertian
ini ialah perkataan Ibnu Mas’ud berikut ini: “Apa saja yang dipandang baik
oleh kaum Mukminin maka itu baik di sisi Allah dan apa saja yang
dipandang buruk oleh kaum Mukminin maka itu buruk di sisi Allah.”322
321
Lihat Jdmi’ul ‘Ulum wal Hikam (II/101).
322
Hasan: HR. Ahmad (I/379), al-Thayalisi (no. 243), al-Thabrani dalam al-Mujamul Kabir (no.
8583), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 105), Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (I/460,
no. 1297), dan al-Hakim (III/78-79). Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/101).
323
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 240).
324
Lihat al-Wafi fi Syarh al-Arba‘in al-Nawawiyyah (hlm. 205).
325
Diriwayatkan oleh empat belas orang Sahabat yang menyatakan bahwa Nabi memerintahkan
perubahan haji menjadi umrah. Mereka adalah: Aisyah, Hafshah, Ali bin Abu Thalib, Fathimah
binti Rasulullah ﷺ , Asma’ binti Abu Bakar, Jabir bin Abdillah, Abu Sa’id al-Khudri, al-Bara’ bin
Azib, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Abbas, Sabrah bir.
145
tersebut tidak disukai beberapa orang dari mereka yang tidak menyukainya.
Nabi juga memerintahkan untuk menyembelih hewan kurban mereka dan
bertahallul dari umrah di Hudaibiyyah, namun mereka tidak menyukai
perintah beliau tersebut. Mereka juga tidak menyukai perdamaian beliau
dengan orang-orang Quraisy dengan syarat beliau pulang tanpa melakukan
umrah pada tahun al-Hudaibiyyah dan siapa saja dari orang-orang Quraisy
yang datang kepada beliau maka beliau harus memulangkannya.326
Ma’bad al-Juhani, dan Suraqah bin Malik al-Mudliji. Lihat Zad al-Ma’ad fi Hady Khair al-‘Ibad
(II/178-186).
326
Silakan baca kisah lengkapnya dalam Shahth al-Bukhari (no. 2731, 2732).
146
(samar) adalah benar. Maka apa yang menjadikan hatinya tenteram
adalah kebenaran dan apa yang dibencinya adalah dosa dan kejahatan.
12. Mukjizat Rasulullah ﷺ di mana beliau memberitahukan kepada orang
yang bertanya mengenai pertanyaan yang akan diajukan kepada
beliau.
13. Kebenaran dan kebatilan perkaranya tidak akan tersamar bagi seorang
Mukmin yang memiki bashirah (ilmu dan keyakinan).
14. Kembali kepada hati ketika terjadi kesamaran, yang dengannya hati
menjadi tenang dan tenteram.
15. Keinginan keras para Shahabat untuk mengetahui kebajikan dan dosa
serta halal dan haram.
147
ِ ِ ِ ُ "وعظَنا رس:ال ِ َيك الْعِْرب ٍ َع ْن أَِِب ََِن
ت ْ َول اللَّه َم ْوعظَةً َوجل ُ َ َ َ َ َ َاض بْ ِن َسا ِريَةَ ق
ول اللَّ ِه! َكأَنَّ َها َم ْوعِظَةُ ُم َوِّد ٍعَ يَا َر ُس: فَ ُق ْلنَا،ت ِمْن َها الْعُيُو ُن ْ َ َو َذ َرف،وبُ ُمْن َها الْ ُقل
ِ
ِ َّالنم ِع والط ِ ِ َ َ ق،فَأَو ِصنَا
َ َ ْ َّ َو، أُوصي ُك ْم بَِ ْق َوى اللَّه:ال
ُ فَِإنَّه،اعة َوإِ ْن تَأ ََّمَر َعلَْي ُك ْم َعْبد ْ
ِ الر ِاش ِ اللَ َف ِ ِ ِ من يعِش ِمْن ُكم فَني رى
ين
َ د َّ اء ُْ فَ َعلَْي ُك ْم بِ ُنن َِّت َو ُسنَّة،اخ ََلفًا َكث ًريا ْ َََ ْ ْ َ َْ
ات ْاْل ُُموِر؛ فَِإ َّن ُك َّل بِ ْد َع ٍة ِ َ وإِيَّا ُكم وُْم َدث،ضوا علَي ها بِالنَّو ِاج ِه ِ
َ ْ َ َ َ ْ َ َع ع،يني َ الْ َم ْهد
."ض ََللَة
َ
.ص ِحيك ِ َ َُ وق ِِ
َ َحديث َح َنن:ال َ َرَواهُ أَبُو َد ُاوَد َواَل ِّْرمه ع
Syarah Hadits
148
pelajaran kepada kami setiap hari.’ Abdullah bin Mas’ud berkata: ‘Tidak ada
yang menghalangiku untuk berbicara kepada kalian melainkan aku tidak
ingin membuat kalian jemu/bosan. Sesungguhnya Rasulullah ﷺmemilih
waktu yang tepat untuk memberi pelajaran kepada kami karena beliau
khawatir kami merasa jemu/bosan.”327
:
Sabda Rasulullah ﷺ “Aku berwasiat kepada kalian hendaklah
kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat.” Kedua kalimat
tersebut menghimpun kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Adapun takwa,329
maka menjamin kebahagiaan di akhirat bagi orang yang berpegang teguh
kepadanya. Adapun mendengar dan taat kepada pemimpin kaum Muslimin,
maka di dalamnya terdapat kebahagiaan di dunia dan dengannya seluruh
kemaslahatan manusia di kehidupan mereka menjadi teratur, dan bisa
mereka gunakan memenangkan agama dan taat kepada Rabb mereka,
sebagaimana dikatakan Ali bin Abu Thalib : “Sesungguhnya
manusia tidak bisa diperbaiki kecuali oleh seorang pemimpin yang baik
maupun yang jahat. Jika pemimpin tersebut jahat, orang Mukmin bisa
beribadah kepada Rabbnya pada masa pemerintahannya dan pemimpin jahat
tersebut membawanya kepada ajalnya.”330 Kedua prinsip itu pulalah yang
327
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 68, 70), Muslim (no. 2821 [83]), Ahmad (no. 1/377), al-Tirmidzi
(no. 2855), dan Ibnu Hibban (no. 4507- al-Ta’liqat al-Hisan
328
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/116).
329
Lihat buku Ust. Yazid “حفظه هللاTakwa Jalan Menuju Surga.” Penerbit Pustaka at-Takwa.
330
Mushannaf Ibni Abi Syaibah (XIV/52-53, no. 38250).
149
diwasiatkan Nabi di khutbah beliau pada haji wada’.331
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Rasulullah ﷺ dan para pemimpin
sepeninggal beliau telah menetapkan Sunnah-sunnah. Mengambil Sunnah-
sunnah itu berarti berpegang teguh kepada Kitabullah dan kekuatan di atas
agama Allah. Siapa pun tidak berhak mengganti Sunnah-sunnah tersebut,
merubahnya, dan melihat perkara yang bertentangan dengannya.
Barangsiapa berpetunjuk dengannya, ia mendapat petunjuk. Barangsiapa
meminta pertolongan dengannya, ia ditolong. Barangsiapa meninggalkannya
dan mengikuti selain jalan kaum Mukminin, Allah menguasakannya kepada
331
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/117-118) dengan ringkas.
332
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3501), Muslim (no. 1820), Ahmad (II/29), dan Ibnu Hibban (no.
6233-al-Ta’liqat al-Hisan) dari Ibnu Umar.
333
Shahih: HR. Ibnu Hibban (no. 1608, 1609 al-Ta’liqat al-Hisan), dan lainnya dari Abu Dzar
334
Hadits Iftitiraqatul Ummat ini derajatnya shahih dan telah diriwayatkan dari banyak Sahabat.
335
Shahih: HR. Ahmad (V/220,221), Abu Dawud (no. 4646,4647), Ibnu Abi Ashim dalam as-
Sunnak (no. 1181), dan al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir (no. 13,136,6442, 6443, 6444). Lihat
Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 459).
150
apa yang Dia kuasakan kepadanya dan memasukkannya ke dalam Neraka
Jahannam yang merupakan tempat kembali yang paling buruk.”336
336
Tafsir Ibni Abi Hatim ar-Razi (III/140, no. 6002) cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, dan ad-Durrul
Mantsur (11/393). Lihat surah An-Nisaa’ ayat 115.
337
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/120-126) dengan ringkas.
151
pernah mengatakan kepada Umar bin al-Khathab: “Sesungguhnya hal ini
tidak pernah terjadi.” Maka Umar menjawab: “Aku tahu, namun hal ini
baik.”
Ada juga dibahas oleh para ulama tentang adzan pertama hari
Jum’at.339 Utsman bin Affan menambahkan karena dibutuhkan manusia dan
didukung Ali bin Abu Thalib serta kaum Muslimin terus menerus
melakukannya.340 Ibnu Umar berkata tentang tambahan adzan pertama di
hari Jum’at. Beliau berkata: “Itu bid’ah.”341
Imam asy-Syafi’i berkata: “Bid’ah itu ada dua: bid’ah terpuji dan
bid’ah tercela. Apa saja yang sesuai dengan as-Sunnah adalah terpuji dan
apa saja yang bertentangan dengan as-Sunnah adalah tercela.” Imam asy-
Syafi’i berhujjah dengan perkataan Umar bin al-Khathab: “Sebaik-baik
bid’ah adalah ini (shalat Tarawih berjamaah).”
338
Bahwa Nabi pernah shalat Tarawih berjamaah dan beliau khawatir diwajibkan shalat malam.
Lihat Shahih al-Bukhari (no. 2012) dari Aisyah.
339
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 912), Ahmad (III/450), Abu Dawud (no. 1087), al-Tirmidzi (no.
516), al-Nasai (III/100), dan Ibnu Majah (no. 1135) dari al-Sa-ib bin Yazid.
340
Ada sebagian ulama berpendapat bahwa adzan pertama di hari Jum’at yang ada pada zaman
sekarang adalah bid’ah. Lihat pembahasan tentang adzan dua kali pada hari Jum’at dalam buku al-
Ajwibah al-Nafi’ah an As-ilati Lajnah Masjid al-Jami’ah, karya Syaikh al-Albani.
341
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (no. 5476, 5480).
342
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 4986), al-Tirmidzi (no. 3103), dan Ibnu Hibban (no. 448 - al-
Ta’liqat al-Hisan).
152
ijma’) maka hal yang baru seperti ini tidak tercela.”343
Semakin jauh era kita dari era Khulafa-ur Rasyidin, skan semakin
banyak bid’ah yang sesat. Di antaranya pendapat Khawarij dan Rafidhah
tentang kekafiran kaum Muslimin, penghalalan darah dan harta mereka, atau
kekekalan mereka di Neraka, atau kefasikan orang-orang khusus di umat ini
atau kebalikannya. Juga bid’ahnya Murji’ah yang meyakini bahwa maksiat
tidak mendatangkan mudharat bagi pelakunya atau tidak satu pun dari orang-
orang bertauhid yang masuk Neraka.
Di antara hal-hal baru yang diada-adakan oleh Qadariyah dan
Jabriyah berupa pembahasan tentang perbuatan-perbuatan Allah; qadha’ dan
takdirnya. Mereka tidak mempercayai hal tersebut dan mereka menyangka
bahwa dengan itu mereka telah membersihkan (mensucikan) Allah dari
kezhaliman.
Di antara perkara-perkara yang baru yang diada-adakan berupa
pembahasan tentang Dzat dan Sifat-sifat Allah, padahal Nabi sendiri, para
Sahabat, dan para Tabi’in diam tidak membahasnya. Ahlul bid’ah tidak
mengakui banyak sekali Sifat-sifat Allah di dalam al-Qur-an dan as-Sunnah.
Mereka berkeyakinan mereka berbuat seperti itu untuk menyucikan Allah
dari apa saja yang dikehendaki akal untuk dibersihkan. Mahasuci Allah dari
apa yang mereka katakan.
Fawa-id Hadits
343
Manaqib al-Syafi’i (I/468-469) karya al-Baihaqi. Dinukil dari Jam’ul ‘Ulum wal Hikam (II/131).
