Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“PENAFSIRAN NABI ATAS AYAT-AYAT IBADAH”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadis Tafsir Al-Qur’an B

Dosen Pengampu:

Dr. Ahmad Baidowi

Disusun oleh:

Abdurrochman 18105030066
Ahmad Harish Maulana 18105030070
Muhammad Dzulfikar Haromi 18105030075
Muhammad Rizki 18105030079
Naufal Syafiq Al Anshori 18105030084

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


saw.melaluluiMalaikat Jibril dan membacanya sebagai ibadah dan mendapat pahala. Al-
Qur‟an sebagai kitab suci umat Islam mempunyai beberapa fungsi. Di antaranya adalah
sebagai petunjuk, yakni petunjuk kejalan yang benar, menuju kemaslahatan hidup di dunia
dan di akhirat, dan pembeda, yakni ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan
kebatilan.

Al-Qur’an memuat berbagai aspek kehidupan, antara lain, ayat-ayatnya memuat


tentang dasar-dasar keyakinan, yang melahirkan teologi Islam, ayat-ayat mengenai budi
pekerti luhur yang melahirkan etika Islam, ayat-ayat mengenai dekat dan rapatnya hubungan
manusia dengan Tuhan yang kemudian melahirkan mistisme Islam, ayat-ayat mengenai soal
pengabdian kepada Tuhan yang membawa ketentuan-ketentuan ibadah dalam Islam.

Khususnya ayat-ayat yang berhubungan dengan masalah ibadah dapat dijumpai di


dalam Al-Qur’an tidak kurang dari 140 ayat. Dari ayat dimaksud memiliki petunjuk dan
kandungan yang beragam (berbeda) antara satu dengan lainnya. Ibadah dalam perspektif
masyarakat, kadang berbeda pemahaman antara satu dengan lainnya yang berakibat kepada
pengamalan ajaran agama yang berbeda pula.

Untuk itu dalam makalah ini, penulis akan mencoba membahas beberapa ayat
yang berkaitan masalah ibadah dengan pokok bahasan sebagaimana permasalahan yang
diangkat.

B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana penafsiran Nabi Terkait Ibadah Haji?
2.Bagaimana penafsiran Nabi Terkait Ibadah sholat
C. Tujuan
1.Untuk mengetahui penafsiran Nabi terhadap Ibdah Haji
2.Untuk mengetahui penafsiran Nabi terkait Ibadah sholat
BAB II

PEBAHASAN

Penafsiran Nabi Terkait Ibadah

A. Ibadah Haji

Secara bahasa kata haji berasal dari bahasa Arab ‫حج يحج حجا‬yang berarti sekedar
berkehendak atau menuju. Secara terminologi, Wahbah al-Zuhailiy mendefenisikan haji
sebagai perbuatan menuju ke Ka’bah untuk menjalankan perbuatan tertentu, atau
berangkat menziarahi tempat tertentu (Ka’bah, Arafah, Mina, dan Muzdalifah) pada masa
tertentu (bulan-bulan haji) untuk melakukan perbuatan tertentu (ihram, thawaf, sa’i,
wuquf, mabit, melontar jumrah dan tahallul).

Ka’bah yang ada di Mekah sebagai titik sentral ritual ibadah haji merupakan
rumah ibadah yang paling pertama dibangun di muka bumi. Allah menginformasikan hal
tersebut dalam QS. Ali Imran/3: 96.4 Konon, awalnya di lokasi itu dibangun al-Baitu al-
Ma’mur, kemudian karena datang topan dan banjir bah pada masa Nabi Nuh, maka
bangunan itu diangkat ke langit. Menurut Ahmad as-Shawiy, sebelum itu para malaikat
bumi beribadah di tempat itu selama dua ribu tahun sebelum di utusnya Nabi Adam AS.