153
14. Baiknya hati para Sahabat, karena mereka takut kepada Allah.
15. Wajib atas setiap Muslim mempelajari Sunnah Nabi.
16. Kita wajib mengikuti Sunnah Nabi dan Sunnahnya Khulafa-ur
Rasyidin serta berpegang teguh dengan keduanya.
17. Kita wajib waspada dan hati-hati kepada setiap perkara baru dalam
agama yang tidak ada asalnya dari Nabi.
18. Semua kesesatan tempatnya di Neraka.
19. Menjelaskan kepada umat Islam tentang bahaya bid’ah tidak termasuk
memecah belah kaum Muslimin, namun termasuk dalam kategori
amar ma’ruf nahi munkar. Justru Nabi mewasiatkan kepada kita untuk
menjauhkan bid’ah ketika terjadi perselisihan
20. Bid’ah merusak hati, akal, dan agama.
154
ِ ِ َ َ ق،اع ْدِِن ِم ْن النَّا ِر ِ وي ب
ُ َوإِنَّهُ لَيَنري َعلَى َم ْن يَ َّنَرهُ اللَّه، "لََق ْد َسأَلْت َع ْن َعظي ٍم:ال َُ َ
،ضا َن َّ َوتُ ْؤِِت،الص ََل َة ِ ِِ ِ َّ ِ
َ وم َرَمُص ُ َ َوت،الزَكا َة َّ يم ُ َوتُق، تَ ْعبُ ُد اللهَ َل تُ ْشرْك به َشْيئًا:َعلَْيه
الص َدقَةُ تُطْ ِف ُئ
َّ َو،الص ْوُم ُجنَّة َّ الَِْري؟ ْ اب ِ أََل أ َُدلعك َعلَى أَبْو:ال
َ َ َ ُُثَّ ق،ت َ َوََتُ عج الْبَ ْي
َ " تََ َج: ُُثَّ تَََل،ف اللَّْي ِل
اَف ِ الرج ِل ِ جو ِ ِْ
َْ ُ َّ ُص ََلة َ َو،َّارَ الَطيئَةَ َك َما يُطْف ُئ الْ َماءُ الن
ُخِِبُك بَِرأْ ِس ْاْل َْم ِر ِ جنوب هم ع ِن الْمض
ْ أََل أ:ال َ َ ُُثَّ ق،"اج ِع " َح ََّّت بَلَ َغ "يَ ْع َملُو َن َ َ َ ْ ُ ُ ُُ
،ال ْس ََل ُمِْ َرأْس ْاْلَ ْم ِر:ال
ُ َ َ ق.ول اللَّ ِه َ بَلَى يَا َر ُس:ودهِ َوذُ ْرَوةِ َسنَ ِام ِه؟ قُ ْلت ِ وعم
َُ َ
ك ُكلِّ ِه؟ ِ ِْ وذُروةُ سنَ ِام ِه،ُالص ََلة
َ ُخِِبُك ِِبَََل ِك ذَل ْ أََل أ:ال َ َ ُُثَّ ق،ادُ اِ َه َ َْ َ َّ ُوده ُ َو َع ُم
َّ َِ يَا ن: قُ ْلت.ف َعلَْيك َه َها
ب َّ ُك:ال َ ََخ َه بِلِ َنانِِه َوق
َ ول اللَّ ِه! فَأَ بَلَى يَا َر ُس:ف ُق ْلت
ِ َ اللَّ ِه وإِنَّا لَمؤاخ ُهو َن ِِبَا نََ َكلَّم بِِه؟ فَ َق
َّاس َعلَى َ ثَكلَْك أُعمك َوَه ْل يَ ُك ع الن:ال ُ َ َُ َ
. "!صائِ ُد أَلْ ِننَِ ِه ْم؟ ِ ِ َ َأ َْو ق- وه ِه ْم ِ وج
َ َّإل َح-ال َعلَى َمنَاخ ِره ْم ُُ
.ص ِحيك ِ َ َُ وق ِِ
َ َحديث َح َنن:ال َ َرَواهُ ال ِّْرمه ع
Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, aku berkata: “Wahai Rasulullah ﷺ !
Jelaskan kepadaku amal perbuatan yang memasukkan aku ke Surga dan
menjauhkan aku dari Neraka?” Beliau bersabda: “Sungguh, engkau telah
bertanya tentang sesuatu yang besar, namun itu mudah bagi orang yang
dimudahkan oleh Allah di dalamnya: engkau beribadah kepada Allah
dan tidak mempersekutukan- Nya dengan sesuatu pun, melaksanakan
shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah.”
Kemudian Beliau bersabda: “Maukah engkau aku tunjukkan pintu-pintu
kebaikan? Puasa adalah perisai, sedekah memadamkan kesalahan
sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah
malam.” Kemudian Beliau m membaca firman Allah: “Lambung mereka
jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Rabbnya dengan rasa
takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak seorang pun mengetahui
apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat)
yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka
kerjakan(Qs. As-Sajdah [32]: 16-17). Kemudian beliau bersabda: “Maukah
engkau aku jelaskan tentang pokok segala perkara, tiang-tiangnya, dan
puncaknya?” Aku berkata: “Mau, wahai Rasulullah ﷺ .” Beliau bersabda:
“Pokok segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan
puncaknya adalah jihad.” Kemudian beliau jgj bersabda: “Maukah
engkau aku jelaskan mengenai hal yang menjaga itu semua?” Aku
menjawab: “Mau, wahai Rasulullah ﷺ .” Beliau memegang lidahnya
kemudian bersabda: “Jagalah ini (lidah).” Aku berkata: “Wahai Nabiyullah,
apakah kita akan disiksa karena apa yang kita katakan?” Beliau bersabda:
155
“Semoga ibumu kehilanganmu, wahai Mu’adz!344 Tidaklah manusia
tersungkur di Neraka di atas wajah mereka—atau beliau bersabda: di atas
hidung mereka—melainkan dengan sebab lisan mereka.”
[Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan
shahih.”]
Syarah Hadits
Perkataan Mu’adz bin Jabal : “Wahai Rasulullah ﷺ ! Jelaskan
kepadaku amal perbuatan yang memasukkanku ke Surga dan
menjauhkanku dari Neraka?” Hal tersebut menunjukkan kuatnya
perhatian dan kepedulian Mu’adz bin Jabal terhadap amal-amal shalih, dan
di dalamnya terdapat dalil bahwa amal-amal menjadi penyebab seseorang
masuk ke Surga, seperti difirmankan Allah : “Dan itulah Surga yang
diwariskan kepada kamu disebabkan amal perbuatan yang telah kamu
kerjakan.” (Qs. Az-Zukhruf [43]: 72)
sendiri tidak membuat seseorang berhak atas Surga. Allah dengan rahmat
dan karunia-Nya menjadikan amal orang tersebut sebagai penyebab dirinya
masuk Surga. Amal itu sendiri merupakan rahmat Allah dan karunia-Nya
kepada hamba-Nya. Jadi, Surga dan penyebab-penyebabnya, semuanya
berasal dari karunia dan rahmat Allah.346
344
Ungkapan seperti ini biasa dikatakan oleh orang Arab untuk menyuruh memperhatikan ucapan
selanjutnya dan merupakan anjuran. Dan mereka tidak bermaksud dari perkataan ini makna yang
sebenarnya, akan tetapi supaya orang tersebut memperhatikan dan sebagai anjuran untuk mendapat
pemahaman. (Syarah Arba’in oleh Syaikh Utsaimin [hlm. 322]).
345
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5673) dan Muslim (no. 2816) dari Abu Hurairah
346
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/136) dan Fath al-Bari (XI/295-296).
156
Sabda Rasulullah ﷺ : “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, melaksanakan shalat,
membayar zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah.” Jawaban
Rasulullah ﷺ ini menunjukkan bahwa mengerjakan kewajiban-kewajiban
agama, terutama rukun Islam, adalah sebab masuk Surga.
347
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1894) dan Muslim (no. 1151), dan Ibnu Hibban (no. 3407, 3418-
al-Ta’liqat al-Hisan) dari Abu Hurairah.
348
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/139).
349
Hasan dengan berbagai syawahid (penguat)nya: Hr. Al-Tirmidzi (no. 3499), al-Nasai dalam
‘Amal al-Yaum wa al-Lailah (no. 108).
157
segala perkara, tiang- tiangnya, dan puncaknya?” Aku berkata: “Mau,
wahai Rasulullah ﷺ .” Beliau bersabda: “Pokok segala perkara adalah
Islam, tiang- tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” Di
sini Rasulullah ﷺmenjelaskan tiga hal: pokok segala sesuatu, tiangnya, dan
puncaknya.
350
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/145).
351
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam. (II/146).
352
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 259).
353
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2518), Muslim (no. 84), Ahmad (V/150), al-Nasai (VI/19), dan
Ibnu Hibban (no. 152 al-Ta’liqat al-Hisan).
354
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/146).
158
penyesalan.
355
Ibid (II/147)
159
17. Keutamaan dan anjuran untuk berjihad, dan bahwa jihad adalah puncak
agama Islam karena dengannyalah kalimat Allah menjadi tegak dan
tinggi.
18. Bahwa kunci dari semua perkara di atas ialah menjaga lisan.
19. Bahayanya lisan, apabila seseorang tidak menjaga lisannya, maka satu
kalimat yang dimurkai Allah, menyebabkan seseorang masuk ke dalam
Neraka.
20. Di antara penduduk Neraka, ada yang diseret di atas wajah mereka.
Wal’iyadzu billah.
Nas-alullaha as-salamah wal ‘afiyah.
Syarah Hadits
Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: ‘Hadits ini dari riwayat Mak-hul dari
Abi Tsa’labah al-Khusyani, memiliki dua ‘illat (cacat/penyakit): Salah
satunya bahwa Mak-hul tidak mendengar dari Abu Tsa’labah.’ Abu Mus-hir
ad-Dimasyqi dan Abu Nu’aim al-Hafidz dan selainnya juga berkata seperti
itu. Akan tetapi Syaikh al-Nawawi telah menghasankan hadits ini, dan telah
menghasankan juga sebelumnya Abu Bakar al-Sam’ani.”
Kesimpulannya, meski hadits ini diperselisihkan apakah ia hasan
ataukah dha’if (lemah), akan tetapi ada hadits lain yang semakna dengan ini
dari Abu Darda’ bahwa Nabi bersabda: “Apa saja yang Allah halalkan dalam
Kitab-Nya maka itu halal, dan apa saja yang Dia haramkan maka itu haram.
Sedangkan apa yang Dia diamkan maka itu dibolehkan. Terimalah dari Allah
kemaafannya itu. Karena sesungguhnya Allah tidak akan lupa sedikit pun.
Kemudian beliau membaca ayat: ‘Dan Rabbmu tidak lupa. ’ (Qs. Maryam
[19]: 64)” [HR. Al-Bazzar] 356
356
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam al-Bahr al-Zakhkhar al-Ma’ruf bi Musnad al-Bazzar (10/27.
no. 4087), al-Hakim (2/375), dan al-Baihaqi (10/12). Imam al-Haitsami menyebutkannya dalam
Majma’ al-Zawd-id wa Manba’al-Fawa-id (I/171), dan dia berkata: “Diriwayatkan oleh al-Bazzar
dan al-Thabrani dalam al-Kabir dan sanadnya hasan, para perawinya tepercaya.” Hadits ini
dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Ghayah al-Maram fi Takhriji Ahddits al-Halal wa al-
Haram (no. 2).
161
tersembunyi baginya, maka dia telah meraih semua keutamaan, memenuhi
semua hak agama karena syari’at tidak akan keluar dari macam-macam
hukum yang disebutkan dalam hadits ini.’”357
Hadits ini memiliki beberapa poin pembahasan sebagaimana
berikut.
357
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/153).
358
Al-Wafi (hlm. 225-226).
359
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3475, 6788), Muslim (no. 1688), Abu Dawud (no. 4373), al-
Tirmidzi (no. 1430), al-Nasai (VIII/73), dan Ibnu Majah (no. 2547) dari Aisyah.
162
Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu
membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs. Al-A’raf
[7]: 33)
Para Sahabat telah menahan diri untuk tidak banyak bertanya kepada
Rasulullah ﷺsehingga mereka merasa senang jika datang orang-orang Arab
Badui bertanya kepada Rasulullah ﷺdan beliau menjawab pertanyaan
mereka, mereka dengar dan mereka pahami.362
360
HR. Al-Bukhari (no. 7288) dan Muslim (no. 1337) dari Abu Hurairah.
361
HR. Muslim (no. 2670) dari Abdullah bin Mas’ud.
362
Lihat Shahih al-Bukhari (no. 63) dan Shahih Muslim (no. 12) dari Anas bin Malik.
163
berpikir tentang sang Pencipta juga tentang makhluk dengan apa-apa yang
belum pernah didengar tentangnya. Sebagaimana mengatakan tentang firman
Allah: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha
Penyantun, Maha Pengampun.” (Qs. Al-Isra’ [17]: 44)
ِ ِ َّ اس سه ِل ب ِن سع ٍد
:ال ِّ ِ َجاءَ َر ُجل َإَل الن:ال
َ َّب فَ َق َ َُ ق ّ الناعد ْ َ ْ ْ َ ِ ََّع ْن أَِِب الْ َعب
ِ ِ َ يا رس
" ْازَه ْد:ال
َ َّاس؛ فَ َق َ ول اللَّه ُدلَِِّن َعلَى َع َم ٍل إذَا َعم ْلُهُ أ
َ َحبَِِّن اللَّهُ َوأ
ُ َحبَِِّن الن َُ َ
164
. "َّاس ِ ِ وا ْزه ْد فِيما عِْن َد الن،ِ الدعنْيا ُِيبعك اللَّه
ُ َّاس ُيبعك الن َ َ َ ُ َ
.َسانِي َد َح َننَ ٍة ِ
َ اج ْه َو َغْي ُرهُ بأ
َ َرَواهُ ابْ ُن َم،حديث حنن
Dari Abui Abbas Sahl bin Sa’d al-Sa’idi, ia berkata: “Ada seseorang yang
datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata: ‘Wahai Rasulullah ﷺ
! Tunjukkan
kepadaku satu amalan di mana jika aku mengamalkannya maka aku akan
dicintai Allah dan dicintai manusia.” Maka beliau menjawab: “Zuhudlah di
dunia, niscaya engkau dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang
dimiliki manusia, niscaya engkau dicintai manusia.”
[Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan selainnya dengan beberapa
sanad yang hasan]
Syarah Hadits
363
Ibid. (II/179).
364
Majmu’ Fatawa (X/641).
365
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/180).
366
Hilyatul Auliya (III/268, no. 3917).
367
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/180-181).
165
Kedua: Jika seorang hamba mendapatkan musibah pada dunianya,
misalnya hartanya ludes, anaknya meninggal dunia, dan lain sebagainya
maka ia lebih senang kepada pahala musibah tersebut daripada dunianya
yang hilang untuk kembali lagi kepadanya. Sikap seperti ini juga terjadi
karena kesempurnaan keyakinan.368 Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa
Rasulullah ﷺ berkata dalam doanya: “Ya Allah, anugerahkan kepada kami
rasa takut kepada-Mu yang dapat menghalangi antara kami dengan
perbuatan maksiat kepada-Mu, anugerahkan kepada kami ketaatan kepada-
Mu yang akan menyampaikan kami ke Surga-Mu, dan anugerahkan kepada
kami keyakinan yang membuat kami merasa ringan atas seluruh musibah
dunia ini ...” 369
Ketiga: Pemuji dan pencela dalam kebenaran itu sama saja bagi
seorang hamba. Ini juga pertanda zuhud di dunia, merendahkannya,
minimnya ambisi kepadanya, karena barangsiapa dunia menjadi agung
baginya, maka ia mencintai pujian dan membenci celaan. Tidak tertutup
kemungkinan, sikap tersebut menyebabkannya meninggalkan banyak sekali
kebenaran karena takut celaan dan mengerjakan banyak sekali kebatilan
karena mengharapkan pujian. Jadi, barangsiapa pemuji dan pencelanya sama
dalam kebenaran, maka itu menunjukkan runtuhnya kedudukan seluruh
makhluk dari hatinya, hatinya penuh dengan cinta kepada kebenaran, dan
ridha kepada Rabbnya. Yusuf bin al-Asbath berkata: “Zuhud terhadap
kekuasaan itu lebih berat daripada zuhud terhadap dunia.”370
368
Ibid. (II/182).
369
Hasan: HR. Al-Tirmidzi (no. 3502), al-Hakim (I/528), dan Ibnus Sunni (no. 446). Lihat
kelengkapan doa ini dalam buku “Doa dan Wirid” oleh Ust. Yazid حفظ ه هللاcet. XXVIII penerbit
Pustaka Imam asy-Syafi’i - Jakarta.
370
Hilyah al-Auliya’ (VIII/261, no. 12127).
166
Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan
dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”371
371
Shahih: HR. Ahmad (V/183), Ibnu Majah (no. 4105), Ibnu Hibban (no. 72- Mawarid al-Zam-
an), dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (no. 9855) dari Zaid bin Tsabit. Dishahihkan oleh Syaikh
al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihah (no. 950).
372
Hasan: HR. Al-Hakim (IV/324-325) dan al-Baihaai dalam Syu’abul Iman (no. 10058).
Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati adz-Dzanabi. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-
Albani dalam Silsilah al-Shahihah (no. 831), dan beliau menyebutkan tiga jalur periwayatan: dari
Ali, Sahi, dan Jabir.
373
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/204-205).
167
7. Anjuran dan dorongan agar zuhud terhadap segala apa yang dimiliki
orang lain karena Nabi menjadikan hal itu sebagai sebab mendapatkan
kecintaan manusia.
8. Merasa cukup dan tidak mengharap apa yang ada di tangan manusia
dan tidak minta-minta kepada mereka, akan membawa kepada
kecintaan manusia.
9. Persaingan dalam kehidupan dunia membuat manusia tidak saling
menyukai pesaingnya.
10. Zuhud adalah ajaran Nabi ﷺ sekalipun sering disalahpahami.
َ َول اللَّ ِه ق ِ ٍ ِ ِِ ِ ٍِ
" َل:ال َ َن َر ُس ّ َع ْن أَِِب َسعيد َس ْعد بْ ِن َمالك بْ ِن سنَان ا ْلُ ْدر
َّ ُ أ
. "ضَرَر َوَل ِضَر َار
َ
168
ِ َوَرَواهُ َمالِك.َو َغْي رَُا ُمننَ ًدا ِنَِّْارقُط
َ الد و
َ ،هْ اج
َ م
َ ن اب
ْ اه
ُ وَرَ ، ن ن ح
َ يث ِح
د َ
ْ ُ ّ ُ َ
ٍِ ِ
ُ َولَه،ط أَبَا َسعيد َ َس َق
ْ فَأ،ُمْر َس ًَل ِّ ِ"الْ ُم َوطَِّإ" َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن َْي ََي َع ْن أَبِيه َع ْن الن
َّب
.ضاً ض َها بَ ْع
ُ طُُرق يُ َق ِّوُ بَ ْع
Dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan al-Khudri bahwa Rasulullah ﷺ
bersabda: “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan
orang lain.”374
[Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al-Daraquthni dan selainnya
secara musnad. Imam Malik meriwayatkan dalam kitabnya al-Muwaththa’
secara mursal dari Amr bin Yahya dari bapaknya, dari Nabi. Maka nama
Abu Sa’id dihilangkan. Hadits ini mempunyai beberapa jalan yang saling
menguatkan.]
Syarah Hadits
Jika dua orang saling mencaci maki atau saling menuduh, maka tidak
berlaku tuntut balas. Akan tetapi masing-masing (berhak) menuntut haknya
di hadapan hakim. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda: “Dua orang yang
saling mencaci maki, apa yang dikatakan (diucapkan) keduanya, maka
dosanya dilimpahkan kepada yang lebih dahulu memulainya, selama orang
374
Imam al-Nawawi berkata: Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa’ dari Amr bin Yahya,
dari ayahnya, dari Nabi secara mursal. Imam Malik tidak menyebutkan Abu Sa’id di sanadnya.
Hadits ini mempunyai banyak jalur sebagiannya menguatkan sebagian yang lainnya. Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan selain keduanya dengan musnad (pakai sanad).
169
yang dizhalimi tidak melampaui batas (maksudnya dengan caci maki yang
berlebihan).”375
1. Hadits ini merupakan kaidah ushul yang besar, dengan hadits ini
dapat dihukumi perkara-perkara yang baru yang tidak ada nash (dalil)
yang tegas melarangnya.
2. Rasulullah ﷺ diberikan oleh Allah jawami’ al-kalim (perkataan yang
ringkas, maknanya padat), dan hadits ini termasuk darinya.
375
Shahih: HR. Muslim (no. 2587), dan lainnya dari Abu Hurairah. Lihat Syarah Matan Arba’in
oleh Imam al-Nawawi (hlm. 88), cet. Maktabah Darul Path dan al-Maktab al-Islami.
376
Diringkas dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/212).
377
Shahih: HR. Muslim (no. 1218).
170
3. Haramnya menimbulkan bahaya/kerugian baik itu dengan perkataan,
perbuatan, atau yang lainnya.
4. Wajibnya menghilangkan kemudharatan (bahaya/kerugian).
5. Haram bagi seorang insan membahayakan dirinya, hartanya atau
kehormatannya. Dengan melakukan perbuatan yang membahayakan
atau mengkonsumsi makanan dan minuman yang membahayakan.
6. Agama Islam adalah agama yang selamat yang menuntun manusia
kepada kebaikan dunia dan akhirat, dan memerintahkan untuk
meninggalkan perbuatan yang berbahaya dan tidak bermanfaat.
7. Semua perintah dalam Islam akan mendatangkan maslahat dan semua
larangan dalam Islam wajib dijauhkan karena padanya ada mudharat
(bahaya).
8. Mudharat (bahaya) tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan
(bahaya) semisalnya atau kemudharatan yang lebih besar.
9. Apabila mafsadah (kerusakan) dan maslahat (kebaikan) berbenturan
maka menolak kerusakan harus didahulukan daripada meraih
kebaikan.
10. Bila ada orang mencaci maki atau menuduh, maka tidak boleh dibalas
mencaci atau menuduh, akan tetapi diadukan kepada hakim.
َّاس
ُ "لَ ْو يُ ْعطَى الن:ال َ َول اللَِّه ق َّ اس َر ِض اللَّهُ َعْن ُه َما أ
َ َن َر ُس َ
ٍ ََّع ْن ابْ ِن َعب
ِ ِ ِ ِ ٍ
َ َوالْيَم، لَك َّن الْبَ يِّ نَةَ َعلَى الْ ُمدَّع،بِ َد ْع َو ُاه ْم َل َّد َعى ِر َجال أ َْم َو َال قَ ْوم َود َماءَ ُه ْم
ني
171
. "َعلَى َم ْن أَنْ َكَر
ِ ْ يح
."ني ِ َّ " ِ وب عضه، رواه الْب ي ه ِق و َغي ره ه َك َها،ح ِديث حنن
َ الصح ُ ُ ْ ََ َ ُُ ْ َ ّ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺbersabda: “Seandainya (setiap)
manusia diberi (haknya) berdasarkan dakwaan atau klaim (tuduhan) mereka,
maka tentu ada orang-orang yang akan mengklaim (menuduh/menuntut)
harta dan darah suatu kaum,378 namun pembuktian (barang bukti) wajib bagi
pendakwa (orang yang mengklaim/penuduh) dan sumpah wajib bagi orang
(pihak) yang mengingkari/terdakwa.”
Hadits Hasan, diriwayatkan oleh al-Baihaqi dan lainnya (dengan lengkap
seperti ini). Dan sebagian (lafazh)nya terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan
Shahih Muslim.
Syarah Hadits
378
Maksudnya, orang itu akan mengklaim bahwa harta itu miliknya.
379
Syarah Shahih Muslim (XII/3).
380
Syarah Arba’in al-Nawawiyyah, karya Ibnu Daqiq al-Ied (hlm. 117).
381
Al-Wafi (hlm. 257).
172
mengungkap kebenaran dan kejujuran orang yang menuduh (pendakwa).