Riwayat lain menyebutkan bahwa Allah memuliakan Nabi Adam dengan sebuah
kemah yang berasal dari surga. Kemah itu diletakkan di tempat bangunan Ka’bah
sekarang. Setelah Adam meninggal, anak-anaknya membangun sebuah bangunan dari
tanah dan batu di tempat tersebut. Tapi akibat banjir bah dan topan di masa Nabi Nuh as.
bangunan itu roboh rata dengan tanah dan tidak diketahui lagi posisinya. Pada masa Nabi
Ibrahim as. diutus sebagai Nabi dan Rasul, Allah memberi petunjuk kepadanya untuk
membawa keluarganya ke sebuah lembah tandus dan kering kemudian mereka tinggal di
sana. Kemudian ia diperintahkan untuk membangun Baitullah persis di tempat yang
pernah dibanguni oleh anak-anak Adam.1

Bangunan itupun diberi nama Ka’bah. Setelah selesai membangun Ka’bah, Allah
memerintahkannya untuk mensucikan tempat itu dari perbuatan-perbuatan terlarang
1
Dulsukmi Kasim, Fiqh Haji, (Suatu Tinjaun Filosofis dan Historis,) Jurnal Al'Adl, 2018, Vol. 11. No. 2.
(najis dan syirik) guna memberi kenyamanan kepada orang-orang yang akan thawaf,
shalat, ruku, dan sujud di tempat itu. Selanjutnya, Allah memerintahkan kepada Ibrahim
agar memanggil orang untuk mendatangi tempat itu guna melaksanakan ibadah yang
kemudian disebut dengan ibadah haji. Sebagaimana yang diabadikan dalam QS. Al-
Hajj/22: 26-27 sebagai berikut:

(26) ‫يق َوإِ ْذ بَ َّو ْأنَا إِل ِ ْب َرا ِهي َم‬


ٍ ‫ضا ِم ٍر يَأْتِينَ ِمنْ ُك ِّل فَ ٍّج َع ِم‬
َ ‫س بِا ْل َح ِّج يَأْتُو َك ِر َجااًل َو َعلَ ٰى ُك ِّل‬
ِ ‫َوأَ ِّذنْ فِي النَّا‬
‫س ُجو ِد‬ ُّ ‫ش ْيئًا َوطَ ِّه ْر بَ ْيتِ َي لِلطَّائِفِينَ َوا ْلقَائِ ِمينَ َو‬
ُّ ‫الر َّك ِع ال‬ ْ ُ‫ت أَنْ اَل ت‬
َ ‫ش ِركْ بِي‬ ِ ‫)ا ْلبَ ْي‬27( َ‫َم َكان‬

Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat


Baitullah (dengan mengatakan): "Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan
Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang
beribadat dan orang-orang yang ruku' dan sujud (26) Dan berserulah kepada manusia
untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki,
dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh(27).

B. Hadits Nabi Tentang Haji

Hadis pertama adalah sabda Rasulullah SAW dari Abi Hurairah yang
diriwayatkan oleh Muslim:

‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال خطينا رسول هللا صلى هللا عليه و سلم فقال با ابها الناس قد فرض هللا عليكم‬
‫اكل عام يا رسول هللا؟ فسكت حتى قالها ثالثا فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لو قلت‬: ‫الحج فحجوا فقال رجل‬
)‫(رواه مسلم‬.......‫نعم لو جبت و لما استطعتم‬

Artinya: Dari Abi Hurairah ra. ia berkata, Rasulullah saw pernah menceramahi
kami, beliau bersabda “wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah telah mewajibkan
atas kalian menjalankan ibadah haji, maka berhajilah!” Tiba-tiba seorang pria berkata?
Apakah di setiap tahun ya rasul? Beliau diam hingga pria tadi mengulangi pertanyaannya
sebanyak tiga kali, maka Rasulullah saw. bersabda “kalau aku katakan iya maka pasti
wajib dan pasti kalian tidak akan mampu…(HR. Muslim)
Juga hadis yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda:
‫يا بها الناس كتب عليكم الحج‬: ‫خطبنا رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال‬: ‫عن ابن عباس رضي هللا عنهما قال‬
‫ ولو وجبت لم تعملوابها ولم‬,‫فقام االقرع بن حابس بقالالأفى كل عام يا رسول هللا؟ فقال لو قللتها لو جبت‬
)‫الحج مرة فمن زاد فهوتطوع (رواه احمد و ابو داود و النساني و الحاكم‬,‫تستطيعوا‬

Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, berkata: Rasulullah saw. berkhotbah pada kami dan
berkata “wahai manusia telah diwajibkan atas kalian berhaji, lalu Aqra’ bin Habis berdiri
dan berkata: apakah pada tiap tahun wahai Rasul? Beliau bersabda “jika aku iyakan pasti
diwajibkan (tiap tahun), dan kalau diwajibkan (tiap tahun) niscaya kalian tidak akan
sanggup melakukan dan kalian tidak akan mampu. Haji itu hanya sekali, dan siapa saja
yang menambahnya maka itu dinilai sebagai tathawwu’ (sunnah).

Hadis tersebut juga memberi pesan bahwa untuk menjalankannya membutuhkan


prasyarat berupa istitha’ah (kemampuan). Baik kemampuan fisik, materi, fasilitas
kendaraan, maupun pengetahuan. Bahkan, kategori kemampuan dewasa ini sudah
semakin luas, seperti adanya kemampuan memperoleh izin masuk/visa bagi yang berada
di luar wilayah Saudi Arabia, serta telah tervaksinasi, dan lain sebagainya.

Kontekstualisasi

Telah banyak ayat dalam al Qur’an yang berisi pesan dan perintah Allah untuk
melakukan ibadah Haji seperti al Qur’an Surat al baqarah ayat 197 berikut

ۗ ُ ‫ق َواَل ِجدَا َل فِي ا ْل َح ِّج ۗ َو َما تَ ْف َعلُوا ِمنْ َخ ْي ٍر يَ ْعلَ ْمهُ هَّللا‬ ُ ُ‫ض ِفي ِهنَّ ا ْل َح َّج َفاَل َرفَ َث َواَل ف‬
َ ‫سو‬ َ ‫ش ُه ٌر َم ْعلُو َماتٌ ۚ فَ َمنْ َف َر‬ ْ َ‫ا ْل َح ُّج أ‬
ِ ‫َوتَزَ َّودُوا فَإِنَّ َخ ْي َر ال َّزا ِد التَّ ْق َو ٰى ۚ َواتَّقُو ِن يَا أُولِي اأْل َ ْلبَا‬
‫ب‬

197. (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan
niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-
baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
Menurut M. Quraish Shihab, bekal pertama dan utama yang dibutuhkan adalah taqwa.
Sebagaimana petunjuk Allah dalam ayat di atas.2 Bekal kedua adalah bekal harta untuk
memenuhi keperluan selama dalam perjalanan pergi- pulang ke dan dari tanah suci serta
bekal yang ditinggalkan bagi keluarga yang wajib dinafaqahi. Bekal ketiga adalah bekal
pengetahuan agar ibadahnya menjadi ibadah yang sah di mata agama, terutama tentang
penguasaan manasik dan tata cara melaksanakan ibadah haji seperti yang dicontohkan
oleh Nabi saw. Bekal ketiga adalah bekal kesehatan (jasmani dan rohani) selama
melaksanakan ibadah haji agar ibadahnya bisa berjalan dengan sukses dan sempurna.
Bekal keempat adalah semangat jihad, kesungguhan, serta ketekunan melaksanakan
ibadah haji secara sempurna. Dan bekal kelima adalah keikhlasan.

Poin ini sesuai yang tertera dalam Q.S. al-Baqarah/2 :196. Ulama berbeda pendapat
tentang makna “itmam” pada kata “atimmu” yang terdapat dalam ayat tersebut.
Menurut Sufyan al-Tsauriy, yang dimaksud dengan “atimmu“ dalam ayat tersebut adalah
”engkau berihram sejak masih berada di tengah keluargamu, tidak ada yang engkau
inginkan kecuali haji dan umrah”.Sementara Ibnu Habib mengatakan, maksud “atimmu”
adalah yakni dengan tidak melegalkan apa-apa yang tidak sepantasnya dilakukan di
dalam haji dan umrah.3 Pendapat lain mengatakan, maksud “atimmu” adalah
”menjalankan dan melaksanakan keduanya (haji dan umrah) tanpa melakukan suatu
laranganpun di dalamnya.