Saksi adalah cara pengungkapan dan penampakkan hakikat yang sebenarnya,
karena ia berpatokan kepada penglihatan langsung dan hadir di tempat
kejadian perkara. Bukti yang merupakan persaksian itu bermacam-macam
sesuai dengan objek yang dituduhkan dan dampak yang ditimbulkan. Dan
yang ditetapkan dalam syari’at Allah ada empat:
“... Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.... ” (Qs. Ath-
Thalaq [65]: 2)
Sebagian Ahli fiqih memasukkan ke dalam perkara seperti ini hak-
hak yang tidak terkait dengan masalah harta, seperti nikah, thalaq, dan
sebagainya. Mereka berkata: “Di dalamnya mesti dihadirkan dua orang saksi
laki-laki sehingga dapat diyakini kebenarannya.”
“... Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu.
Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki
dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada)....” (Qs. Al-Baqarah [2]: 282)
173
4. Kesaksian atas perkara-perkara yang pada umumnya tidak dapat
diketahui kaum laki-laki, yaitu tentang permasalahan kewanitaan;
seperti kelahiran, penyusuan, keperawanan, dan lain-lain
382
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 88), Abu Dawud (no. 3603, 3604), al-Tirmidzi (no. 1151), al-Nasai
(VI/109), dan lainnya.
383
Al-Wafi (hlm. 258-259) dan Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 279-281).
384
Qawaid wa Fawaid (hlm. 281).
385
Al-Wafi (hlm. 259).
174
sang hakim mendengarkannya, kemudian menanyakan kepada yang tertuduh
atas dakwaan tersebut. Jika dia mengakuinya maka hakim memutuskan
perkara berdasarkan pengakuannya tersebut karena pengakuan adalah bukti
yang mengikat orang yang menyatakannya. Jika si tertuduh mengingkari,
maka hakim meminta dari yang menuduh untuk mendatangkan bukti, jika
dia dapat mendatangkan bukti, maka diputuskan berdasarkan bukti tersebut,
dengan mengabaikan perkataan orang yang tertuduh atau pengingkarannya
walaupun disertai dengan sumpah yang keras. Jika yang menuduh tidak
dapat menghadirkan bukti, maka sang hakim meminta kepada orang yang
tertuduh untuk mengucapkan sumpah. Jika dia bersumpah, maka dia bebas
dan gugurlah tuduhan tersebut.
Dalil atas semua itu adalah sabda Rasulullah ﷺ kepada orang yang
menuduh: “Apakah kamu mempunyai bukti?” Dia menjawab: “Tidak!”
Maka dia berkata: “Maka bagi kamu sumpahnya (yang tertuduh).”386
Pertama-tama Rasulullah ﷺ bertanya tentang bukti kepada yang menuduh,
selanjutnya adalah orang yang tertuduh berhak untuk bersumpah karena
ketiadaan bukti. Maka ditetapkan bahwa argumen orang yang menuduh lebih
didahulukan dari argumen orang yang tertuduh.387
386
HR. Muslim (no. 139).
387
Al-Wafi (hlm. 259-260).
388
Ibid (hlm. 260).
175
diperbolehkan untuk menyerahkan haknya kepada orang lain, lalu
diputuskan baginya berdasarkan hal tersebut.389
389
Al-Wafi (hlm. 260).
390
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2679, 6108, 6646) dan Muslim (no. 1646) dan selain keduanya.
391
Al-Wafi (hlm. 261).
392
Shahih: HR. Muslim (no. 1712).
393
Al-Wafi (hlm. 262-263).
394
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2702, 3173, 6143, 6898, 7192), Muslim (no. 1669), Abu Dawud
(no. 4520-4521), al-Tirmidzi (no. 1422), al-Nasai (VIII/5-12), Ibnu Majah (no. 2677), dan Ibnu
176
Beberapa Kandungan Hadits
177
َرَواهُ ُم ْنلِم
Dari Abu Sa’id al-Khudri ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda: ‘Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka
hendaklah ia mengubah kemungkaran tersebut dengan tangannya, jika ia
tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika ia tidak mampu juga, maka
dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman,’” [HR.
Muslim]
Syarah Hadits
Hadits ini menunjukkan tentang kewajiban mengingkari kemungkaran
sesuai dengan kemampuan dan pengingkaran terhadap kemungkaran dengan
hati itu suatu keharusan/kewajiban (yang tidak bisa gugur), karena siapa
yang hatinya tidak mengingkari kemungkaran, maka itu menunjukkan bahwa
iman hilang dari hatinya.395
Dari pengertian al-ma’ruf ini bisa kita pahami bahwa pengertian al-
munkar adalah segala apa yang dilarang oleh syari’at atau menyalahi syari’at
berupa hal-hal yang merusak dunia dan akhirat, akal, dan fitrah yang
selamat.399 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Al-Mungkar
adalah satu nama yang mencakup segala apa yang Allah larang.”400
395
Lihat Jam’ul ‘Ulum wal Hikam (II/245).
396
Mufradat al-Faz al-Qur’an (hlm. 561).
397
Iqtidha’ al-Shirat al-Mustaqim (I/106), tahqiq Dr. Nashir bin Abdul Karim al-Aql.
398
Haqiqah al-Amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahyi ‘an al-Mungkar (hlm. 11).
399
Lihat al-Kaba-ir was al-Shagha-ir ‘Anwa-uhu wa Ahkamuhu (hlm. 205).
400
Iqtidha al-Shirath al-Mustaqim (I/106).
401
Lihat al-Qa’idah al-Muhimmah fil Amri bil Ma ’ruf wan Nahyi ‘anil Mungkar fi Dhau-il Kitabi
was Sunnah (hlm. 6-7) karya Dr. Hamud bin Ahmad ar-Ruhaili, dengan diringkas.
178
“Ketahuilah, bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah poros yang paling
agung dalam agama. Ia merupakan satu tugas penting yang karenanya Allah
mengutus para Nabi seluruhnya. Andaikata tugas ini ditiadakan, maka akan
emuncul kerusakan di mana-mana dan dunia pun akan binasa.”402 Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Amar ma’ruf nahi munkar ialah sesuatu
yang dengannya Allah menurunkan Kitab-kitab-Nya dan mengutus para
Rasul-Nya, serta bagian inti dari agama.”403
Di antara keutamaan amar ma’ruf nahi munkar yaitu:
1. Termasuk kewajiban yang paling penting dalam Islam.
2. Sebagai sebab keutuhan, keselamatan, dan kebaikan bagi umat.
3. Menghidupkan hati.
4. Sebagai sebab datangnya pertolongan, kemuliaan, dan diberikannya
kedudukan (kekuasaan) di bumi.
5. Amar ma’ruf nahi munkar termasuk sedekah.
6. Menolak mara bahaya.
7. Orang yang mencegah dari perbuatan munkar akan diselamatkan oleh
Allah.
8. Amar ma’ruf nahi munkar termasuk sifat-sifat orang Mukmin yang
shalih.
9. Amar ma’ruf nahi munkar adalah jihad yang paling utama.
10. Amar ma’ruf nahi munkar merupakan sebab dihapuskannya dosa.
11. Amar ma’ruf nahi munkar adalah perkataan yang paling baik dan
seutama-utama amal.
402
Mukhtashar Minhdjil Qashidin (hlm. 156).
403
Al-Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar (hlm. 30), tahqiq Abu Abdillah Muhammad bin
Sa’id bin Ruslan.
179
Allah. Syari’at tersebut adalah adil seluruhnya, rahmat seluruhnya,
kemaslahatan seluruhnya, dan hikmah seluruhnya. Maka setiap masalah
yang keluar dari keadilan kepada kezhaliman, dari rahmat kepada lawannya,
dari maslahat kepada mafsadat, dan dari hikmah kepada kesia-siaan, maka
itu tidak termasuk syari’at meskipun dimasukkan ke dalamnya dengan sebab
takwil. Syari’at adalah cermin keadilan Allah terhadap hamba-Nya, rahmat-
Nya di antara hamba-Nya, naungan-Nya di bumi-Nya, dan hikmah-Nya yang
menunjukkan kepada-Nya dan yang menunjukkan kejujuran Rasul-Nya
dengan petunjuk yang paling sempurna dan paling benar.”404
Oleh karena itu wajib bagi ulil amri (pemerintah) untuk menunjuk
sejumlah orang yang memiliki kemampuan dan persiapan untuk
menjalankan tugas ini, sebab ada beberapa perbuatan munkar yang tidak
mampu diubah kecuali oleh sejumlah orang tertentu yang memiliki ilmu,
pemahaman yang benar, dan sikap hikmah dalam mengobati kemungkaran
tersebut, misalnya untuk membantah firqah Bathiniyah dan membatalkan
keyakinannya dan lainnya. Apabila lembaga ini menjalankan kewajibannya
maka gugurlah kewajiban dari yang lainnya.407
2. Fardhu ‘ain
404
I’lam al-Muwaqqi’in (IV/337).
405
Tafsir Ibni Katsir (II/91).
406
Ahkam al-Qur-an (I/292).
407
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 287) dengan diringkas.
408
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/245).
180
mengingkari kemungkaran atas setiap individu yang memiliki kemampuan
serta mengetahui kemungkaran atau melihatnya.409 Imam al-Nawawi
berkata: “Sesungguhnya amar ma’ruf nahi munkar adalah fardhu kifayah
kemudian terkadang menjadi fardhu ‘ain jika pada suatu keadaan dan kondisi
tertentu tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia.”410
Ditambah lagi orang yang mengemban tugas ini wajib memiliki sifat-
sifat hikmah. Imam Sufyan ats-Tsauri berkata: “Tidak boleh melakukan
amar ma’ruf dan nahi munkar kecuali orang yang memiliki tiga sifat: (1)
lemah-lembut dalam sesuatu yang ia perintahkan dan lemah-lembut dalam
sesuatu yang ia larang, (2) adil dalam sesuatu yang ia perintahkan dan adil
dalam sesuatu yang ia larang, dan (3) berilmu (mengetahui) sesuatu yang ia
perintahkan dan berilmu (mengetahui) sesuatu yang ia larang.” 411 Imam
Ahmad berkata: “Semua manusia membutuhkan sikap lemah lembut dalam
amar ma’ruf tanpa sikap keras kecuali terhadap orang yang memperlihatkan
kefasikan, maka orang seperti itu tidak ada kehormatan baginya.”
Akan tetapi ini tidak berarti bahwa orang yang melakukan amar
ma’ruf nahi munkar itu harus orang yang sempurna dan tidak memiliki
kesalahan. Sebab Allah hanya mengingkari perbuatan mereka yang
menyelisihi perkataan mereka, bukan mengingkari perbuatan amar ma’ruf
nahi munkar itu sendiri. Imam al-Nawawi berkata: “Para ulama berkata:
Orang yang menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran tidak
disyaratkan harus sempurna keadaannya dengan melaksanakan seluruh apa
yang diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dia larang darinya.
409
Lihat Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 288).
410
Syarah Shahih Muslim (II/23).
411
Qawa’id wa Fawa-id (hlm. 292-293).
181
Bahkan, kewajiban dia adalah menyuruh (kebaikan) meskipun dia tidak
melakukan apa yang dia perintahkan itu dan melarang dari kemungkaran
meskipun ia sendiri melakukan apa yang dia larang, karena yang diwajibkan
atasnya adalah dua hal: (1) menyuruh dirinya (kepada kebaikan) dan
melarangnya (dari kemungkaran) dan (2) menyuruh orang lain (kepada
kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran). Maka apabila ia
meninggalkan salah satu dari keduanya bagaimana bisa ia dibolehkan untuk
meninggalkan yang lainnya.”412
412
Syarah Shahih Muslim (II/23).
182
12. Mengingkari kezhaliman atau kemungkaran penguasa bukan dengan
menyebarkan aib melalui media cetak atau elektronik dan bukan pula
dengan demo atau memberontak, akan tetapi dengan cara mendatangi
penguasa dan mengatakan kalimat yang hak, adil dengan lemah
lembut dan mengikuti contoh Rasulullah ﷺ .
13. Islam adalah agama ilmu, adil dan kasih sayang, maka pelaksanaan
amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan ilmu, adil, kasih
sayang, lemah lembut dan ada kemampuan. Tidak boleh berlebih-
lebihan dalam membenci, mencela, melarang atau meng-hajr
(memboikot).
14. Pelaku amar ma’ruf nahi munkar wajib memikirkan dan menimbang
maslahat dan mafsadat, dan tidak boleh menimbulkan kemungkaran
yang lebih besar dan wajib sabar.
15. Bahaya meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar sangat besar, di
antaranya ialah dijauhkan dari rahmat Allah, mendapatkan hukuman,
tidak dikabulkannya doa, dan lain-lain.
ِ ُ ال رس
َوَل،اج ُشواَ َ َوَل تَن،اس ُدوا َ َول اللَّه " َل ََت ُ َ َ َ ق:ال َ ََع ْن أَِِب ُهَريْ َرةَ ق
ِ ِ
ْ َوُكونُوا عبَ َاد اللَّه،ض
،إخ َوانًا ُ َوَل يَبِ ْع بَ ْع، َوَل تَ َدابَُروا،ضوا
ٍ ض ُك ْم َعلَى بَْي ِع بَ ْع ُ تَبَا َغ
183
الَّ ْق َوى،َُْي ِقُره َوَل،ُ َوَل يَ ْك ِهبُه،ُ َوَل ََيْ ُهلُه،ُ َل يَظْلِ ُمه،َخو الْ ُم ْنلِ ِم ِ
ُ الْ ُم ْنل ُم أ
ِ ِِبَ ْن ِ ْام ِر ٍئ ِم ْن الشَِّّر،ات ٍ ث مَّر ِ
َ أَ ْن َْيقَر أ
َُخاه َ َ ص ْد ِرهِ ثَََلَ َويُشريُ َإَل،اهنَا ُ َه
ِ ِ ِ ِ
ُ َد ُمهُ َوَمالُهُ َوعْر: ُك عل الْ ُم ْنل ِم َعلَى الْ ُم ْنل ِم َحَرام،الْ ُم ْنل َم
. "ُضه
رَواهُ ُم ْنلِمَ
Syarah Hadits
184
oleh Allah kemudian ia membacanya (dan mengamalkannya) di pertengahan
malam dan pertengahan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allah
kemudian ia menginfakkannya di pertengahan malam dan pertengahan
siang.”413 Dengki yang diperbolehkan kepada kedua orang tersebut
dinamakan ghibthah. Dinamakan dengan dengki karena kiasan saja.
413
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5025, 7529), Muslim (no. 815), dan lainnya dari Ibnu Umar.
414
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 13), Muslim (no. 45), al-Nasai (VIII/115), al-Tirmidzi (no. 2515).
ad-Darimi (II/307), Ibnu Majah (no. 66), dan Ahmad (III/176, 206,251,272,278), dari Anas.
185
tinggi sehingga pembeli tidak merasa kemahalan kemudian jadi membelinya.
Dari Abdullah bin Umar: bahwasanya Rasulullah ﷺmelarang perbuatan ini
(najasy).415
Sabda Nabi : “Orang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain;
ia tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh menelantarkannya, dan tidak
boleh menghinakannya” Sabda Nabi tersebut dipetik dari firman Allah :
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu
damaikanlah antara kedua saudara kalian.” (Qs. Al-Hujurat [49]: 10)
415
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2142, 6963), Muslim (no. 1516), dan yang lainnya.
416
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6077, 6237), Muslim (no. 2560), dan yang lainnya.
417
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/268-270) dengan ringkas dan ditambah.
418
Shahih: HR. Muslim (no. 1515).
419
Shahih: HR. Muslim (no. 1412 [50]).
420
Ibid. (II/271).
186
Allah daripada orang yang mempunyai kehormatan di dunia, karena manusia
berbeda-beda tergantung dari ketakwaannya, seperti firman Allah: “...
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa.... ” (Qs. Al-Hujurat [49]: 13)
421
Shahih: HR. Muslim (no. 91) dari Abdullah bin Mas’ud.
422
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 1739) dari Ibnu Abas.
187
15. Wajib menjaga kebersihan hati.
16. Takwa tempatnya di hati dan dibuktikan dengan amal shalih.
17. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa.
18. Takwa dan niat yang shalih adalah timbangan bagi Allah atas hamba-
hamba-Nya.
19. Menghina atau melecehkan seorang Muslim termasuk perbuatan dosa.
20. Darah dan kehormatan seorang Muslim lebih mulia dari dunia dan
orang kafir.
ب الدعنْيَا ِ "من نَ َّفس َعن م ْؤِم ٍن ُكربةً ِمن ُكر:ال ِّ َِع ْن أَِِب ُهَريْ َرَة َع ْن الن
َ ْ َْ ُ ْ َ ْ َ َ ََّب ق
يَ َّنَر اللَّهُ َعلَْي ِه، َوَم ْن يَ َّنَر َعلَى ُم ْع ِن ٍر،ب يَ ْوِم الْ ِقيَ َام ِةِ نَ َّفس اللَّهُ َعْنهُ ُكربةً ِمن ُكر
َ ْ َْ َ
َواَللَّهُ ِ َع ْو ِن، ِ َوَم ْن َسَ َر ُم ْنلِما َسَ َرهُ اهللُ ِ الدعنْيَا َو ْاْل ِخَرة،ِِ الدعنْيَا َو ْاْل ِخَرة
188
ِ ِ ِ ك طَِري ًقا ي ْلَ ِم ِ َخ ِ الْعب ِد ما َكا َن الْعب ُد ِ عو ِن أ
ُس فيه علْ ًما َس َّه َل اللَّه ُ َ َ ل
َ س
َ نْ م
َ و
َ ، يه َْ َْ َ َْ
،اب اللَّ ِه ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ْ لَه بِِه طَ ِري ًقا َإَل
َ َاجَ َم َع قَ ْوم ِ بَْيت م ْن بُيُوت اللَّه يَْ لُو َن ك ْ َوَما،اَِنَّة ُ
َّ َو َغ ِشيَْ ُه ْم،ُالن ِكينَة
َّ ت َعلَْي ِه ْم ِ
َوذَ َكَرُه ْم،ُالر ْْحَة ْ ََويََ َد َار ُسونَهُ في َما بَْي نَ ُه ْم؛ َّإل نََزل
."ُ َوَم ْن أَبَطْأَ بِِه َع َملُهُ ََلْ يُ ْن ِر ْع بِِه نَ َنبُه،ُيم ْن عِْن َدهِ
َ اللَّهُ ف
.َرَواهُ ُم ْنلِم هبها اللفظ
Dari Abu Hurairah Nabi bersabda: “Barangsiapa yang melapangkan satu
kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allah melapangkan
darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan
(urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah utang), maka Allah
memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat.
Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan
menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong
seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.
Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum
berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca
Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan
ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat
mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para
Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya,
maka tidak dapat dikejar oleh nasabnya.”
Syarah Hadits
Sabda Nabi, “Dari salah satu kesusahan hari Kiamat” Kesulitan dunia
tidak bisa dibandingkan dengan kesulitan akhirat, karenanya, Allah
423
Lihat Fath al-Bari (V/97—Kitab “al-Mazhalim”).
189
menyimpan pahala dengan meringankan kesulitan pada hari Kiamat dari
orang tersebut.424
424
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/287, dengan ringkas).
425
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2078, 3480), Muslim (no. 1562), al-Nasai (VI1/318), dan Ibnu
Hibban (no. 5020, 5021~at-Ta’llqatul Hisan) dari Abu Hurairah Lafazh ini milik al-Bukhari.
426
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/291).
427
Shahih: HR. Abu Dawud (no. 4880) dan Ahmad (IV/420-421, 424).
428
Hilyatul Auliya’(I/84, no. 113).
190
mengikuti jejaknya Umar dalam kebaikan. Wallahu alam.
429
Majmu’al-Fatawa (VI/388, XIII/136) dan Madarijus Sdlikin (II/488).
430
Fadhlu ‘Ilmi al-Salaf 'ala al-Khalaf (hlm. 47-48), tahqiq: Syaikh Ali Hasan al-Halaby.
191
Adapun sabda beliau: “Allah akan memudahkan jalannya menuju
Surga” mempunyai dua makna, yaitu:
Pertama, Allah akan memudahkan memasuki Surga bagi orang yang
menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk
mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan
konsekuensinya.
Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari
Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan
yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallahu a’lam.431
“Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kalian, sebab aku tidak dapat memberi
kalian manfaat di hadapan Allah sedikit pun. Wahai Bani Abdu Manaf, aku
tidak dapat memberi kalian manfaat di hadapan Allah sedikit pun. Wahai
Abbas bin Abdul Muththalib, aku tidak dapat memberimu manfaat apa pun
431
Lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/297) dan Qawa’id wa Fawa-id minal Arbain al-
Nawawiyyah (him. 316-317).
192
di hadapan Allah. Wahai Shafiyyah bibi Rasulullah ﷺ , aku tidak dapat
memberimu manfaat apa pun di hadapan Allah. Wahai Fathimah anak
Muhammad, mintalah dari hartaku sesukamu, aku tidak dapat memberimu
manfaat apa pun bagimu di hadapan Allah.”432
Itu semua diperkuat oleh sabda Rasulullah ﷺ
Abu Lahab mempunyai nasab dekat dengan Nabi, karena dia salah
seorang paman Nabi. Karena dia tidak beriman, maka dia kekal dalam
Neraka selama-lamanya.
432
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2753, 4771) dan Muslim (no. 206) dari Abu Hurairah.
433
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5990) dan Muslim (no. 215) dari Amr bin al-Ash.
434
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/308-310).
193
13. Membaca al-Qur-an dan mempelajarinya akan membawa kepada
ketenangan, rahmat, dikelilingi Malaikat dan disebut-sebut oleh Allah di
hadapan Malaikat-Nya.
14. Menetapkan tentang adanya Malaikat.
15. Keutamaan berkumpul di rumah Allah (masjid) untuk mempelajari ilmu
syar’i, mentadabburi al-Qur’an dan as-Sunnah.
16. Kebahagiaan yang abadi adalah dengan beramal shalih, bukan
berdasarkan nasab dan garis keturunan.
17. Kemuliaan di sisi Allah adalah dengan takwa dan amal shalih, bukan
dengan nasab (keturunan) dan harta.
194
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َوإِ ْن َه َّم هبَا فَ َعملَ َها َكَبَ َها اللَّهُ عْن َده،ًفَلَ ْم يَ ْع َملْ َها َكَبَ َها اللَّهُ عْن َدهُ َح َننَةً َكاملَة
َوإِ ْن َه َّم بِ َنيِّئَ ٍة فَلَ ْم،ٍاف َكثِ َرية
ٍ َضع ٍ ِ ِ ِِ ٍ
َ ْ َع ْشَر َح َننَات َإَل َسْبعمائَة ض ْعف َإَل أ
ً َوإِ ْن َه َّم ِهبَا فَ َع ِملَ َها َكَبَ َها اللَّهُ َسيِّئَة،ًيَ ْع َم ْل َها َكَبَ َها اللَّهُ ِعنْ َدهُ َح َننَةً َك ِاملَة
."اح َد ًةِو
َ
."صحيحيهما" هبهه اسروف ُ َوُم ْنلِم
َرَواهُ الْبُ َرا ِر ع
“Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah ﷺtentang hadits yang beliau riwayatkan
dari Rabbnya Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-
kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya.
Barangsiapa berniat berbuat kebaikan namun tidak mengerjakannya,
Allah menuliskannya sebagai kebaikan yang sempurna di sisi-Nya. Jika
ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, Allah
menulisnya di sisi-Nya sebagai 100 kebaikan hingga 700 kali lipat
hingga berkali-kali lipat banyaknya. Barangsiapa berniat berbuat
kesalahan namun tidak mengerjakannya, Allah menulisnya di sisi-Nya
sebagai kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat
kesalahan kemudian mengerjakannya, Allah menuliskannya sebagai
satu kesalahan.”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih keduanya dengan lafazh
ini]
Syarah Hadits
435
Lihat Syarah Matn al-Arba’in al-Nawawiyyah (hlm. 101-102) dan Qawa’id wa Fawa-id (hlm.
325).
195
Jadi, di sini ada empat hal:
436
Shahih: HR. Muslim (no. 1892), Ahmad (IV/121), dan al-Nasai (VI/49).