B. Ibadah Sholat
Untuk memahami dan menjelaskan kandungan al Qur’an, Allah Swt telah
memberikan tugas kepada Rasul-Nya untuk menjelaskan atau menafsirka ayat-ayat al
Qur’an. Nabi Muhammad saw setiap kali menerima ayat al Qur’an akan
menyampaikannya kepada para sahabat beliau. Apabila ayat yang disampaikan belum
dapat di pahami dikarenakan bersifat global, maka para sahabat akan dapat langsung
bertanya mengenai hal tersebut kepada nabi Muhammad saw. salah satu hal tersebut
mengenai penafsiran nabi terhadap al Qur’an Surat al Ankabut Ayat 45 yang membahas
terkait ibadah sholat.
Q.S al Ankabut 45
2
M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung, 2003, hlm 201
3
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim, Jilid. I (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1997), h. 227.
‫صالةَ تَ ْن َهى َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر َولَ ِذ ْك ُر هَّللا ِ أَ ْكبَ ُر َوهَّللا ُ َي ْعلَ ُم َما‬ َّ ‫ب َوأَقِ ِم ال‬
َّ ‫صالةَ إِنَّ ال‬ ِ ُ‫ا ْت ُل َما أ‬
ِ ‫وح َي إِلَيْكَ ِمنَ ا ْل ِكتَا‬
)45( َ‫َصنَعُون‬ ْ ‫ت‬
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an) dan
dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari  (perbuatan-perbuatan) keji dan
munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya
daripada ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat di atas ditafsirkan oleh Nabi sebagaimana dengan beberapa hadist berikut ini :
1. Dalam tafsir ibnu katsir berkaitan tentang al Qur’an Surat al Ankabut ayat 45

، َ‫ َح َّدثَنَا ُع َم ُر بْنُ أَبِي ُع ْث َمان‬،‫ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ال َّر ْح َم ِن بْنُ نَافِ ٍع أَبُو ِزيَا ٍد‬،‫س‬ُ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ هَارُونَ ا ْل ُم َخ ِّر ِم ُّي ا ْلفَاَّل‬
َّ ‫ {إِنَّ ال‬:ِ ‫سلَّ َم عَنْ َق ْو ِل هَّللا‬
‫صالةَ تَ ْن َهى ع َِن‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫سئِل النَّبِ ُّي‬ ُ :‫ص ْي ٍن قَا َل‬َ ‫ عَنْ ِع ْم َرانَ ْب ِن ُح‬، ُ‫سن‬ َ ‫َح َّدثَنَا ا ْل َح‬
‫ فال صالة له‬،‫َن الفحشاء والمنكر‬ ِ ‫صاَل تُهُ ع‬ َ ُ‫ " َمنْ لَ ْم تَ ْن َهه‬:‫"ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر} قَا َل‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harun Al-Makhrami Al-
Fallas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Nafi' Abu Ziyad, telah
menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Usman, telah menceritakan kepada kami
Al-Hasan ibnu Imran ibnu Husain yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah
ditanya (seseorang) tentang makna firman-Nya: Sesungguhnya salat itu mencegah
dari  (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. (Al-'Ankabut: 45) Maka beliau Saw.
menjawab melalui sabdanya: Barang siapa yang tidak dapat dicegah oleh salatnya
dari mengerjakan perbuatan keji dan munkar, maka tiada (pahala) salat baginya.
Masih dalam kitab Tafsir karangan Ibnu Katsir

‫َن ا ْب ِن‬ِ ‫ ع‬،‫س‬ ٍ ‫ عَنْ طَا ُو‬،‫ث‬ ٍ ‫ عَنْ لَ ْي‬،َ‫وع ُّي َح َّدثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَة‬
ِ ُ‫ َح َّدثَنَا يَ ْحيَى بْنُ أَبِي طَ ْل َحةَ ا ْليَ ْرب‬،‫س ْي ِن‬
َ ‫َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ ا ْل ُح‬
َ‫ لَ ْم يَ ْز َد ْد بِ َها ِمن‬،‫صاَل تُهُ َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر‬
َ ُ‫ " َمنْ لَ ْم تَ ْن َهه‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه وسلم‬ َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫س قَا َل‬ ٍ ‫َعبَّا‬
‫"هَّللا ِ إِاَّل بُ ْعدًا‬.