437
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: “Perbedaan (pelipatgandaan balasan
kebaikan di antara manusia) ini dibangun di atas (perbedaan) keikhlasan kepada Allah dan
mutaba’ah (mengikuti contoh Rasulullah ﷺ semakin seorang ikhlas kepada Allah dalam ibadahnya,
maka semakin banyak pahalanya. Dan semakin seseorang ittiba’ (mengikuti) Rasulullah ﷺ dalam
ibadahnya, maka ibadahnya semakin sempurna dan pahalanya semakin banyak. Jadi perbedaan ini
adalah sesuai keikhlasan seseorang kepada Allah dan mutaba’ahnya kepada Rasulullah ﷺ .” (Syarah
Riyddhush Shalihin [I/76], cet. Dar al-Wathan th. 1426).
196
(dizhalimi).” (Qs. Al-An’am [6]: 160) Sabda Nabi : “Maka Allah menulis
satu kesalahan,” mengisyaratkan bahwa kesalahan tersebut tidak
dilipatgandakan seperti ditegaskan di hadits lain. Namun terkadang satu
kesalahan bisa menjadi besar karena kehormatan waktu dan tempat, seperti
difirmankan Allah: “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua
belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu
dalam (bulan yang empat) itu .... ” (Qs. At-Taubah [9]: 36)
438
Lihat al-Durrul Mantsur (III/425) cet. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
439
Tafsir al-Thabari (II/281, no. 3659) cet. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
197
untuk beramal. Jadi, tidak hanya sekedar lintasan hati yang kemudian hilang
tanpa semangat dan tekad untuk beramal.440
Adapun jika niat orang tersebut hilang dan tekadnya melemah tanpa
sebab darinya, apakah ia disiksa karena kemaksiatan yang ia inginkan atau
tidak? Ada dua pendapat dalam masalah ini:
Bagian pertama: Jika keinginan untuk mengerjakan kemaksiatan
hanya merupakan lintasan yang muncul tanpa digubris pelakunya dan ia
tidak memasukkannya ke dalam hatinya, namun membencinya dan lari
daripadanya, maka keinginan tersebut dimaafkan dan keinginan tersebut
seperti waswas jelek yang pernah ditanyakan kepada Nabi kemudian Nabi
bersabda: “Itulah hakikat iman.”444
Ketika firman Allah berikut turun: “... Jika kamu nyatakan apa yang
ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah
memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni
siapa yang Dia kehendaki dan mengadzab siapa yang Dia kehendaki....”
(Qs. Al-Baqarah [2]: 284), kaum Muslimin resah, karena mereka mengira
bahwa lintasan-lintasan hati masuk dalam cakupan ayat di atas. Kemudian
turunlah ayat sesudahnya di dalam firman Allah : “... Ya Rabb kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami
442
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2528, 6664), Muslim (no. 127 [201]), Abu Dawud (no. 2209), al-
Tirmidzi (no. 1183), al-Nasai (VI/156-157), dan Ibnu Majah (no. 2040,2044) dari Abu Hurairah.
443
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 31, 6875, 7083) dari Abu Bakrah.
444
Shahih: Muslim (no. 132), Ahmad (II/441, 456), Abu Dawud (no. 5111), dan Ibnu Hibban (no.
145-at-Ta‘liqatul Hisan) dari Abu Hurairah
199
memikulnya .... ” (Qs. Al-Baqarah [2]: 286) Ayat tersebut menjelaskan
bahwa apa saja yang tidak sanggup mereka kerjakan maka tidak disiksa dan
tidak dibebankan kepada mereka. Ibnu Abbas dan lain-lain menamakannya
nasakh (penghapusan). Maksud mereka bahwa ayat ini menghapus
ketidakjelasan yang terjadi di jiwa terhadap ayat pertama dan menjelaskan
bahwa yang dimaksud ayat pertama ialah tekad kuat untuk mengerjakan
lintasan hati. Ulama Salaf menamakan hal ini sebagai nasakh (penghapusan).
“... Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka
takutlah kepada-Nya .... ” (Qs. Al-Baqarah [2]: 235)
“... Tetapi Dia menghukum kamu karena niat yang terkandung dalam hatimu
.... ” (Qs. Al-Baqarah [2]: 225)
Dan mereka juga berhujjah dengan sabda Nabi:
“Dosa ialah sesuatu yang terlintas di hatimu dan engkau tidak suka manusia
200
melihatnya.”445
Mereka menafsirkan sabda Nabi : “Sesungguhnya Allah memaafkan
umatku dari apa yang diinginkan jiwanya selagi ia tidak mengatakannya atau
mengerjakannya,” kepada lintasan-lintasan hati. Mereka berkata: “Apa saja
yang disenangi seorang hamba dan mengaitkan hati kepadanya, hal tersebut
merupakan usaha dan perbuatannya, ia tidak dimaafkan darinya.” Di antara
mereka ada yang berkata: “Di dunia, orang tersebut disiksa dengan
kesedihan dan kegalauan.”
Ada lagi yang mengatakan bahwa: “Seorang hamba dihisab karena
perbuatan tersebut pada hari Kiamat. Allah menghisabnya karena perbuatan
tersebut kemudian memaafkannya. Jadi hukuman orang tersebut ialah
dihisab.” Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan ar-Rabi’ bin Anas. Itu
juga pendapat pilihan Ibnu Jarir al-Thabari. Ibnu Jarir al-Thabari berhujjah
dengan hadits Ibnu Umar tentang bisik-bisik.446 Akan tetapi hadits tersebut
tidak berlaku umum, berlaku bagi dosa-dosa yang tidak terlihat di dunia dan
bukan waswas di dada.
Pendapat kedua: Orang tersebut tidak disiksa hanya karena niatnya
secara mutlak. Pendapat ini dinisbatkan kepada Imam asy-Syafi’i. Ini
pendapat Ibnu Hamid salah seorang dari sahabat kami, karena berhujjah
dengan keumuman hadits. Perkataan yang sama diriwayatkan al-Aufi dari
Ibnu Abbas.447 Wallahu a’lam.
Sabda Nabi dalam hadits Ibnu Abbas di riwayat Muslim: “Atau Allah
menghapusnya”, maksudnya, pengerjaan kesalahan ditulis satu kesalahan
bagi pelakunya, atau Allah menghapusnya dari siapa yang Dia kehendaki
karena salah satu sebab, misalnya istighfar, taubat, dan mengerjakan
kebaikan-kebaikan.
Sabda Nabi setelah itu (yang terdapat dalam riwayat Muslim): “Dan
tidak ada yang binasa terhadap Allah kecuali orang yang binasa”,
maksudnya, setelah karunia yang besar dari Allah, rahmat yang luas dari-
Nya dalam bentuk dilipatgandakan kebaikan-kebaikan, dan memaafkan
kesalahan-kesalahan, maka tidak ada yang binasa terhadap Allah kecuali
orang yang binasa, menjerumuskan dirinya kepada kebinasaan, berani
mengerjakan kesalahan-kesalahan, benci kebaikan, dan berpaling darinya.448
1. Kesempurnaan ilmu Allah yang tidak ada sedikit pun di langit maupun di
bumi atau yang lebih dari itu yang lepas dari jangkauan ilmu-Nya, dan
tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya. Allah mengetahui apa
yang ada dalam hati manusia.
2. Di antara tugas Malaikat adalah mencatat kebaikan dan keburukan. Allah
telah menugaskan Malaikat yang mulia kepada setiap orang, mereka
445
Lihat hadits arba’in no. 27
446
Yakni hadits riwayat al-Bukhari (no. 6070) dan Muslim (no. 2768), yang di dalamnya disebutkan
hisab Allah terhadap hamba Mukmin yang melakukan dosa-dosa yang tidak terlihat di dunia,
kemudian Allah mengampuninya.
447
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/323-326).
448
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/328).
201
mengetahui dan mencatat apa yang dikerjakannya, Allah menghitungnya
sedang mereka (manusia) melupakannya.
3. Inayah (perhatian) Allah kepada hamba-hamba-Nya dengan menulis
kebaikan dan keburukan sesuai dengan ketentuan-Nya.
4. Luasnya rahmat dan karunia Allah serta keagungan anugerah-Nya, Dia
telah memberikan keadilan yang demikian jelas dalam keburukan dan
tidak melipatgandakannya serta memberikan maaf pada keinginan
berbuat kejahatan (selagi tidak dilaksanakan).
5. Penjelasan tentang karunia Allah terhadap umat ini, karena kalau bukan
karena karunia-Nya, maka tidak akan ada yang masuk Surga dikarenakan
perbuatan dosa seorang hamba lebih banyak daripada amal kebajikannya.
6. Metode pemberian semangat dan pemberian ancaman merupakan sebaik-
baik metode dalam mendidik.
7. Bahwasanya kebaikan dan keburukan sudah ditakdirkan oleh Allah, telah
ditulis, dan tetap terjadi.
8. Menetapkan perbuatan Allah.
9. Seorang Muslim harus senantiasa berniat baik dan melatih dirinya untuk
selalu mengerjakan kebaikan.
10. Pahala kebajikan dilipatgandakan dari 10 kali lipat hingga 700 kali lipat
bahkan bisa lebih dari itu karena karunia dan keadilan Allah semata.
Sedangkan dosa kejelekan tidak dilipatgandakan karena keadilan-Nya,
dan Allah memberikan maaf.
11. Pahala bagi orang yang melakukan kebajikan dengan ikhlas karena Allah
dan mengikuti contoh Rasulullah ﷺ .
12. Allah memberikan pahala bagi orang yang meninggalkan perbuatan dosa
dan maksiat karena takut kepada Allah.
13. Bertafakkur (memikirkan) berbagai kebaikan menjadi sebab yang
mengantar seseorang mengerjakannya.
14. Mengingat dan menyadarkan diri sebelum berbuat keburukan dapat
mencegah diri darinya.
15. Pengaruh niat dalam perbuatan dan akibatnya.
16. Riwayat Rasulullah ﷺ dari Rabbnya disebut dengan hadits Qudsi. Hadits
Qudsi ada yang shahih, hasan, dha’if dan ada pula yang maudhu’ (palsu).
Syarah Hadits
449
Lihat Fathl al-Bari (XI/345) karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani.
203
Karena itulah Allah menamakan pemakan riba450 dan perampok451
sebagai orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dikarenakan
besarnya kezhaliman mereka kepada hamba-hamba-Nya serta usaha mereka
mengadakan kerusakan di muka bumi. Demikian pula orang yang memusuhi
wali-wali-Nya, barangsiapa memusuhi mereka maka ia telah memusuhi
Allah dan telah memerangi-Nya.452
“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka
tidak bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa
bertakwa. ” (Qs. Yunus [10]: 62-63)
Allah telah menjelaskan dalam ayat ini sifat wali-wali-Nya. Sifat yang
pertama: mereka memiliki iman yang jujur, dan sifat yang kedua: mereka
bertakwa kepada Allah. Nabi bersabda ketika menjelaskan sifat yang kedua
ini:
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzhalimi
diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang
besar. ” (Qs. Fathir [35]: 32)
Tingkatan pertama: Orang yang menzhalimi diri sendiri. Mereka
adalah pelaku dosa-dosa. Ibnu Katsir berkata: “Mereka yang melalaikan
sebagian yang wajib-wajib dan melakukan sebagian perbuatan haram.”455
Tingkatan kedua: Orang yang pertengahan, mereka yang
melaksanakan yang wajib-wajib, menjauhkan yang haram, akan tetapi
terkadang mereka meninggalkan yang sunnah dan terjatuh pada sesuatu yang
makruh.
450
Lihat surah Al-Baqarah ayat 278-279.
451
Lihat surah Al-Al-Ma-idah ayat 33.
452
Diringkas dari ]ami‘ul ‘Ulum wal Hikam (II/334-335).
453
Shahih: HR. Ahmad (V/235), Ibnu Hibban (no. 646- al-Ta’liqat al-Hisan dan no. 2504 -Shahih
al-Mawarid), al-Thabrani (XX/no. 241, 242), dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal dan dishahihkan
oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’al-Shaghir (no. 2012).
454
Fath al-Bari (XI/342).