Telah menceritakan pula kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada
kami Yahya ibnu AbuTalhah Al-Yarbu'i, telah menceritakan kepada kami Abu
Mu'awiyah, dari Lais, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang salatnya tidak dapat mencegah
dirinya dari melakukan perbuatan keji dan munkar, maka salatnya itu tidak lain
makin menambah jauh dirinya dari Allah.4
Pada lain sisi ayat di atas juga memiliki keterkaitan dalam al Qur’an Surat at
Taubah Ayat 122 berikut ini:

‫َو َما َكانَ ا ْل ُمؤْ ِمنُونَ لِيَ ْنفِ ُروا َكافَّةً فَلَ ْواَل نَفَ َر ِمنْ ُك ِّل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّ ُهوا ِفي الدِّي ِن َولِيُ ْن ِذ ُروا قَ ْو َم ُه ْم إِ َذا‬
َ‫َر َج ُعوا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْح َذرُون‬
Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian orang dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya ketika mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga diri.

2. Dalam Kitab Hilyatul Aulia karangan Abu Nuaim al asfahani juga terdapat sebuah
hadis yang masih memiliki keterkaitan dengan al Qur’an Surat al Ankabut ayat 45,
sebagai berikut

.‫ ح‬،‫ص ٍم‬ِ ‫ ثنا ابْنُ أَبِي عَا‬:‫ َو َح َّدثَنَا َع ْب ُد هللاِ بْنُ ُم َح َّم ٍد قَا َل‬.‫ ح‬،‫ق‬ ُ ‫َح َّدثَنَا‬
ٍ ‫ ثنا إِ ْب َرا ِهي ُم بْنُ ُم َح َّم ِد ْب ِن ِع ْر‬:‫سلَ ْي َمانُ قَا َل‬
َّ ‫ ثنا َع ْب ُد ال‬، َ‫ ثنا َع ْم ُرو بْنُ ُع ْث َمان‬:‫ ثنا ابْنُ أَبِي دَا ُو َد قَالُوا‬،َ‫س َحاق‬
ِ ‫ساَل ِم بْنُ َع ْب ِد ا ْلقُدُّو‬
‫ َع ِن‬،‫س‬ ْ ِ‫َو َح َّدثَنَا أَ ْح َم ُد بْنُ إ‬
َ ُ‫ «إِنَّ أَ َح َد ُك ْم إِ َذا لَ ْم تَ ْن َهه‬:‫س ْع ٍد يَقُو ُل‬
َ ُ‫صاَل تُهُ عَنْ ظُ ْل ِم ِه لَ ْم تَ ِز ْده‬
‫صاَل تُهُ ِع ْن َد هللاِ إِاَّل‬ َ َ‫س ِمعْتُ بِاَل َل بْن‬ َ :‫اأْل َ ْوزَ ا ِع ِّي قَا َل‬
]45 :‫صاَل ةَ تَ ْن َهى َع ِن ا ْلفَ ْحشَا ِء َوا ْل ُم ْن َك ِر} [العنكبوت‬ َّ ‫ {إِنَّ ال‬:َ‫َم ْقتًا» َو َكانَ يتَأ َ َّو ُل َه ِذ ِه اآْل يَة‬

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman,dia berkata: Kami diberitahu oleh


Ibrahim bin Muhammad bin Irqi, Dan Abdullah bin Muhammad meriwayatkan
kepada kami, dia berkata: Ibn Abi Asim memberi tahu kami, Ahmed bin Ishaq
membritahu kepada kami, Ibn Abi Daud berkata: Amr bin utsman meriwayatkan,
Abdul Salam bin Abdul Quddus menceritakan dari al Awzaa'i berkata: Aku
mendengar Bilal Bin Saad berkata: «sesungguhnya apabila salah satu dari kalian tidak
melarang kejahatan, maka sholat kalian disisi allah tidak bertambah kecuali hanya