455
Tafsir Ibni Katsir (VI/546).
204
Tingkatan ketiga: Orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan,
mereka selalu melaksanakan yang wajib dan yang sunnah, meninggalkan
yang haram dan makruh.
Adapun wali Allah yang paling utama adalah para Nabi dan Rasul
Dan yang utama setelah mereka adalah para Sahabat ridhwanullahi ‘alaihim
‘ajma’in. Allah berfirman tentang mereka:
456
Al-Furqan baina Auliya-I al-Rahman wa Auliya-I al-Syaithan (hlm. 65-66), tahqiq Syaikh
Salimal-Hilali.
205
dosa. Di antara dalil yang menguatkan bahwa para wali Allah selain para
Nabi dan Rasul yaitu para sahabat jatuh dalam kesalahan adalah, bahwa telah
terjadi peperangan di antara mereka, juga terdapat ijtihad-ijtihad mereka
yang keliru. Dan yang seperti ini sudah maklum diketahui oleh mereka yang
sering membaca perkataan para sahabat dalam kitab-kitab fiqih dan
selainnya.457
Meskipun demikian, kita tidak boleh mencela mereka, bahkan kita
dianjurkan untuk mendoakan mereka dengan baik.
Allah berfirman:
457
Qawa’id wa Fawa’id min al-Arbain al-Nawawiyah (hlm. 334-336).
206
“... Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata): Kami
tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya....” (Qs. Az-Zumar [39]: 3)
Dan sebagaimana Allah mengisahkan tentang orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang berkata:
“... Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya ....” (Qs. Al-Ma-
idah [5]: 18)
Padahal mereka terus-menerus mendustakan para Rasul-Nya,
mengerjakan larangan-larangan-Nya, dan meninggalkan semua kewajiban-
Nya.
Karena itulah di hadits ini Allah menjelaskan bahwa wali-wali-Nya
itu terbagi dalam dua tingkatan.
Tingkatan pertama: Tingkatan orang-orang yang mendekatkan diri
kepada-Nya dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban. Ini adalah tingkatan
al-muqtashidin (pertengahan) dan golongan kanan. Mengerjakan kewajiban-
kewajiban adalah sebaik-baik amal sebagaimana yang dikatakan Umar bin
al-Khathab “Sebaik-baik amal ialah menunaikan apa saja yang diwajibkan
Allah, menjauhi apa saja yang diharamkan-Nya, dan niat yang jujur terhadap
apa saja yang ada di sisi Allah.
Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya: “Ibadah yang paling
baik ialah menunaikan ibadah-ibadah wajib dan menjauhi hal-hal yang
diharamkan.”458
Allah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya kewajiban-kewajiban
ini hanyalah agar dapat mendekatkan diri mereka di sisi-Nya dan agar
mereka mendapatkan keridhaan dan rahmat-Nya. Kewajiban badan yang
paling agung yang diwajibkan oleh Allah ialah shalat seperti yang
difirmankan Allah :
“... Dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah).” (Qs. Al-‘Alaq
[96]: 19)
Dan Nabi bersabda:
458
Diringkas dari Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/336).
459
Shahih: HR. Muslim (no. 482), Abu Damid (no. 875), dan al-Nasai (II/226) dari Abu Hurairah.
460
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 893), Muslim (no. 1829), Abu Dawud (no. 2928), al-Tirmidzi (no.
1705), dan Ibnu Hibban (no. 4472 al-Ta’liqat al-Hisan) dari Ibnu Umar.
207
“Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar-
mimbar dari cahaya di Tangan Kanan Allah, dan kedua Tangan-Nya adalah
kanan, yaitu orang-orang yang adil di dalam hukum mereka, adil terhadap
keluarga mereka, dan orang-orang yang dipimpinnya. ”461
461
Shahih: HR. Muslim (no. 1827) dan Abdullah bin Amr.
208
ditakwil oleh Salaf, kita ikut menakwil.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
menjelaskan dalam Majmuatul Fatawa (6/21), “Di antaranya yang disebut
takwil itu ada yang shahih dari Shahabat.”
Seorang wanita bertengkar dengan Sa’id bin Zaid di lahan Sa’id bin
Zaid. Wanita tersebut mengklaim bahwa Sa’id bin Zaid mengambil lahan
tersebut darinya kemudian Sa’id bin Zaid berkata: “Ya Allah, jika wanita
tersebut bohong, butakan matanya dan bunuh dia di lahannya.” Ternyata,
wanita tersebut buta. Ketika pada suatu malam ia berjalan di lahannya, ia
jatuh di sumur di lahannya kemudian meninggal dunia.463
462
HR. Al-Bukhari (no. 755), dari Jabir bin Samurah.
463
HR. Muslim (no. 1610 [139]).
209
6. Wali Allah adalah orang yang beriman dan bertakwa, yang
melaksanakan yang wajib-wajib dan yang sunnah, dan meninggalkan
apa-apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya
7. Wali dibagi oleh para ulama menjadi dua: Ada wali-wali Allah dan
ada wali-wali syaitan. Wali Allah adalah orang yang beriman dan
bertakwa. Adapun wali syaitan adalah orang yang tidak bertakwa
kepada Allah, mengerjakan kesyirikan, bid’ah, maksiat dan
meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram.
8. Ancaman bagi orang-orang yang memusuhi wali-wali Allah.
9. Orang yang memusuhi wali-wali Allah, dengan olok-olokan,
gangguan, siksa, menyakiti atau membenci mereka, maka akibatnya
akan mendapat siksa dari Allah di dunia dan akhirat.
10. Seorang hamba—betapapun tinggi derajatnya—tidak boleh berhenti
dari berdoa, memohon kepada Allah, karena yang demikian lebih
menampakkan kehinaan dan kerendahan kepada-Nya.
11. Mendekatkan diri kepada Allah dengan yang wajib-wajib dan sunnah
sebagai sebab dikabulkannya doa seorang hamba, dijaga Allah, dan
dilindungi oleh Allah.
12. Di antara wali-wali Allah yang bertakwa ada yang diberi karamah
(kemuliaan) dengan dikabulkannya doa, dijaga, dilindungi Allah dan
karamah lainnya. Ada juga yang tidak diberi karamah.
13. Di dalam hadits ini tidak terdapat sedikit pun dalil atau hujjah bagi
kelompok sufi yang sesat yang berpendapat bahwa Allah menyatu
dalam diri manusia.
14. Setiap Muslim wajib meyakini bahwa Allah Mahatinggi, istiwa’
(bersemayam) di atas ‘Arsy, tetapi Allah bersama hamba-Nya
(mengetahui) semua yang dilakukan makhluk-Nya.464
15. Derajat Nabi dan Rasul lebih tinggi di sisi Allah daripada wali.
16. Kematian itu pasti, semua yang bernyawa pasti mati. Bahkan Nabi
sebagai tokoh para Nabi dan Rasul merasakan kematian.
17. Kita wajib menetapkan semua nama dan sifat Allah. Semua nama
dan sifat-Nya tidak sama dengan makhluk-Nya. Dia berfirman:
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang
Maha Mendengar, Maha Melihat. ” (Qs. Asy-Syura [42]: 11)
18. Allah telah menetapkan kematian wali-Nya dan pasti terjadi,
meskipun demikian Allah juga tidak ingin menyusahkan wali-Nya.
Maka ini yang dinamakan taraddud.
Tentang Allah istiwa’ di atas ‘Arsy dan kebersamaan Allah bersama hamba-Nya, baca buku Ust.
464
Yazid “حفظه هللاSyarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah” (hlm. 205-211) cet. VIII, Penerbit
Pustaka Imam asy-Syafi’i-Jakarta.
210
KESALAHAN YANG TIDAK DISENGAJA,
LUPA, DAN DIPAKSA, DIMAAFKAN OLEH
ALLAH
Syarah Hadits
465
Fath al-Qawiyy al-Matin fi Syarh al-Arba’in (hlm. 130).
466
Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 7352), Muslim (no. 1716), Ahmad (TV/198), Abu Dawud (no.
3574), Ibnu Majah (no. 2314), Ibnu Hibban (no. 5039-at-Ta'liqat al-Hisan), dan al-Baihaqi (X/118-
119).
467
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/366).
211
Keliru ialah seseorang bermaksud mengerjakan sesuatu kemudian
pekerjaan sesuatu itu tidak sesuai dengan yang ia maksudkan, misalnya
seseorang bermaksud membunuh orang kafir kemudian pembunuhan
tersebut terjadi pada orang Muslim. Lupa ialah seseorang ingat sesuatu
kemudian ia lupa kepadanya pada saat mengerjakannya. Keliru dan lupa
dimaafkan bagi orang tersebut, dalam arti ia tidak berdosa karena keduanya,
namun penghapusan dosa tidak berarti tidak ada hukum karena lupanya,
misalnya seseorang lupa berwudhu’ kemudian ia shalat karena menduga
dirinya sudah dalam keadaan bersuci. Ia tidak berdosa karenanya. Kemudian
jika terbukti bahwa ia shalat dalam keadaan berhadats, ia wajib mengulangi
shalatnya.
212
pendapat Imam asy-Syafi’i.
Syarah Hadits
Karena dunia bukan negeri domisili dan tempat tetap bagi orang
Mukmin, maka orang Mukmin di dalamnya harus bersikap dengan salah satu
dari dua sikap:
Pertama: Seperti orang asing yang menetap di negeri asing dan
obsesinya (tujuan dan cita-citanya) ialah mencari bekal untuk pulang ke
tanah airnya.
468
Hasan shahih: HR. Ahmad (I/391) dan al-Tirmidzi (no. 2377), dan beliau berkata: “Hadits
hasan shahih.”
469
Hilyah al-Auliya' (V/325, no. 7270).
214
Kedua: Seperti orang musafir yang tidak menetap sama sekali, namun
pada malam dan siangnya ia berjalan menuju negeri abadi.
Oleh karena itu, Nabi berwasiat kepada Ibnu Umar agar ia di dunia ini
berada di antara salah satu dari kedua sikap berikut:
Pertama: Orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia ini seperti
orang asing dan ia membayangkan bisa menetap, namun di negeri asing.
Hatinya tidak bergantung dengan negeri asing tersebut namun bergantung
dengan tanah airnya, tempat ia kembali kepadanya. Ia bermukim di dunia
untuk menyelesaikan tujuan persiapannya untuk pulang ke tanah airnya
(yaitu Surga).
Wasiat Ibnu Umar dalam hadits ini, dipetik dari hadits yang ia
riwayatkan. Wasiatnya berisi tentang pendeknya angan-angan dan jika
470
‘Iqaz al-Himam (hlm. 546).
471
Hilyah al-Auliya’ (VIII/116, no. 11565). Lihat juga Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/383).
215
seseorang berada di sore hari maka tidak perlu menunggu pagi hari serta jika
ia berada di pagi hari maka tidak perlu menunggu sore hari. Bahkan ia
menduga ajal menjemputnya sebelum itu. Banyak sekali ulama yang
menafsirkan zuhud di dunia dengan pengertian seperti itu.
472
Siyar A’lam al-Nubala’ (VI/378).
473
Siyar A’lam al-Nubala’ (XX/26).
474
Thabaqat al-Hanabilah (I/288). Dinukil dari kitab Ma’alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi (hlm. 35-
36).
475
Ibid (hlm. 117-118).
216
yang mereka peroleh dibalik duduk-duduknya itu karena banyaknya canda,
berbasa-basi, bergurau, dan ngobrol yang tidak ada manfaatnya.
Di antara bentuk memanfaatkan waktu juga adalah meninggalkan
berlebih-lebihan dalam tidur. Tidurlah sesuai dengan kebutuhan. Imam
Ibnu Jama’ah mengatakan mengenai adab penuntut ilmu syar’i dengan
dirinya sendiri: “Hendaklah menyedikitkan tidur selama tidak mendatangkan
kemudharatan pada badan dan otaknya. Janganlah menambah waktu
tidurnya melebihi delapan jam, yaitu sepertiga waktunya (dari 24 jam). Jika
keadaannya memungkinkan untuk tidur kurang dari waktu tersebut, maka
lakukanlah.”476
Di antaranya juga adalah meninggalkan berlebih-lebihan dalam
makan, minum dan jima’ (bersetubuh). Begitu pula meninggalkan
perhatian dalam mencari makanan yang berlebihan, karena hal itu
menghabiskan waktu, baik dalam memperolehnya maupun mempersiapkan
berbagai sebabnya.