4
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim, Jilid. viii (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1997), h. 345.
kekejian» Dan dia menafsirkan ayat ini: {Sesungguhnya, sholat mengharamkan
kemaksiatan dan mungkar} [Al-Ankabut: 45]5

Kontekstualisasi
Terdapat banyak ibadah yang telah diajarkan Rasullah kepada kita untuk
menyembah Allah dari mulai sekedar memakai sandal (bagi yang belum tahu
hukumnya sunnah) hingga ibadah sholat fardhu. Mengingat ibadah sholat adalah
wajib dan menjadi keharusan bagi semua orang yang dimulai dari usia baligh hingga
lansia sebelum dia meninggal tetap harus melaksanakannya.
Sholat merupakan salah satu komunikasi kita kepada Allah swt. Salah satu
hikmah dari sholat seperti telah disebutkan pada ayat di atas bahwa sholat dapat
mencegah dari kemungkaran. Sekalipun dalam kata mencegah kita dapat
membayangkan ada banyak cara dalam melakukan suatu pencegahan, akan tetapi
dalam konteks ini yang dimaksud adalah dengan melakukan sholat. Dalam
melakukan sholat, terdapat dzikrullah yang termasuk dalam rukun utama yakni
bacaan takbir. Seperti dalam firman allah

‫َولَ ِذ ْك ُر هَّللا ِ أَ ْكبَ ُر‬

Dan sesungguhnya mengingat Allah  (salat) adalah lebih besar, (Al-'Ankabut: 45)

Menurut Abul Aliyah “Sesungguhnya dalam sholat terkandung tiga pekerti


setiap salat yang tidak mengandung salah satu dari ketiga pekerti tersebut bukan salat
namanya; yaitu ikhlas, khusyuk, dan zikrullah (mengingat Allah). Ikhlas akan
mendorongnya untuk mengerjakan perkara yang baik, khusyuk akan mencegahnya
dari mengerjakan perbuatan munkar, dan zikrullah yakni membaca Al-Qur'an
menggerakkannya untuk amar makruf dan nahi munkar.6

5
https://carihadis.com/kitab Hilyatul Aulia jilid 5 halaman 228 nomor 7505

6
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim, Jilid. viii (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al- ‘Ilmiyyah, 1997), h. 345.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Ibadah secara bahasa bermakna tunduk dan patuh atau taat, yakni taat
melaksanakan perintah dan bersabar (tabah) dalam meninggalkan larangan. Dilihat
dari segi akar katanya, maka ibadah memiliki makna ganda yaitu, bermakna
kerendahan dan kelemahlembutan dan bermakna kekuatan dan kekokohan. Untuk
makna yang pertama melahirkan kata hamba. Dan untuk makna yang kedua
digambarkan sebagai anak panah yang penuh dengan kekuatan.

Perintah ibadah dalam Al-Qur’an memiliki dua bentuk, yaitu dengan


memakai kata ibadah dengan bentuk fi’il amr dan kadang juga memakai kata nusuk,
yang keduanya memiliki makna tuntutan untuk melaksanakan sebuah perintah.
Melaksanakan perinah ibadah adalah suatu kebutuhan setiap makhluk, karena
sebagai makhluk yang lemah, yang setiap saat membutuhkan perlindungan, rahmat
dan kasih saying dari Sang Khalik maka untuk memperoleh semua itu harus melalui
ketaatan dan ketabahan melaksanakan perintah (ibadah).

Tujuan ibadah dalam kehidupan manusia adalah antara lain unttuk mencapai
predikat dan derajat tertinggi yaitu taqwa, untuk menghapus dosa dan kesalahan, dan
juga berfungsi sebagai sarana ujian.
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzhim, Jilid. viii (Cet. I; Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1997),

Dulsukmi Kasim, Fiqh Haji, (Suatu Tinjaun Filosofis dan Historis,) Jurnal Al'Adl, 2018, Vol.
11. No. 2.

M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung: Mizan, 2003

https://carihadis.com/kitab Hilyatul Aulia jilid 5 halaman 228

Anda mungkin juga menyukai