Di antara bentuk memanfaatkan waktu yang lainnya adalah menjauhi
banyak gurau dan tawa. Hendaklah mengadakan perkumpulan untuk
menghafalkan al-Qur-an, giat menghadiri kajian ilmiah dan majelis-majelis
ilmu, giat mendengarkan kaset dan CD kajian Islam dan mencatat poin-poin
penting darinya, menghafalkan hadits-hadits Rasulullah ﷺ, dan yang lainnya.
Kewajiban kalian, wahai penuntut ilmu, adalah memelihara waktumu,
jangan kau habiskan, kecuali untuk hal yang bermanfaat karena ia adalah
modalmu, bersungguh-sungguhlah menjaganya sebagaimana
kesungguhanmu dalam menuntut ilmu. Wallahul Muwaffiq.
Imam Ibnul Qayyim mengatakan bahwa ada empat hal yang dapat
membuat hati menjadi keras, yaitu berlebihan dalam berbicara,
berlebihan dalam makan, berlebihan dalam tidur, dan berlebihan
dalam bergaul.477
Seorang Mukmin wajib menggunakan waktunya pada berbagai
perkara yang bermanfaat, karena umur (waktu) akan dimintakan
pertanggung-jawabannya oleh Allah, digunakan untuk apa? Begitu pula
ilmu, apa yang telah diamalkan darinya, dan selainnya. Nabi bersabda:
“Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia
ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, apa yang
telah diamalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia
habiskan, dan tentang tubuhnya—capek dan letihnya—untuk apa ia
gunakan.”478
476
Tadzkirat al- Sami’ wa al-Mutakallim (hlm. 124-125).
477
Lihat Fawa-id al-Fawa-id (hlm. 262).
478
Shahih: HR. Al-Tirmidzi (no. 2417), ad-Darimi (I/135), dan Abu Ya’la dalamMusnad-nya (no.
7397) dari Abu Barzah Nadh-lah bin Ubaid al-Aslami. Al-Tirmidzi mengatakan: “Hadits hasan
shahih.”
217
2. Semangat Rasulullah ﷺuntuk menyampaikan kebaikan kepada
umatnya.
3. Orang Mukmin wajib menggunakan waktunya untuk hal yang
bermanfaat,
4. Anjuran untuk bersegera dalam melaksanakan ketaatan.
5. Orang Mukmin diperintah untuk selalu mengingat mati.
6. Orang yang cerdas dan pintar adalah orang yang selalu ingat mati dan
mempersiapkan bekal amal shalih untuk akhirat.
7. Sebaik-baik bekal adalah bertakwa kepada Allah.
8. Anjuran untuk zuhud di dunia.
9. Bersegera untuk melakukan amal-amal shalih pada waktunya.
10. Anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam mengerjakan kewajiban
dan menjauhi larangan.
11. Kesehatan dan hidup adalah kesempatan yang baik bagi seorang
Mukmin untuk melakukan kebajikan.
12. Selama masih hidup dan dalam keadaan sehat, selayaknya orang yang
berakal senantiasa beramal shalih, sebelum ajal menjemput sehingga
berakhirlah segala aktifitasnya.
13. Dunia pada hakikatnya adalah kehidupan yang menipu.
14. Tujuan hidup seorang Mukmin adalah akhirat, yaitu untuk menggapai
Surga, bukan dunia. Dunia sebagai tempat bercocok tanam untuk
akhirat.
15. Orang yang beruntung dan hatinya sehat adalah orang yang
menghargai waktu untuk melakukan ketaatan, ibadah kepada Allah,
dan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk akhiratnya dan
meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.
16. Orang yang sukses dan beruntung adalah orang yang dimasukkan ke
dalam Surga dan dijauhkan dari api Neraka.
Syarah Hadits
Ibnu Rajab berkata: “Anggapan bahwa hadits ini shahih itu jauh
sekali karena beberapa alasan. Hadits ini diriwayatkan hanya oleh Nu’aim
bin Hammad al-Marwazi. Nu’aim bin Hammad al-Marwazi ini, kendati
dianggap sebagai perawi tepercaya oleh sejumlah imam dan haditsnya
diriwayatkan al-Bukhari480, namun para ulama hadits berbaik sangka
kepadanya karena keteguhannya terhadap sunnah, dan ketegasannya dalam
menentang para penurut hawa nafsu (ahli bid’ah). Karenanya, para ulama
hadits mengatakan bahwa Nu’aim keliru dan meragukannya di sebagian
hadits. Mereka menemukan hadits-hadits munkarnya, maka mereka
memvonis Nu’aim sebagai perawi dha’if.
Tentang biografinya dapat dilihat dalam kitab Siyar A’lam al-Nubala’ (XIX/136 dan seterusnya).
479
480
Yakni Imam al-Bukhari meriwayatkan secara maqrun (disertai perawi lain) yakni Imam al-
Bukhari tidak meriwayatkan darinya dalam asal (pokok) kitab Shahih-nya. Lihat Tahdzib al-
Tahdzib (IV/234) cet. Mu’assasah ar-Risalah.
219
bin Hammad al-Marwazi membuat hadits-hadits palsu.481
481
Lihat Tahzhibut Tahzhib (X/409-413).
482
Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam (II/394-395).
483
Syarah al-Arba’in al-Nawawiyyah karya Syaikh al-Utsaimin (hlm. 426-427).
484
HR. Al-Bukhari (no. 15) dan Muslim (no. 44 [70]) dari Anas bin Malik.
220
Jadi, setiap orang Mukmin wajib mencintai apa saja yang dicintai
Allah dengan cinta yang mengharuskannya untuk mengerjakan apa saja yang
diwajibkan Allah kepadanya. Jika cintanya bertambah, ia mengerjakan apa
saja yang disunnahkan Allah kepadanya dan itu keutamaan darinya.
Orang Mukmin juga harus membenci apa saja yang dibenci Allah
dengan kebencian yang mengharuskannya berhenti dari apa saja yang
diharamkan Allah kepadanya. Jika kebenciannya meningkat, sampai
mewajibkannya berhenti dari apa saja yang makruh, maka itu keutamaan
darinya.
Al-Hafidzh Ibnu Rajab ketika menjelaskan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dan Muslim di atas, beliau mengatakan: “Cinta
kepada Nabi merupakan pokok (prinsip) keimanan dan ia bersanding
dengan cinta kepada Allah. Dan Allah telah mengaitkan cinta kepada Nabi-
Nya dengan cinta kepada-Nya serta mengancam orang-orang yang
mendahulukan cinta kepada keluarga, harta, dan tanah air dari cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya
485
HR. Al-Bukhari (no. 6632) dan Ahmad (IV/233) dari Abdullah bin Hisyam.
486
Fath al-Bari fi Syarhi Shahih al-Bukhari karya Ibnu Rajab al-Hanbali (I/43-44), tabqiq Abu
Mu’adz Thariq bin Awadhullah bin Muhammad, cet. III, Dar Ibnil Jauzi 1425 H dengan sedikit
diringkas.
487
Hilyah al-Auliya’ (X/380-381, no. 15518).
221
2. Wajib bagi manusia untuk berdalil terlebih dahulu sebelum
menghukumi.
3. Manusia tidak dikatakan beriman dengan keimanan yang sempurna
hingga kecintaannya mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi.
4. Wajib berhukum dengan syari’at Islam dalam segala sesuatu.
5. Kecintaan seorang hamba terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya
cintai merupakan kesempurnaan iman.
6. Membenci apa-apa yang datang dari Rasulullah ﷺ akan meniadakan
iman seorang Muslim, dan itu berpengaruh pada pokok iman atau
kesempurnaannya.
7. Iman bertambah dan berkurang, dan ini adalah prinsip Ahlus Sunnah
wal Jama’ah.
8. Wajib mengedepankan perkataan Rasulullah ﷺ daripada perkataan
orang selain beliau.
9. Haram mencintai apa-apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.
10. Wajib mendahulukan dalil naqli dari dalil akal apabila keduanya
bertentangan.
11. Tidak ada hak pilih bagi seseorang terhadap satu perkara yang telah
diputuskan oleh Allah dan Rasul-Nya.
12. Setiap Muslim wajib mendahulukan cinta kepada Allah dan Rasul-
Nya daripada cinta terhadap anak, orang tua, harta, tanah air, dan
lainnya.
َ ال اللَّهُ تَ َع ُ ول اللَّ ِه يَ ُق َ َِس ْعت َر ُس:ال ٍ ِس ب ِن مال
"يَا ابْ َن:اَل َ َ ق:ول َ َك ق َ ْ ِ ََع ْن أَن
يَا ابْ َن،ت لَك َعلَى َما َكا َن ِمْنك َوَل أُبَ ِال ُ ك َما َد َع ْو ِتِن َوَر َج ْو ِتِن َغ َفْر َ َّآد َم! إِن
َ
ِ َّ آدم! لَو ب لَغت ذُنُوبك عنا َن
آد َم! إنَّك َ يَا ابْ َن،ت لَك ُ اسَ ْغ َفْر ِتِن َغ َفْر
ْ َّالن َماء ُُث ََ ُ ْ َ َ ْ َ َ
"ض َخطَايَا ُُثَّ لَِقي ِِن َل تُ ْش ِرُك ِِب َشْيئًا َْلَتَْيُك بُِقَر ِاهبَا َم ْغ ِفَرًة ِ اب ْاْل َْر ِ لَو أتَْي ِِن بُِقر
َ ْ
222
.
.ص ِحيك ِ َ َُ وق ِِ
َ َحديث َح َنن:ال َ َرَواهُ ال ِّْرمه ع
, bersabda:
Dari Anas bin Malik ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah ﷺ
‘Allah berfirman: ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau
berdoa dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni
dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Hai anak
Adam! Seandainya dosa-dosamu sampai setinggi langit, kemudian
engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan
Aku tidak peduli. Hai anak Adam! Jika engkau datang kepada-Ku
dengan membawa dosa-dosa hampir sepenuh bumi kemudian engkau
bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku
dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan
memberikan ampunan sepenuh bumi.’” [HR. Al-Tirmidzi, dan beliau
berkata: “Hadits ini hasan shahih.”]
Syarah Hadits
223
1. Keutamaan Adam dan keturunannya (Qs. Al-Isra’ [17]: 70).
2. Barangsiapa berdoa kepada Allah dan berharap kepada-Nya niscaya
Allah akan mengampuninya.
3. Berdoa harus diiringi dengan rasa harap.
4. Luasnya karunia Allah dan luasnya ampunan Allah kepada para
hamba-Nya.
5. Sekalipun dosa hamba itu besar dan banyak, maka ampunan Allah itu
lebih besar dan banyak.
6. Keutamaan istighfar dan taubat yaitu senantiasa minta ampun kepada
Allah dan bertaubat kepada-Nya, sebagai sebab diampuni dosa-
dosanya.
7. Apabila manusia banyak berbuat dosa lalu bertemu Allah dengan
tidak menyekutukan-Nya, maka Allah akan mengampuninya.
8. Tauhid yang ikhlas dan bersih dari syirik sebagai sebab utama
diampuninya semua dosa.
9. Keutamaan tauhid dan sangat besar ganjarannya.
10. Bantahan kepada Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar
selain syirik.
11. Menetapkan sifat kalam (berbicara) bagi Allah yang sesuai dengan
kemuliaan-Nya.
12. Penjelasan tentang makna dan konsekuensi yaitu meninggalkan
semua bentuk kesyirikan sedikit dan banyak, besar dan kecil, dan
tidak cukup hanya mengucapkan dengan lisan.
13. Menetapkan tentang adanya Kiamat, dibangkitkannya manusia,
adanya hisab dan balasan.
14. Menetapkan bahwa seluruh manusia akan bertemu dengan Allah pada
hari Kiamat kelak.
224
ن j ط tha ه h
ح h ظ Z ء ‘
خ Kh ع ‘ ُ y
د D غ Gh
ذ Dz ف F
ر R ق Q
ز Z ك K
Catatan :
225